Anda di halaman 1dari 13

A.

Pendahuluan
Sebagaimana yang telah di definisikan bahwa hadith Nabi adalah semua
perkataan, perbuataan, ketetapan atau segala sesuatu yang berkaitan dengan Nabi
Muhammad SAW.1 Dan berdasarkan kesepakatan umat Islam, bahwa hadith Nabi
adalah sumber dan dasar hukum Islam setelah Kitabulah yaitu al Qur’an al
Karim.2
Al Qur’an dan al- Hadith merupakan dua sumber pokok umat Islam, yang
mana umat Islam tidak akan bisa memahami Islam dengan baik dan benar, kecuali
dengan mempelajari dan mendalami dua pusaka yang diwariskan oleh Rasulullah
SAW ini. Begitupun dengan seorang mujtahid, wajib kepadanya untuk menguasai
dua komponen ini yaitu harus kompeten dalam ilmu al-Qur’an dan ilmu al Hadith.
Tanpa menguasai dua ilmu ini, maka tidaklah seorang tersebut bisa dan sah
menjadi seorang mujtahid.
Karena keberadaannya sebagai sumber ajaran Islam. Alquran dan Sunnah
telah menjadi fokus perhatian umat Islam sejak zaman Nabi sendiri sampai
sekarang. Namun berbeda dengan Alquran, perkembangan Sunnah tidak semulus
Alquran. Berbagai keraguan bahkan penolakan muncul seiring pertumbuhan studi
terhadap Sunnah itu sendiri. Mereka bersandar kepada al-Qur’an akan tetapi
mereka tidak menjadikan al-Hadith sebagaimana pedoman/rujukan setelah al-
Qur’an, bahkan menyerukan agar tidak menjadikan al- Sunnah sebagai pedoman
hukum-hukum Islam. Padahal dalam al-Qur’an sangat jelas dikatakan bahwa al-
Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang tidak dapat dipisahkan.

B. Perintah Allah untuk patuh kepada Rasul (Hadith Nabi) dalam al-
Qur’an
Hidayah Allah haturkan melalui wahyu yang disampaikan kepada para
nabi dan rasul yang diutusnya. Mereka diutus dan dipilih Allah untuk
menyampaikan firman-firman yang berisi aturan-aturan dan hukm-hukum-Nya.

1
A. Qadir Hassan, Ilmu Musthalah Hadist, (Bandung: Diponegoro Press, 2007), hal. 17.
2
Qaem Aulassyahied, Studi Kritis Konsep Sunnah Muhammad Syahrur, KALIMAH,
Vol. 13, No.1, Maret. 2013, hal. 126.

1
Diutusnya para nabi dan rasul tersebut adalah sebagai bentuk keadilan Allah dan
sebagai hujjah-Nya kepada hamba-hamba-Nya, disaat Dia melakukan perhitungan
kelak terhadap amal-amal yang telah meeka perbuat di dunia.3
Allah mengutus para nabi dan rasul tersebut sebagai penjelas dan penerang
kepada hamba-hamba-Nya. Untuk itu Allah memberi wahyu lain kepada mereka
berupa hadith atau sunnah. Allah mengutus para nabi dan rasul teresebut dengan
menurunkan kitab-kitab kepada mereka, karena manusia dengan segenap
kelengkapan penciftaannya; akal yang cerdas, pemahaman yang dalam, ddan
analisa yang tajam, tanpa bimbingan Al-Qur’an dan hadith, tetap saja tidak
mampu mencerna dan mengetahui dengan pasti dan benar apa yang dikehendaki
Allah dari hamba-hamba-Nya. Dan karena tingkat penelaran mereka berbeda,
maka selamanya mereka akan berselisih faham.4 Allah berfirman:

‫ٱّللِالَ َو َجدُواْافِي ِه اٱ ۡختِ َٰلَ ٗفاا‬ ِ َ‫ل ايَتَدَب َُّرونَ ا ۡٱلقُ ۡر َءانَا ا َولَ ۡو ا َكان‬
‫ام ۡا‬
‫ن ا ِعن ِاد اغۡاَي ِر ا َّا‬ ‫أَفَ َ ا‬
‫ا ا‬٨٢‫َك ِث ٗيراا‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau
kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”: Q.S. An-
nisa;82

Maka dari itulah, untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat dalam


perselisihan dan perbedaan, Allah mengutus para nabi dan rasulnya untuk
menyatukan dan menyamakan persepsi. Dan nabi kita Muhammad SAW, karena
beliau adalah khotamul anbiya’ (nabi penutup), maka beliau diutus seluruh
manusia. Beliau datang menjelaskan secara rinci dan gamblang semua risalah

3
Dasman Y ahya Ma’ali, As-Sunnah An Nabawiyah Antara Pendukung dan
Pengingkarnya, Jurnal Ushuluddin, Vol XXII No.2. Juli 2014, 182-183
4
Ibid

2
Allah kepada hamba-hamba-Nya. Dan beliau belum diwafatkan kecuali setelah
agama ini telah disampaikan dengan sempurna.5 Allah berfirman:

‫لا َوأ ُ ْو ِليا ۡٱۡل َ ۡم ِارا ِمن ُك ۡۖۡما‬


‫سو َا‬ ‫َٰ َٰٓيَأَيُّ َهااٱلَّذِينَاا َءا َمنُ َٰٓواْاأ َ ِطيعُواْا َّا‬
َّ ‫ٱّللَا َوأ َ ِطيعُواْا‬
ُ ‫ٱلر‬
‫لاإِنا ُكنت ُ ۡمات ُ ۡؤ ِمنُونَ ابِا َّا‬
‫ٱّللِا‬ ‫سو ِا‬ُ ‫ٱلر‬ ‫فَإِنات َ َٰنَزَ ۡعت ُ ۡمافِياش َۡي ٖءافَ ُردُّوهُاإِلَىا َّا‬
َّ ‫ٱّللِا َاو‬
‫نات َ ۡأ ِو ا‬
٥٩‫يلا‬ ‫اوأ َ ۡح َا‬
‫س ُا‬ َٰ
َ ‫ر‬ٞ ‫َاو ۡٱل َي ۡو ِاما ۡٱۡل َٰٓ ِخ ِاراذَ ِل َكاخ َۡي‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. Q.S. An-Nisa; 59

Kedudukan Sunnah dalam Islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga
telah konsensus dasar hulum Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah. Dan dari segi
derajatpun, sunnah menjadi dasar hukum Islam (Tasyri’iyyah) kedua setelah al-
Qur’an. Dengan alasan Sunnah berfungsi sebagai penjelas terhadap al-Qur’an.6
Teks al-Qur’an sebagai pokok asal, tentunya penjelas menjadi pihak kedua setelah
pihak yang dijelaskan. Sedang sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun
karenanya. Dengan demikian segala uraian dalam Sunnah berasal dari al-Qur’an.
Al-Qur’an mengandung segala permasalahan yang paripurna, baik menyangkut
duniawi maupun ukhrawi7. Sebagaimana firman-Nya dalam surah al-An’am. 38:‫ا‬

‫َلاأ ُ َم ٌماأَمۡ ثَالُ ُكما َّما‬


‫طئِ ٖرا َي ِطي ُراِاب َجنَا َح ۡي ِها ِإ َّ َٰٓا‬ ََٰٓ َٰ ‫ضا َو ََلا‬
‫َو َماا ِمنادَآَٰب َّٖةافِيا ۡٱۡل َ ۡر ِ ا‬
‫ا‬٣٨‫حش َُرونَ ا‬ َ ‫ب ِمن ش َۡيءاث ُ َّما ِإلَ َٰى‬
‫ارِاب ِه ۡاماايُ ۡا‬ ِ َ ‫فَ َّر ۡطنَا فِي ۡٱل ِك َٰت‬

5
Ibid
6
Qaem Aulassyahied, 2015, Studi Kritis Konsep Sunnah…, hal.125
7
Relit Nur Edi, As-Sunnah (Suatu Kajian Inkar Sunnah), ASAS, Vol.6 No.2, Juli 2014,
133

3
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan (tinggalkan)
sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan”

Keterangan al-Qur’an sama sekali tidak meninggalkan sesuatu, tetapi


penjelasan secara global maka perlu dirincikan dalam Sunnah.8

Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh ulama fikih, sunnah adalah


sumber hukum Islam yang tidak kalah penting dengan al-Qur’an. Sebab tanpa
sunnah, tidak bisad dibayangkan pengamalan Islam bisa seperti sekarang. Dan
Allah sudah menegaskan dalam beberapa firman-Nya yang menjadi hujjah
sunnah dijadikan sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:

‫حت َّ َٰى ايَ ِميزَ ا ۡٱل َخبِا َا‬


‫يثا‬ ‫ٱّللُ ا ِليَاذَ َر ا ۡٱل ُم ۡؤ ِمنِينَا ا َعلَ َٰى ا َما َٰٓاأَنت ُ ۡم ا َا‬
‫علَ ۡي ِه ا َا‬ ‫َّما ا َكانَ ا َّا‬ .1

‫ب ا َو َٰلَ ِاك َّن ا َّا‬


‫ٱّللَ ا َي ۡجت َِابيا‬ ‫علَى اٱ ۡلغۡاَي ِا‬ ‫ٱّللُ ا ِليُ ۡط ِل َع ُك ۡم ا َا‬
‫ب ا َو َما ا َكانَ ا َّا‬ َّ ‫ِمنَ ا‬
‫ٱلط ِي ِا‬
‫اوتَت َّاقُواْا‬ َ ْ‫س ِل ِهۦۚا ا َو ِإن اات ُ ۡؤ ِمنُوا‬ ُ ‫ٱّللِ َو ُر‬ َّ ‫امنُواْ ِب‬ ِ َ‫شا َٰٓ ۖۡ ُء اف‬
َ َ‫س ِل ِاهۦ ا َمن اي‬ ُ ‫ار‬ ُّ ‫ِمن‬
(Q.S. Ali Imran; 179)‫ا‬١٧٩‫يما‬ ٞ ‫َفلَ ُك ۡماأ َ ۡج ٌرا َع ِظ‬
‫ب اٱلَّذِي ان ََّز َل ا َعلَ َٰىا‬ ‫سو ِل ِاهۦ ا َاو ۡٱل ِك َٰت َ ِا‬ ‫َٰ َٰٓيَأَيُّ َها اٱلَّذِينَا ا َءا َمنُ َٰٓواْ ا َء ِامنُواْ ابِا َّا‬
ُ ‫ٱّللِ ا َو َر‬ .2
َٰٓ
‫ٱّللِ ا َو َم َٰ َل ِئ َك ِت ِاهۦا‬
‫او َمن ا َي ۡكفُ ۡر اِاب َّا‬ َ ‫امن ا َق ۡب ُل‬ ِ ‫ِي اأَنزَ َل‬ ‫ب اٱلَّذ َٰٓا‬ ‫سو ِل ِاهۦ ا َاو ۡٱل ِك َٰت َ ِا‬
ُ ‫َر‬
(Q.S. ‫ ا‬١٣٦‫ض َل ا َل ا َب ِعيداا ا‬
َٰ َ ‫ل ا‬ ‫س ِل ِاهۦ ا َاو ۡٱل َي ۡو ِام ا ۡٱۡل َٰٓ ِخ ِار افَقَ ۡد ا َا‬
‫ض َّا‬ ُ ‫َو ُكت ُ ِب ِاهۦ ا َو ُر‬
An-Nisa: 36)

‫ٱّللِ ا َولَوۡا اأَنَّ ُه ۡم اإِذ َّا‬


‫اظلَ ُم َٰٓواْا‬ ‫ع ا ِباإ ِ ۡذ ِا‬
‫ن ا َّا‬ َ ُ‫سو ٍل ا ِإ ََّل ا ِلي‬
َ ‫طا‬ ُ ‫ار‬ ِ ‫س ۡلنَا‬
َّ ‫امن‬ َ ‫َو َما َٰٓ اأ َ ۡر‬ .3

‫لالَ َو َجدُواْا َّا‬


‫ٱّللَا‬ ‫سو ُا‬ ‫ٱسات َ ۡغفَا َاراالَ ُه ُما َّا‬
ُ ‫ٱلر‬ ‫ٱسات َ ۡغفَ ُرواْا َّا‬
ۡ ‫ٱّللَا َاو‬ ۡ ‫وكافَا‬ َ ُ‫أَنف‬
َ ‫س ُه ۡما َجا َٰٓ ُء‬
‫(ا‬Q.S. An-Nisa: 64) ٦٤‫يماا‬ َّ ٗ‫ت َ َّواب‬
ٗ ‫اار ِح‬
8
Ibid

4
‫او ِل ِاذيا‬ َ ‫سو ِل‬ ُ ‫لر‬
َّ ‫او ِل‬ ‫ل ا ۡٱلاقُ َر َٰا‬
‫ى افَا ِللَّ ِه َا‬ ‫سو ِل ِاهۦ ا ِم ۡن اأ َ ۡه ِا‬ َ ‫ٱّللُ ا َعلَ َٰى‬
ُ ‫ار‬ ‫َّما َٰٓ اأَفَا َٰٓ َء ا َّا‬ .4

‫ل ا َاك ۡي َاَل ايَا ُكونَ ادُولَ اةَ ابَۡاينَ ا‬ ‫سبِاي ِا‬


َّ ‫ن اٱل‬ ‫ين ا َاو ۡٱب ِا‬
‫س ِك ِا‬ َ َٰ ‫ى ا َاو ۡٱل َم‬
‫ى ا َاو ۡٱليَ َٰت َ َم َٰا‬
‫ۡٱلقُ ۡربَ َٰا‬
ُ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َه َٰىكُمۡ ع َۡنه‬ ُ ‫ٱلر‬ َّ ‫ۡٱۡل َ ۡغ ِن َيا َٰٓ ِاء ا ِمن ُك ۡم ا َو َما ٓ َءات َ َٰى ُك ُم‬
(Q.S. Al-Hasyr: 7)‫ا‬٧‫با‬ ‫شدِيد ُا ۡاٱل ِعقَا ِا‬ ‫فَٱنت َ ُهواْۚاا َاوٱتَّقُواْا َّۖۡا‬
‫ٱّللَاإِ َّنا َّا‬
َ ‫ٱّللَا‬
Dari beberapa ayat tersebut dapat kita simpulkan bahawasanya perintah
untuk taat kepada Allah dan mengikuti Rasul SAW, itu sangat penting sebagai
wujud dari iman kita kepada Allah SWT, ini menunjukkan bahwasanya
kedudukan Sunnah mempunyai posisi yang penting sebagai dasar hukum atau
hujjah dalam Islam.9

C. Pengertian dari Inkar Sunnah


Secara terminologi Inkar Sunnah bermakna mengingkari atau menolak
eksistensi Sunnah. Dan inkar atau pengingkar (munkir al-Sunnah) yaitu orang
tidak mengakui al-sunnah sebagai sumber hukum dalam Islam. Dan menganggap
telah cukup dengan al-Qur’an saja.10 Sedangkan Abdul Majid Khon
mendefinisikan ingkar sunnah sebagai suatu paham yang timbul pada sebagian
minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahihah
baik sunnah praktis maupun yang secara formal dikodifikasikan para ulama,
tanpa ada alas an yang dapat diterima oleh para ulama.11
Ada yang menamakan kelompok ini dengan jama’ah al-Quraniyyun yaitu
sekelompok orang yang berfaham bahwa yang menjadi sumber rujukan beragama
hanyalah al-Qur’an, dan tidak diiringi dengan al-Sunnah. Jadi mereka menolah
kehujahan Sunnah secara mutlak. Dan nama al-Qur’aniyyun ini tampaknya

9
Relit Nur Edi, As-Sunnah (Suatu Kajian Inkar Sunnah), 134
10
Zarkasih, Inkar Sunnah: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Inkar Sunnah di
Dunia Islam, Toleransi, Vol. 4, No. 1, 2012, hal. 82
11
Zarkasih, Dasar-Dasar Studi Hadist, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015),hal. 119

5
mereka sendiri yang yang memberikan. Dan secara umum, kaum muslim
menyebut mereka sebagai kelompok inkar sunnah.12
Fenomena ini sudah dibahas oleh Imam al-Syafi’I, bahwasanya beliau
membagi para pengingkar Sunnah ini menjadi tiga golongan:13
1. Golongan yang menolak seluruh Sunnah
2. Golongan yang menolak sunah kecuali sunah tersebut memiliki
kesamaan dengan petunjuk al-Qur’an (al-Sunnah al-Mutakkidah)
3. Golongan yang menolak Sunnah yang berstatus ahad (mereka hanya
menerima sunnah yang berstatus mutawatir).
D. Sejarah Munculnya Inkar Sunnah
Untuk mempermudah kajian, Inkar Sunnah terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Inkar Sunnah pada periode klasik
Sebenarnya bibit penolakan terhadap Sunnah ini sudah muncul pada
zaman Rasulullah SAW. Seperti didalam kisah Dzu al-Khuwaishirah yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, dan perawi hadith lainnya. Hadith
tersebutkan diriwayatkan oleh abu sa’id al-khudhri z ia berkata: ketika Nabi SAW
sedang membagikan harta ghanimah (rampasan perang), Abdullah ibn Dzi- al-
Khuwaishirah at-Tamimi dating seraya berkata: “Berbuat adil-lah wahai
Rasulullah!”. Rasulullah lalu mengatakan:”Celakalah engkau. Lalu siapa yang
akan berbuat adil jika aku tidak adil!“. Umar ibn al-Khattab berkata dengan
sangat marah: “ Biarkan aku memenggal lehernya”. Rasulullah SAW berkata: “
Biarkan ia. Sesungguhnya ia memiliki kawan-kawan dimana salh seorang kalian
merasa remeh shalatnya bala disbanding shalat orang ini, juga puasanya
disbanding puasa orang ini. Akan tetapi mereka meluncur dari agama
sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya”14

12
Zarkasih, Inkar Sunnah: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Inkar Sunnah di
Dunia Islam, hal. 82
13
Ibid
14
Nashir Ibn ‘Abdil Karim al-‘aql. Dirasat fi al-Hhwa wa al-firaq wa al-Bida’ wal al-
Mauqif al-Slaf Minha, (Riyadh: Dar Syibilia, 1424 H/2003), HAL. 217-218.

6
Namun kemuculan penolak as-Sunnah di masa nabi SAW tidaklah
membahayakan umat Islam, karena keberadaan Rasulullah SAW ditengah-tengah
mereka sebagai pemutus dan pembimbing langsung dalam menghadapi setiap
permasalahan yang saat itu, dan kasusnyapun tidak banyak.15

Begitupun dengan masa sahabat juga pernah terjadi penolakan terhadap


Sunnah. Seorang ulama dari kalangan Tabi’ini, Imam al-Hasan al-Bashri
menceritakan: Ketika sahabat Nabi SAW ‘Imran Ibn Husain sedang mengajarkan
hadith, tiba-tiba ada seorang memotong pembicaraan beliau. “Wahai Abu
Nujaid”, demikian orang itu memangggil Imran-“Berilah kami perlajaran al-
Qur’an saja” ‘Imran Ibn Husain lalu meminta agar orang tersebut maju ke depan.
Setelah itu beliau bertanya, “Tahukah anda, seandainya anda dan kawan-kawan
anda hanya memakai al-Qur’an saja, apakah anda dapat menemukan dalam al-
Qur’an bahwa shalat dhuhur itu empat rakaat, ashar empat rakaat, dan shalat
maghrib tiga rakaat? Apabila anda thawaf (mengelilingi ka’bah) dan sa’i antara
shafar dan marwah itu tujuh kali?”. Mendengar jawaban itu orang tadi berkata,
“anda telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan Allah menyadarkan saya.”
Akhirnya, kata al-Hasan al-Bashri, sebelum wafat orang itu menjadi ahli fiqih.16

Kisah diatas menunjukkan bahwa pada masa yang sangat dini dalam
perkembangan Islam sudah muncul gejala-gejala ketidakpedulian terhadap hadith,
dan inilah yang menjadi cikal bakal munculnya pahak inkarus Sunnah, namun
sikap tersebut tampak masih merupakan sikap individual, bukan merupakan sikap
kelompok atau madzhab, meskipun jumlah pengingkar sunnah di kemudian hari
semakin banyak seiring dengan banyaknya muncul berbagai firqah dhallah
(kelompok sesat).17

2. Inkar Sunnah pada periode modern

15
Ali Maulida, Inkarus Sunnah Dari Kalangan Muslim Dalam Lintasan Sejarah, Al-
Tadabbur, Jurnal Qur’an dan Tafsir, Vol. 3. No.5, hal. 137
16
Ibid, hal. 138
17
Ibid, hal. 139

7
Pada mulanya, inkar sunnah klasik muncul di Bashrah, Irak, akibat
ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan sunnah.
Sedangkan inkar sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh
pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam. Adapun
perbedaanya adalah, apabila di masa klasik masih banyak bersisat perseorangan,
sedangkan Inkar Sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang
terorganisasi dan tokoh-tokohnya banyak yang mengklaim dirinya sebagai
mujtahid dan mujaddid.18

Dan para pengingkar sunnah pada masa klasik mencabut pendapatnya


setelah mereka menyadari kekeliruanya, para pengingkar sunnah pada masa
modern banyak yang bertahan pada pendiriannya, meskipun kepada mereka telah
diterangkan urgensi sunnah dalam Islam. Bahkan diantara mereka, ada yang tetap
menyebarkan pemikirannya secara diam-diam, meskipun penguasa setempat telah
mengeluarkan larangan resmi terhadap aliran tersebut. 19

Muhammad Azami menuturkan bahwa inkar sunnah lahir pada masa


Syeikh Muhammad Abduh (1266-1323) dengan kata lain, Muhammad Abduh
adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan inkar sunnah pada masa
modern. Hal ini bersandar kepada pendapat Abu Rayyah bahwa Muhammad
Abduh pernah berkata” Umat Islam pada masa sekarang tidak mempunyai imam
(pimpinan) selain al-Qur’an, dan Islam yang benar adalah Islam pada masa awal
sebelum terjadinya fitnah (perpecahan) ‘Beliau juga berkata, : Umat Islam
sekarang tidak mungkin bangkit selama kitab-kitab ini (maksudnya kitab-kitab
yang diajarkan di al-Azhar dan sejenisnya) masih tetap diajarkan pada umat Islam.
Semua hal selain al-Qur’an akan menjadi kendala yang menghalangi antara al-
Qur’an serta ilmu dan amal.20.

18
Zarkasih, Dasar- Dasar Studi Hadist…hal.128-129
19
Ibid
20
Ibid

8
Pemikiran Muhammad Abduh dalam menolak sunnah ini diikuti oleh
Taufiq Sidqi, yang menulis dua buah artikel dalam majala al-Manar nomor 7 dan
12 tahun IX dengan judul “Islam al-Qur’an itu sendiri” sambil mengutip ayat-ayat
al Qur’an, Taufiq Shidqi mengatakan bahwa Islam tidak memerlukan sunnah.21
Dengan berargumentasi dalam ayat al-Qur’an:

‫… َّماافَ َّر ۡطنَاا ِفيا ۡٱل ِكَٰات َ ِا‬. 


٣٨‫…ا‬.‫با ِمناش َۡيء‬
Tiadalah Kami alpakan (tinggalkan) sesuatupun dalam Al-Kitab

‫ا ا‬٨٩‫َي ٖاء…ا‬ ‫اال ُك ِا‬


‫لاش ۡا‬ ‫ … َون ََّز ۡلنَاا َعلَ ۡي َكا ۡٱل ِك َٰت َ َا‬
ِ ‫با ِت ۡب َٰ َي ٗن‬
“Dan kami turunkan al-Qur’an kepadamu sebagai
penjelas segala hal”

Kedua ayat tersebut diatas menunjukkan bahwa al-Qur’an mencakup


segala sesuatu yang berkenaan dengan urusan agama, mencakup hukum-
hukumnya, dunia akhirat. Dengan dua ayat inilah Allah menerangkan dan
memperinci segala sesuatu sehingga tidak perlu keterangan lain seperti sunnah.
Kalaupun al Qur’an dipandang masih belum lengkap, apa artinya ayat yang
mengatakan al Qur’an itu menjelaskan segala sesuatu. Dan jika demikian berarti
Allah menyalahi firmanNya sendiri.

Pendapat tersebut langsung ditepis oleh al-Imam As Syafi’I bahwa istilah


tibyan yang mengandung berbagai makna, mencakup berbagai pengertian pokok
sebagai sumber yang dapat dijabarkan dalam berbagai cabang hukum (furu’).
Yang diterangkan dalam al Qur’an oleh Allah kepada makhluk-makhlukNya
mengandung berbagai segi:22

1) Ketentuan Fardlu yang dicantumkan sebagai nash global

21
Mustafa as Siba’I, Al-Hadist Sebagai Sumber Hukum, (Bandung: Cv. Diponegoro,
19790, hal.223
22
Mustafa as Siba’I, Al-Hadist Sebagai Sumber Hukum,…hal, 228

9
2) Penegasan dengan firmanNya dalam al Qur’an serta proses selanjutnya
dijelaskan melalui lisan Rasulullah.
3) Ketentuan yang tidak ada nashnya dalam al-Qur’an.

Salah satu tokoh kontemporer yang yang memiliki peran besar dalam
merekontruksi sunnah adalah Muhammad Syahrur. Ia menawarkan pembacaan
kontemporer terhadap sumber hukum Islam termasuk sunnah.23 Dalam
pandangannya, untuk memahami teks keagamaan tidak perlu selamanya
mengedepankan penafsiran ulama tradisional. Sebab ditafsirkan sebagaimana
zamannya. Ia kemudian dengan berani menolak kewahyuan sunnah dan
kapasitasnya sebagai sumber hukum Islam.24

Tidak cukup sampai disini, bahwa munculnya gerakan inkar sunnah ini
juga diawali dari kaum orientalis barat yang tertarik untuk mengkaji tentang
ketimuran dan Islam. Namun tidak semua orientalis ini murni untuk belajar,
bahakan diantara mereka ada yang sengaja menyisipkan ide pemikirannya untuk
merendahkan Islam, mencari kekurangan al-Qur’an dan sunnah yang merupakan
pedoman umat Islam.25

E. Pokok-Pokok Ajaran dan Argumen Inkar Sunnah


Di antara argumen yang dikemukan kelompok Inkar Sunnah secara
ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Al-Qur’an turun sebagai penerang atas segala sesuatu, bukan yang
diterangkan. Jadi al-Qur’an tidak memerlukan keterangan dari sunnah.
2) Al-Qur’an bersifat qat’iy (pasti, absolut kebenarannya), sedangkan
sunnah bersifat dzanniy (bersifat relative kebenarannya) maka jika

23
Muhammad Syahrur, Al-KItab wa al-Qur’an; Qira’ah Mu’asirah, (Damaskus; Al-
Ahali, 1990), hal. 89
24
Kurdi, dkk, Hermenutika al-Qur’an dan Hadist, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2010, hal.
296
25
Harun Nasution, Islam Regional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan,1996)hal.
181.

10
terjadi kontradiksi antara keduanya sunah tidak dapat berdiri sendiri
sebagai produk hukum baru.
3) Jika di antara fungsi sunnah sebagai penguat (muakkidah) terhadap
hukum di dalam al-Qur’an, maka yang diikuti al-Qur’an, bukan
sunnah.
4) Jika sunnah merinci (tafshil) keglobalan ayat al-Qur’an, maka tidak
mungkin terjadi al-Qur’an yang bersifat qat’iy diterangkan dengan
sunnah yang bersifat dzanniy.
5) Sunnah mutawatirah tidak dapat memberi kepastian (qat’iy) karena
prosesnya melalui ahad. Boleh jadi didalamnya terdapt kebohongan.

Semua argumentasi yang dikemukakan orang tersebut dapat ditangkis dan


dipatahkan oleh Imam al-Syafi’I dengan jawaban yang argumentatife, ilmiah, dan
rasional, sehingga akhirnya ia mengakui dan menerima sunnah Nabi sebagai
hujjah. Karenanya Iman al-Syafi’I diberi julukan sebagai nashir al-sunnah
(pembela sunnah).26

F. Kesimpulan
Secara Terminologi paham inkar sunnah adalah orang yang mengingkari
al-Qur’an, mereka menganggap bahwasanya umat Islam tidak perlu menjadikan
sunnah sebagai sumber hukum Islam. Karena sudah cukuplah al-Qur’an sebagai
pedoman hidup.
Munculnya gerakan inkar sunnah pada masa klasik berawal dari
perorangan yang hidup pada zaman Rasululullah, itupun didasari oleh ketidak
tahuan mereka dan dapat dicegah langsung oleh Rasulullah dan akhirnya kembali
kepada jalan yang benar. Lain halnya dengan gerakan inkar sunnah yang muncul
pada masa modern, mereka dengan bebas menafsirkan bahwa sunnah tidak bisa
menjadi sumber hukum Islam atas analisa mereka terhadap beberapa ayat al-
Qur’an.

26
Mustafa al-Siba’iy Al-Sunnh wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami, (Kairo: Dar al-
Salam, cet. 4, 2008) hal. 124

11
Dan paham inkar sunna ini memang sengaja dimunculkan dan
dimanfaatkan oleh musuh-musuh umat Islam untuk menghabisi umat Islam
dengan cara menghancurkan sendi-sendi utamanya, bagaimana tidak, karena yang
digerogoti para musuh umat Islam ini adalah Sunnah Nabinya, bahkan
kelompok inkar sunnah ada yang menamakan dirinya sebagai al-Qur’aniyyun
yaitu orang yang bersandar hanya kepada al Qur’an.
Kalaulah mereka tidak mau mentaati RasulNya, seharusnya merekapun
tidak perlu mempercayai al-Qur’an sekalian. Sebab al Qur’an diturun kepada
Rasululullah sebelum disampaikan kepada ummatnya. Mentaati rasulNya yang
juga berarti juga mengikuti sunnah-sunnahnya adalah sebuah keniscayaan dan
bgian yang tidak terpisahkan dari ketaatan kepada Allah SWT.
G. Daftar Pustaka

Al-Qur’anul Karim
Al-‘aql , Nashir Ibn ‘Abdil Karim. Dirasat fi al-Hhwa wa al-firaq wa al-Bida’
wal al-Mauqif al-Slaf Minha, (Riyadh: Dar Syibilia, 1424 H/2003).

As Siba’I, Mustafa, Al-Hadist Sebagai Sumber Hukum, (Bandung: Cv.


Diponegoro, 1979)

Al-Siba’i , Mustafa, Al-Sunnh wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami, (Kairo:


Dar al-Salam, cet. 4, 2008)
Aulassyahie, Qaem, Studi Kritis Konsep Sunnah Muhammad Syahrur,
KALIMAH, Vol. 13, No.1, Maret. 2013.
Edi , Relit Nur, As-Sunnah (Suatu Kajian Inkar Sunnah), ASAS, Vol.6 No.2,
Juli 2014, 133
Hassan, Qadir Hassan, Ilmu Musthalah Hadist, (Bandung: Diponegoro Press,
2007)
Kurdi, dkk, Hermenutika al-Qur’an dan Hadist, (Yogyakarta: Elsaq Press,
2010)

12
Ma’ali , Dasman Y ahya, As-Sunnah An Nabawiyah Antara Pendukung dan
Pengingkarnya, Jurnal Ushuluddin, Vol XXII No.2. Juli 2014
Maulida , Ali, Inkarus Sunnah Dari Kalangan Muslim Dalam Lintasan
Sejarah, Al-Tadabbur, Jurnal Qur’an dan Tafsir, Vol. 3. No.5
Nasution, Harun, Islam Regional Gagasan dan Pemikiran, (Bandung:
Mizan,1996)
Syahrur, Muhammad, Al-KItab wa al-Qur’an; Qira’ah Mu’asirah,
(Damaskus; Al- Ahali, 1990)
Zarkasih, Inkar Sunnah: Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Inkar
Sunnah di Dunia Islam, Toleransi, Vol. 4, No. 1, 2012,
Zarkasih, Dasar-Dasar Studi Hadist, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015),

13

Anda mungkin juga menyukai