Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Sindroma gagal nafas (respiratory distress syndrom, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan
penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru atau
tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Suriadi dan Yuliani, 2001).

RDS merupakan gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar,
yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila
didapatkan sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ),
sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan
paru,adanya gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya
atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran
pada saat otopsi.

RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support ventilasi lama
diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan.

2. Etiologi
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksio sesaria.. Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi
karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan dengan
penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks / pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerosakan
kebocoran serum protein ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan.
Gejala klinikal yang timbul yaitu :
3.1 Adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan
takipnea (> 60 x/minit)
3.2 Pernafasan cuping hidung
3.3 Grunting, yaitu suara merintih saat ekspirasi
3.4 Retraksi dinding dada
3.5 Sianosis
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu : terdapat
sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, bercak retikulogranular
homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran airbronchogram udara terlihat lebih
jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan penurunan
aerasi paru, alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih
opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas, dan
seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.

Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes


Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang dengan 02Sianosis
menetap
walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan udara Tidak ada udara
masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi:
< 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang

4. Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang
disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas
disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan
mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein
(10%). Surfaktan berperan sebagai substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu menahan sisa
udara fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada
tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi
surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli
saat ekspirasi.

Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh
karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap
hembusan napas (ekspirasi) sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan
tekanan negative intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali
bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak menghabiskan oksigen
untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi
kelelahan. Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka
alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis.

RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri
dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi
paru akan membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan
meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis\
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3) Fenobarbital untuk mengendalikan kejang-kejang
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.

b. Penatalaksanaan secara umum :


1) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
 Pantau selalu tanda vital
 Jaga patensi jalan nafas
 Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2) Jika bayi mengalami apneu
 Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
 Lakukan penilaian lanjut
3) Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
4) Pemberian nutrisi adekuat melalui selang Oral Gastric Tube (OGT)

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut:
a. Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
1) Bayi jangan diberi minum
2) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam)
 Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
 Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
 Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
 Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
 Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu
cara pemberian minum
 Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan
c. Gangguan nafas ringan
1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani
gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas bayi
Nama
Tempat tgl lahir / Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Tanggal masuk
Diagnosa Medik
Rencana terapi
b. Identitas Orang Tua
Nama, Umur, Agama , Alamat , Pendidikan dan Pekerjaan
c. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya bayi mengalami sesak nafas disertai sianosis pada saat lahir
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, dispnea Biasanya bayi
mengalami sianosis, retraksi dinding berlebihan dengan adanya peningkatan frekuensi
nafas >80 kali/menit, disertai peningkatan suhu tubuh >37,5 C.
Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang imatur (gestasi
dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature dengan operasi Caesar
serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi matur atau
premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
Riwayat Maternal
Biasanya ibu memiliki penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti perdarahan
placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau intrapartus,
dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki riwayat
sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak memperhatikan gizi
yang baik bagi janin).

d. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : lemah
kesadaran : CM
Antropometri
Berat badan
Panjang badan
Lingkar kepala
Tanda-tanda vital
Suhu : 35,80C
Nadi : 90 x/mnt
Pernapasan : 24 x/mnt

Pemeriksaan head to toe


1. Kepala
a. Simetris : simetris
b. Ubun-ubun besar : ada, berbentuk layang-layang
c. Ubun-ubun kecil : ada, bentuk segitiga
2. Mata
a. Posisi : simetris kanan dan kiri
b. Kotoran : tidak ada kotoran
c. Pendarahan : tidak ada perdarahan
3. Hidung
a. Lubang : ada lubang hidung
b. Cuping hidung : ada pernafasan cuping hidung
c. Keluaran : terdapat lendir pada lubang
4. Mulut
a. Simetris : simetris atas dan bawah
b. Pelatum : tidak labiospallatoskizis
c. Bibir : tidak labioskizis
5. Telinga
a. Simetris : simetris, kanan dan kiri
b. Daun telinga : ada kanan dan kiri
c. Lubang telinga : ada,kanan-kiri
6. Leher
a. Kelainan : tidak ada kelainan
b. Pergerakan : memutar kanan dan kiri
7. Dada
a. Pergerakan : lemah
b. Bunyi nafas : teratur, tetapi lemah
c. Bunyi jantung : lemah
8. Perut
a. Bentuk : simetris
b. Bising usus : ada
c. Kelainan : tidak ada kelainan
9. Tali Pusat
a. Pembuluh darah : terdapat 2 arteri, dan 1 vena
b. Perdarahan : tidak ada perdarahan
c. Kelainan tali pusat : baik, tidak ada kelainan
10. Kulit
a. Warna : biru pucat
b. Turgor : baik
c. Lanugo : ada
11. Punggung
a. Bentuk : simetris
b. Kelainan : tidak ada kelainan
12. Ekstrimitas
a. Tangan : jari-jari tangan lengkap
b. Kaki : sama panjang, jari-jari lengkap
c. Kelainan : tidak ada kelainan
13. Genetalia (bayi laki-laki)
a. Scrotum : ada, simetris
b. Testis : ada, sudah turun mausk scrotum
c. Penis : ada, panjang 2,5 cm
d. Kelainan : tidak ada kelainan
14. Menangis : bayi menangis lemah
15. Refleks
a. Refleks moro
Refleks moro adalah reflek memeluk pada saat bayi dikejutkan dengan tangan.
Pada By. C reflek moro (+) ditandai dengan ketika dikejutkan oleh bunyi yang
keras dan tiba – tiba bayi beraksi dengan mengulurkan tangan dan tungkainya
serta memanjangkan lehernya
e. Refleks menggenggam
Reflek menggenggam pada By. C (+) tapi lemah, ditandai dengan membelai
telapak tangan, bayi menggenggam tangan gerakan tangan lemah.
f. Refleks menghisap
Reflek menghisap (+) ditandai dengan meletakan tangan pada mulut bayi, bayi
menghisap jari, hisapan lemah.
g. Refleks rooting
Reflek rooting (-) ditandai dengan bayi tidak menoleh saat tangan ditempelkan
di pipi bayi.
h. Refleks babynsky
Reflek babynsky (+) ditandai dengan menggerakan ujung hammer pada
bilateral telapak kaki.
i. Tonus otot
Gerakan bayi sangat lemah tetapi pergerakan bayi aktif ditandai dengan bayi
sering menggerek-gerakan tangan dan kakinya.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas
2. Resiko Hipotermi
3. Hambatan pertukaran gas
4. Ketidakefektifan pola menyusu bayi
5. Deficit volume cairan

3. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola Tujuan:  Catat perubahan dalam
napas  Pasien bebas dari bernafas dan pola
dispneu nafasnya
Mengeluarkan sekret  Observasi dari
tanpa kesulitan penurunan
 Memperlihatkan tingkah pengembangan dada
laku mempertahankan dan peningkatan
jalan nafas fremitus
 Catat karakteristik dari
suara nafas
 Catat karakteristik dari
batuk
 Pertahankan posisi
tubuh/posisi kepala
dan gunakan jalan
nafas tambahan bila
perlu
 Kaji kemampuan
batuk, latihan nafas
dalam, perubahan
posisi dan lakukan
suction bila ada
indikasi
 Peningkatan oral
intake
 Kolaboratif
Berikan oksigen,
cairan IV, tempatkan
di kamar humidifier
sesuai indikasi
 Mengeluarkan sekret
dan meningkatkan
transport oksigen
 Meningkatkan drainase
sekret paru,
peningkatan efisiensi
penggunaan otot-otot
pernafasan
Resiko Hipotermi Tujuan : Pengobatan Hipotermi
 Suhu axila 36-37˚C  Pindahkan bayi dari
 RR : 30-60 X/menit lingkungan yang
 Warna kulit merah muda dingin ke dalam
 Tidak ada distress lingkungan / tempat
respirasi yang hangat (didalam
 Tidak menggigil inkubator atau lampu
 Bayi tidak gelisah sorot)
 Bayi tidak letargi  Segera ganti pakaian
bayi yang dingin dan
basah dengan pakaian
yang hangat dan
kering, berikan
selimut.
 Monitor gejala dari
hopotermia : fatigue,
lemah, apatis,
perubahan warna kulit
 Monitor status
pernafasan
 Monitor intake dan
output
Hambatan pertukaran Tujuan: Monitor Respirasi:
gas  Pasien menunjukkan  Monitor rata-rata
peningkatan ventilasai irama, kedalaman dan
dan oksigenasi adequat usaha untuk bernafas.
berdasarkan nilai AGD  Catat gerakan dada,
sesuai parameter normel lihat kesimetrisan,
pasien penggunaan otot bantu
 Menunjukkan fungsi dan retraksi dinding
paru yang normal dan dada.
bebas dari tanda-tanda  Monitor suara nafas,
distres pernafasan saturasi oksigen,
sianosis
 Monitor kelemahan
otot diafragma
 Catat onset,
karakteristik dan durasi
batuk
 Catat hasil foto
rontgen
Terapi Oksigen (3320) :
 Kelola humidifikasi
oksigen sesuai
peralatan
 Siapkan peralatan
oksigenasi
 Kelola O2 sesuai
indikasi
 Monitor terapi O2 dan
observasi tanda
keracunan O2
Ketidakefektifan pola Tujuan :  Evaluasi pola
menyusu bayi  Kementapan pemberian
menghisap / menelan
ASI : Bayi : perlekatan
bayi
bayi yang sesuai pada
 Tentukan Keinginan
dan proses menghisap
Dan Motivasi Ibu
dari payudara ibu untuk
untuk menyusui
memperoleh nutrisi
 Evaluasi pemahaman
selama 3 minggu
ibu tentang isyarat
pertama pemberian ASI
menyusui dan bayi
 Kemantapan Pemberian
(misalnya reflex
ASI : IBU : kemantapan
rooting, menghisap
ibu untuk membuat bayi
dan terjaga)
melekat dengan tepat
 Kaji kemampuan bayi
dan menyusui dan
untuk latch-on dan
payudara ibu untuk
menghisap secara
memperoleh nutrisi
efektif
selama 3 minggu
 Pantau keterampilan
pertama pemberian ASI
ibu dalam
 Pemeliharaan pemberian
menempelkan bayi ke
ASI : keberlangsungan
putting
pemberian ASI untuk
 Pantau integritas kulit
menyediakan nutrisi
puting ibu
bagi bayi/todler
 Pantau berat badan

dan pola eliminasi
bayi

Defisien volume cairan Tujuan : Fluid management


 mempertahankan urine
 Pertahankan catatan
output sesuai dengan
intake dan output
usia dan BB,BJ urine
yang akurat
normal HT normal,
 Monitor status
tekanan darah,nadi,suhu
hydrasi (kelembaban
tubuh dalam batas
membran
normal
mukosa,nadi
 tidak ada tanda-tanda
adekuat,tekanan
dehidrasi, elastisitas
darah ortostatik),jika
turgor kulit baik,
diperlukan
membran mukosa
 monitor vital sign
lembab, tidak ada rasa
 Kolaborasi
haus yang berlebihan
pemberian cairan IV
 Monitor status nutrisi
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nasogatrik sesuai
output
 Kolaborasi degan
dokter
Hypovolemia
management
 Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
 Monitor tingkat Hb
dan Ht
 Monitor tanda vital
 Monitor Berat badan
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC

Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier :

St. Louis Missouri

Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.

Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.

http://www.scribd.com/doc/50783794/AKB-INDONESIA

Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Banjarmasin, Januari 2019

Preseptror Klinik Ners Muda,

(……………………………..) (Deni Priatna, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai