Anda di halaman 1dari 15

CASE REPORT SESSION

Kejang Demam pada Anak

Disusun oleh:

Amalia Ramadhani 130112170521

Ardine Yew Siswanto 130112170617

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RSUD MAJALAYA
2018
IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. R
• Jenis Kelamin :L
• Tanggal lahir : 27/06/2016
• Usia : 12 bulan 1 minggu
• Alamat : Pabeyan 02/12 Paseh Majalaya
• Agama : Islam
• Informan : Ibu
• Tgl masuk RS : 9/12/2018
• Tgl pemeriksaan :11/12/2018

ANAMNESIS
Keluhan umum: Kejang

Pasien datang dengan keluhan kejang yang terjadi setengah jam SMRS. Posisi kejang tonik
dimana kedua lengan fleksi dan kedua kaki ekstensi serta mata melirik keatas. Kejang berlangsung
hanya sekali dan durasi tidak mencapai 5 menit. Saat kejang pasien tidak diberikan obat apapun
dan langsung dibawa ke rumah sakit.

Sejak 1 minggu SMRS, pasien mempunyai keluhan batuk berdahak, dan diare berlendir.
Keluhan ini tidak disertai demam, dan diare tidak disertai darah. Untuk keluhannya, pasien dibawa
ke bidan untuk berobat dan diberikan antibiotik. Pasien sudah meminum antibiotik yang diberikan
selama 3 hari dan sudah merasa keluhannya membaik 4 hari SMRS.

Beberapa jam sebelum kejang, pasien dirasakan demam oleh ibu pasien namun tidak
diberikan obat penurun panas. Keluhan ini tidak disertai dengan batuk pilek, mencret, muntah,
keluarnya cairan dari telinga, masalah dalam BAK dan sesak maupun penurunan kesadaran.
Karena keluhannya pasien dibawa ke IGD RSUD Majalaya.

Keluhan kejang saat demam sudah pernah dialami oleh pasien 6 bulan SMRS. Posisi
kejang saat itu tangan dan kaki keempat ekstensi dengan mata melirik ke samping. Pada periode
demam tersebut, pasien hanya kejang sekali dan durasinya kurang dari 5 menit. Pasien langsung
dibawa ke RS, namun tidak dirawat. Riwayat kejang demam dalam keluarga tidak ada. Riwayat
sakit kuning disangkal. Riwayat trauma kepala tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita dewasa
batuk lama atau berdarah tidak ada.

Pasien merupakan anak dari ibu P1A0 yang rutin diperiksa di bidan dan dilahirkan di
RSUD Majalaya. Pasien tidak dirujuk namun langsung mendaftarkan diri di IGD karena semua
bidan tidak praktik berhubungan dengan hari raya. Pasien lahir cukup bulan secara spontan,
ditolong oleh dokter, menangis langsung dengan BBL 3100 gram dan PBL 51 cm. Persalinan
lancar dan tidak ada komplikasi.

Pasien hanya meminum ASI eksklusif 2 minggu pertama. Setelah diare 3 hari, pasien
diberikan susu formula sampai sekarang. Untuk riwayat makan sekarang, pasien masih meminum
susu formula dengan ditambah nasi lunak serta buah dan sayur. Riwayat imunisasi pasien lengkap,
dan pasien memiliki riwayat tumbuh kembang yang sesuai dengan umurnya.

Pasien tinggal dengan kedua orang tuanya beserta dengan kakek dan tantenya. Ventilasi
baik dan sinar matahari masuk ke dalam rumah, ibu pasien (27 tahun) adalah ibu rumah tangga
dan ayah pasien (31 tahun) adalah seorang wiraswasta.

PEMERIKSAAN FISIK

S: Kejang (-) batuk (+) pilek (+) demam (+)

O: Ku: compos mentis, tampak sakit sedang

Tanda vital:
N: 146x/menit RR: 44x/menit S: 37,8◦C SpO2: 98%

Antropometri
BB: 11 kg PB: 62 cm

Status Gizi:
PB/U : <-2SD (severely stunted) BB/U: normal BB/PB: >2SD
Kepala:
UUB datar, rambut distribusi normal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung : PCH (-) sekret hidung (-)
Mulut : POC (-) tonsil T1/T1 tidak hiperemis

Leher:
Retraksi intercostal (-), KGB tidak teraba

Toraks:
Inspeksi dalam batas normal, bentuk dan gerak simetris, retraksi (-), VBS kiri=kanan, slem -/-, ronki (-),
crackles (-)
Cor: murmur (-), S1S2 normal

Abdomen:
Retraksi epigastric (-), datar, lembut. Hepar dan lien tidak teraba. Bising usus (+) normal

Ekstremitas:
Akral hangat, CRT <2”

Status neurologis:
Rangsang meningeal: kaku kuduk (-)
Saraf otak: pupil bulat, isokor 3mm, reflex cahaya +/+
Motorik: kesan parese (-)
Sensorik: rangsang nyeri (+)
Vegetative: BAB (+) BAK (+)
Gordon (-/-) Babinski -/- chaddock -/- Oppenheim -/-

Pemeriksaan laboratorium
Hb : 11.9 g/dL
Leukoait : 14.400 /mm
Hematokrit : 38 %
Eritrosit : 4,7 106/mm3
Trombosit : 300.000 /mm
GDS : 125 mg/dL

Diagnose banding: Kejang demam sederhana e.c. susp. ISPA


Kejang demam kompleks e.c susp. ISPA

Diagnosa kerja: Kejang demam sederhana e.c. susp. ISPA

Tata laksana:
• Kaen 1B 1,5 cc/kgBB.jam
• Diazepam IV 2,4 mg (bila kejang)
• Diazepam pulv 3 x 2,4 mg
• Ceftriaxone 2x400 mg IV

Prognosis

Quo ad vitam :ad bonam


Quo ad functionam :ad bonam
Quo ad sanationam: :dubia ad bonam

PEMBAHASAN

Definisi
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak usia antara 6-60 bulan dengan suhu
≥38 derajat celcius, yang bukan merupakan akibat infeksi SSP atau ketidakseimbangan metabolik,
dan terjadi tanpa riwayat kejang tanpa demam.( Nelson textbook of Pediatric)
Kejang pada anak > 1 bulan, berhubungan dengan demam yang tidak disebabkan oleh
infeksi SSP, tanpa kejang neonates sebelumnya, atau kejang yang diprovokasi dan tidak memenuhi
kriteria untuk kejang simtomatik akut lainnya. ( ILAE 1983)

Klasifikasi

1. Kejang demam sederhana ( simple febrile seizure), bersifat umum, biasanya tonik-klonik,
menyerang pada saat demam, tanpa gerakan fokal, terjadi paling lama 15 menit, dan tidak
berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks ( complex febrile seizure), terjadi lebih dari 15 menit, bersifat
fokal atau parsial 1 sisi namun bisa berlanjut menjadi umum, dan berulang dalam 24 jam
3. Demam status epileptikus , kejang demam yang terjadi lebih dari 30 menit

Epidemiologi

2-5% bayi dan anak yang sehat neurologis nya mengalami setidaknya 1 kali kejang
demam, dan biasanya bersifat kejang demam sederhana.Kejang demam jarang terjadi pada usia <
1 bulan dan >7 tahun. Kejang demam sederhana tidak meningkatkan risiko mortalitas. Kejang
demam kompleks 2x lipat meningkatkan mortalitas. Tidak ada efek jangka panjang yang terjadi
pada anak yang mengalami kejang demam sederhana sebanyak sekali. Kejang demam akan
terjadi berulang pada 30% yang mengalami kejang 1 kali bangkitan, 50% yang sudah 2 kali
bangkitan, dan 50% pada bayi < 1 tahun.

2-7 % anak dengan kejang demam berpotensi mengalami epilepsy. Beberapa faktor risiko
terjadinya kejang demam yang berulang pada tabel 586-5 dan prediktor untuk epilepsy setelah
kejadian kejang demam, terdapat pada tabel 586-6.
Faktor Risiko

Terdapat lima faktor yang berperan dalam etiologi kejang demam, yaitu demam, usia,
riwayat keluarga, faktor prenatal, dan faktor perinatal

1. Faktor demam

Demam apabila hasil pengukuran suhu tubuh mencapai diatas 37,8 aksila atau diatas 38,3
diatas rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi pada anak tersering
disebabkan oleh infeksi. Demam merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam.
Demam disebabkan oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang
demam ( 80%)

2. Faktor Usia

90% kejadian kejang demam terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan paling sering
pada anak usia 18 -24 bulan. Pada keadaan otak belum matang reseptor asam glutamat sebagai
resepor eksitator padat dan aktif, sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif
sehingga otak yang belum matang lebih dominan eksitasi daripada inhibisi

3. Faktor riwayat keluarga

Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam
mempunyai risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam sebesar 20-22 %, jika kedua orangtua
makan risiko meningkat menjadi 59-64%.
4. Faktor Prenatal
a. Usia saat ibu hamil
Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai
komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi tersebut dapat menyebabkan prematuritas,
BBLR, penyulit persalinan, dan partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin
dengan asfiksia
b. Kehamilan primipara atau multipara
c. Ibu hamil dengan hipertensi atau preeklamsi
5. Faktor Perinatal
a. Asfiksia
b. Prematur atau Postmatur
c. BBLR

Patofisiologi

Kejang merupakan manifestasi klinis akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut baik berupa isiologi,
bikimiawi maupun anatomi.
Sel saraf, seperti juga sel hidup lainnya mempunyai potensial membran. Potensial
membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel. Potensial intrasel lebih negatif
dibandingkan dengan ekstrasel. Selisih potensial ini akan tetap sama selama sel tidak
mendapatkan rangsangan. Potensal membrane ini terjadi akibat perbedaan letak dan jumlah ion-
ion terutama ion Na+, K+, dan Ca2+. Bila sel saraf mengalami stimulasi, akan mengakibatkan
menurunnya potensial membran.
Penurunan potensial membran akan menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion
Na+ akan meningkat sehingga Na+ akan lebih banyak masuk kedalam sel. Selama serangan ini
lemah, perubahan potensial membran masih dapat dikompensasi oleh transport aktif ion Na+ dan
K+, sehingga selisih potensial kembali ke keadaan istirahat. Perubahan potensial yang demikian
sifatnya tidak menjalar, yang disebut respon lokal. Bila rangsangan cukup kuat perubahan
potensial dapa mencapai ambang tetap ( firing level), amak permeabilitas membran terhadap
Na+ akan meningkat secara besar-besaran pula, sehingga timbul spike potensial atau potensial
aksi. Potensial aksi ini akan dihantarkan ke sel saraf berikutnya melalui sinap dengan
neurotrasnmiter. Bila perangsangan telah selesai , maka permeabilitas membran kembali ke
keadaan istirahat dengan cara Na+ akan kembali keluar sel dan K+ masuk ke dalam sel melalui
mekanisme Na-K yang membutuhkan ATP dari sintesis glukosa dan oksigen.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori:
a. Gangguan pembentukkan ATP dengan akibat kegagalan pompa Na-K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia. Sedangkan pada kejang sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
b. Perubahan permeabilitas membran sel saraf, misalnya hipokalsemia dan
hypomagnesemia
c. Perubahan relatif neurotransmitter eksitasi dibandingan dengan neurotransmiter inhibisi
dapat menyebabkan depolarisasi berlebihan. Misalkan ketidakseimbanagn antara GABA
atau glutamat

Patofisiologi kejang demam diperkirakan bahwa pada demam terjadi peningkatan reaksi
kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen
akan cepat habis, dan terjadilah hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP terganggu,
sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang akan menyebabkan potensial membran
cenderung turun atau kepekaan sel saraf meningkat. Pada kejang demam akan timbul kenaikan
konsumsi energi di otak, jantung, otot, dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Demam akan
menyebabkan kejang bertambah lama. Pada kejang yang lama akan terjadi perubahan sistemik
berupa hipotensi arterial, hiperpireksia skuder akibat aktivitas motorik dan hiperglikeemia.
Semua hal ini akan mengakibatkan iskemi neuron karena kegagalan metabolisme di otak.

Dapat disimpulkan bahwa :


a. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada sel-sel yang belum matang
b. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektroliy yang menyebabkan gangguan
permeabilitas membran sel
c. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang akan
merusak neuron
d. Demam meningkatkan Cerebral Blood Flow serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan
glukosa sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion-ion keluar masuk sel

Manifestasi Klinis
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
>38 derajat selsius) yang disebabkan proses ekstrakranium. Perkembangan anak dan neurologis
normal, tidak ada tanda-tanda meningitis atau ensefalitis serta tidak ada kaku kuduk.
Kejang demam terbagi menjadi dua tipe yaitu simpleks dan kompleks. Untuk kejang
demam simpleks, kejang terjadi kurang dari 15 menit dimana ada episode mengantuk atau tidur
dan pasca iktal selama lebih dari 15 menit. Tipe kejang dapat menjadi klonik ataupun tonik-klonik.
Unutk kejang demam kompleks dapat berbentuk fokal atau parsial dimana ada pergerakan satu
tungkai saja atau dimana yang satu lebih lemah.

Diagnosis
Setiap anak yang datang dengan kejang demam harus dianamnesis dan dilakukan
pemeriksaan umum dan neurologis secara menyeluruh. Kejang demam sering muncul pada pasien
dengan infeksi otitis media, roseola, HHV6, dan shigella. Dari maka itu, pemeriksaan yang
lengkap untuk mencari penyebab harus dilakukan dengan detil.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari kejang demam adalah kelainan intrakranium seperti infeksi
susunan saraf pusat tetapi pada keadaan ini kejang terjadi sebelum demam. Diagnosis banding lain
yaitu meningitis dimana pada umur kurang dari 1 tahun, bayi letargi, ubun-ubun besar menonjol,
dan ada leukositosis. Untuk menegakan diagnosis ini maka harus dilakukan pungsi lumbar.

Pemeriksaan Penunjang
Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar direkomendasikan untuk anak dibawah 12 bulan setelah kejang demam
episode pertama untuk mencari apakah terdapat meningitis. Perlu diperhatikan juga untuk riwayat
konsumsi antibiotic yang dapat memberikan hasil laboratorium cairan tulang belakang yang tidak
akurat. Walaupun sudah ada sumber infeksi seperti otitis media, tidak mengeliminasi kemungkinan
adanya meningitis. Kejang adalah gejala umum dari 13-15% anak dengan meningitis dan 30-35%
anak tidak mempunyai gejala meningeal lain. Pungsi lumbal direkomendasikan dibawah umur 1
tahun karena tanda-tanda infeksi mungkin tidak muncul.
Anak diantara umur 12-18 tahun juga harus dipertimbangkan untuk dilakukan pungis
lumbar karena gejala meningitis mungkin lebih tidak terlihat pada kelompok umur ini. Untuk anak
diatas 18 bulan, pungsi lumbar hanya dilakukan jika ada gejala klinis meningitis seperti kaku leher,
Kernig sign atau Brudzinski sign.

Electroencephalogram
Jika anak datang dengan kejang demam episode pertama dan tidak ada masalah neurologis
lainnya, maka EEG tidak perlu dilakukan. EEG tidak dapat memprediksi rekurensi kejang demam
atau epilepsy dimasa depan.
Jika harus dilakukan, maka EEG diundur atau dilakukan kembali 2 minggu setelah episode
kejang demam. EEG hanya dilakukan jika ada indikasi epilepsy dimana kegunaan EEG adalah
untuk membedakan jenis epilepsy, dan bukan untuk menegakkan diagnosis epilepsy.

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah untuk elektrolit serum, kalsium, fosfor, magnesium dan CBC tidak
direkomendasikan untuk dilakukan dengan rutin pada anak dengan kejang demam episode
pertama. Jika terindikasi secara klinis seperti adanya riwayat atau tanda klinis dehidrasi, maka
pemeriksaan ini boleh dilakukan.

Neuroimaging
CT atau MRI tidak direkomendasikan untuk dilakukan setelah kejang demam episode
pertama. Jika pasien tersebut mempunyai kejang demam kompleks maka dapat diberikan EEG dan
neuroimaging. Hal ini disebabkan karena kemungkinan akan ada pembengkakan dari hipokampus
secara akut dan disusul dengan atrofi hippocampus dalam jangka panjang. Pasien seperti ini harus
dilakukan neuroimaging karena berisiko untuk mengalami temporal lobe epilepsy.

Terapi
Pengobatan kejang
Pemberian diazepam rektal saat kejang sangat efektif dan dapat menghentikan kejang
apalagi oleh orang tua di rumah. Jika kejang masih berlanjut, diazepam dapat diberikan sekali lagi
sebelum dibawa ke rumah sakit.

Pemberian Obat saat Demam


Pemberian antipiretik dapat mengurangi ketidaknyamanan anak tetapi tidak mengurangi
risiko kejang demam rekuren karena kejang sering terjadi saat suhunya sedang meningkat atau saat
menurun.

Antikonvulsan
Pemberian diazepam dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada demam dapat
menurunkan risiko berulangnya kejang demam dan dapat diberikan selama demam (2-3 hari).
Diazepam via rektal juga dapat diberikan dengan dosis 5mg untuk BB<10 kg, dan 10 mg untuk
BB 10 kg atau lebih. Tidak disarankan untuk diberikan pengobatan dalam jangka panjang karena
kemungkinan efek samping dan kurangnya bukti manfaat dari pengobatan ini.

Pemberian Antikonvulsan Terus-menerus


Untuk menguruangi risiko berulangnya kejang demam dapat diberikan asam valproate 20-
40 mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 2-3 dosis, dan dapat diberikan selama 1 tahun. Namun,
harus dipertimbangkan antara keuntungan dan kerugian dari efek samping. Efek samping yang
dimaksud disini adalah gangguan fungsi hati yang berat terutama bila diberikan pada anak usia
kurang dari 2 tahun. Selain itu, harganya juga mahal.
Oleh karena itu, indikasi pemberian antikonvulsan rumat adalah bila kejang demam; 1)
lebih dari 15 menit, 2) ditemukan kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang
dan 3) apabila kejang fokal atau parsial.

Konseling
Orang tua juga harus dijelaskan bahwa sebagian kejang demam tidak berbahaya, dan
bagaimana menangani kejang demam di rumah.
Daftar Pustaka
1. Nelson Textbook of Pediatrics, 19th Edition

Anda mungkin juga menyukai