Anda di halaman 1dari 2

IMING-IMING MATERIL BERBUAH MADU DAN RACUN

Oleh : Nur Prasetyo*

Kita sering mendengar kata iming-iming dalam kehidupan sehari-hari, walau


secara explisit terkadang kata iming-iming tidak terucap dan tertulis, Ketika suatu
ungkapan dan content yang mengandung sebuah rayuan dan ajakan dalam rangka
menarik perhatian seseorang, itu sudah bisa dikatagorikan masuk dalam ranah iming-
iming. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia iming–iming berarti sesuatu untuk
membujuk (memikat hati);pemikat. Untuk membujuk dan merayu tentunya perlu sebuah
umpan yang menarik. Nah, suatu materil akan menarik untuk dijadikan umpan bila
dikemas dan dibungkus dengan tatanan yang menarik dan memiliki daya pikat. Jika flash
back ke masa kecil kita, tentu masih ingat dalam memori bagaimana orang tua kita dulu
sering memberikan iming-iming berupa hadiah sebagai upaya agar anak-anaknya mau,
berani melakukan berbagai aktivitas atau dijadikan sebagai bentuk imbalan dari sebuah
prestasi yang diraihnya Pasti banyak orang tua yang pernah mengalami kejadian si buah
hatinya malas pergi ke sekolah atau beribadah, mogok belajar, ngambek tidak mau
mengikuti perlombaan dan lain sebagainya, Tentu ini fenomena yang sering dijumpai dan
orang tua senantiasa menggunakan “senjata” iming-iming yang menarik agar si anak mau
berpartisipasi dan melakukan hal-hal yang kita perintahkan. Dalam ulasannya di sebuah
media on line Christina Tedja seorang psikolog klinis mengatakan “memberi anak hadiah
setelah dia mencapai prestasi atau kesepakatan tertentu bukanlah hal buruk untuk
dilakukan. Tapi ada hal yang perlu diwaspadai orang tua yaitu reward yang berlebihan
akan menghilangkan makna dari proses itu sendiri”. Jadi pemberian reward atau hadiah
semestinya harus proporsional jangan sampai ada kesan hadiah yang diberikan
merupakan suatu “sogokan” sehingga mereka mau mengerjakan dan mengejar sesuatu
karena ada pamrih yang diberikan namun sebaliknya mereka menjadi apatis dan malas
karena tidak ada pamrih yang diterima.
Sebuah Iming-iming berbentuk materil akan menjadi bermanfaat bila dirancang
dan diprogram sesuai kebutuhan, artinya akan berdampak positif atau negative tergantung
cara dan waktu yang diterapkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia materil memiliki
arti bersifat fisik (kebendaan). Wujud material seperti uang, hadiah sering menjadi alat
bantu untuk dijadikan sebagai iming-iming, dimana bentuk dan strateginya sangat
bervariasi. Menurut saya iming-iming materil ini timbul karena dua hal : yang pertama
adalah faktor prestasi yakni keinginan untuk memberikan penghargaan karena capaian
yang dihasilkan sudah optimal, baik secara person maupun team, Masih ingat tentunya,
beberapa waktu yang lalu bagaimana bangsa Indonesia sebagai tuan rumah mampu
menduduki peringkat ke empat dalam ajang olahraga empat tahunan Asian Games 2018.
Ini torehan sejarah dan prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut di raih tidak hanya
karena rasa juang nasionalisme semata tetapi yang membuat terpacu para atlet untuk
mempersembahkan yang terbaik karena ada faktor atau energi lain berupa bonus atau
iming-iming materil yang ditawarkan pemerintah dan terbukti tawaran iming-iming
materil tersebut di respon dengan prestasi yang membanggakan. Di lembaga pendidikan,
untuk guru, murid, dosen dan mahasiswa yang berprestasi diberikan program beasiswa,
kursus dan pelatihan, ini juga merupakan bentuk iming-iming yang dapat memicu
semangat. Selain itu, di perusahaan-perusahan plat merah seperti BUMN dan perusahaan
swasta skala nasional yang berbasis profit oriented juga punya cara tersendiri dalam
menawarkan sebuah iming-iming, ketika target atau laba tidak terpenuhi maka manajerial
atau pemangku kebijakan membuat semacam booster berupa penambahan insentif atau
variable reward agar para karyawan terangsang dan termotivasi kinerjanya, Setali uang
juga, di institusi pemerintahan, untuk pegawai-pegawai yang berprestasi tentu akan
mendapatkan apresisasi rewad sesuai dengan kinerja yang dihasilkan.
Yang kedua adalah faktor wanprestasi yakni adanya keinginan pihak-pihak
tertentu untuk berbuat kecurangan, licik yang ujung-ujungnya ingin meraup keuntungan
pribadi dengan mengabaikan kepentingan banyak orang. Kasus gratifikasi, suap, jual-beli
jabatan, pengaturan skor dalam dunia olahraga adalah impact dari iming-iming yang
peruntukkannya jelas-jelas banyak mudharatnya. Dapat dibayangkan sebuah bisnis atau
apapun bentuk kegiatannya yang seharusnya menghasilkan nilai untung dan manfaat
hanya karena iming-iming materil, mereka rela berbuat fraud sehingga merugikan semua
pihak. Sudah banyak solusi dan cara sebenarnya yang digunakan agar praktek-praktek
fraud atau kecurangan itu dapat diredam dan dihindari namun tetap saja tidak membuat
kapok para pelaku-pelakunya. Iming-iming materil yang menyesatkan dan menggiurkan
justru sering kali mengalahkan hati nuraninya untuk do right things. Sebuah iming-
iming materil memang menjadi daya tarik tersendiri dan sudah bukan hal rahasia lagi
bahkan di semua kalangan usia. Akan merasa senang, bahagia dan semangat ketika kita
mendapatkan sebuah hadiah atau bonus. Tidak heran bila iming-iming yang bersifat
materil ini sering menjadi cara merubah kondisi seseorang yang semula down menjadi ter
upgrade, merubah yang sebelumnya berisi penolakan-penolakan menjadi rmotivasi.
Sehingga banyak institusi baik negeri maupun swasta menggunakan metode iming-iming
materil guna meningkatkan prestasi pekerjanya. Tetapi sekali lagi tergantung bagaimana
memformula iming-iming menjadi tenaga pendorong untuk aktivitas-aktivitas yang
memiliki useful value bukan unuseful value.
Menurut Wikan Putri Larasati M.Psi psikolog anak, “mengiming-imingi anak
dengan hadiah sebaiknya dihindari, agar hal ini tidak menjadi kebiasaan yang terbawa
hingga anak beranjak dewasa”. Untuk itu sebagai orang tua marilah kita berikan contoh
dan ajarkan sejak dini kepada anak-anak kita, ketika mengerjakan sesuatu hal tidak
melihat pamrihnya terlebih dahulu sehingga kelak ketika menjadi dewasa akan terhindar
dari pribadi yang manipulative, mudah di suap, buta prestasi akan tetapi dapat menjadi
sosok pribadi yang baik, haus dan lapar prestasi, taat serta memiliki iman untuk
melakukan hal-hal yang terpuji. Sehingga iming-iming materil seperti bonus, insentif,
reward, jabatan, dan lain-lain akan berbuah madu karena prestasi yang diraihnya bukan
justru sebaliknya dapat berbuah racun karena wanprestasi, fraud atau kecurangan karena
tindakannya.
*) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bakti Indonesia– Cluring Banyuwangi

Anda mungkin juga menyukai