Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sejak tahun 1700an, para ahli telah berusaha mengklasifikasikan berbagai
jenis penyakit, dan terdapat beberapa klasifikasi penyakit yang berbeda. Pada
tahun 1837, William Farr, ahli statistika kesehatan pertama, mengungkapkan
pentingnya penggunaan klasifikasi penyakit yang seragam. Usulannya ini baru
dilaksanakan pada tahun 1853, dengan dibuatnya klasifikasi penyakit yang
menyebabkan kematian yang menjadi cikal bakal dari International Classification
of Diseases (ICD) yang sekarang digunakan diseluruh dunia.
Lebih dari 150 tahun kemudian, masalah klasifikasi ini terulang lagi dalam
dunia patient safety. Selama 10 tahun terakhir, jumlah penelitian dan program
patient safety di dunia telah meningkat drastis. Berbagai klasifikasi yang berkaitan
dengan patient safety telah dibuat di berbagai belahan dunia, dengan
menggunakan model, konsep, istilah, definisi, dan tujuan yang berbeda pula.
Akibatnya, penelitian-penelitian patient safety dari berbagai belahan dunia ini
tidak bisa dikomparasikan begitu saja karena masih banyak istilah-istilah patient
safety yang diterjemahkan secara berbeda, tergantung dari pemahaman penelitinya
yang akibatnya menimbulkan ambiguitas.
Hal ini mendorong WHO World Alliance for Patient Safety untuk
menyusun satu kerangka konsep International Classification for Patient Safety
(ICPS). Tujuannya adalah untuk mengkategorikan informasi-informasi yang
didapatkan dalam konteks patient safety kedalam satu set konsep standar yang
sudah disepakati definisi dan istilah-istilahnya.

1.2 Rumusah Masalah


1.2.1 Apa yang dimaksud sistem keselamatan pasien di Rumah Sakit ?
1.2.2 Bagaimana manajemen pengendalian infeksi di Rumah Sakit?
1.2.3 Apa langkah menuju keselamatan di Rumah Sakit ?
1.2.4 Bagaimana standar keselamatan pasien?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sistem keselamatan pasien di Rumah Sakit
1.3.2 Mengetahui manajemen pengendalian infeksi di Rumah Sakit
1.3.3 Mengetahui langkah menuju keselamatan di Rumah Sakit
1.3.4 Mengetahui standar keselamatan pasien

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


2.1.1 Definisi Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu
sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk :
assessment risiko, Identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, peloporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan
tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

2.1.2 Tujuan sistem keselamatan pasien RS :


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS.
2. Meningkatkanya akuntabiltas RS terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunya KTD di RS.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.

2.1.3 Gabungan Dunia untuk Keselamatan Pasien


a. Program: Enam bidang tindakan untuk tahun 2005
1. Tantangan Global Keselamatan Pasien
Lebih memfokuskan pada dua tahun awal pada tantangan infeksi
perawatan kesehatan tahun 2005-2006: “Perawatan bersih terkait infeksi: “
perawatan bersih adalah perawatan yang lebih aman”
2. Pasien untuk Keselamatan Pasien
Melibatkan organisasi pasien dan individu dalam pekerjaan gabungan.

3. Taxonomy untuk Keselamatan Pasien


Memastikan konsistensi dalam konsep, prinsip, norma dan terminology
yang digunakan dalam perkerjaan keselamatan pasien.
4. Riset untuk Keselamatan Pasien

3
Mempromosikan intervensi yang ada dalam keselamatan pasien dan
mengkoordinasikan upaya internasional untuk mengembangkan solusi.
5. Pelaporan dan Pembelajaran
Menghasilkan pedoman praktik terbaik untuk system pelaporan yang ada
dan yang baru.

2.1.4 Program: Enam Bidang Tindakan (2005)


1. Berbicara jika Anda memiliki pertanyaan: itu hak Anda untuk mengetahuinya
2. Perhatikan perawatan yang Anda terima
3. Mempelajari Anda tentang diagnosis, tes dan perawatan Anda
4. Mintalah anggota keluarga atau teman yang tepercaya untuk menjadi penasihat
Anda
5. Tahu meditasi apa yang Anda ambil dan mengapa Anda meminumnya.
6. Menggunakan layanan kesehatan - adalah penyedia yang dengan ketat
mengevaluasinya terhadap standar keamanan.
7. Ikut serta dalam semua keputusan tentang perawatan Anda

2.2 Manajemen Pengendalian infeksi di Rumah Sakit


2.2.1 Definisi
Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno yang artinya seni dalam
melaksanakan dan mengatur. Proses manajemen adalah rangkaian kegiatan input,
proses, dan output yang dibagi dalam empat tahap yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang merupakan siklus yang
berkaitan satu sama lain (Huber, 2010).
Perencanaan merupakan fungsi untuk menyusun langkah dan strategi
dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Gillis, 1999).
Pengorganisasian adalah pengidentifikasian kebutuhan organisasi dari
pernyataan misi kerja yang dilakukan, dan menyesuaikan desain organisasi dan
struktur untuk memenuhi kebutuhan (Swansburg RC, 2000).
Prinsip pengarahan meliputi membina kepercayaan, mengidentifikasi
motivasi, potensi dan tujuan memberikan dukungan, delegasi dan otonom
(Marquis dan Huston, 2012).
Sedangkan prinsip pengawasan adalah memastikan pelaksanaan pekerjaan
sesuai rencana sehingga harus ada perencanaan tertentu dan instruksi serta
wewenang kepada bawahan dengan demikian manajer diharapkan mampu

4
merefleksikan sifat-sifat dan kebutuhan dari aktifitas yang harus dievaluasi dan
dapat dengan segera melaporkan penyimpangan-penyimpangan (Huber, 2010).
Pengendalian infeksi adalah mengendalikan penyebaran agen penyebab
penyakit dengan melakukan prosedur tertentu. Pengendalian infeksi adalah
seperangkat kebijakan dan prosedur yang digunakan untuk meminimalkan resiko
penyebaran infeksi, terutama di luar kesehatan, melainkan juga harus menjadi
bagian penting dari kehidupan pribadi kita, terutama di rumah kita (Miller dan
Palenik, 2003).
Depkes RI (2007) menyatakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial adalah program yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian infeksi
nosokomial di rumah sakit dan yang bertanggungjawab terhadap tugas tersebut
adalah komite/panitia pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit yang
dibentuk oleh kepala rumah sakit.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS) adalah
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta
pembinaan dalam upaya menurunkan angka kejadian Infeksi Rumah Sakit (IRS)
pada pasien atau petugas rumah sakit dan mengamankan lingkungan rumah sakit
dari resiko transmisi infeksi yang dilaksanakan melalui manajemen resiko, tata
laksana klinik yang baik dan pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja RS
(Kebijakan RSUD Kota Yogyakarta, 2015).
Hal ini didukung dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
270/Menkes/III/2007 tentang pedoman manajerial pengendalian infeksi di rumah
sakit dan fasilitas kesehatan serta Keputusan Menkes Nomor 381/Menkes/III/2007
mengenai pedoman pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan.
Dan kebijakan direktur utama RSUP H. Adam Malik Medan nomor : LB.02.01/ I /
2136 / 2009 tentang Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Pedoman PPIRS RSUP
HAM, 2012).

2.2.2 Tujuan Pengendalian Infeksi


Program pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk melindungi
pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan lain - lain di dalam lingkungan rumah
sakit serta penghematan biaya dan meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit

5
dan fasilitas kesehatan lainnya dan yang paling penting adalah menurunkan angka
kejadian infeksi nosokomial (Scheckler et al. 1998).

2.2.3 Strategi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


Menurut Depkes RI (2008) strategi pencegahan dan pengendalian infeksi
terdiri dari: 1) Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat
meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B),
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin).
Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh, 2) Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi
agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh
metode fisik adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi, 3) Memutus rantai
penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan
penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu Isolation Precautions
(Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu Standard
Precaution (Kewaspadaan Standar) dan Transmission-based Precautions
(Kewaspadaan Berdasarkan Cara Penularan), 4) Tindakan pencegahan paska
pajanan (Post Exposure Prophylaxis/ PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini
terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah
dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai
atau pajanan lainnya.

2.3 Langkah Menuju Keselamatan di Rumah Sakit


Rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang
ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus

6
mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/
VIII/ 2011).
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah sakit
melaksanakan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang
terdiri dari (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011) :
1. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
a. Bagi Rumah Sakit :
a) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang
harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-
langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang
harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
b) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan
akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
c) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang terjadi di
rumah sakit.
d) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian keselamatan
pasien.

b. Bagi Unit/Tim :
a) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara mengenai
kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana ada insiden
b) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai di rumah
sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan
terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan atau solusi yang
tepat
2. Memimpin dan Mendukung Staf
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
keselamatan pasien di rumah sakit.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit :

7
a) Pastikan ada anggota direksi atau pimpinan yang bertanggung jawab atas
keselamatan pasien
b) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat
diandalkan untuk menjadi “penggerak” dalam gerakan keselamatan
pasien
c) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi atau
pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit

d) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf rumah


sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
b. Untuk Unit/Tim :
a) Nominasikan ”penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin
Gerakan Keselamatan Pasien
b) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi
mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
c) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko


Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikasi dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
a) Telah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko
klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan
terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan Staf.
b) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko
yang dapat dimonitor oleh Direksi/Pimpinan rumah sakit
c) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara proaktif
meningkatkan kepedulian terhadap pasien.
b. Untuk Unit/Tim :
a) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen
yang terkait

8
b) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen
risiko rumah sakit
c) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat
untuk memperkecil risiko tersebut
d) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.
4. Mengembangkan Sistem Pelaporan
Memastikan seluruh staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian
atau insiden, serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS).
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
a) Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam
maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke KPPRS - PERSI.
b. Untuk Unit/Tim :
a) Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.
5. Melibatkan dan Berkomunikasi dengan Pasien
Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
a) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan
cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan
keluarganya.
b) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar dan
jelas bilamana terjadi insiden.
c) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar
selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
b. Untuk Unit/Tim :

9
a) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden.
b) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan
benar secara tepat.
c) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien
dan keluarganya.
6. Belajar dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
Mendorong seluruh staf untuk melakukan analisis akar masalah kemudian
belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
a) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden
secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
b) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas kriteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain,
yang harus mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum
satu kali per tahun untuk proses risiko tinggi.
b. Untuk Unit/Tim :
a) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
b) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa
depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
a. Untuk Rumah Sakit:
a) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk
menentukan solusi setempat

10
b) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan
proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk
penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
c) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
d) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS – PERSI
e) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas
insiden yang dilaporkan
b. Untuk Unit/Tim :
a) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat
asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
b) Telah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
c) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan.
2.4 Standar Keselamatan Pasien
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang perlu
ditangani segera di rumah sakit di Indonesia maka diperlukan standar keselamatan
pasien rumah sakit yang merupakan acuan bagi rumah sakit di Indonesia untuk
melaksanakan kegiatannya. Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun
ini mengacu pada ”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh
Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumahsakitan di Indonesia.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu :
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk
mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah
sebagai berikut:

a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.


b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang
jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil

11
pelayanan, pengobatan tau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya KTD.
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah Rumah Sakit harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan keperawatan.
Kriterianya adalah keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dengan keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
di Rumah Sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan
keperawatan. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga
dapat:
a. Memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
b. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab.
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
d. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS.
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
g. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan dengan kriteria sebagai
berikut:
a. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan
pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit.
b. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan
lancar.
c. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.

12
d. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien. Standarnya adalah Rumah Sakit
harus mendisain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor
dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara
intensif KTD (Kecelakaan Tidak Diharapkan), dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien dengan kriteria sebagai berikut:
a) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik,
sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja.
c) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif.
d) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil
analisis.
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien standarnya
adalah:
a) Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program melalui
penerapan “7 Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi KTD.
c) Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta tingkatkan
keselamatan pasien.
e) Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden, yang mencakup jenis-jenis Kejadian
yang memerlukan perhatian, mulai dari “Kejadian Nyaris Cedera”

13
(Near miss) sampai dengan “Kejadian Tidak Diharapkan” ( Adverse
event).
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan
analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang
Analisis Akar Masalah (RCA) “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss)
dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai
dilaksanakan.
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden. misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif
untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf
dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit
dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan
antar disiplin.
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan kegiatan
perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien,
termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien. Standarnya adalah:
a. RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara
jelas.
b. RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung

14
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien, dengan kriteria sebagai
berikut:
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat
topik keselamatan pasien.
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang
pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork)
guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien. Standarnya adalah:
a. RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi
keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan
eksternal.
b. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat, dengan kriteria
sebagai berikut:
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan keselamatan kerja


Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari
ancaman bahaya atau kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak
dapat diduga dan tidak diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan
keamanan adalah keadaan aman dan tenteram. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan keselamatan dan keamanan, yaitu;
1. Usia
Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari apa yang
dilakukan. Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali terjatuh atau
kerapuhan tulang.
2. Tingkat kesadaran

15
Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsang, paralisis,
disorientasi, dan kurang tidur.
3. Emosi
Emosi seperti kecemasan, depresi, dan marah akan mudah sekali terjadi dan
berpengaruh terhadap masalah keselamatan dan keamanan.
4. Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran menurun
memudahkan terjadinya resiko injuri atau gangguan integritas kulit.
5. Gangguan persepsi sensori
Kerusakan sensori akan memengaruhi adaptasi terhadap rangsangan yang
berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.
6. Informasi / komunikasi
Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca
menimbulkan kecelakaan.
7. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.
8. Keadaan imunitas
Gangguan immunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang kurang
sehingga mudah terserang penyakit.
9. Ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih
Sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap suatu penyakit.
10. Status nutrisi
Keadaan nutrisi yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan mudah
terserang penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi beresiko terhadap
penyakit tertentu.
11. Tingkat pengetahuan sebelumnya.
Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan dapat
diprediksi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- KPRS (patient safety) adalah suatu
sistem dimana RS membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini mencegah

16
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuan sistem keselamatan pasien RS :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS.
2. Meningkatkanya akuntabiltas RS terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya KTD di RS.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan KTD.
Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno yang artinya seni dalam
melaksanakan dan mengatur. Proses manajemen adalah rangkaian kegiatan input,
proses, dan output yang dibagi dalam empat tahap yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yang merupakan siklus yang
berkaitan satu sama lain.
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah sakit
melaksanakan 7 (tujuh) langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit yang
terdiri dari (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011).
Standar keselamatan pasien rumah sakit yang disusun ini mengacu pada
”Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2006. “PANDUAN NASIONAL KESELAMATAN


PASIEN RUMAH SAKIT (Patient Safety)”. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Komalawati, Veronica. 2010. Community & Patient Safety Dalam Perspektif


Hukum Kesehatan.

Lestari, Trisasi. Konteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan


Langkah Untuk Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol
II/Nomor.04/2006 Hal.1-3

17
Muninjaya,Gde., 1999. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC.

Mubarak Wahit Iqbal, SKM dan Ns. Nurul Chayatin, S.Kep. 2008. Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC

Nenny, dkk., 2014. Konsep Manajemen Keselamatan Pasien Berbasis Program di


RSUD Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, (online),
(pustaka.unpad.ac.id>uploads>2014/01.htm., diakses tanggal 12 September 2016)

Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah
Sakit. Proceedings of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas
University, Indonesia

Tarwoto dan Wartonah. 2011. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika). Hal: 146

Regina pung pung, A., 2014. Patient Safety Administrasi Dan Manajemen
Kesehatan, (online), (www.academia.edu/9191556/patient_safety.htm.,
diakses tanggal 12 September 2016)
Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.

Wijono,Joko., 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Surabaya :


AirLangga

Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program “Patient Safety”. Proceedings of


National Convention VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara,
Bandung 14-15 November 2006

18

Anda mungkin juga menyukai