Kita sering mendengar kata iming-iming dalam kehidupan sehari-hari, walau
secara explisit terkadang kata iming-iming tidak terucap dan tertulis, Ketika suatu ungkapan dan content yang mengandung sebuah rayuan dan ajakan dalam rangka menarik perhatian seseorang, itu sudah bisa dikatagorikan masuk dalam ranah iming- iming. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia iming–iming berarti sesuatu untuk membujuk (memikat hati);pemikat. Untuk membujuk dan merayu tentunya perlu sebuah umpan yang menarik. Nah, suatu materil akan menarik untuk dijadikan umpan bila dikemas dan dibungkus dengan tatanan yang menarik dan memiliki daya pikat. Jika flash back ke masa kecil kita, tentu masih ingat dalam memori bagaimana orang tua kita dulu sering memberikan iming-iming berupa hadiah sebagai upaya agar anak-anaknya mau, berani melakukan berbagai aktivitas atau dijadikan sebagai bentuk imbalan dari sebuah prestasi yang diraihnya Pasti banyak orang tua yang pernah mengalami kejadian si buah hatinya malas pergi ke sekolah atau beribadah, mogok belajar, ngambek tidak mau mengikuti perlombaan dan lain sebagainya, Tentu ini fenomena yang sering dijumpai dan orang tua senantiasa menggunakan “senjata” iming-iming yang menarik agar si anak mau berpartisipasi dan melakukan hal-hal yang kita perintahkan. Dalam ulasannya di sebuah media on line Christina Tedja seorang psikolog klinis mengatakan “memberi anak hadiah setelah dia mencapai prestasi atau kesepakatan tertentu bukanlah hal buruk untuk dilakukan. Tapi ada hal yang perlu diwaspadai orang tua yaitu reward yang berlebihan akan menghilangkan makna dari proses itu sendiri”. Jadi pemberian reward atau hadiah semestinya harus proporsional jangan sampai ada kesan hadiah yang diberikan merupakan suatu “sogokan” sehingga mereka mau mengerjakan dan mengejar sesuatu karena ada pamrih yang diberikan namun sebaliknya mereka menjadi apatis dan malas karena tidak ada pamrih yang diterima. Sebuah Iming-iming berbentuk materil akan menjadi bermanfaat bila dirancang dan diprogram sesuai kebutuhan, artinya akan berdampak positif atau negative tergantung cara dan waktu yang diterapkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia materil memiliki arti bersifat fisik (kebendaan). Wujud material seperti uang, hadiah sering menjadi alat bantu untuk dijadikan sebagai iming-iming, dimana bentuk dan strateginya sangat bervariasi. Menurut saya iming-iming materil ini timbul karena dua hal : yang pertama adalah faktor prestasi yakni keinginan untuk memberikan penghargaan karena capaian yang dihasilkan sudah optimal, baik secara person maupun team, Masih ingat tentunya, beberapa waktu yang lalu bagaimana bangsa Indonesia sebagai tuan rumah mampu menduduki peringkat ke empat dalam ajang olahraga empat tahunan Asian Games 2018. Ini torehan sejarah dan prestasi yang luar biasa. Prestasi tersebut di raih tidak hanya karena rasa juang nasionalisme semata tetapi yang membuat terpacu para atlet untuk mempersembahkan yang terbaik karena ada faktor atau energi lain berupa bonus atau iming-iming materil yang ditawarkan pemerintah dan terbukti tawaran iming-iming materil tersebut di respon dengan prestasi yang membanggakan. Di lembaga pendidikan, untuk guru, murid, dosen dan mahasiswa yang berprestasi diberikan program beasiswa, kursus dan pelatihan, ini juga merupakan bentuk iming-iming yang dapat memicu semangat. Selain itu, di perusahaan-perusahan plat merah seperti BUMN dan perusahaan swasta skala nasional yang berbasis profit oriented juga punya cara tersendiri dalam menawarkan sebuah iming-iming, ketika target atau laba tidak terpenuhi maka manajerial atau pemangku kebijakan membuat semacam booster berupa penambahan insentif atau variable reward agar para karyawan terangsang dan termotivasi kinerjanya, Setali uang juga, di institusi pemerintahan, untuk pegawai-pegawai yang berprestasi tentu akan mendapatkan apresisasi rewad sesuai dengan kinerja yang dihasilkan. Yang kedua adalah faktor wanprestasi yakni adanya keinginan pihak-pihak tertentu untuk berbuat kecurangan, licik yang ujung-ujungnya ingin meraup keuntungan pribadi dengan mengabaikan kepentingan banyak orang. Kasus gratifikasi, suap, jual-beli jabatan, pengaturan skor dalam dunia olahraga adalah impact dari iming-iming yang peruntukkannya jelas-jelas banyak mudharatnya. Dapat dibayangkan sebuah bisnis atau apapun bentuk kegiatannya yang seharusnya menghasilkan nilai untung dan manfaat hanya karena iming-iming materil, mereka rela berbuat fraud sehingga merugikan semua pihak. Sudah banyak solusi dan cara sebenarnya yang digunakan agar praktek-praktek fraud atau kecurangan itu dapat diredam dan dihindari namun tetap saja tidak membuat kapok para pelaku-pelakunya. Iming-iming materil yang menyesatkan dan menggiurkan justru sering kali mengalahkan hati nuraninya untuk do right things. Sebuah iming- iming materil memang menjadi daya tarik tersendiri dan sudah bukan hal rahasia lagi bahkan di semua kalangan usia. Akan merasa senang, bahagia dan semangat ketika kita mendapatkan sebuah hadiah atau bonus. Tidak heran bila iming-iming yang bersifat materil ini sering menjadi cara merubah kondisi seseorang yang semula down menjadi ter upgrade, merubah yang sebelumnya berisi penolakan-penolakan menjadi rmotivasi. Sehingga banyak institusi baik negeri maupun swasta menggunakan metode iming-iming materil guna meningkatkan prestasi pekerjanya. Tetapi sekali lagi tergantung bagaimana memformula iming-iming menjadi tenaga pendorong untuk aktivitas-aktivitas yang memiliki useful value bukan unuseful value. Menurut Wikan Putri Larasati M.Psi psikolog anak, “mengiming-imingi anak dengan hadiah sebaiknya dihindari, agar hal ini tidak menjadi kebiasaan yang terbawa hingga anak beranjak dewasa”. Untuk itu sebagai orang tua marilah kita berikan contoh dan ajarkan sejak dini kepada anak-anak kita, ketika mengerjakan sesuatu hal tidak melihat pamrihnya terlebih dahulu sehingga kelak ketika menjadi dewasa akan terhindar dari pribadi yang manipulative, mudah di suap, buta prestasi akan tetapi dapat menjadi sosok pribadi yang baik, haus dan lapar prestasi, taat serta memiliki iman untuk melakukan hal-hal yang terpuji. Sehingga iming-iming materil seperti bonus, insentif, reward, jabatan, dan lain-lain akan berbuah madu karena prestasi yang diraihnya bukan justru sebaliknya dapat berbuah racun karena wanprestasi, fraud atau kecurangan karena tindakannya. *) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Bakti Indonesia– Cluring Banyuwangi