PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipertensi arteri pulmonal merupakan suatu kondisi yang secara klinis
tidak menunjukan gejala sampai penyakit mencapai tahap akhir.
Hipertensi pulmoner muncul ketika tekanan biji arteri pulmoner melebihi
25 mmHg, sedangkan tekanan kapiler paru kurang dari 15 mmHg.
Penyakit ini memiliki dua tipe hipertensi arteri pulmoner idiopatik (atau
primer) dan hipertensi arteri pulmoner yang penyebabnya telah diketahui.
Hipertensi arteri pulmoner primer paling sering dialami oleh wanita
berusia 20 sampai 40 tahun , pada pasien dengan riwat penyakit keluarga
positif menderita penyakit ini ataupun tidak. Penyakit ini biasanya
mematikan (fatal) dalam 5 tahun sejak diagnosis ditegakkan, ada beberapa
kemungkinan penyebab, namun penyebab pastinya belum diketahui.
Manifestasi klinis dapat mencul tanpa disertai bukti penyakit paru atau
jantung. Hipertensi arteri pulmoner sekunder lebih sering dijumpai dan
disebabkan oleh penyakit paru dan jantung. Prognosisnya bergantung pada
tingkat keparahan gangguan utama, dan perubahan pada vaskularisasi
paru. Penyebab umum dari kor pulmonale. (Brunner & Suddarth, 2016)
Hipertensi pulmonal adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh darah arteri paru-paru yang
menyebabkan sesak nafas, pusing dan pingsan pada saat melakukan
aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi pulmonal dapat menjadi
penyakit berat yang ditandai dengan penurunan toleransi dalam melakukan
aktivitas dan gagal jantung kanan. Penyakit ini pertama kali ditemukan
oleh Dr Ernst von Romberg pada tahun 1891. Hipertensi pulmonal adalah
suatu penyakit yang jarang didapat namun progresif oleh karena
4
5
B. Patologi
Arteri pulmonalis normal merupakan suatu struktur “complaint”
dengan sedikit serat otot, yang memungkinkan fungsi “pulmonary vaskuler
bed” sebagai sirkuit yang lowpressure dan high flow. Gambaran patologi
vaskuler pada HPP tidak patognomonis untuk kelainan ini, karena menyerupai
6
C. Etiologi
Penyebab tersering dari hipertensi pulmonal adalah gagal jantung kiri.
Hal ini disebabkan karena gangguan pada bilik kiri jantung akibat gangguan
katup jantung seperti regurgitasi (aliran balik) dan stenosis (penyempitan)
katup mitral. Manifestasi dari keadaan ini biasanya adalah terjadinya edema
paru (penumpukan cairan pada paru). Penyebab lain hipertensi pulmonal
antara lain adalah : HIV, penyakit autoimun, sirosis hati, anemia sel sabit,
penyakit bawaan dan penyakit tiroid. Penyakit pada paru yang dapat
menurunkan kadar oksigen juga dapat menjadi penyebab penyakit ini
misalnya : Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), penyakit paru interstitial
dan sleep apnea, yaitu henti nafas sesaat pada saat tidur (Galle N, dkk 2016)
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea gejala utama pertama kali ketika pasien beraktivitas dan kemudian
saat istirahat
5. Anoreksia dan nyeri abdomen dan kuadran kanan atas mungkin dijumpai.
E. Patofisiologi
Pada HPP, vaskuler paru adalah target eklusif penyakit, meskipun
patogenesisnya masih spekulatif. Dunia luas mendukung teori bahwa orang-
orang tertentu memiliki predisposisi untuk terjadinya hipertensi pulmonal
primer (IPAH), dimana pada orang tersebut beberapa rangsangan dapat
mengawali berkembangannya arteriopati, remodeling dinding vaskuler,
vasokonstriksi dan trombosis insitu. Hanya sebagian kecil kelompok dengan
resiko tinggi (Penyakit vaskuler kolagen, hipertensi portal, infeksi HIV dan
obat-obat penekan nafsu makan) dapat menimbulkan gambaran klinis yang
sama dengan HPP.
Kejadian HPP dalam suatu keluarga menunjukan kepakaan
genetik. Bentuk kelainan bawaan adalah autosomal dominan dengan ratio
wanita dan pria 2 banding 1. Meskipun melibatkan gen dalam familial HPP
belum dapat diidentifikasi, kemungkinan lokasi pada tangan panjang dari
kromosom 2 q31. Vasokonstriksi dan hipertrofi media terjadi pada awal HPP.
Keadaan ini adalah sekunder terhadap kerusakan sel endotel, yang
menyebabkan berkurangnya produksi “endothelium drived vasodilator” atau
meningkatkan vasokonstriktor. Kerusakan saluran ion pada sel otot polos
arteri pulmonalis berperanan penting dalam regulator kontraksi dan proliferasi
otot polos vaskuler. Vasokonstriksi akan diikuti oleh proliferasi dan fibrosis
intima, trombosis insitu, dan perubahan fleksogenik. Peningkatan ekspresi
vaskuler endothelial growth factor (VEGF), suatu mitogen sel endotel spesifik
yang dihasilkan oleh makrofak dan otot polos vaskuler, berperan dalam
remodeling vaskuler. (Ricket dkk, 2017)
1. Ketidakseimbangan Mediator-mediator Vasoaktif
a. Prostasiklin dan Tromboksan A2
Prostasiklin dan tromboksan A2 merupakan metabolit asam
arakidonat utama selsel endotel dan sel-sel otot polos. Prostasiklin
9
d. Serotonin
Serotonin (5-hydroxytryptamine=5-HT) adalah vasokonstriktor
yang meningkatkan hiperplasia dan hipertrofi otot polos. Peningkatan
serotonin plasma telah dilaporkan pada pasien HPP, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Mekanisme seretonergik yang berimplikasi pada PAH.
Konsumsi dekfenfluramin, terjadi peningkatan release serotonin dan
terhambat reuptake oleh platelet.
e. Adrenomedulin
Adrenomedulin mendilatasi vena-vena pulmonalis, meningkatkan
aliran darah paru dan disintesa sel-sel paru normal. Kadar dalam plasma
meningkat pada pasien HPP, kadar adrenomedulin plasma berkorelasi
dengan tekanan rata-rata atrium kanan, tahanan vaskuler paru, dan
tekanan arteri paru rata-rata.
f. Vasoactive Intestinal Peptide
Vasoactive Intestinal Peptide (VIP) merupakan vasodilator
sistemik poten, menurunkan tekanan arteri pulmonal dan tahanan
vaskuler pulmonal pada rabbit dan manusia, juga menghambat aktifasi
platelet, dan proliferasi sel otot polos. Studi baru baru ini
melaporkan penurunan kadar VIP pada pasien HP.
g. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Hipoksia akut dan kronik, produksi VEGF meningkat dan yang mana
reseptornya, VEGF reseptor-1 dan VEGF-2 pada paru-paru.
2. Hubungan Dengan Lingkungan
a. Hipoksia
Hipoksia menginduksi vasodilatasi vena-vena sistemik tetapi
menginduksi vasokonstriksi pada vaskuler paru. Respon vaskuler paru
terhadap hipoksia berbeda dengan sirkulasi sistemik untuk
mengoptimalkan hubungan antara ventilasi dan perfusi. Hipoksia akut
diregulasi oleh produk-produk endotel (seperti endotelin-1 dan
serotonin) dan memediasi perubahan aktivitas kanal ion pada selsel otot
polos arteri paru. Hipoksia akut menyebabkan perubahan yang
11
F. Gambaran Klinis
Hipertensi pulmonal primer sering timbul dengan gejala-gejala yang
tidak spesifik. Gejala-gejala itu sukar untuk dipisahkan sehubungan dengan
penyebab apakah, dari paru atau dari jantung (primer atau sekunder), kesulitan
utama adalah gejala umumnya berkembang secara gradual. Gejala yang paling
sering adalah dispnu saat aktifitas 60%, fatique 19% dan sinkop 13%, yang
merefleksikan ketidakmampuan menaikan curah jantung selama aktifitas.
Angina tipikal juga dapat terjadi meskipun arteri koroner normal tetapi
disebabkan oleh karena stretching arteri pulmonalis atau iskemia ventrikel
kanan. Pemeriksan fisik pada HPP sering tidak spesifik untuk menegakan
diagnosis, namun dapat membantu meniadakan berbagai penyebab lain dari
hipertensi pulmonal (sekunder). Pemeriksaan fisik paru biasanya normal.
Gejala lebih awal dan atau temuan tunggal hanyalah aksentuasi komponen
pulmonal pada bunyi jantung 2 (P2) hampir 90 %. Peninggian suara P2
dihasilkan dari peningkatan kekuatan penutupan katup pulmonal karena
respon peningkatan tekanan arteri pulmonal pada saat diastolik. Temuan fisik
tambahan sehubungan dengan HP merefleksikan pengaruh HP pada jantung
dan organ lainnya. Paling banyak pada pasien berkembang menjadi trikuspid
regurgitasi dalam beberapa derajat karena tekanan overload pada ventrikel
kanan. Pembesaran ventrikel kanan, pulsasi vena jugularis meningkat bila
terjadi overload cairan dan/atau gagal jantung kanan. Hepatomegali mungkin
timbul, asites dan retensi cairan di perifer. ( Galle N, dkk 2016)
13
2. Pemeriksaan invasif
a. Tes Latihan Kardiopulmunal (CPET)
Kateterisasi jantung kanan dengan mengukur hemodinamik
pulmonal adalah gold standard untuk konfirmasi PAH. Dengan definisi
hipertensi pulmonal adalah tekananPAP 25 mHg pada saat istrahat, atau
30 mmHg pada saat aktifitas. Kateterisasimembantu diagnosis dengan
menyingkirkan etiologi lain seperti penyakit jantungkiri dan
memberikan informasi penting untuk prognostik hipertensi
pulmonal.Tabel 5. Pengukuran Kateterisasi Jantung Kanan Pada Pasien
PAHkutip 10Hemodinamik adalah prognostik untuk HPP, nilai
prognostik pengukuranhemodinamik bila RAP < 10 mmHg, angka
harapan hidup 50 bulan bila tidakmendapat terapi vasodilator,
sedangkan bila RAP 20 mmHg harapan hidupnyakurang dari 3 bulan.
b. Tes Vasodilator
Vasoreaktifitas adalah suatu bagian penting untuk evaluasi pasien
HAP, pasien yang respon dengan vasodilator terbukti memperbaiki
survival dengan menggunakan blok kanal kalsium (CCB) jangka
panjang. Definisi respon (European Society of Cardiology consensus)
adalah penurunan rata-rata tekanan arteri pulmonal paling < 10 mm Hg
dengan peningkatan kardiak output. Tujuan primer tes vasodilator
adalah untuk menentukan apakah pasien bisa diterapi dengan CCB oral.
Rich et al 1992, mempelajari 64 pasien HPP dengan nifedipin oral (20
mg) atau diltiazem (60 mg), penurunan 20% mPAP dan PVR. Groves et
al, 1993, mempelajari respon akut epoprostenol iv pada 44 pasien HPP,
peningkatan 14% HR, 5% penurunan mPAP, 47% penigkatan CO, dan
32% penurunan PVR. Respon dengan epoprostenol iv juga dapat
memprediksi respon dengan CCB oral. Sitbon et al mengevaluasi 35
pasien terhadap respon vasodilator epoprostenol iv, penurunan 30%
17
3. Laboratorium
Pasien-pasien yang diduga hipertensi pulmonal harus dilakukan
pemeriksaan laboratorium standar untuk dispnue, yang meliputi
pemeriksaan analisa gas darah, pemeriksaan kimia dan darah lengkap.
Pemeriksaan HIV direkomendasikan pada pasien dengan faktor resiko.
Dilaporkan bahwa hipertensi pulmonal sehubungan dengan infeksi HIV
100 kali lebih sering dibandingkan dengan HPP. Tes fungsi hati juga harus
dilakukan untuk eklusi suatu hipertensi portopulmonal disamping untuk
pemberian terapi.
Biomarkers
Biomarker serum yang telah dipelajari dalam menilai prognosis
HPP adalah atrial naturetic peptide (ANP), brain naturetic peptide (BNP),
dan katekolamin. Nagaya dan kolega mempelajari 63 pasien HPP antara
1994-1999; ANP dan BNP plasma rendah pada kontrol dan meningkat
sesuai fungsional klas pada pasien dengan HPP. ANP dan BNP juga
berkorelasi dengan mRAP, mPAP, CO, and TPR. Penelitian tambahan,
setelah 3 bulan terapi dengan prostasiklin, 53 pasien terjadi penurunan
BNP yang berkorelasi dengan penurunan RVEDP dan TPR. (Diah &
Ghanie, 2014)
18
2. Prostanoid
Telah terbukti bahwa defisiensi prostasiklin berkontribusi dalam
patogenesis HPP. Christman et al melaporkan defisiensi prostasiklin pada
HPP. Tuder et al memperlihatkan penurunan prostasiklin sintase paru pada
pasien HPP berat. Studi klinis membuktikan bahwa terapi jangka lama
dengan analog prostasiklin eksogen menguntungkan pada pasien dengan
HP sedang sampai berat.
a. Epoprostenol
Epoprostenol iv pertama kali disetujui oleh FDA untuk terapi hipertensi
pulmonal pada tahun 1995. Pemakaian epoprostenol jangka panjang
memperbaiki hemodinamik, toleransi latihan, klas fungsional NYHA, dan
survival rate penderita HP. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar,
harus dilindungi selama pemberian infus, half- life pendek dalam aliran
darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asam, dan tidak bisa secara oral.
Dimulai dengan dosis (1-2 ng/kg/min), dan secara perlahan dititrasi 1-2
ng/kg/min, sampai (20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min). Dalam suatu trial
prospektif, multisenter, random, dengan kontrol selama 12 minggu, infus
epoprostenol secara kontinua ditambah dengan terapi konvensional
(vasodilator oral, antikoagulan, dsb) dibanding dengan hanya terapi
konvensional sebagai kontrol pada 81 orang pasien HPP fungsional klas
III dan IV. Kapasitas latihan (6WT) 41 pasien yang diterapi dengan
epoprostenol (rata-rata 362m, sebelumnya 315m), dan penurunan pada
terapi konvensional saja (sebelumnya 270m dan setelahnya 204m; p <
0.002).
Perbaikan kualitas hidup pada pasien dengan terapi epoprostenol (p <
0.01), perbaikan hemodinamik, perubahan tekanan arteri pulmonal rata-
rata (mPAP) -8% dibandingkan terapi konvensional +3% dan perubahan
rata-rata tahanan vaskuler paru (mPVR) adalah -21% dengan epoprostenol
20
4. Phosphodiesterase Inhibitor
Mekanisme yang memodulasi cyclic guanosine 3-5
monophosphate (cGMP) di dalam otot polos vaskuler memainkan peranan
dalam regulasi tonus, pertumbuhan dan struktur vaskuler paru. Efek
vasodilator NO tergantung pada kemampuannya untuk meningkatkan dan
mempertahankan cGMP yang ada pada vaskuler. Sekali diproduksi, NO
secara langsung mengaktifasi guanylate cyclase, yang meningkatkan
produksi cGMP. cGMP kemudian mengaktifasi cGMP kinase, membuka
kanal potassium, dan menyebabkan vasorelaksasi. Efek intraseluler cGMP
sangat singkat, sehingga didegradasi cepat oleh phosphodiesterase.
Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang menghidrolisa cyclic
nucleotides, cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan
membatasi signal intraseluler dengan menghasilkan produk inaktif 5-
adenosine monophosphate dan 5-guanosinemonophosphate.
Bagaimanapun juga obat-obat yang menginhibisi spesifik cGMP
phosphodiesterase (phosphodiesterase type 5 inhibitors) meningkatkan
respon vaskuler paru pada NO inhalasi dan endogen pada hipertensi
pulmonal.
a. Dipyridamole
Studi terdahulu mendemonstrasikan bahwa dipyridamole dapat
menurunkan PVR, menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan
atau memperpanjang efek inhalasi NO pada anak dengan hipertensi
pulmonal. Pasien yang gagal dengan inhalasi NO maka dikombinasi
dengan dipyridamole. Hasil ini menyokong bahwa inhibisi
phosphodiesterase type 5 bisa menjadi suatu strategi klinik yang efektif
untuk terapi HPP.
b. Sildenafil
Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang
poten dan lebih spesifik, telah terbukti efektif dan aman untuk terapi
disfungsi ereksi. Berdasarkan perkembangnya pemahaman aktifitas
phosphodiesterase type 5 dalam sirkulasi paru, suatu studi klinik tanpa
24
5. NO dan Arginine
Pentingnya NO terutama dalam adaptasi normal sirkulasi paru saat
lahir. Gangguan NO akan berkembang menjadi neonatal hipertensi
pulmonal. NO terus menerus memodulasi tonus dan struktur vaskuler paru
sepanjang hidup. NO juga memiliki aktifitas antiplatelet, anti inflamasi
dan antioksidan, juga memodulasi efek angiogenesis. NO dihasilkan dalam
3 bentuk NO synthase (NOS), yang muncul dalam sel multiple dan terus
menerus aktif (type I dan III) dalam endotelium atau “inducible” (type II)
pada sel lainnya seperti makrofag, epitel bronkus dan otot polos vaskuler.
Regulasi NOS komplek dan termasuk growth factors hormon (seperti
vascular endothelial growth factor), tekanan oksigen, hemodinamik, dan
factor lainnya. Sudah jelas bahwa amino acid, L-arginine, adalah substansi
NOS, maka itu penting untuk produksi NO. Arginine eksogen diperlukan
untuk memproduksi NO. Arginine masuk dalam sel dangan transport aktif
25
6. Terapi Bedah
Atrial Septostomi dan Transplantasi paru
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk
mengurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan. Dengan
berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah suatu
prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru.
Pemilihan pasien, waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal yang
masih krusial. Tranplantasi jantung-paru terutama untuk PAH yang gagal
dengan semua strategi terapi. Survival pasien PAH yang mengalami
tranplantasi paru kira-kira 66%-75% pada 1 tahun pertama. Dan yang
paling sering adalah bilateral transplantasi. (Diah & Ghanie, 2014)
J. Pengertian Pneumonia
Pneumonia, inflamasi parenkim paru, merupakan penyakit yang sering
terjadi pada masa kanak-kanak namun lebih sering terjadi pada masa bayi dan
kanak-kanak awal. Secara klinis, pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit
primer atau sebagai komplikasi dari penyakit lain secara morfologik,
pneumonia digolongkan menjadi :
1. Pneumonia lobaris : melibatkan semua atau segmen yang luas dari satu
lobus paru atau lebih. Jika kedua paru terkena disebut pneumonia bilateral
atau pneumonia ganda.
2. Bronkopneumonia : dimulai pada bronkiolus terminal, yang tersumbat
dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang terkonsolidasi
pada lobus-lobus didekatnya ; disebut juga pneumonian lobularis.
3. Pneumania interstisial : proses inflamasi dengan batas-bats yang lebih atau
kurang dalam dinding alveolus (interstisium) dan jaringan peribronkial dan
interlobaris.
2. Trakeastomi
Trakeostomi adalah insisi bedah di trakea melalui kulit dan otot yang
terletak di atasnya untuk tata laksana jalan napas. Trakeostomi adalah
pembentukan lubang bedah (stoma) ke dalam trakea melalui kulit (Black,
2014).
Adapun Indikasi prosedur pemasangan trakeostomi :
a. Menghilangkan obstruksi jalan napas akut atau kronis seperti apnea
obstruksi waktu tidur, trauma, perdarahan, tumor, pembengkakan
jaringan, infeksi atau luka bakar (kimiawi atau inhalasi).
b. Akses untuk ventilasi mekanis kintinu, dengan tidak mampu disapih
(didefinisikan secara luas dengan waktu lebih dari 2 minggu ventilasi).
c. Mendorong higiene paru dengan mengakses jalan nafas untuk
membuang sekret.
d. Paralisis pita suara (plika vokalis) bilteral
e. Ketidak mampuan melindungi jalan nafas sendiri.
4. Penatalaksanaan Trakeostomi
a. Menyiapkan peralatan yang diperlukan
Tindakan pengisapan yang tidak tepat merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada orang yang menggunakan selang trakeostomi
(tracheostomy tube). Perlengkapan yang diperlukan meliputi:
o Mesin pengisap/penyedot.
o Selang kateter untuk melakukan pengisapan (untuk orang dewasa
digunakan ukuran 14 dan 16).
o Sarung tangan steril berbahan lateks.
o Larutan garam fisiologik (Natrium Chlorida/NaCl 0,9%).
o Larutan garam fisiologik siap pakai atau dalam bentuk
semprot/suntik berukuran 5ml.
o Mangkuk bersih berisi air leding.