Makalah Ulumul Qur'an
Makalah Ulumul Qur'an
DisusunOlehKelompok: III
FathiatulKamilaini (170601036)
Abdul Kholik (170601037)
2019
KATA PENGANTAR
Akhir kata semoga makalah iniberguna bagi diri kami priba di secara khususnya dan
rekan-rekan secara umumnya.
Kelompok III
DAFTAR ISI
A. LatarBelakang ------------------------------------------------------------------------
A MutlaqdanMuqayyad ------------------------------------------------------------------
B. KaidahMutlaqdanMuqayyad -------------------------------------------------------
C. Macam-MacamMutlaqdanMuqayyad ---------------------------------------------
KESIMPULAN --------------------------------------------------------------------------------
A. Latar Belakang
Al-Quran merupakan kitab suci dan sumber ajaran Islam yang pertama dan utama.
Apabila diteliti dengan seksama, maka akan ditemukan bahwa Al-Quran mengandung
keunikan-keunikan makna yang tiada akan pernah habis untuk dikaji dan memberi isyarat
makna yang tak terbatas. Kedudukan Al-Quran sebagai rujukan utama umat Islam dalam
berbagai aspek kehidupan mereka dan terbukanya untuk interpretasi baru, merupakan
motivasi tersendiri terhadap lahirnya usaha-usaha untuk menafsirkan dan menggali
kandungan maknanya.
Ketika berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung dalam Al-Quran, sebenarnya dari
semua ayat yang ada tersebut tidak semuanya memberikan arti/pemahaman yang jelas. Jika
ditelusuri, ternyata banyak sekali ayat yang masih butuh penjelasan yang lebih mendalam
mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat tersebut. Ini menunjukkan bahwa ternyata ayat-
ayat Al-Quran itu tidak hanya memberikan pemahaman secara langsung dan jelas, tetapi juga
terdapat ayat yang maknanya tersirat di dalam ayat tersebut.
Dalam menafsirkan Al-Quran, kita harus dapat mengetahui kaedah-kaedahnya. Apalagi
untuk menetapkan suatu hukum. Dalam ilmu ushul fiqh, pemaknaan lafal Al-Quran yang
digunakan untuk menentukan suatu hukum. Oleh karena itu, agar dapat memahami dan
mengetahui hukum atau makna yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Quran, dalam makalah ini
akan dipaparkan sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca. Sebagian aspek
tersebut yaitu mengenai empat, yaitu mutlaq, muqayyad, manthuq, dan mafhum.
BAB II
PEMBAHASAN
Ayat ini menerangkan bahwa darah yang diharamkan ialah meliputi semua darah tanpa
terkecuali, karena lafadz “dam” (darah) bentuknya mutlaq tidak diikat oleh sifat atau hal-hal
lain yang mengikatnya.
Adapun sebab ayat ini ialah “dam” (darah) yang di dalamnya mengandung hal-hal
bahaya bagi siapa yang memakannya, sedangkan hukumnya adalah haram.
Contoh: Ayat Muqayyad
Surat al-An’am ayat 145, dalam masalah yang sama yaitu “dam” (darah) yang diharamkan.
ْ طا ِع ٍم َي
ط َع ُمهُ ِإ ََّل أ َ ْن َي ُكونَ َم ْيتَةً أ َ ْو دَ ًما َ ي ُم َح َّر ًما َعلَى
َّ َي ِإل ِ ُ قُ ْل ََل أ َ ِجد ُ ِفي َما أ
َ وح
)145:َم ْسفُو ًحا (األنعام
“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai,
atau darah yang mengalir”.
Lafadz “dam” (darah) dalam ayat di atas berbentuk muqayyad, karena diikuti oleh
qarinah atau qayid yaitu lafadz “masfuhan” (mengalir). Oleh karena itu darah yang
diharamkan menurut ayat ini ialah “dam-an masfuhan” (darah yang mengalir).Sebab dan
hukum antara ayat al-An’am ayat 145 ini dengan surat al-Maidah ayat 3 adalah sama yaitu
masalah darah yang diharamkan.
Berdasarkan kaidah bahwa “Apabila sebab dan hukum yang terdapat dalam ayat yang
mutlak sama dengan sebab dan hukum yang terdapat pada ayat yang muqayyad, maka
pelaksanaan hukumnya ialah yang mutlak dibawa atau ditarik kepada muqayyad.” Dengan
demikian hukum yang terdapat dalam ayat 3 surat al-Maidah yakni darah yang diharamkan
harus dipahami darah yang mengalir sebagaimana surat al-An’am ayat 145.
2) Jika sebab yang ada dalam mutlaq dan muqayyad sama tetapi hukum keduanya
berbeda, maka dalam hal ini yang mutlaq tidak bisa ditarik kepada muqayyad.
Contoh:Ayat Mutlaq
Surat al-Maidah ayat 6 tentang tayammum, yaitu:
Lafadz “raqabah” (hamba sahaya) dalam masalah dzihar ini berbentuk mutlaq karena
tidak ada lafadz yang mengikatnya. Sehingga seorang suami yang sudah terlanjur men-dzihar
istrinya dan ingin ditarik ucapannya, maka sebelum mencampurinya harus memerdekan
hamba sahaya atau budak, baik yang beriman ataupun yang tidak.
Contoh: AyatMuqayyad
Surat an-Nisa’ ayat 92 tentang kafarah qatl (pembunuhan) yang tidak sengaja, yaitu :
Mutlaq dan Muqayad memiliki bentuk aqliyah dan sebagai realitas bentukya kami
kemukakan berikut ini:
1). Sebab dan hukumnya sama, seperti “puasa” untuk kafarah sumpah. Lafadz itu
dalam qara’ah mutawatir yang terdapat dalam mushaf dan diungkapkan secara
mutlaq:
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama
tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah [dan
kamu langgar].”
Dan ia muqayyad di batasi dengan tatabu (berturut turut) dalam qira’ah Ibn Mas’ud
(Maka kafarahnya puasa selam tiga hari berturut-turut). Dalam hal seprti ini, pengertian
lafadz yang mutlaq dibawa kepada lapadz yang muqayyad (dengan arti ) yang di maksud
lafadz mutlaq adalah sama dengan yang di maksud dengan lafadz muqayyad, karana sebab
yang satu tidak akan menghendaki dua hal yang bertentangan. Oleh karena itu segolong
berpendapat bahwa puasa tiga hari tersebut harus di lakukan tiga hari berturut-turut.
Maka dalam kasus ini dipandang tidak ada mukoyyas yang karenanya lafadz mutlaq
dibawa kepadanya.
2). Sebab sama namun hukum bebeda, seperti kata “tangan” dalam wudhu dan
tayamum. Membasuh tangan dalam wudhu di batasi sampai dengan siku. Dalam hal
ada yang berpendapat lafadz yang mutlaq tidak dibawa kepada lafadz muqayyad
karena berlainan hukumnya. Namun Al-Ghazali menukil dari mayoritas ulama Syafi’i
bahwa mutlaq disini dibawa kepada muqayyad mengingat “sebab”-nya sama
sekalipun berbeda hukumnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Mutlaq adalah suatu lafadz yang menunjukan pada makna/pengertian tertentu tanpa
dibatasi oleh lafadz lainnya. Contoh: lafadz ” hamba sahaya/ raqabah ”. Muqayyad adalah
lafadz yang menunjukan pada makna tertentu dengan batasan kata tertentu. Contoh: ” hamba
sahaya yang mukmin/ raqabah mu’minah” yang berarti budak mukmin bukan budak lainnya..
Kaidah Mutlaq adalah Lafadz mutlaq tetap dalam kemutlakannya hingga ada dalil yang
membatasinya dari kemutlakan itu, sedangkan Kaidah Muqayyad adalah Wajib mengerjakan
yang Muqayyad kecuali jika ada dalil yang membatalkannya.
apabila suatu makna yang ditunjukkan oleh suatu lafaz menurut ucapan (makna
tersurat), yakni menunjukkan makna yang berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan
disebut pemahaman secara manthuq. mafhum adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz, tetapi
bukan dari ucapan lafaz itu sendiri. Dan menurut Mudzakir, ialah makna yang ditunjukkan
oleh lafaz tidak berdasarkan pada bunyi ucapan.
DAFTAR PUSTAKA