Anda di halaman 1dari 11

MORFOLOGI dan PATOGENITAS TREPONEMA PALLIDUM

NAMA MAHASISWA : FATHUR RAHMAN


NIM : AK816021
SEMESTER : IV
KELAS : IV A
MATA KULIAH : BAKTERIOLOGI III
PROGRAM STUDI : DIII ANALIS KESEHATAN
DOSEN : PUTRI KARTIKA SARI M.Si
1.1. Morfologi

Gambar 1. Treponema pallidum

Kingdom Eubacteria

Filum Spirochaetes

Kelas Spirochaetes

Ordo Spirochaetales

Familia Treponemataceae

Genus Treponema

Spesies Treponema pallidum

Treponema pallidum merupakan bakteri gram negatif, berbentuk spiral


yang ramping dengan lebar kira-kira 0,2 μm dan panjang 5-15 μm. Lengkung
spiralnya/gelombang secara teratur terpisah satu dengan lainnya dengan jarak
1 μm, dan rata-rata setiap kuman terdiri dari 8-14 gelombang. Organisme ini
aktif bergerak, berotasi hingga 900 dengan cepat di sekitar endoflagelnya
bahkan setelah menempel pada sel melalui ujungnya yang lancip. Aksis
panjang spiral biasanya lurus tetapi kadang-kadang melingkar, yang membuat
organisme tersebut dapat membuat lingkaran penuh dan kemudian akan
kembali lurus ke posisi semula. Spiralnya sangat tipis sehingga tidak dapat
dilihat secara langsung kecuali menggunakan pewarnaan immunofluoresensi
atau ilummunasi lapangan gelap dan mikroskop elektron (Ratna, 2009).

Gambar 2. Treponema pallidum


Struktur Treponema pallidum terdiri dari membran sel bagian dalam,
dinding selnya dilapisi oleh peptidoglikan yang tipis, dan membran sel bagian
luar.Flagel periplasmik (biasa disebut dengan endoflagel) ditemukan didalam
ruang periplasmik, antara dua membran (gambar 3). Organel ini yang
menyebabkan gerakan tersendiri bagi Treponema pallidum seperti alat
pembuka tutup botol (Corkscrew). Filamen flagel memiliki sarung/ selubung
dan struktur inti yang terdiri dari sedikitnya empat polipeptida utama. Genus
Treponema juga memiliki filamen sitoplasmik, disebut juga dengan fibril
sitoplasmik. Filamen bentuknya seperti pita, lebarnya 7-7,5 nm. Partikel
protein intramembran membran bagian luar Treponema pallidum sedikit.
Konsentrasi protein yang rendah ini diduga menyebabkan Treponema
pallidum dapat menghindar dari respons imun pejamu (Muliawan, 2008).

Gambar 3. Struktur Sel Treponema pallidum


Treponema pallidum merupakaan salah satu bakteri yang patogen
terhadap manusia (parasit obligat intraselular) dan sampai saat ini tidak dapat
dikultur secara invitro. Dahulu Treponema pallidum dianggap sebagai bakteri
anaerob obligat, sekarang telah diketahui bahwa Treponema pallidum
merupakan organisme mikroaerofilik, membutuhkan oksigen hanya dalam
konsentrasi rendah (20%). Kuman ini dapat mati jika terpapar dengan
oksigen, antiseptik, sabun, pemanasan, pengeringan sinar matahari dan
penyimpanan di refrigerator. Bakteri ini berkembang biak dengan
pembelahan melintang dan menjadi sangat invasif, patogen persisten dengan
aktivitas toksigenik yang kecil dan tidak mampu bertahan hidup diluar tubuh
host mamalia. Mekanisme biosintesis lipopolisakarida dan lipid Treponema
pallidum sedikit. Kemampuan metabolisme dan adaptasinya minimal dan
cenderung kurang, hal ini dapat dilihat dari banyak jalur seperti siklus asam
trikarboksilik, komponen fosforilasi oksidatif dan banyak jalur biosintesis
lainnya. Keseimbangan penggunaan dan toksisitas oksigen adalah kunci
pertumbuhan dan ketahanan Treponema pallidum. Organisme ini juga
tergantung pada sel host untuk melindunginya dari radikal oksigen, karena
Treponema pallidum membutuhkan oksigen untuk metabolisme tetapi sangat
sensitif terhadap efek toksik oksigen. Treponema pallidum akan mati dalam 4
jam bila terpapar oksigen dengan tekanan atmosfer 21%. Keadaan sensitivitas
tersebut dikarenakan bakteri ini kekurangan superoksida dismutase, katalase,
dan oxygen radical scavengers. Superoksida dismutase yang mengkatalisis
perubahan anion superoksida menjadi hidrogen peroksida dan air, tidak
ditemukan pada kuman ini (Aman, 2010).
Treponema pallidum tidak dapat menular melalui benda mati seperti
bangku, tempat duduk toilet, handuk, gelas, atau benda-benda lain yang bekas
digunakan/dipakai oleh pengindap, karena pengaruh suhu dan rentang pH.
Suhu yang cocok untuk organisme ini adalah 30-370C dan rentang pH adalah
7,2-7,4 (Muliawan, 2008).
Menurut (Rabbe,2002) Treponema pallidum sukar diwarnai, untuk
melihat morfologi bakteri ini, dapat digunakan pewarnaan khusus seperti :
1. Pewarnaan Fontana
Tribondeau yang menggunakan perak nitrat, sebab bakteri ini dapat
mereduksir perak nitrat.
2. Pewarnaan Levaditi (silver impregnation)
Digunakan unutk mewarnai bakteri yang berada di dalam jaringan.
3. Pewarnaan Negatif
Menggunakan tinta cina (indian ink)
4. Pewarnaan Giemsa
Dengan larutan giemsa.
Dengan mikroskop lapang pandang gelap (dark field microscope), dapat
dilihat morfologi Treponema pallidum dalam keadaan hidup, disamping dapat
dilihat pergerakannya. Bakteri ini juga dapat dilihat atau diidentifikasi dengan
menggunakan teknik imuunofluoressens.
Treponema pallidum tidak membentuk spora, dan pada spesies yang
patogen didapatkan adanya struktur seperti kapsul yang tidak didapatkan pada
spesies yang non patogen.
Biakan
Menurut (Hartono, 2008) Treponema pallidum memperbanyak diri
dengan cara membelah diri secara transversal di dalam tubuh hospes maupun
pada hewan coba. Treponema pallidum yang patogen tidak dapat dibiakkan
pada media buatan atau pada perbenihan jaringan ataupun embryonated egg
walaupun diinkubasikan pada suasana anaerob. Treponema pallidum yang
patogen hanya dapat dibiakkan pada testis kelinci dengan waktu pembelahan
(generation time) sekitar 30 jam.
Antigen
Menurut (Prince, 2006) ada 3 macam antigen, yaitu berupa protein yang
tidak tahan panas, polisakarida yang tahan panas dan antigen lipoid yang
serupa dengan bahan yang terdapat dalam kardiolipin. Jika ditinjau
berdasarkan spesivisitasnya, maka hanya ada 2 macam antigen, yaitu antigen
yang terdapat dalam beberapa genus yang berbeda dan antigen yang hanya
terbatas pada satu atau beberapa spesies saja.
Antigen Treponema yang khas antara lain dapat diperiksa dengan test
imubilisasi Treponema pallidum (TPI = T.Pallidum immubilization test). Test
TPI sebenarnya merupakan suatu reaksi bakterisidal yang memerlukan
adanya komplemen, pengeraman dalam suasana anaerob selama 18 jam dan
suhu 350C. Hasil tes positif jika kuman tidak dapat bergerak lagi yang berarti
telah mati. Tes ini sangat spesifik, tetapi tidak dapat membedakan antara
sifilis dengan Treponematosis lainnya.
Antigen protein ditemukan pada kebanyakan Treponema, baik dari
spesies yang patogen maupun sporofit, merupakan makro molekul yang
bertalian dengan RNA. Antigen ini dipakai untuk test pengikat komplemen
yang menggunakan protein Reiter (RPCF = Reiter Protein Complmen
Fixation). Antigen ini atau protein yang sangat mirip dengan antigen ini,
dapat ditemukan pada Treponema yang merupakan flora yang hidup dalam
traktus digestivus manusia, oleh karena itu antibodi terhadapnya dapat
ditemukan dalam serum manusia. Meskipun pada umumnya antibodi ini
kadarnya sangat rendah, tetapi kadang-kadang dapat memberikan hasil test
RPCF positif.

1.2. Patogenitas
Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran
mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi
atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium
akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran
mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah
bening, masuk aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh.
Bergerak masuk keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw
(seperti membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi
sistemik meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu.
Darah dari pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa
inkubasi bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak Treponema pallidum
selama masa aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di
tempat kuman pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-6 minggu
dan kemudian sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman
mengadakan multifikasi dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat
yang terdiri atas limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat
dilihat sebagai papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat
masuknya kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum
berada diantara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan
hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran darah
pada daerah papula tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus dan
keadaan ini disebut chancre (Sudarto, 1998).
Informasi mengenai patogenesis sifilis lebih banyak didapatkan dari
percobaan hewan karena keterbatasan informasi yang dapat diambil dari
penelitian pada manusia. Penelitian yang dilakukan pada kelinci percobaan,
dimana dua Treponema pallidum diinjeksikan secara intrakutan,
menyebabkan lesi positif lapangan gelap pada 47% kasus. Peningkatan kasus
mencapai 71% dan 100% ketika 20 dan 200.000 Treponema pallidum
diinokulasikan secara intrakutan pada kelinci percobaan. Periode inkubasi
bervariasi tergantung banyaknya inokulum, sebagai contoh 10 Treponema
pallidum akan menimbulkan chancre dalam waktu 5-7 hari. Organisme ini
akan muncul dalam waktu menit didalam kelenjar limfe dan menyebar luas
dalam beberapa jam, meskipun mekanisme Treponema pallidum masuk sel
masih belum diketahui secara pasti. Bahwa perlekatan Treponema pallidum
dengan sel host melalui spesifik ligan yaitu molekul fibronektin (Varney,
2006).
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum dipahami
selengkapnya, tidak ada tanda-tanda bahwa kuman ini bersifat toksigenik
karena didalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin ataupun
endotoksin. Meskipun didalam lesi primer dijumpai banyak kuman namun
tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena kebanyakan
kuman yang berada diluar sel akan terbunuh oleh fagosit tetapi ada sejumlah
kecil Treponema yang dapat tetap dapat bertahan di dalam sel makrofag dan
di dalam sel lainya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas.
Keadaan tersebut dapat menjadi petunjuk mengapa Treponema pallidum
dapat hidup dalam tubuh manusia dalam jangka waktu yang lama, yaitu
selama masa asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat
invasif Treponema sangat membantu memperpanjang daya tahan kuman di
dalam tubuh manusia (Mansjoer, 2000).
Menurut (Soedarto, 1998) Tahapan potegenitas yaitu :

1. Tahap masuknya Treponema

Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh melalui lesi kulit atau selaput
lendir. Jika melalui kulit harus ada mikro/makro lesi sedangkan jika
melalui selaput lendir dapat dengan atau tanpa lesi. Pada tempat
masuknya, kuman mengadakan multiplikasi dan tubuh akan bereaksi
dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit dan sel plasma yang
secara klinis dapat dilihat sebagai papula. Reaksi radang tersebut tidak
hanya terbatas pada tempat masuknya kuman tetapi juga di daerah
perivaskuler. Treponemaberada di antara endotel kapiler dan sekitar
jaringan. perivaskular; hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang
dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans).

2. Stadium I (SI)

Kerusakan vaskuler ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula


tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau ulkus, dan keadaan ini
disebut afek primer SI. Treponemamasuk aliran darah dan limfe lalu
menyebar ke seluruh jaringan tubuh, termasuk kelenjar getah bening
regional. Bila sudah mengenai kelenjar getah bening regional disebut
kompleks primer SI.
3. Stadium II (SII)

Perjalanan secara hematogen akan menyebarkan kuman ke seluruh


jaringan tubuh, tetapi manifestasinya baru akan tampak kemudian. Reaksi
jaringan terhadap multiplikasi ini akan terlihat 6-8 minggu setelah
kompleks primer dan reaksi ini bermanifestasi sebagai SII dengan
berbagai bentuk kelainan yang biasanya didahului oleh gejala prodromal.
Lesi primer perlahan-lahan menghilang karena kuman di tempat tersebut
berkurang jumlahnya dan penyembuhan terjadi tanpa atau dengan
jaringan parut tipis. Lesi SII secara perlahan-lahan juga menghilang dan
akhirnya tidak terlihat sama sekali dalam waktu kurang lebih 9 bulan.

4. Stadium laten

Stadium laten adalah stadium tanpa tanda atau gejala klinis, tetapi infeksi
masih ada dan aktif yang ditandai dengan S.T.S. (Serologic Test for
Syphilis) positif. Kadang-kadang proses imunitas gagal mengendalikan
infeksi sehingga Treponemaberkembang lagi dan menimbulkan lesi
seperti pada SI atau SII dan stadium ini disebut stadium rekuren. Stadium
ini terjadi tidak lebih dari 2 tahun terhitung sejak permulaan infeksi.
Stadium laten lanjut dapat berlangsung beberapa tahun, antibodi tetap ada
dalam serum penderita (S.T.S. positif).

5. Stadium gumma

Keseimbangan antara Treponemadan jaringan dapat tiba-tiba berubah,


sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor untuk
timbulnya SIII yang berbentuk gumma. Pada stadium gumma ini,
Treponemasukar ditemukan tetapi reaksinya bersifat destruktif. Lesi
sembuh berangsur-angsur dengan pembentukan jaringan fibrotik dan lesi
tersier ini dapat berlangsung beberapa tahun. Treponema pallidumdapat
mencapai sistem kardiovaskuler dan saraf pusat dalam waktu dini tetapi
kerusakan yang ditimbulkannya terjadi perlahan-lahan sehingga perlu
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Hampir 2/3 kasus
dengan stadium laten dapat meneruskan hidupnya tanpa menimbulkan
gejala klinis.
Daftar Pustaka

Aman M. 2010. Penelitian Prevalensi HIV dan Sifilis serta Prilaku Berisiko
Terinfeksi HIV pada Narapidana di Lapas/Rutan di Indonesia.
Hartono Olivia R. 2008. Treponema pallidum. Forum Penelitian, 1 (1) : 2.
Mansjoer, Arief, Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI.
Muliawan, Silvia Y. 2008. Bakteri Spiral Patogen(Treponema, Leptospira, dan
Borrelia). Jakarta: Erlangga.
Prince SA, Wilson LM. Sifilis dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, 6th. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2006.hlm. 1338-40.
Rabbe, Thomas. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
Ratna, Eni, Dkk. 2009. Asuhan Kebidanan Komuitas. Yogyakarta : Nuha Medika.
Soedarto. 1998. Penyakit-Penyakit Infeksi di Indonesia. Jakarta : Widya Medika.
Syafudin, A.B. 2002. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Varney, Hellen, Dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai