Anda di halaman 1dari 33

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural
dan spiritual yang berespon secara unik terhadap perubahan kesehatan atau
pada keadaan krisis.
Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien
sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh klien, antara lain dengan
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual klien tersebut, walaupun
perawat dan klien mempunyai keyakinan spiritual atau keagamaan yang
berbeda.
Penting sekali bagi seorang perawat memahami perbedaan antara
spiritual, keyakinan dan agama guna menghindarkan salah pengertian yang
akan mempengaruhi pendekatan perawat dengan pasien. Spiritualitas
merupakan suatu konsep yang unik pada masing-masing individu.manusia
adalah makhluk yang mempunyai aspek spiritual yang akhir-akhir ini banyak
perhatian dari masyarakat yang disebut kecerdasan spiritual yang sangat
menentukan kehagiaan hidup seseorang.Perawat memahami bahwa aspek ini
adalah bagian dari pelayanan yang komprehensif. Karena selama dalam
perawatan, respon spiritual kemungkian akan muncul pada pasien.
Pasien yang sedang dirawat dirumah sakit membutuhkan asuhan
keperawatan yang holistik dimana perawat dituntut untuk mampu
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif bukan hanya pada
masalah secara fisik namun juga spiritualnya. Untuk itulah materi spiritual
diberikan kepada calon perawat guna meningkatkan pemahaman dan
kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kebutuhan spiritual.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Konsep Kesehatan Spiritual ?
1.2.2 Bagaimana Konsep Menjelang Ajal ?
1.2.3 Bagaimana Konsep Kematian ?
1.2.4 Bagaimana Konsep Kehilangan ?
1.2.5 Bagaimana Konsep Berduka ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu menambah wawasan serta pengetahuan masyarakat pada
umumnya serta mahasiswa STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin pada
khususnya tentang Konsep Kesehatan Spiritual, Konsep Menjelang Ajal
Dan Kematian, Konsep Kehilangan Dan Berduka.

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus dari makalah ini antara lain :
a. Mengetahui Konsep kesehatan spiritual
b. Mengetahui Konsep Menjelang Ajal
c. Mengetahui Konsep Kematianp
d. Mengetahui Konsep Kehilangan
e. Mengetahui Konsep Berduka.

2
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kesehatan Spiritual


Spiritual berasal dari bahasa latin spiritus, yang berarti bernafas atau
angin. Ini berarti segala sesuatu yang menjadi pusat semua aspek dari
kehidupan seseorang (McEwan, 2005). Spiritual adalah keyakinan dalam
hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta (Hamid, 1999).
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan
ide-ide tentang kehidupan seseorang (Potter & Perry, 1999)
Spiritual merupakan sesuatu yang dipercayai oleh seseorang dalam
hubunganya dengan kekuatan yg lebih tinggi (Tuhan), yg menimbulkan suatu
kebutuhan serta kecintaan terhadap adanya Tuhan dan permohonan maaf atas
segala kesalahan yg pernah diperbuat, tidak selamanya dengan Tuhan, seperti
adanya aliran kepercayaanAnimisme dan Dinamisme.
Menurut Burkhardt (1993), Hamid (1999) dan Stoll (1989) spiritual meliputi
aspek sebagai berikut:
a. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan
b. Menemukan arti dan tujuan hidup
c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam
diri sendiri.
d. Kepercayaan artinya mempunyai kepercayaan atau komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang, sementara agama merupakan sistem ibadah yang
teratur dan terorganisasi (Hamid, 1999)
e. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang
Maha Tinggi (Stoll, 1989).

3
4

Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau


mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai, menjalin hubungan
penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1989).

2.1.1 Karakteristik
a. Hubungan dengan diri sendiri (Kekuatan dalam dan self reliance)
 Pengetahuan diri (siapa dirinya dan apa yang dapat dilakukannya)
 Sikap (percaya diri sendiri, percaya pada kehidupan/ masa depan,
ketenangan pikiran, harmoni/ keselarasan dengan diri sendiri)
b. Hubungan dengan alam
Secara Harmoni diantaranya : mengetahui tentang alam, iklim,
margasatwa dan berkomunikasi dengan alam (berjalan kaki dan
bertanam), mengabdikan dan melindungi alam
c. Hubungan dengan orang lain
 Harmoni/ Suportif diantaranya : berbagi waktu, pengetahuan dan
sumber secara timbal balik, mengasuh anak, orang tua dan orang
sakit dan meyakini kehidupan dan kematian (mengunjungi,
melayat)
 Tidak harmonis diantaranya : konflik dengan orang lain, resolusi
yang menimbulkan ketidakharmonisan dan friksi dan hubungan
dengan Ketuhanan
 Agamis atau tidak agamis diantaranya : sembahyang/ berdoa/
meditasi, perlengkapan keagamaan dan Bersatu dengan alam.

2.1.2 Konsep Kesehatan Spiritual


a. Spiritualitas
Konsep spiritual memiliki delapan batas tetapi saling tumpang
tindih: Energi, transendensi diri, keterhubungan, kepercayaan, realitas
eksistensial, keyakinan dan nilai, kekuatan batiniah, harmoni dan batin
nurani.

4
5

1) Spiritualitas memberikan individu energi yang dibutuhkan untuk


menemukan diri mereka, untuk beradaptasi dengan situasi yang
sulit dan untuk memelihara kesehatan.
2) Transedensi diri (self transedence) adalah kepercayaan yang
merupakan dorongan dari luar yang lebih besar dari individu.
3) Spiritualitas memberikan pengertian keterhubungan intrapersonal
(dengan diri sendiri), interpersonal (dengan orang lain) dan
transpersonal (dengan yang tidak terlihat, Tuhan atau yang
tertinggi) (Potter & Perry, 2009)
4) Spiritual memberikan kepercayaan setelah berhubungan dengan
Tuhan. Kepercayaan selalu identik dengan agama sekalipun ada
kepercayaan tanpa agama.
5) Spritualitas melibatkan realitas eksistensi (arti dan tujuan hidup).
6) Keyakinan dan nilai menjadi dasar spiritualitas. Nilai membantu
individu menentukan apa yang penting bagi mereka dan membantu
individu menghargai keindahan dan harga pemikiran, obysk dsn
prilaku.(Holins, 2005; Vilagomenza, 2005)
7) Spiritual memberikan individu kemampuan untuk menemukan
pengertian kekuatan batiniah yang dinamis dan kreatif yang
dibutuhkan saat membuat keputusan sulit (Braks-wallance dan
Park, 2004).
8) Spiritual memberikan kedamaian dalam menghadapi penyakit
terminal maupun menjelang ajal (Potter & Perry, 2009).

Beberapa individu yang tidak mempercayai adanya Tuhan


(atheis) atau percaya bahwa tidak ada kenyataan akhir yang diketahui
(Agnostik). Ini bukan berati bahwa spiritual bukan merupakan konsep
penting bagi atheis dan agnostik, Atheis mencari arti kehidupan
melalui pekerjaan mereka dan hubungan mereka dengan orang
lain.agnostik menemukan arti hidup dalam pekerjaan mereka karena
mereka percaya bahwa tidak adanya akhir bagi jalan hidup mereka.

5
6

b. Dimensi Spiritual ( Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995)


1) Mempertahankan keharmonisan / keselarasan dengan dunia luar
2) Berjuang untuk menjawab / mendapatkan kekuatan
3) Untuk menghadapi : Stres emosional, penyakit fisik dan
menghadapi kematian
c. Konsep kesejahteraan spiritual ( spiritual well-being) (Gray,2006;
Smith, 2006):
1) Dimensi vertikal. Hubungan positif individu dengan Tuhan atau
beberapa kekuasaan tertinggi
2) Dimensi horizontal. Hubungan positif individu dengan orang lain
d. Keterkaitan Spiritual, Kesehatan dan Sakit
Keyakinan spiritual sangat penting karena dapat mempengaruhi
tingkat kesehatan dan perilaku selfcare klien. Pengaruh dari keyakinan
spiritual yang perlu dipahami adalah sebagai berikut:
a. Menuntun kebiasaan hidup
Praktik tertentu pada umumnya yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna keagamaan bagi
pasien.Sebagai contoh, ada agama yg menetapkan makanan dikit
yg boleh dan tidak boleh dimakan. Begitu pula metode keluarga
berencana ada agama yg melarang cara tertentu untuk mencegah
kehamilan termasuk terapi medik atau pengobatan.
b. Sumber dukungan
Pada saat mengalami stress, individu akan mencari dukungan
dari keyakinan agamanya. Dukungan ini sangat diperlukan untuk
dapat menerima keadaan sakit yang dialami, khususnya jika
penyakit tersebut memerlukan proses penyembuhan yang lama
dengan hasil yang belum pasti. Sembahyang atau berdoa, membaca
kitab suci, dan praktik keagamaan lainnya sering membantu
memenuhi kebutuhan spiritual yang juga merupakan suatu
perlindungan terhadap tubuh.

6
7

c. Sumber kekuatan dan penyembuhan


Individu cenderung dapat menahan stress baik fisik maupun psikis
yang luar biasa karena mempunyai keyakinan yang kuat. Keluarga
klien akan mengikuti semua proses penyembuhan yang
memerlukan upaya ekstra, karena keyakinan bahwa semua upaya
tersebut akan berhasil.
d. Sumber konflik
Pada suatu situasi tertentu, bisa terjadi konflik antara keyakinan
agama dengan praktik kesehatan, misalnya ada orang yang
memandang penyakit sebagai suatu bentuk hukuman karena pernah
berdosa.Ada agama tertentu yang menganggap manusia sebagai
makhluk yg tidak berdaya dalam mengendalikan lingkungannya,
oleh karena itu penyakit diterima sebagai nasib bukan sebagai
sesuatu yg harus disembuhkan.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas
1. Perkembangan, semakin dewasa idealnya semakin matang
tingkat spiritualitas seseorang
2. Keluarga, memiliki peran yang sangat penting dalam memenuhi
kebutuhan spiritual, individu yang dibesarkan dalam keluarga
agama Islam cenderung 90% islam.
3. Ras / Suku, di Indonesia timur seperti Irian Jaya mayoritas
beragama Kristen dan di Aceh mayoritas beragama Islam
4. Agama yang dianut, keyakinan pada agama tertentu dapat
menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual
5. Kegiatan Keagamaan, kegiatan agama dapat mengingatkan
keberadaan dirinya dengan Tuhan, dan selalu mendekatkan diri
kepada penciptanya

7
8

2.1.3 Perkembangan Spiritual


Perkembangan spiritual pada manusia terjadi beberapa tahap,
diantaranya:
1. Bayi dan todler (1-3 tahun)
Tahap awal perkembangan spiritual adalah rasa percaya dengan
yang mengasuh dan sejalan dengan perkembangan rasa aman, dan
dalam hubungan interpersonal, karena sejak awal kehidupan mengenal
dunia melalui hubungan dengan lingkungan khususnya orangtua. Bayi
dan todler belum memiliki rasa bersalah dan benar, serta keyakinan
spiritual. Mereka mulai meniru kegiatan ritual tanpa tahu arti kegiatan
tersebut dan ikut ketempat ibadah yang mempengaruhi citra diri
mereka.
2. Prasekolah
Sikap orang tua tentang moral dan agama mengajarkan pada
anak tentang apa yang dianggap baik dan burukanak pra sekolah
belajar dari apa yang mereka lihat bukan pada apa yang diajarkan.
Disini bermasalah jika apa yang terjadi berbeda dengan apa yang
diajarkan.
3. Usia sekolah
Anak usia sekolah Tuhan akan menjawab doanya, yang salah
akan dihukum dan yang baik akan diberi hadiah. Pada mas pubertas,
anak akan sering kecewa karena mereka mulai menyadari bahwa
doanya tidak selalu dijawab menggunakan cara mereka dan mulai
mencari alasan tanpa mau menerima keyakinan begitu saja.
Pada masa ini anak mulai mengambil keputusan akan
meneruskan atau melepaskan agama yang dianutnya karena
ketergantungannya pada orang tua. Remaja dengan orang tua berbeda
agama akan memutuskan memilih pilihan agama yang dianutnya atau
tidak memilih satupun dari agama orang tuanya.

8
9

4. Dewasa
Kelompok dewasa muda yang dihadapkan pada pertanyaan
bersifat keagamaan dari anaknya akan menyadari apa yang diajarkan
padanya waktu kecil dan masukan tersebut dipakai untuk mendidik
anakya.
5. Usia pertengahan
Usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti nilai agama yang
di yakini oleh generasi muda.

2.1.4 Masalah Kesehatan Spiritual


Manifestasi perubahan fungsi spiritual
1. Verbalisasi distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual, biasanya
akan meverbalisasikan yang dialaminya untuk mendalatkan bantuan.
2. Perubahan perilaku
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan
fungsi spiritual. Klien yang merasa cemas dengan hasil pemeriksaan
atau menunjukkan kemarahan setelah mendengar hasil pemeriksaan
mungkin saja sedang menderita distress spiritual. Untuk jelasnya
berikut terdapat tabel ekspresi kebutuhan spiritual.
Pasien yang membutuhkan dukungan spiritual, diantaranya:
a. Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani
akan membutuhkan bantuan karena mereka merasakan tidak ada
kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang menyertainya
kecuali Tuhan.

9
10

b. Pasien ketakutan dan cemas


Adanya ketakutan dan kecemasan dapat menimbulkan
perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membuutuhkan
ketenangan pada dirinya, dan ketenangan yg paling besar adalah
bersama tuhan.
c. Pasien yang harus mengubah gaya hidup
Pola gaya hidup dapat mengacaukan keyakinan individu bila
ke arah yang lebih buruk dan sebaliknya.
Masalah Kebutuhan Spiritual yang muncul kita mengenalnya dengan
Distress Spiritual, dimana suatu keadaan ketika individu atau kelompok
mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercyaan atau
sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan.
Macam – macam Distres Spiritual, diantaranya:
1. Spiritual yang sakit, yaitu kesulitan menerima kehilangan dari orang
yang dicintai atau dari penderitaan yang berat
2. Spiritual yang khawatir yaitu terjadinya pertentangan kepercayaan dan
sistem nilai seperti adanya aborsi
3. Spiritual yang hilang yaitu adanya kesulitan menemukan ketenangan
dalam kegiatan keagamaan.

2.2 Konsep Menjelang Ajal


2.2.2 Definsi
Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti
mendekati kematian. Dengan kata lain, dying adalah proses ketika
individu semakin mendekati akhir hayatnya atau disebut proses
kematian. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh sakit yang parah atau
terminal, atau oleh kondisi lain yang berujung pada kematian individu.

2.2.3 Tahap Menjelang Ajal


Elisabeth Kubler-Ross, seorang ahli kejiwaan dari Amerika,
menjelaskan secara mendalam respon individu dalam menghadapi

10
11

kematian. Secara umum, ia membedakan respon tersebut menjadi lima


fase, yaitu penyangkalan dan isolasi, marah,tawar-menawar,depresi dan
penerimaan. Berdasarkan pandangannya, Kubler-Ross menyatakan
bahwa respon tersebut:
1. Tidak selamanya berurutan secara tetap
2. Dapat tumpang tindih
3. Lama tiap tahap bervariasi
4. Perlu perhatian perawat secara penuh dan cermat

Disamping kelima fase di atas, ada dua fase ketidaktahuan dan


ketidakpastian yang dikemukakan oleh Sporken dan Michels
(Steven,1999). Akan tetapi, kali ini akan dibahas lima fase menjelang
kematian menurut Kubler-Ross sebagai berikut.
1. Penyanggkalan dan isolasi. Karakteristiknya antara lain sebagai
berikut.
a. Menunjukan reaksi penyangkalan secara verbal,” Tidak, bukan
saya. Itu tidak mungkin”.
b. Secara tidak langsung klien ingin mengatakan bahwa maut
menimpa semua orang kecuali dia.
c. Merepresi kenyataan
d. Mengisolasi diri dari kenyataan
e. Biasanya begitu terpengaruh dengan sikap penolakannya
f. Tidak begitu memperhatikan fakta-fakta yang dijelaskan padanya.
g. Menyupresi kenyataan
h. Meminta penguatan dari orang lain untuk penolakannya
i. Gelisah dan cemas
 Tugas perawat pada tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Memberi kesempatan klien untuk mengekspresikan diri dan
menguasai dirinya.

11
12

c. Melakukan dialog di saat klien siap dan menghentikannya ketika


klien tidak mampu menghadapi kenyataan.
d. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan memberinya
kesempatan untuk bermimpi tentang hal-hal yang menyenangkan.
2. Marah. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut :
a. Mengekspresikan kemarahan dan permusuhan
b. Menunjukan kemarahan, kebencian, perasaan gusar, dan
cemburu.
c. Emosi tidak terkendali.
d. Menguungkapkan kemarahan secara verbal
e. Apapun yang dilihat atau dirasa akan menimbulkan keluhan pada
diri individu
f. Menyalahkan takdir
g. Kemungkinan akan mencela setiap orang dan segala hal yang
berlaku
 Tugas perawat adalah sebagai berikut
a. Menerima kondisi klien
b. Berhati-hati dalam memberikan penilaian, mengenali kemarahan,
dan emosi yang tak terkendali.
c. Meembiarrkan klien mengungkapkan kemarahannya
d. Menjaga agar tidak terjadi kemarahan destruktif dan melibatkan
keluarga
e. Berusaha menghormati dan memahami klien, memberinya
kesempatan memperlunak suara, dan mengurangi permintaan
yang penuh kemarahan.
3. Tawar-menawar. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Kemarahan mulai mereda
b. Respon verbal
c. Melakukan tawar-menawar, misalnya untuk menunda kematian
d. Mempunyai harapan dan keinginan
e. Terkesan sudah menerima kenyataan

12
13

f. Berjanji pada Tuhan untuk menjadi manusia yang lebih baik


g. Cenderung membereskan segala urusan
 Tugas perawat adalah sedapat mungkin berupaya agar keinginan
klien terpenuhi.
4. Depresi. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Mengalami proses berkabung karena dulu ditinggalkan dan
sekarang akan kehilangan nyawa sendiri.
b. Cenderung tidak banyak bicara, sering menangis.
c. Klien berada pada proses kehilangan segala hal yang ia cintai
 Tugas perawat adalah sebagai berikut
a. Duduk tenang disamping klien
b. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan kedudukannya
c. Tidak terus-menerus memaksa klien untuk melihat sisi terang
suatu keadaan
d. Mmeberi klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
e. Memberi dukungan dan perhatian pada klien
5. Penerimaan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut.
a. Mampu menerima kenyataan
b. Merasakan kedamaian dan ketenangan
c. Respon verbal
d. Merenungkan saat-saat terakhir dengan pengharapan tertentu
e. Sering merasa lelah dan memerlukan tidur lebih banyak
f. Tahap ini bukan merupakan tahap bahagia, namun lebih mirip
perasaan yang hampa.
 Tugas perawat adalah sebagai berikut
a. Mendampingi klien
b. Menenangkan klien dan meyakinkannya bahwa Anda akan
mendampinginnya sampai akhir
c. Membiarkan klien mengetahui perihal yang terjadi pada dirinya.

13
14

2.2.4 Dampak Sakit


Penyakit yang diderita klien dapat bedampak khusus pada klien
maupun keluarga. Secara umum, dampak sakit pada klien dan keluarga
dapat dilihat pada table.
Klien Keluarga
1. Menderita sampai saat 1. Berpartisipasi aktif dalam
kematian tiba ; memerlukan perawatan untuk penyembuha
bantuan melewati masa-masa klien.
tersebut. 2. Memperoleh support dan
2. Memutuskan perawatan yang perhatian selama proses
akan dijalani berduka.
3. Mendapat support untuk
setiap keputusannya, artinya
ada kecenderungan keluarga
untuk memenuhi semua
keinginannya.

2.2.5 Hak-Hak Asasi Klien Menjelang Ajal


1. Berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati
2. Berhak untuk tetap merasa punya harapan
3. Berhak untuk dirawat
4. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian
5. Berhak untuk mengambil dan berpartisipasi mengenai perawatannya
6. Berhak untuk terus mendapatkan pelayanan medis
7. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian
8. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri
9. Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur
10. Berhak untuk tidak tertipu
11. Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarga
12. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat
13. Berhak untuk mempertahankan individualitas

14
15

14. Berhak untuk membicarakan dan memperluas pengalaman-


pengalaman keagamaan
15. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan
dihormati sesudah mati.

2.3 Konsep Dasar Kematian (Death)


Kematian didefinisikan sebagai kematian serebral yang diikuiti oleh
kematian somatic, klien yang menghadapi kematian mempunyai harapan
tertentu. Sakit agwat adalah suatu keadaan sakit yang menurut akal sehat klien
lanjut usia itu tidak dapat lagi atau tiada harapan lagi untuk sembuh. Kematian
merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia. Pemahaman akan
kematian memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang terhadap kematian.

2.3.1 Definisi
Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yang
berarti keadaan mati atau kematian. Sementara secara definitive,
kematian adalah terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara
menetap, atau terhentinya kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat
dari tiga sudut pandang tentang definisi kematian. Yakni (1) kematian
jaringan, (2) kematian otak, yakni kerusakan otak yang tidak dapat
pulih, dan (3) kematian klinik, yakni kematian orang tersebut.

2.3.2 Tanda-Tanda Kematian


Tanda- tanda kematian terbagi dalam tiga tahap, yakni menjelang
kematian, saat kematian, dan setelah kematian.
1. Mendekati kematian. Tanda-tanda fisik menjelang kematian meliputi
sebagai berikut.
a. Penurunan tonus oto
1) Gerakan ekstremitas berangsur-angsur menghilang, khususnya
pada kaki dan ujung kaki.
2) Sulit berbicara

15
16

3) Tubuh semakin lemah


4) Aktivitas saluran pencernaan menurun sehingga perut
membuncit
5) Otot rahang dan muka mengendur sehingga dagu menjadi
turun
6) Rahang bawah cenderung turun
7) Sulit menelan, reflex gerakan menurun
8) Mata sedikit terbuka
9) Penurunan kegiatan traktus gastrointestinal, ditandai dengan
ausea, muntah, perut kembung, obstipasi, san sebagainya.
10) Penurunan control sfingter urinary dan rektal
11) Gerakan tubuh yang terbatas.
b. Sirkulasi melemah
1) Suhu tubuh klien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung
klien terasa dingin dan lembab.
2) Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu
atau pucat.
3) Nadi mulai tidak teratur, lemah dan pucat
4) Tekanan darah menurun
5) Peredaran darah perifer terhenti
6) Kemunduran dalam sensasi
c. Kegagalan fungsi sensorik
1) Sensasi nyeri menurun atau hilang
2) Pandangan mata kabur/berkabut
3) Kemampuan indera berangsur-angsur menurun
4) Sensasi lapar, panas, dingin dan tajam menurun
5) Gangguan penciuman dan perabaan
6) Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum
kematian.
d. Penurunan atau kegagalan fungsi pernapasan
1) Mengorok/bunyi nafas terdengar kasar

16
17

2) Pernapasan tidak teratur dan langsung melalui mulut


3) Pernapasan cyne stokes
e. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
1) Nadi lambat dan lemah
2) Tekanan darah menurun
3) Pernapasan cepat, cepat dangkal, dan tidak teratur

2. Saat kematian, Fase ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.


a. Terhentinya pernafasan, nadi, tekanan darah, dan fungsi otak
(tidak berfungsinya paru, jantung, dan otak)
b. Hilangnya respon terhadap stimulus eksternal
c. Hilangnya control atas sfimgter kandung kemih dan rectum akibat
peredaran yang terhambat, kaki dan ujung hidung menjadi dingin.
d. Hilangnya kemampuan panca indra, hanya indra pendengaran
yang paling lama dapat berfungsi
e. Adanya garis darter pada mesin elektroensefalografi menunjukan
terhentinya aktivitas listrik otak untuk penilaian pasti suatu
kematian.

3. Setelah kematian. Fase ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut.


a. Rigor mortis (kaku). Tubuh menjadi kaku 2-4 jam setelah
kematian
b. Algor mortis (dingin). Suhu tubuh perlahan-perlahan turun
c. Livor mortis. Perubahan warna kulit pada daerah yang tertekan,
jaringan melunak, dan bakteri sangat banyak.

2.3.3 Sebab-Sebab Kematian


a. Penyakit. Keganasan, misalnya karsinoma hati, karsinoma mamma,
karsinoma paru, penyakit kronis, misalnya CRF (chronic Renal
Failure) atau gangguan ginjal, gangguan kardiovaskuler.
b. Kecelakaan.

17
18

2.3.4 Perawatan Klien Sakaratul Maut


a. Pengertian
1. Memberi kepuasan dan ketenangan kepada klien dan keluarganya.
2. Memberi kesan baik pada klien lain di sekitar.
b. Persiapan alat
1. Tempat/ruang khusus (bila memungkinkan)
2. Alat pemberian O2
3. Alat resusitasi
4. Tensimeter
5. Stetoskop
6. Pinset
7. Kain kasa penekan dan air matang pada tempatnya
8. Kertas tisu
9. Kapas
10. Handuk kecil/waslap untuk menyeka keringat klien
11. Alat tenun
c. Persiapan klien
1. Disiapkan sesuai agama dan kepercayaan.
2. Keluarga klien diberitahu secara bijaksana.
d. Pelaksanaan
1. Klien ditempatkan terpisah dari klien lain.
2. Klien didampingi oleh keluarga dan petugas.
3. Memberi penjelasan kepada keluarga tentang keadaan klien.
4. Usahakan klien dalam keadaan bersih dan suasana tenang.
5. Bila bibir klien kering, basahi dengan kain kasa basah.
6. Berikan bantuan kepada keluarga klien untuk kelancaran
pelaksanaan upacara keagamaan.

18
19

2.3.5 Perawatan Klien Yang Meninggal


a. Pengertian
Suatu bantuan perawatan khusus yang diberikan kepada klien yang
baru saja meninggal.
b. Tujuan
1. Membersihkan dan merapikan jenazah.
2. Memberi rasa puas kepada keluarga klien.
c. Persiapan alat
1. Pakaian khusus
2. Pembalut atau perban
3. Bengkok
4. Pinset
5. Kapas lembab dan kain kasa secukupnya
6. Peralatan yang diperlukan untuk membersihkan jenazah
7. Seprai/kain penutup jenazah
8. Tempat pakaian kotor
9. Surat kematian sesuai peraturan yang berlaku
d. Pelaksanaan
1. Keluarga klien diberitahu dengan seksama, bagaimana jenazah
akan dibersihkan.
2. Petugas memakai pakaian khusus
3. Jenazah dibersihkan dan dirapikan sesuai kebutuhan.
4. Letak tangan klien diatur menurut agama.
5. Kelopak mata dirapatkan dan lubang-lubang pada tubuh ditutup
6. Mulut dirapatkan dengan cara mengikat dagu.
7. Kedua kaki dirapatkan, pergelangan kaki dan kedua ibu jari diikat
perban.
8. Jenazah ditutup rapi dengan kain penutup.
9. Surat kematian harus diisi dengan lengkap.
10. Jenazah dibawa ke kamar mayat.

19
20

2.4 Konsep Kehilangan


2.4.1 Definisi
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan adalah penarikan
sesuatu dan atau seseorang atau situasi yang berharga/bernilai, baik
sebagai pemisahan yan nyata maupun yang diantisipasi. Kehilangan
pribadi adalah segala kehilangan signiikan yang membutuhkan adaptasi
memulai proses berduka.
Kehilangan terjadi apabila sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi
ditemui, diraba, diketahui atau dialami. Tipe dari kehilangan
memengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda mungkin
tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang yang
dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu beresppons
terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota
keluarga mungkin menyebabkan distres lebih besar dibandingkan
kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang hidup sendiri
kematian hewan peliharaan menyebabkan distres emosional yang lebih
besar disbanding dengan saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu
selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk proses
berduka.
Namun perawat harus mengenali bahwa setiap interprestasi
seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis. Kehilangan
dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagai besar perawat berinteraksi dengan klien
dan keluarga yang mengalami kehilangan dan berduka. Penting bagi
perawat memahami kehilangan dan berduka. Ketika merawat klien dan
keluarga, perawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan
klien – keluarga – perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan, atau kematian. Perasaan pribadi, nilai, dan pengalaman

20
21

pribadi memengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien


dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter dan
Perry,2005).
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu
(orang atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak lagi ada, atau
menghilang. Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat,
perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik pribadi, keyakinan, atau
sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa kehilangan
dapat terjadi secara tiba – tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman
traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik
krisis situasional ataupun krisis perkembangan.
Dalam hal ini persepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme
koping, dan sistem pendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap
respons individu dalam menghadapi proses kehilangan tersebut.
Apabila proses kehilangan tidak dibarengi dengan koping yang positif
atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan berpengaruh pada
perkembangan individu atau port of being matur-nya.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian intergral dari
kehidupan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau melalui
suatu tanpa hal yang di duga berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan
atau traumatic, diantisispasi atau tidak di harapkan / diduga, sebagian
atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Menurut Lambert dan Lambert (1985) kehilangan adalah suatu
keadaan individu yang berpisah engan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan dapat bersifat aktual dan dirasakan. Kehilangan yang
bersifat aktual dapat dengan mudah diidentefikasikan, misalnya seorang
anak yang berteman sepermainannya pindah rumah atau seorang
dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang
dirasakan kurang nyata dan dapat di salah artikan, seperti kehilangan

21
22

kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna kata yang hilang,
maka makin besar rasa kehilangan tersebut.

2.4.2 Sumber Kehilangan


Beberapa sumber kehilangan antara lain sebagai berikut.
1. Aspek diri. Kehilangan pada suatu aspek diri dapat meliputi
kehilangan anggota tubuh (misal ekstremitas atas akibat kecelakaan),
kehilangan fungsi fisiolongis organ, kehilangan aspek psikologis,
atau hambatan pada tumbuh kembang.
2. Objek ekternal. Kehilangan objek ekternal dapat meliputi kehilangan
objek hidup (misal hewan kesayangan) atau objek tak hidup (misal
harta benda)
3. Lingkungan yang dikenal. Kehilangan ini meliputi kehilangan
lingkungan yang biasa di kenal oleh klien, misalnya lingkungan fisik
yang di tempati oleh klien atau lingkungan yang pernah di tinggali
oleh klien, dan telah menjadi bagian dari kehidupanya. Respons ini
biasanya muncul apabila terjadi musibah banir, badai,tanah longsor
yang menyebabkan hilangnya suatu tempat atau yang di cintai.
4. Orang yang dicintai. Kehilangan orang yang di cintai sifatnya dapat
menetap atau sementara. Kehilangan menetap contohnya adalah
kematian orang tua, anak, suami / istri, sanak saudara, dan lain –
lain. Sementara kehilangan yang sifatnya sementara contohnya
ketidakmampuan menjalankan peran karena sakit. Respons dalam
menghadapi peristiwa kehilangan yang menetap dalam proses
tumbuh kembang normal dapat diantisipasi melalui proses
kematangan psikologis, atau melalui pengalaman sebelumnya.

22
23

2.4.3 Jenis Kehilangan


Terdapat lima kategori kehilangan, yaitu sebagai berikut.
1. Kehilangan objek ekternal
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan
yang telah menjadi using, berpindah tempat, dicuri, atau rusak
kerena bencana alam. Kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang, atau
pekerjaan. Bagi seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka
atau selimut, bagi seorang dewasa mungki berupa perhiasan atau
aksesori pakaian. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang
terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang dimiliki
orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya dan kegunaan dari
benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang
sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Contohnya termasuk ke kots baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan memalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
dapat terjadi memalui situasi matursional, misalnya ketika seorang
lansia pindah ke ruang perawatan, atau situasi situasional, contohnya
kehilangan rumah akibat bencana alam atau mengalami cedera atau
penyakit.
3. Kehilangan orang terdekat / orang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau
orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
menggangu dari tipe – tipe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang. Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi
orang yang dicintai. Oleh karena kematian, intensitas, dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami / atau isti atau anak biasanya membawa dampak emosional

23
24

yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi. Orang terdekat mencakup
orang tua, pasangan, anak – anak, saudara sekandung, guru, pendeta,
teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet yang terkenal
mungkin mejadi orang terdekat bagi anak muda. Riset telah
menunjukkan bahwa banyak orang meganggap hewan peliharaan
sebagai orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan,
pindah, melarikan diri, promosi di tempat kerja dan kematian.
4. Kehilangan aspek diri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau
anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan
terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental,
peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri
mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplet. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan
pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh. Kehilangan aspek
diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi mata, rambut, gigi,
payudara. Kehilangan fungsi fisiologis mencakup kehilangan control
kandungan kemih atau usus, mobilitas, kekuatan, atau fungsi
sensoris. Kehilangan fungsi psikilogis termasuk kehilangan ingatan,
rasa humor, harga diri, percaya diri,kekuatan, respek atau cinta,
perkembangan, atau situasi. Kehilangan seperti ini dapat
menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak hanya
mengalami kedukaan akibat kehilangan, tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Seseorang dapat mengalami mati baik secaraan perasaan,
pikiran, dan respons pada kegiatan dan oramg di sekitarnya, sampai
pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespons
berbeda tentang kematian. Doka (1993) menggambarkan respons
terhadap penyakit yang mengancam hidup ke dalam empar fase.
Fase prediagnostik terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau

24
25

factor resiko penyakit. Fase akut berpusat pada krisis diagnosis.


Klien dihadapkan pada serangkian keputusan, termasuk medis
interpersonal, psikologis seperti halnya cara menghadapi awal krisis
penyakit. Dalam fase kronis klien bertempur dengan penyakit dan
pengobatannya, yang sering melibatkan serangkian krisis yang
diakibatkannya. Akhirnya terjadi pemulihan atau fase terminal.
Kadang dalam fase akut atau kronis seseorang dapat mengalami
pemulihan. Klien yang mengalami fase terminal ketika kematian
bukan lagi halnya kemungkinan, tetapi itu sudah pasti terjadi. Pada
setiap hal dari prnyakit ini klien dan keluarga dihadapkan dengan
kehilangan yang beragam dan terus berubah.
Selain itu jenis – jenis kehilangan dapat meliputi sebagai berikut :
a. Fisik atau aktual. Jenis kehilangan ini sifatnya nyata dan dapat dikenali
oleh orang lain. Dengan kata lain, orang lain dapat juga mersakan apa
yang terjadi pada orang tersebut.
b. Psikologis. Jenis kehilangan ini sifatnya abstrak dan tidak dapat dilihat
oleh orang lian, hanya yang mengalaminya yang bisa mersakan. Beserta
beban yang dirasakan bergantung pada beratnya kehilangan atau
berartinya objek yang hilang.
c. Antisipasi. Jenis kehilangan ini sebenarnya dapat diantisipasi. Meski
demikian, kebanyakan orang yang mengalami kondisi tersebut kerap
menunjukkan perilaku yang sama seperti orang yang kehilangan atau
berduka, walaupun hal tersebut belum terjadi pada mereka. Contohnya
ketika orang yang mereka cintai menderita sakit terminal.

2.4.4 Sifat Kehilangan


1. Tiba – tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba – tiba dan tidak diharapkan dapat
mengarah pada pemulihan berduka yang lambat. Kematian kerena
tindakan kekerasan, bunuh diri, pembunuhan, atau perlalaian diri
akan sulit diterima.

25
26

2. Berangsur – angsur (dapat diramalkan)


Penyakit yang sangat menyulitkan, berpanjangan, dan
menyebabkan yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional.
Klien yang megalami sakit selama eman bulan atau kurang
mempunyai kebutuhan yang lebih banyak, dan mempunyai
peningkatan perasaan marah dan bermusuhan. Kemampuan untuk
menyelesaikan proses berduka bergantung pada makna kehilangan
dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan
memengaruhi apakah yang berduka akan mampu mrngatasi
kehilangan. Visibilitas kehilangan memengaruhi dukungan yang
diterima. Durasi perubahan (misal apakah hal tersebut bersifat
sementara atau permanen) memengaruhi jumlah waktu yang
dibutuhkan dalam menetapkan kembali ekuilibrium fisik, psikologis,
dan soasil.

2.4.5 Tipe Kehilangan


1. Actual loss. Kehilangan yang dapat di kenal atau diidentifikasi oleh
orang lian, sama dengan individu yang mengalami kehilangan.
2. Perceived loss (psikologis). Perasaan individual, tetapi menyangkut
hal – hal yang tidak dapat diraba atau dinyatakan secara jelas.
3. Anticipatory loss. Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan
terjadi. Individu memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka
untuk suatu kehilangan yang akan berlangsung. Sering terjadi pada
keluarga dengan klien (anggota) menderita sakit terminal.

2.4.6 Rentang Respons Kehilangan


Denial – Anger – Bargaining – Depresi – Acceptance
1. Fase Penginkaran (Daniel)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah
syok, tidak percaya, atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan
itu memang benar terjadi, dengan mengatakan, “Tidak, saya tidak

26
27

percaya itu terjadi” atau “ Itu tidak mungkin terjadi”. Bagi individu
atau keluargayang didiagnosis dengan penyakit terminal, akan terus
mencari informasi tambahan. Reaksi fisik yang terjadi adalah letih,
lemah, pucat, diare, gangguan pernapasan, detak jantung cepat,
menagis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat
berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
2. Fase Marah (Anger)
Fase ini di mulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan. Individu menunjukan rasa marah
yang meningkat yang sering di proyeksikan kepada orang lain atau
pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perikalu agresif,
bericara kasar, menolak pengoatan, menuduh dokter – perawat yang
tidak becus. Respons fisik yang sering terjadi antara lain muka
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur dan tangan mengepal.
3. Fase tawar – menawar (Bargaining)
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase tawar – menawar dengan
memohon kemurahan pada Tuhan. Respons ini sering dinyatakan
dengan kata – kata “Kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya
akan sering berdo’a”. Apabila proses ini oleh keluarga maka
pernyataan yang sering keluar adalah “ Kalau saja yang sakit, bukan
anak saya”.
4. Fase Depresi (Depression)
Individu pada fase ini sering menunjukkan siap menarik diri,
kadang sebagai klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga,ada keinginan bunuh diri dan
sebagainya. Gejala fisik yang di tunjukkan antara lain menolak
makan, susah tidur, letih dan dorongan libido menurun.

27
28

5. Fase Penerimaan ( Acceptance)


Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
Pikiran yang selalu berpusat kepada objek atau orang yang hilang
akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima
kehilaangan yang dialaminya. Gambaran tentang objek atau orang
yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan
beralih kepada objek yang baru. Fase ini biasanya di nyatakan
dengan “Saya betul – betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis” atau “ Apa yang dapat saya lakukan agar cepat
sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan
perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta
mengtasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Akan tetapi bila
tidak dapat menerima fase ini maka ia akan memengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.

2.4.7 Faktor – Faktor yang Memengaruhi Reaksi Kehilangan


Ada beberapa faktor yang memengaruhi reaksi kehilangan antara
lain sebagai berikut :
1. Perkembangan. Misal anak – anak, belum mengerti seperti orang
dewasa, belum bisa merasakan, belum menghambat perkembangan,
bisa mengalami regresi. Sementara orang dewasa, kehilangan
membuat orang menjadi mengenang tentang hidup, tujuan hidup,
menyiapkan diri bahwa kematian adalah hal yang tidak isa
dihindari.
2. Keluarga. Keluarga memengaruhi respons dan ekspresi kesedihan.
Anak teresar biasanya menunjukan sikap kuat, tidak menunjukan
sikap sedih secara terbuka.
3. Faktor social ekonomi. Apabila yang meninggal merupakan
penanggung jawab ekonomi keluarga, berarti kehilangan orang yang

28
29

dicintai sekaligus kehilangan secara ekonomi. Hal ini bisa


mengganggu kelagsungan hidup.
4. Pengaruh kultural. Kultur memengaruhi manifestasi fisik dan emosi.
Kultur “barat” menganggap kesedihan adalah sesuatu yang sifatnya
pribadi sehingga hanya diutarakan pada keluarga, kesedihan tidak
ditunjukkan pada orang lain. Kultur lain menganggap bahwa
menggekpresikan kesedihan dengan cara bertetiak dan menangis
keras – keras.
5. Agama. Dengan agama bisa menghibur dan menimbulkan rasa
aman. Menyadarkan bahwa kematian sudah ada di konsep dasar
agama. Akan tetapi ada juga yang menyalahkan Tuhan akan
kematian.
6. Penyebab kematian. Seseorang yang ditinggal amggota keluarga
dengan tiba – tiba akan menyebabkan syok dan tahapan kehilangan
yang lebih lama. Ada yang menganggap bahwa kmatian akibat
kecelakaan diasosiasikan dengan kesialan.

2.5 Konsep Dasar Berduka


2.5.1 Definisi
Berduka adalah reaksi emosional individu terhadap peristiwa
kehilangan, biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam
bentuk perilaku, perasaan dan pikiran. Respons akibat klien selama fase
berduka meliputi, (1) perilaku bersedih (bereavement), yaitu respons
subjektif dalam masa berduka yang biasanya dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan dan (2) berkabung (mourning),yaitu
periode penerimaan terhadap peristiwa kehilangan dan berduka serta
dapat di pengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan kebiasaan.
Berduka adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial dan
fisik terhadap kehilangan yang di presepsikan (Rando, 1991). Respons
ini termasuk keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa
bersalah dan marah. Berduka respons emosi yang diekspresikan

29
30

terhadap kehilangan yang dimanesfestasikan adanya persaan sedih,


gelisah, cemas,sesak napas, susah tidur dan lain – lain. NANDA
merumuskan dua tipe berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespons kehilangan yang aktual ataupun
yang dirsakan seseorang, hubungan / kedekatan, objek atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu yang responsnya di besar –
besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial,
hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang –
kadang menjurus ke tipikal, abnormal atau kesalahan / kekacauan.
Tujuan berduka adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif
dengan mengintergasikan kehilangan ke dalam pengalaman hidup klien.
Pencapian ini membutuhkan waktu dan upaya. Istilah “upaya melewati
berduka” berasal dari seorang psikiater Eric Lindeman (1982)
menggaris bawahi empat tugas berduka yang memudahkan penyesuaian
yang sehat terhadap kehilangan, dan Haprer (1987) merancang tugas
dalam akromin “TEAR” sebagai berikut.
1. T – Untuk menerima realitas dari kehilangan.
2. E – Mengalami kepedihan akibat kehilangan
3. A – Menyesuaikan lingkungan yang tidak mencakup orang, benda
atau aspek diri yng hilang.
4. R – Memberdayakan kembali energi emosional ke dalam hubungan
yang baru.
Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus, pada kenyataan
nya orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut
secara bersamaan atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas.

30
31

2.5.2 Respons Berduka


Ada dua respons berduka khusus. Pertama, berduka adaptif
termsuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan dan
pengenalan psikosisoal. Hal ini di mulai dalam merespons terhadap
kesadaran tentang sesuatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang
kehilangan yang berkitan dengan masa lalu, saat ini dan masa
medatang.
Berduka yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima
diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh,
seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien merasa sehat ketika
didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi
kehilangan dimasa mendatang yang berkaitan dengan penyakit. Dalam
situasi seperti ini, berduka adaptif dapat mendalam lama dan dapat
terbuka. Berduka adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas
harapan impian, dan harapan terhadap masa mendatang. Kedua,
berduka terselubung terdaji ketika seseorang mengalami kehilangan
yang dapat atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau
didukung secara sosial.
Berduka mungkin terselubung dalam situasi yaitu hubungan
antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan
keluarga yang dikenal. Berduka ini mencakup teman,pemberi perwatan
dan rekan kerja atau hubungan nontradisional, seperti hubungan diluar
perkawinan. Keunikan dari berduka terselubung menimbulkan situasi
yakni perawat sering menjadi pengganti sosial dan kekeluargaan bagi
klien.

2.5.3 Teori dari Proses Berduka


Berduka adalah respons normal terhadap setiap kehilangan.
Perilaku dan perasaan yang berkaitan dengan proses berduka terjadi
pada individu yang menderita kehilangan seperti perubahan fisik atau
kematian teman dekat.

31
32

Proses ini juga terjadi ketika individu menghadapi kematian


mereka sendiri. Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk
menjalani proses berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat
yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan
emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu meraka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya.
Peran perawat adalah untuk mendapatakn gambaran tentang
perilaku berduka. Mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan
memberikan dukungan dalam bentuk empati.

2.5.4 Dampak Berduka


Dampak berduka berdasarkan kelompok usia meliputi sebagai berikut.
1. Masa kanak – kanak. Dampak berduka di masa ini dapat mengancam
kemampuan tumbuh kembang anak, menyebabkan anak mengalami
regresi, serta membuatnya merasa takut, merasa takut, merasa
ditinggal atau tidak lagi diperhatikan.
2. Remaja dan dewasa muda. Peristiwa kehilangan yang terjadi dapat
menyebabkan insintegrasi dalam keluarga. Akan tetapi, pada priode
ini individu sudah mulai menerima peristiwa kehilangan (misal
kematian orang tua) sebagai hal yang wajar.
3. Lansia. Kematian pasangan (suami/istri) merupakan pukulan yang
sangat berat bagi lansia. Selian itu, gangguan kesehatan juga
semakin meningkat.

32
33

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan
tergantung pada budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan
dan ide-ide tentang kehidupan seseorang (Potter & Perry, 1999)
2. Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti mendekati
kematian. Dengan kata lain, dying adalah proses ketika individu semakin
mendekati akhir hayatnya atau disebut proses kematian. Kondisi ini
biasanya disebabkan oleh sakit yang parah atau terminal, atau oleh kondisi
lain yang berujung pada kematian individu.
3. Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yang berarti
keadaan mati atau kematian. Sementara secara definitive, kematian adalah
terhentinya fungsi jantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya
kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihat dari tiga sudut pandang
tentang definisi kematian.
4. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda.
5. Berduka adalah reaksi emosional individu terhadap peristiwa kehilangan,
biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam bentuk perilaku,
perasaan dan pikiran.

3.2 Saran
Dalam makalah ini kami memiliki harapan agar pembaca memberikan
kritik dan saran yang membangun. Karena penulis sadar dalam penulisan
makalah ini terdapat begitu banyak kekurangan.

33

Anda mungkin juga menyukai