Anda di halaman 1dari 7

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran

penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment

area) bagi daerah disekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi

oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan disekitarnya. Sebagai suatu

ekosistem, perairan sungai mempunyai berbagai komponen biotik dan abiotik yang

saling berinteraksi membentuk suatu jalinan fungsional yang saling mempengaruhi.

Komponen pada ekosistem sungai akan terintegrasi satu sama lainnya membentuk

suatu aliran energi yang akan mendukung stabilitas ekosisten tersebut. Salah satu

organisme yang terdapat di sungai adalah bentos (Barus, 2004).

Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai

petunjuk kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke

habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya perubahan

faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. karena hewan bentos terus menerus

terdedah oleh air yang kualitasnya berubah-ubah (Oey, et al1., 2006). Diantara

hewan bentos yang relatif mudah diidentifikasi dan peka terhadap perubahan

lingkungan perairan adalah jenis-jenis yang termasuk dalam kelompok invertebrata

makro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh,

1993).

Makrozoobentos mempunyai peranan yang sangat penting dalam siklus

nutrien di dasar perairan. Gaufin (1975) menyatakan bahwa dalam ekosistem

perairan, makrozoobentos berperan sebagai salah satu mata rantai penghubung dalam

aliran energi dan siklus dari alga planktonik sampai konsumen tingkat tinggi.

Keberadaan hewan bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh

berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang
berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan salah satu sumber

makanan bagi hewan bentos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-kimia air yang

diantaranya: suhu, arus, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan

kimia (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar

(Pradinda, 2008).

Karakteristik fisika dan kimia air sangat berpengaruh pada kehidupan

aquatik. Karakteristik yang meliputi suhu, pH, kecerahan, kedalaman, debit air,

kesadahan, alkalinitas, kandungan CO2, kandungan O2, dan produktivitas perairan

merupakan faktor-faktor yang perlu dikaji serta diteliti lebih lanjut agar dapat

diketahui nilai-nilai dan parameter tersebut. Manfaat mempelajari parameter-

parameter tersebut agar kita dapat mengetahui proses fisika, biologi, dan kimia dalam

ekosistem yang kemudian dapat diambil kesimpulan tentang kondisi ekosistem

tersebut (Boyd, 1982).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlulah dilakukan praktikum ini guna

mengukur dan mengetahui karakteristik kimia fisika air dengan beberapa pengujian

seperti COD dan BOD serta melakukan pengoleksian terhadap bentos yang terdapat

di sungai.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui komposisi dari struktur

makrozoobentos dan hubungan dengan lingkungan.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem berdasarkan atas habitatnya, dibedakan menjadi ekosistem darat

(terrestrial) dan ekosistem perairan (akuatik). Di dalam suatu ekosistem perairan,

kita dapat menganal komponen-komponennya berdasarkan cara hidupnya yaitu,

bentos, perifiton, plankton, nekton, dan neuston. Salah satu komponen yang memiliki

variasi organisme cukup banyak dalam suatu perairan adalah bentos (Umar, 2012).

Kualitas suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kemampuan produktifitas

fitoplankton, penurunan kualitas perairan akan mnyebabkan penurunan kelimpahan

fitoplankton yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kelayakan suatu perairan

untuk kegiatan perikanan (Emilawati, 2001).

Salah satu kelompok organisme penyusun ekosistem sungai adalah bentos.

Bentos yaitu organisme yang hidup di dasar perairan dengan melekatkan diri pada

substrat atau menggali lubang (Umar, 2009). Organisme benthos ini meliputi jenis-

jenis dari kelompok Molusca, Crustaceae, Insecta, Nematoda dan Oligochaeta.

Taksa-taksa tersebut mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam komunitas

perairan, Sedangkan sebagian yang lain mempunyai peranan yang penting di dalam

proses mineralisasi dan pendaurulangan bahan-bahan organik, baik yang berasal dari

perairan maupun dari daratan (Jarwanto, 2010). Keberadaan hewan ini dipengaruhi

oleh kondisi fisik, disamping itu juga dipengaruhi oeh factor kimia dan factor biologi

(Umar, 2012).

Benthos adalah organisme yang hidup dipermukaan atau didalam sediment

dasar suatu badan air. Berdasarkan ukurannya, benthos dikelompokan menjadi 3

yaitu mikrobenthos, meiobenthos, makrobenthos (Hehanusa, 2001). Dilihat dari segi

makanannya, bahwa makrobenthos dapat bersifat autochthonous dan bersifat

allotochthonous. Sumber makanan organik berasal dari vegetasi tepian sungai yang

jatuh dan langsung masuk kedalam sungai, maupun yang sudah diproses didarat dan
langsung masuk kedalam sungai melalui air permukaan dan melalui air tanah.

Benthos merupakan berbagai jenis organisme yang mendiami suatu perairan.

Benthos yang hidup diatas dasar perairan disebut dengan epifauna, sedangkan

benthos yang hidup membenamkan diri atau membuat lubang pada substrat lunak

disebut dengan infauna (Santika, 2000). Peranan bentos di perairan yaitu mampu

mendaur ulang bahan organik, membantu proses mineralisasi, menduduki posisi

penting dalam rantai makanan dan indikator pencemaran (Fajri dan Agustina, 2013).

Benthos sendiri mempunyai berbagai ciri-ciri yang diantaranya menurut

Sudarjanti dan Wijarni (2006) yaitu mempunyai toleransi yang berbeda terhadap

berbagai tipe pencemaran dan mempunyai reaksi yang cepat, ditemukan melimpah di

perairan, terutama di ekosistem sungai, dipengaruhi oleh berbagai tipe polutan yang

ada, mempunyai keanekaragaman yang tinggi dan mempunyai respon terhadap

lingkungan yang stress, hidup melekat didasar perairan dan mempunyai siklus hidup

yang panjang. Keberadaan hewan benthos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi

oleh berbagai faktor lingkungan, baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik menurut

Hariyanto (2008) yang berpengaruh diantaranya adalah produsen, yang merupakan

salah satu sumber makanan bagi hewan benthos. Adapun faktor abiotik adalah fisika-

kimia air yang diantaranya: suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biologi

(BOD), (COD), serta kandungan nitrogen (N), kedalaman air, dan substrat dasar.

Makrobentos adalah hewan benthos yang tidak lolos dari ayakan dengan luas

mata saring 1 mm2. yang ternasuk kedalam makrobenthos antara lain insekta,

annelida, bivalve dan gastropoda (Asriyanto, 2000). Bentos merupakan beragam

binatang dan tumbuhan yang hidup pada dasar perairan. Kondisi untuk kehidupan

akan beragam tidak hanya pada kedalaman yang berbeda, namun juga dengan sifat

fisik substrat, keragama demikian hanya beberapa sifat dapat diketahui. Hewan

bentos dibagi berdasarkan cara makannya, yaitu pemakan penyaring, seperti kerang

dan pemakan deposit seperti siput (Jati, 2007).


Nardi (2010) mengelompokkan spesies makrozoobentos berdasarkan

kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, yaitu kelompok intoleran,

fakultatif dan toleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan

berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di

perairan yang kaya organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi

perairan mengalami penurunan kualitas. Organisme fakultatif yaitu organisme yang

dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi ling-kungan yang lebih besar bila

dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme ini dapat bertahan

hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat mentolerir tekanan

lingkungan. Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang

dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di

perairan yang berkualitas jelek. Pada umumnya organisme tersebut tidak peka

terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di

perairan yang tercemar oleh bahan organik. Jumlah organisme intoleran, fakultatif

dan toleran dapat menunjukkan derajat pencemaran.

Berdasarkan teori Shelford yaitu makrozoobentos dapat bersifat toleran

maupun bersifat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Organisme yang memiliki

kisaran toleransi yang luas akan memiliki penyebaran yang luas juga. Sebaliknya

organisme yang kisaran toleransinya sempit (sensitif) maka penyebarannya juga

sempit (Arif, 2010). Penggunaan makrozoobentos sebagai indikator kualitas perairan

dinyatakan dalam bentuk indeks biologi. Cara ini telah dikenal sejak abad ke 19

dengan pemikiran bahwa terdapat kelompok organisme tertentu yang hidup di

perairan tercemar. Jenis-jenis organisme ini berbeda dengan jenis-jenis organisme

yang hidup di perairan tidak tercemar. Kemudian oleh para ahli biologi perairan,

penge-tahuan ini dikembangkan, sehingga perubahan struktur dan komposisi

organisme perairan karena berubahnya kondisi habitat dapat dijadikan indikator

kualitas perairan (Radiopoetra, 2000).


DAFTAR PUSTAKA

Arif. 2010. Praktikum Ekoper Plankton. laboratorium ekoper faperika. Universitas

Riau. Riau.

Asriyanto. Vol 3, No.2. 2000. The Development Of Selective And Unselective

Fishing Gear Owned By Fisherman at The North Coast Of Central Java.

Diponegoro University. Central Java.

Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.

USU Press. Medan.

Boyd CE. 1982. Water quality in warm water fish pond. Departemen of Fisheries

Allied Aquaculture, Agriculture Experimental Station Auburn University.

Auburn. Alabama. 482 p.

Emilawati. 2001. Kualitas Perairan dan Struktur Komunitas Fitoplankton. Faperika

UNRI (tidak diterbitkan).

Fajri dan Agustina. 2013. Penuntun Pratikum Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan. Pekanbaru.UR press: Pekanbaru.

Gaufin, 1975. Pengantar Oseanografi. VC Press. Jakarta.

Hariyanto. 2008. Impact of Climate on Floods in Bengawan Solo and River Basins,

Indonesia. The Brantas and Bengawan. Solo River Basins Management

Agency. Malang.

Hehanusa, P dan Hariyani S. 2001. Kamus Limnologi Perairan Darat. IHP

UNESCO.

Jarwanto, S. 2010. Praktikum Ekoper. laboratorium ekoper faperika.Universitas

Riau. Riau.

Jati, W. 2007. Aktif Biologi. Ganeca Exact. Jakarta.


Nardi. 2010. Praktikum Ekoper. Laboratorium ekoper faperika.Universitas Riau.

Riau.

Oey, H. D,. Karl, M. 2006,. Brumaire XVIII Louis Bonaparte, Jakarta: Hasta Mitra.

Pradinda, S. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Deteksi Kualitas Sungai

dengan Indikator Biologi Berbasis Konstruktivistik untuk Memberdayakan

Berpikir Kritis dan Sikap Siswa SMA terhadap Ekosistem Sungai di Malang.

Disertasi tidak diterbitkan. Malang:Program Pasca sarjana Universitas

Negeri Malang.

Radiopoetra. 2000. Zoologi. Penerbit Erlangga: Jakarta.

Santika. 2000. Metoda Penelitian Air. Penerbit UsahaNasional Arikunto Suharsimi.

Surabaya.

Sudarjanti dan wijarni. 2006. Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos.

Erlangga. Jakarta.

Umar, M. R. 2009. Penuntun Praktikum Ekologi Umum. Universitas Hasanuddin.

Makassar.

Umar, M. Ruslan, 2012, Penuntun Praktikum Ekologi Umum, Laboratorium Ilmu

Lingkungan dan Kelautan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai