Anda di halaman 1dari 5

ADAPTASI PETANI PADA LAHAN TERDEGRADASI

DI DAS SUMBER BRANTAS

1
Aida kurniawati*, 2Luthfi Rayes, 3Didik Suprayogo, 3Sudarto
1
Brawijaya University Fakulty of Agriculture , Fakulty Science Sosial and Law UNESA
2
Brawijaya University Fakulty of Agriculture
1,2
Jln Veteran Malang, Jawa Timur
email : aidakurniawati@unesa.ac.id

Abstract
Perubahan iklim menyebabkan lahan di dataran tinggi mengalami degradasi. Degradasi menuntut
masyarakat untuk beradaptasi dalam kondisi terburuk. Sub DAS Sumber Brantas merupakan DAS
paling kritis di Jawa Timur. Erosi yang berlangsung pada tahun 2016 sebesar 66,24 ton/ha/tahun.
Tingginya erosi disebabkan karena curah hujan tinggi dan daerah ini sebagai penghasil sayur, buah
dan bunga. Pengolahan lahan yang intensif menjadi pemicu tanah mudah tererosi. Perubahan iklim
menjadi pendorong tingginya curah hujan sehingga diperlukan upaya adaptasi dan mitigasi petani pada
lahan-lahan yang terdegradasi tersebut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adaptasi dan mitigasi
petani sayur di DAS Brantas hulu pada lahan terdegradasi. Jenis penelitian adalah diskriptif kualitatif.
Metode pengumpulan data dengan wawancara pada petani tanaman sayur di DAS Sumber Brantas.
Hasilnya 65% petani telah melakukan perubahan dalam pengarapan awal berupa, pemberian pupuk
kandang sebesar 85 %, 38 % petani sudah mengubah guludan yang awalnya memotong lereng menjadi
searah lereng.

Keywords: mitigasi, adaptasi, petani, degradasi

INTRODUCTION

Alih fungsi lahan menyebabkan terjadinya degradasi lahan (Donal. M 2013). Meningkatnya populasi manusia dan
perubahan gaya hidup manusia telah menyebabkan tekanan pada lahan karena sumberdaya di eksploitasi yang berlebihan.
Forest Watch Indonesia (2011), melaporkan bahwa hutan di Indonesia mengalami deforestasi sebesar 15 juta ha dari tahun
2000 sampai tahun 2009. Pada tahun 2000 luas hutan di Indonesia 103 juta ha, dan menurun menjadi 88 juta ha pada tahun
2009. Lin et al. (2014) menyatakan bahwa dampak dari perubahan lahan hutan mengakibatkan perubahan keseimbangan
hidrologi pada suatu daerah tangkapan hujan, serta merubah kondisi biofisik lahan dalam bentuk perubahan komposisi
vegetasi dan perubahan iklim mikro. Kondisi ini diperparah dengan adanya perubahan iklim(Frank, 1998, Lorenz 2013,
Delgado J.A, 2013).
Populasi dan gaya hidup manusia menyebabkan tekanan pada lahan sehingga terjadilah alih fungsi lahan. Alih
fungsi lahan menyebabkan adanya erosi (Donal. M 2013). Selain faktor tersebut faktor fisik lahan juga penyebab erosi,
terutama pada jenis tanah . Jenis tanah andosol umumnya terdapat didaerah dataran tinggi. Sifat jenis tanah ini
permeabelitasnya tinggi, sehingga kemampuan menahan air besar. Berstruktur remah serta teksturnya lempung berpasir,
sehingga jenis tanah ini mudah lepas. Faktor pemicu lain adanya perubahan iklim yang berlangsung saat ini berdampak
pada intensitas dan frekwensi hujan sehingga memicu terjadinya erosi dan degradasi lahan (Shih-Kai Chen, et al., 2012,
Ciampalini, R et al 2012). Terutama pada lahan dataran tinggi yang banyak di budidayakan tanaman sayuran ( Arnhold S,
et al., 2012).
Lahan-lahan di dataran tinggi yang umumnya dilakukan pertanian intensif, karena sayuran mempunyai masa
tanam yang relatif pendek sehingga lahan sering diolah. Masa tanam sayuran berkisar antara 2-3 bulan. Selain itu dataran
tinggi umumnya mempunyai lereng yang cukup terjal, hal ini akan meningkatnya terjadinya erosi. Erosi yang tidak
terkendali akan menyebabkan degradasi lahan bahkan terjadinya lahan kritis. Selain faktor yang telah disebutkan
sebelumnya ada faktor lain yang sangat penting untuk dikaji yaitu perilaku masyarakat petani. Petani merupakan subyek
yang berhubungan langsung dengan lahan, karena petani mempunyai pengaruh besar terhadap lahan. Petani mampu
merubah lahan yang tandus menjadi subur, begitu pula lahan yang subur dapat berubah menjadi lahan yang rusak karena
ulah petani. Ketrampilan dan pengalaman petani selama bercocok tanam merupakan muatan lokal yang dimiliki masing-
masing daerah. Oleh karena pentingnya mengetahui perilaku petani dengan tingkat degradasi lahan.
Sub DAS Brantas di Jawa Timur merupakan Salah satu DAS dengan tingkat degradasi tinggi. Sub DAS Sumber
Brantas merupakan DAS paling kritis di Jawa Timur (Widianto, 2010). Salah satu isu permasalahan yang saat ini
berkembang di daerah Brantas Hulu yaitu erosi tinggi sebesar 66,24 ton/ha/tahun (BPDAS, 2011). Penelitian ini ingin
mengetahui hubungan antara perilaku petani dengan tingkat degradasi lahan. Data perilaku petani diperoleh dari hasil
wawancara ke petani sayur. Sedangkan data tingkat degradasi lahan diperoleh dari data penginderaan jauh. Data Penelitian
ini menggunakan data remote sensing untuk membuat tingkat degradasi lahan. Proses analisis digunakan sebuah aplikasi
Sistem Informasi Geografis (SIG). Teknologi SIG dapat membantu mengintegrasikan berbagai data set, dan menghasilkan
analisis spasial.

METHODOLOGY
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif. Penelitian dilakukan antara bulan pebruari sampai april 2016 di
Sub Brantas jawa timur. Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahapan 1 mengukur erosi aktual dilapangan dengan
membuat plot erosi. Plot erosi berukuran 20 m x 4 meter, dengan 3 kali pengulangan pada masing-masing perlakukan
tanaman. Perlakukan 1 adalah lahan tanpa guludan, perlakukan 2 merupakan lahan dengan guludan memotong lereng, dan
ke 3 perlakukan lahan dengan guludan searah lereng. Tanaman mempunyai kesamaan dari jenis tanaman, umur, jenis
tanah, jumlah air hujan dan pemeliharaan.
Besarnya erosi aktual diperoleh dengan persamaan yang dikembangkan
pada adalah menyiapkan data yaitu citra satelite OLI yang diperoleh langsung dengan cara download ke USGS
lewat earthexplorer.gov. Kemudian dilakukan rektifikasi citra yaitu koreksi geometri dan koreksi radiometri. Interpretasi
citra dilakukan untuk mendapatkan informasi fisik lahan, diantaranya kerapatan aliran, tutupan lahan dan lereng.
Pengolahan citra dilakukan dengan program Quantum Geografis information Sistem versi 2.16. Data lain diperoleh dengan
wawancara pada petani. Populasi dalam penelitian ini semua petani yang saat penelitian sedang menanam kubis karena
saat penelitian berlangsung lebih 50% petani sedang menanam kubis.
Peta 1.1 merupakan tempat penelitian berlangsung. Pemberian warna pada peta menginformasikan tingkat
degradasi lahan. Kemudian dari masing-masing DAS tersebut dilakukan wawancara kepada semua petani yang saat
penelitian menanam kubis. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner. Pertanyaan adalah pemupukan, penggunaan
pestisida, pengairan, penggunaan jenis guludan, rotasi tanam dalam setahun, pengetahuan petani terhadap erosi, dan
perlunya diadakan pertanian berkelanjutan.
Tahapan pengolahan data adalah, tahap 1. Pembuatan peta dengan tingkat degradasi lahan, data dieroleh dengan
citra satelit OLI, hasil peta ada pada gambar 1.1. Tahap 2 adalah mencari hubungan antara perilaku petani dengan tingkat
degradasi lahan. Tingkat degradasi lahan didasarkan pada besarnya erosi aktual.

RESULT AND DISCUSSION


Degradasi lahan 1. Degradasi lahan 1 merupakan sub DAS dengan kondisi lereng 50% curam,
penggunaan lahan 60% berupa semak. Pada wilayah ini petani dalam mengolah lahannya 100% dengan cara
mencangkul. Pemupukan dilakukan rata-rata 2- 4 kali satu kali masa tanam . Petani yang berada pada lahan
dengan kondisi fisik (kategori degradasi 1) memiliki pengetahuan dan perilaku yang paling jelek yaitu pada
skor 48 artinya dari segi pengetahuan baik namun perilaku tidak baik karena untuk lahan-lahan dengan kondisi
miring guludan akan dibuat searah kemiringan lereng. Alasannya jika guludan tidak searah lereng maka petani
akan mengalami kerugian karena tanaman membusuk. Pembusukan tanaman disebabkan tanaman terendam air,
sehingga pembuatan guludan dengan model searah lereng itu sudah tepat.
Adapun untuk petani pada DAS terdegradasi 2 adalah pengetahuan dan perilaku petani dengan skor
fisik 64. Dari hasil perhitungan pengetahuan petani adalah skor 32 dan perilakunya skor 43. Dari skor ini dapat
dijabarkan pada daerah dengan degradasi 2 kondisi fisik tidak terlalu ektrim sedangkan penduduknya
mempunyai pengetahuan dan perilaku sedang. Di DAS terdegradasi 2 ini guludan sudah bervariasi tidak
didominasi guludan searah lereng saja melainkan kombinasi dengan guludan pada teras bangku.
Degradasi 3 merupakan tingkat degradasi paling rendah. Dilihat dari faktor fisik degradasi ini
mempunyai ciri, kerapatan aliran lebih sedikit, lerengnya tidak terlalu ektrim dan penutup lahan bervariasi. Dari
hasil perhitungan dalam penelitian ini akan disajikan data terkait dengan perilaku petani. Dari hasil wawancara
di lapangan diperoleh data pengetahuan petani terhadap erosi sangat baik. Petani mengetahui gejala erosi
dilapangan dari kekeruhan air, kemiringan lereng, curah hujan.
Kejadian erosi dapat dilihat dari dua sudut, pertama dari aspek kehilangan tanah di lahan dan kedua dari
aspek pengendapan material tanah yang terangkut oleh aliran air (sedimen). Masyarakat di Dusun Kekep tidak
melihat adanya masalah erosi yang terkait dengan sedimentasi, karena di sepanjang DAS Mikro Talun tidak
dijumpai adanya pengendapan lumpur kecuali batu-batuan. Terkait dengan erosi, yang dapat dirasakan oleh
masyarakat adalah kekeruhan air sungai. Sebenarnya masyarakat tidak terganggu oleh keadaan ini karena
mereka tidak berhubungan dengan air yang keruh tersebut. Namun, ternyata pada saat-saat itu air minum (yang
diperoleh langsung dari sumber air atau melalui PDAM Desa atau HIPPAM) juga menjadi keruh. Kekeruhan air
untuk kebutuhan domestik yang inilah yang membuat masyarakat merasa terganggu dengan adanya erosi.
Sementara itu, aspek kehilangan tanah tidak terlalu dirisaukan atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali
oleh masyarakat. Masyarakat tidak merasa rugi/dirugikan oleh adanya erosi, karena tidak ada hal-hal yang
langsung dirasakan ketika erosi terjadi. Sebenarnya, melalui analisis kecenderungan (trend analysis) yang telah
dibuat oleh masyarakat ketika pertemuan survei terungkap bahwa memang telah terjadi perubahan secara
gradual yang terjadi pada tanah/lahan di DAS akibat erosi. Perubahan yang bersifat negatif dapat dikenali
melalui beberapa indikator yang disebutkan oleh masyarakat seperti (a) kebutuhan pupuk yang semakin
meningkat, (b) produksi yang terus menurun (misalnya apel), (c) adanya tanaman yang dulu bisa tumbuh baik
tetapi sekarang tidak (misalnya kentang). Erosi hanya terjadi pada lahan miring yang tidak diteras. Besarnya
erosi tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman semusim yang ditanam, tetapi oleh ada atau tidaknya teras yang baik.
Erosi dapat dikurangi dengan membuat teras-teras. Rumpun bambu di kanan dan kiri sungai (kakisu) dapat
menghambat tanah yang tererosi sehingga tidak semua masuk ke sungai.
From the results of the identification, the real users of the system to be built is Farmers, Farmers Association, Distributors,
Transportir, traders, and consumers both households and industry. However, when viewed from its activities, the role of
these users can be grouped into:

Figure-1. Picture (Use High Quality/Resolution Picture)

Every table and picture must be explained, preferably in detail.

CONCLUSION
Pengeloaan DAS secara terpadu harus dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat khususnya masyarakat petani,
pengambil kebijakan dan program yang baik.

ACKNOWLEDGMENT
The article is part of dissertation written by the first author. Thank a lot to Prof. M. Luthfi Rayes, M.S., Ir. Didik
Suprayogo. M.Sc. Ph.D and Dr. Sudarto M.S on your guidance and consultation.
REFERENCES

Sebastian Arnhold a,⁎, Steve Lindner b, Bora Lee b, Emily Martin c, Janine Kettering d,1, Trung
Thanh Nguyen e,
Thomas Koellner f, Yong Sik Okg, Bernd HuweSebastian Arnhold a,⁎, Steve Lindner b, Bora Lee
b, Emily Martin c, Janine Kettering d,1, Trung Thanh Nguyen e,

Thomas Koellner f, Yong Sik Okg, Bernd Huwe. Conventional and organic farming:
Soil erosion and conservation potential for row crop cultivation.
Ciampalini R, Paolo Billi, Giovanni Ferrari, Lorenzo Borselli, Stéphane Follain, 2012. Soil erosion induced by land use
changes as determined by plough marks and field evidence in the Aksum area (Ethiopia). Agriculture, Ecosystems
& Environment, Volume 146, Issue 1, 1 January 2012, Pages 197-208

Delgado J A, 2013. Conservation Practices For Climate Change Adaptation. Advance in Agronomy, vol 121, 2013, page 47
– 115

Donal Mullan, 2013. Soil erosion under the impacts of future climate change: Assessing the statistica significance of future
change and potential on-site and off-site problems. Catena Volume 109, October 2013, pages 234-246

Farida dan van Noorwidjk. 2004. Analisis Debit Sungai Akibat Alih Guna Lahan Dan Aplikasi Model GenRiver Pada DAS
Way Besai, Sumberjaya. Agrivita 26 (1): 39-47.

Frank C. Thornton, J. Dev Joslin, Bert R. Bock, Allan Houston, T.H. Green, Stephen Schoenholtz, David Pettry, Don D.
Tyler, 1998. Environmental effects of growing woody crops on agricultural land: first year effects on erosion, and
water quality. Biomass and Bioenergy, Volume 15, Issue 1, July 1998, Pages 57-69

Lin Y.M , Peng Cui, Yong-gang Ge, Can Chen, Dao-jie Wang, Cheng-zhen Wu, Jian Li, Wei Yu, Guang-shuai Zhang, Han
Lin. 2014 The succession characteristics of soil erosion during different vegetation succession stages in dry-hot
river valley of Jinsha River, upper reaches of Yangtze River . Ecological Engineering, Volume 62, January 2014,
Pages 13-26

Lorito, S., D.Pavanelli, A.Bigi, S.Stanchi, G.Vianello. 2004. Introduction of GIS-Based RUSLE Model for Land
Planning and Environmental Management in Three Different Italian Ecosystems. Department of
Environmental and Agricultural Science and Technology (DiSTA). Bologna University. Italy

Lorenz, M, Fürst M, Enrico Thiel , 2013A methodological approach for deriving regional crop rotations as basis for the
assessment of the impact of agricultural strategies using soil erosion as example. Journal of Environmental
Management, Volume 127, Supplement, September 2013, Pages S37-S47

Nandini, R dan B.H. Narendra. 2013. Kajian Perubahan Curah Hujan, Suhu dan Tipe Iklim Pada Zone Ekosistem
di Pulau Lombok. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 8 (3): 228 – 244.

Shih-Kai Chen, Chen-Wuing Liu, Yi-Ron Chen, 2012. Assessing soil erosion in a terraced paddy field using experimental
measurements and universal soil loss equation. CATENA, Volume 95, August 2012, Pages 131-141

Yue Y., Liu B., Wang K., Li R., Zhang B., Zhang C., Chen H., 2012, Using Remote Sensing to Quantify the Fractional
Cover of Vegetation and Exposed Bedrock within a complex landscape: Applications for Karst Rocky
Desertification Monitoring, Environ. Monit. Assess. DOI 10.1007/s10061-012-2944-y.

Anda mungkin juga menyukai