Anda di halaman 1dari 87

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN

SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI


DI RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI
LAMPUNG TAHUN 2015

SKRIPSI FIX

OLEH :

HANIYAH DWI UTAMI


12310194

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2016
HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN
SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI
DI RSUD ABDUL MOELOEK PROVINSI
LAMPUNG TAHUN 2015

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

Haniyah Dwi Utami


12310194

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UMUM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2016
Judul Skripsi : HUBUNGAN ANTARA KETUBAN
PECAH DINI DENGAN KEJADIAN
SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI
DI RSUD ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

Nama Mahasiswa : HANIYAH DWI UTAMI

No. Pokok Mahasiswa : 12310194

Fakultas : Kedokteran

Jurusan : Kedokteran Umum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing :

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. Fedriyansyah, Sp.A., M.Kes dr. Festy Ladyani Mustofa, M.Kes

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

dr. Toni Prasetia, Sp.PD., FINASIM


MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Pembimbing I : dr. Fedriyansyah, Sp.A., M.Kes ................................

Pembimbing II : dr. Festy Ladyani Mustofa, M.Kes ................................

Penguji : dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG ...............................

2. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati

dr. Toni Prasetia, Sp.PD., FINASIM

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 23 Maret 2016


BIODATA PENULIS
Nama : Haniyah Dwi Utami
NPM : 12310194
Tempat Tanggal Lahir : Gayabaru VIII, 26 April 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Raya Gayabaru VIII RT 003 / RW 001 Kec.
Seputih Surabaya, Lampung Tengah, Lampung.

RIWAYAT PENDIDIKAN
TK : TK PERTIWI 1998 - 2000
SD : SD Negeri 1 Gayabaru I Tahun 2000 - 2006
SMP : SMP Negeri 1 Gayabaru II Tahun 2006 - 2009
SMA : SMA Negeri 1 Kota Gajah Tahun 2009 - 2012
PERGURUAN TINGGI : Program Studi SI Kedokteran Umum Universitas
Malahayati Bandar Lampung 2012 – 2016

KELUARGA
Ayah : (Alm) H. Wagiman, B.Sc
Ibu : Dra. Maryani
Kakak : Hartati Ika Rini, S.Ked
Adik : 1. Mahmud Harry Pranggono
2. (Alm) Muhammad Amin
3. Rosalia Azizah

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI

Skripsi, Maret 2016


Haniyah Dwi utami

HUBUNGAN ANTARA KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN


SEPSIS NEONATORUM ONSET DINI DI RSUD ABDUL MOELOEK
PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2015

xiv + 59 halaman + 4 Tabel + 4 Gambar + Lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang: Sepsis merupakan penyebab yang paling sering dan paling penting
dalam morbiditas serta mortalitas selama periode neonatus. Angka kejadian sepsis di
negara berkembang masih cukup tinggi yaitu 1,8 – 18/1.000 kelahiran hidup. Sebanyak
2% janin mengalami infeksi in utero dan lebih dari 10% neonatus selama proses kelahiran
atau dalam bulan pertama kehidupan. Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput
ketuban sebelum adanya tanda persalinan. Insiden KPD masih cukup tinggi, ±10%
persalinan didahului oleh KPD. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi kehamilan pada
ibu maupun bayi, terutama infeksi.

Tujuan: Hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian sepsis neonatorum onset
dini di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung 2015.

Metode Penelitian: Jenis Penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan
penelitian case control menggunakan purposive sampling sebanyak 58 sampel kasus dan
58 sampel kontrol secara random. Pengambilan data dimulai pada bulan Januari-Februari
2016. Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa rekam medik di Ruang
Perinatologi dan Delima RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015. Data
dievaluasi dengan uji pearson chi-square menggunakan program komputer SPSS 16.00
for windows.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian dari 116 sampel yang terdiri dari 58 sampel kasus dan
58 sampel kontrol. Dari dari 58 sampel sepsis neonatorum onset dini terdapat 13 sampel
(22,4%) yang terdapat riwayat KPD >18 jam dan 45 sampel (77,6%) yang tidak KPD
atau KPD ≤18 jam. Sedangkan pada sampel kontrol dari 58 sampel terdapat 4 sampel
(6,9%) yang terdapat riwayat KPD >18 jam dan 54 sampel (93,1%) tidak KPD atau KPD
≤18 jam. Dan hasil analisis didapatkan (p = 0,018;OR= 3,9)

Kesimpulan: Terdapat hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian
sepsis neonatorum onset dini di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

Kata Kunci : Sepsis neonatorum, Ketuban pecah dini


Kepustakaan : 29 (1998-2014)

MEDICAL FACULTY
MALAHAYATI UNIVERSITY
A Thesis, March 2016

Haniyah Dwi Utami

THE CORRELATION BETWEEN PREMATURE RUPTURE OF MEMBRANES


AND EARLY ONSET NEONATAL SEPSIS AT ABDUL MOELOEK GENERAL
HOSPITAL OF LAMPUNG PROVINCE IN 2015

xiv + 59 pages + 4 Tables + 4 Pictures + Appendixes

ABSTRACT

Background: Sepsis is one of the most common causes of morbidity and mortality
during neonatal period. Sepsis incidence in developing countries is relatively high 1.8-
18/1.000 life birth. There were 2% fetus got infection in utero and more than 10%
neonates got it during partus process or in the first month of life. Premature Rupture of
Membranes (PROM) is the membrane break before the women goes into labor. The
incidence of PROM is relatively high, ±10% labors are begun by PROM. This situation
may cause pregnancy complication both for baby and mother, especially infection.

Objective: The correlation between premature rupture of membranes and early onset of
neonatal sepsis at Abdul Moeloek General Hospital of Lampung Province in 2015.

Method: This was an observational analytic with case control design with purposive
sampling; 58 case samples and 58 control samples. The data were taken since January to
February 2016. The data were secondary medical record which taken from Perinatology
and Delima Wards of Abdul Moeloek General Hospital of Lampung Province in 2015.
Evaluation was done through pearson test of chi-square by using SPSS version 16.00 on
computer.

Result: In 58 case samples, there were 13 people (22.4%) having PROM history >18
hours and 45 samples (77.6%) people without PROM or ≤18 hours. In control samples,
there were 4 people (6.9%) having PROM history >18 hours and 54 samples (93.1%)
without PROM or ≤18 hours. Analysis found that (p = 0.018. OR = 3.9).

Conclusion: There was a correlation between premature rupture of membrane >18 hours
and early onset neonatal sepsis at Abdul Moeloek General Hospital of Lampung Province
in 2015.

Keywords: Neonatal sepsis, Premature rupture of membranes


References : 29 (1998-2014)

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr .Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih
dan maha penyayang yang senantiasa melimpahkan rahmat dan berkat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara
Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Sepsis Neonatorum Onset Dini di
RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015”. Yang bertujuan untuk
memenuhi tugas dan persyaratan dalam menempuh program Sarjana Strata-1
Kedokteran Umum.

Dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan banyak
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada:

1. DR. Muhmmad Khadafi, SH, MH selaku Rektor Universitas Malahayati.


2. dr. Toni Prasetya, Sp.PD selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati.
3. dr. Sri Maria Puji Lestari.M.Pd.Ked selaku Wakil Dekan Akademik Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati.
4. dr. H. Dalfian Adnan, TH selaku Kepala Program Studi Universitas
Malahayati.
5. dr.Fedriyansyah,Sp.A.,M.Kes selaku pembimbing I dan dr.Festy Ladyani
Mustofa,M.Kes selaku pembimbing II, yang selalu meluangkan waktunya
untuk membimbing dalam penyusunan skripsi ini.
6. dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG selaku penguji yang telah memberi
banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orangtua yaitu ayah (Alm) Hi. Wagiman, B.Sc dan ibu Dra. Maryani,
kakak Hartati Ika Rini S. Ked dan Adik-Adik Mahmud Harry Pranggono,
(Alm) Muhammad Amin, Rosalia Azizah, serta seluruh keluarga besar yang
telah memberikan motivasi dan dukungan luar biasa bagi penulis.
8. Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati yang telah
memberikan arahan dan informasi dalam penulisan skripsi ini.
9. Semua dokter maupun dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
yang telah memberikan ilmu-ilmu selama pendidikan untuk penyusunan
skripsi ini.
10. Seluruh staf RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung serta semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan yang telah diberikan.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
baik dari segi isi maupun penyajiannya untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka menyempurnakan skripsi
ini.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua, amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Maret 2016

( Haniyah Dwi Utami )

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
BIODATA........................................................................................................... iv
ABSTRAK......................................................................................................... v
ABSTRACT....................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR........................................................................................ vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian............................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Sepsis Neonatorum............................................................................. 6
2.1.1 Definisi Sepsis Neonatorum..................................................... 6
2.1.2 Faktor Risiko Sepsis Neonatorum............................................ 7
2.1.3 Klasifikasi Sepsis Neonatorum................................................. 8
2.1.4 Etiologi Sepsis Neonatorum..................................................... 8
2.1.5 Manifestasi Klinis Sepsis Neonatorum..................................... 9
2.1.6 Patofisiologi Sepsis Neonatorum.............................................. 10
2.1.7 Diagnosis Sepsis Neonatorum.................................................. 12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Sepsis Neonatorum............................ 17
2.1.9 Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum........................................ 18
2.1.10 Pencegahan Sepsis Neonatorum.............................................. 20
2.2 Ketuban Pecah Dini............................................................................. 21
2.2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini..................................................... 21
2.2.2 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini................................................. 21
2.2.3 Etiologi Ketuban Pecah Dini..................................................... 22
2.2.4 Mekanisme Ketuban Pecah Dini............................................... 23
2.2.5 Diagnosis Ketuban Pecah Dini.................................................. 24
2.2.6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini........................................ 26
2.2.7 Komplikasi Ketuban Pecah Dini............................................... 29
2.3. Hubungan antara Ketuban Pecah Dini dengan Sepsis Neonatorum... 30
2.4. Kerangka Teori................................................................................... 33
2.5. Kerangka Konsep................................................................................ 34
2.6. Hipotesis............................................................................................. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian........................................................... 35
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 35
3.2.1 Tempat Penelitian...................................................................... 35
3.2.2 Waktu Penelitian........................................................................ 35
3.3. Sampel Penelitian .............................................................................. 36
3.3.1 Populasi..................................................................................... 36
3.3.2 Sampel....................................................................................... 36
3.3.3 Tekhnik Sampling...................................................................... 36
3.5.Kriteria Sampel Penelitian................................................................... 36
3.6 Variabel Penelitian............................................................................... 38
3.7 Definisi Operasional........................................................................... 38
3.8 Metode Pengumpulan Data.................................................................. 39
3.8.1 Bahan......................................................................................... 39
3.8.2 Alat............................................................................................. 39
3.8.3 Jenis Data................................................................................... 39
3.8.4 Cara Kerja................................................................................. 39
3.9. Pengolahan Data................................................................................ 40
3.10 Analisis Data...................................................................................... 40
3.11 Diagram Alur Penelitian.................................................................... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Gambaran Penelitian........................................................................... 43
4.2. Analisa Univariat................................................................................ 43
4.2.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan jenis Kelamin.................... 43
4.3. Analisa Bivariat.................................................................................. 46
4.3.1. Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Sepsis NeonatorumOnset Dini..................................................
...............................................................................................46
4.4. Analisa Data........................................................................................
...............................................................................................................47
4.5 Pembahasan.........................................................................................
...............................................................................................................47
4.5.1. Karakteristik Responden...........................................................
........................................................................................................47
4.5.2. Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Sepsis Neonatorum....................................................................
...............................................................................................50

BAB V KESIMPPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan.........................................................................................
...............................................................................................................54
5.2. Saran...................................................................................................
...............................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
.........................................................................................................................56
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional........................................................................... 38

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis


Kelamin di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. .
........................................................................................................44

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel Kasus Berdasarkan Usia


Terjadinya Sepsis Neonatorum di RSUD Abdul Moeloek Provinsi
Lampung Tahun 2015.........................................................................
........................................................................................................45

Tabel 4.4. Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Sepsis
Neonatorum Onset Dini......................................................................
........................................................................................................46
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3. Kerangka Teori............................................................................... 33

Gambar 2.4. Kerangka Konsep........................................................................... 34

Gambar 4.1. Distribusi Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD


Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015............................. 44

Gambar 4.2. Distribusi Sampel Kasus Berdasarkan Usia Terjadinya Sepsis


Neonatorum di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun
2015............................................................................................... 45
DAFTAR SINGKATAN

ACCP = American College of Chest Physicians

AFI = Amniotic Fluid Index

BBL = Bayi Baru Lahir

CRP = C-Reactive Protein

KPD = Ketuban Pecah Dini

MMP = Matriks Metalo Proteinase

PCR = Polymerase Chain Reaction

SCCM = Society of Critical Care Medicine

SIADH = Syndrome Inappropriate Anti Diuretic Hormon

SIRS = Systemic Inflammatory Respons Syndrome

SNOD = Sepsis Neonatorum Onset Dini

TORCH = Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo Virus, Herpes


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin penelitian

Lampiran 2. Catatan Rekam Medik

Lampiran 3. Lembar Uji Statistik SPSS

Lampiran 4. Dokumentasi Kegiatan Penelitian


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis neonatorum merupakan istilah yang telah digunakan untuk

menggambarkan respon sistemik terhadap infeksi pada bayi baru lahir.

Sepsis neonatorum onset dini (SNOD) telah digunakan untuk infeksi

neonatus yang terjadi selambat-lambatnya umur 1 minggu, istilah ini harus

dibatasi pada infeksi-infeksi dengan patogenesis perinatal yang biasa

dimulai dalam 72 jam pertama.1 Bayi-bayi baru lahir sangatlah rentan

terhadap infeksi. Kondisi ini disebabkan oleh pajanan vertikal sejumlah

bakteri yang tinggi selama kelahiran dan jumlah antibodi pelindung yang

sedikit.2 Walaupun teknik penatalaksanaan dan pelayanan intensif telah

maju, sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada masa

neonatal, tercermin dari insiden global sepsis neonatal yang tetap tinggi,

dari 1-8/1.000 lahir hidup, dan dihubungkan dengan case fatality rate

berkisar 10-50%.3

Insidensi sepsis neonatorum bakterial onset dini di negara maju

berkisar 1-4 kasus tiap 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan insiden di negara

berkembang lebih tinggi 5-8 kali lipat, dengan angka yang pernah

dilaporkan berkisar 20-37 kasus tiap 1.000 kelahiran hidup.1 Di Indonesia,

angka tersebut belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo Jakarta periode Januari-September 2005, angka kejadian


sepsis neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar

14,18%.4

Keunikan infeksi neonatus merupakan akibat dari sejumlah faktor.

Sebanyak 2% janin mengalami infeksi in utero, dan lebih dari 10% bayi

terinfeksi selama proses kelahiran atau dalam bulan pertama kehidupan.1

Sebagian besar komplikasi prepartum dan intrapartum berhubungan

dengan peningkatan risiko infeksi pada neonatus.5 Infeksi yang

bermanifestasi pada awal minggu pertama kehidupan seperti pada sepsis

neonatal onset dini pada umumnya berhubungan dengan mikroorganisme

yang ditularkan dari ibu kepada janinnya dan memiliki epidemiologi yang

berbeda dengan infeksi yang didapat setelah periode neonatus. 5 Insiden

sepsis awitan dini meningkat secara bermakna pada neonatus dengan

faktor risiko maternal seperti ketuban pecah dini, demam intrapartum, dan

amnionitis.1 Di antara faktor risiko sepsis awitan dini yang di analisis,

hanya ketuban pecah dini >18 jam yang merupakan faktor risiko mayor

yang berhubungan signifikan dengan sepsis awitan dini.6

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban

sebelum tanda-tanda persalinan. Insiden KPD masih cukup tinggi, ±10%

persalinan didahului oleh KPD. Hal ini dapat meningkatkan komplikasi

kehamilan pada ibu maupun bayi, terutama infeksi.7 Berbagai

mikroorganisme dapat menginfeksi membran, tali pusat dan janin. Jalur

infeksi meliputi infeksi asendens dari traktus genitalis bagian bawah,

penyebaran hematogen dari darah ibu, penyebaran langsung dari


endometrium atau tuba uterina, dan kontaminasi iatrogenik selama

tindakan invasif.8 Dari semuanya infeksi asendens adalah penyebab yang

paling umum dan paling sering disebabkan oleh ketuban pecah dini yang

memanjang dan persalinan yang lama.8

Sehubungan dengan adanya pengaruh yang besar dari ketuban

pecah dini terhadap angka kejadian sepsis nenonatus yang menyebabkan

tingginya morbiditas dan mortalitas pada neonatus, maka penulis merasa

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang “Hubungan

antara ketuban pecah dini dengan kejadian sepsis neonatorum onset dini

di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini >18

Jam Dengan Kejadian Sepsis Neonatorum Onset Dini di RSUD Abdul

Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara ketuban pecah dini >18

jam dengan kejadian sepsis neonatorum onset dini di RSUD Abdul

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mengetahui angka kejadian sepsis neonatorum di RSUD Abdul

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

b. Mengetahui angka kejadian ketuban pecah dini di RSUD

Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

c. Menganalisis hubungan ketuban pecah dini >18 jam dengan

kejadian sepsis neonatorum onset dini di RSUD Abdul

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah

pengalaman dalam penelitian serta sebagai sarana untuk

menerapkan ilmu yang telah didapat selama kuliah serta khususnya

dalam bidang obstetri dan perinatologi yang berkaitan dengan

penelitian serta mengaplikasikan secara langsung ilmu-ilmu

metodologi penelitian yang telah dipelajari.

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

informasi guna menambah informasi yang telah ada sebelumnya

serta menunjang kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan di

Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati.


1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bukti empirik

bahwa terdapat hubungan antara ketuban pecah dini dengan

komplikasi yang mungkin terjadi pada neonatus salah satunya

adalah terjadinya sepsis neonatorum onset dini sehingga hasil

penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai dasar

pertimbangan dalam penanganan penderita ketuban pecah dini

secara tepat, untuk mencegah dan meminimalkan komplikasi

ketuban pecah dini pada ibu dan neonatus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sepsis Neonatorum

2.1.1 Definisi Sepsis Neonatorum

Sepsis pada bayi baru lahir (BBL) adalah infeksi aliran darah

yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri

dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sum-sum tulang atau air

kemih yang terjadi pada bulan pertama kehidupan. 9 Sejak adanya

konsensus dari American College of Chest Physicians / Society of

Critical Care Medicine (ACCP / SCCM) telah timbul berbagai

istilah dan definisi di bidang infeksi yang banyak pula dibahas pada

kelompok BBL dan penyakit anak.8 Istilah atau definisi tersebut

antara lain:9

a. Sepsis merupakan sindrom respon inflamasi sistemik

(Systemic Inflammatory Respons Syndrome - SIRS) yang

terjadi sebagai akibat infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun

parasit.

b. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungsi

organ kardiovaskular dan gangguan napas akut atau terdapat

gangguan dua organ lain (seperti gangguan neurologi,

hematologi, urogenital, dan hepatologi).


c. Syok sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi

walaupun telah mendapatkan cairan adekuat.

d. Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak

mampu lagi mempertahankan homeostasis tubuh sehingga

terjadi perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.

2.1.2 Faktor Risiko

Pada sepsis awitan dini faktor resiko dikelompokkan menjadi :

1. Faktor Ibu :

a. Persalinan dan kelahiran kurang bulan.

b. Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.

c. Khorioamnionitis.

d. Demam intrapartum pada ibu (≥38,4oC).

e. Infeksi saluran kencing pada ibu.

f. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu yang rendah.

2. Faktor Bayi :

a. Asfiksia perinatal.

b. Berat badan lahir rendah.

c. Bayi kurang bulan.

d. Prosedur invasif.

e. Kelainan bawaan.

Semua faktor di atas sering dijumpai dalam praktik sehari-

hari dan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum

terselesaikan. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab


mengapa angka kejadian sepsis neonatal tidak banyak mengalami

perubahan dalam dekade terakhir ini.9

2.1.3 Klasifikasi Sepsis Neonatorum

Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu

Sepsis Onset Dini (SOD) dan Sepsis Onset Lambat (SOL). Pada

onset dini kelainan ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan

(umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena

penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau

kelahiran. Berlainan dengan kelompok onset dini, penderita onset

lambat terjadi disebabkan mikroorganisme yang berasal dari

lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke-3 lahir. Proses infeksi

semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan

termasuk didalamnya ada infeksi nosokomial. Selain perbedaan

waktu paparan kuman, kedua bentuk infeksi juga berbeda dalam

macam kuman penyebab infeksi. Selanjutnya baik patogenesis,

gambaran klinis ataupun penatalaksanaan penderita tidak banyak

berbeda dan sesuai dengan perjalanan sepsisnya dikenal dengan

cascade sepsis.9

2.1.4 Etiologi Sepsis Neonatorum

Mikroorganisme penyebab sepsis: organisme penyebab sepsis

primer berbeda dengan sepsis nosokomial. Sepsis primer biasanya

disebabkan: Streptokokus Group B (GBS), bakteri usus Gram


negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes,

Stafilokokus, Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus),

bakteri anaerob, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan penyebab

sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama Staphylococcus

epidermidis), bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella,

Serratia, dan Proteus), dan jamur.10

2.1.5 Manifestasi Klinis Sepsis Neonatorum

Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik

dan terapi diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala

sepsis neonatal tidak spesifik dengan diagnosis banding yang

sangat luas, termasuk gangguan napas, penyakit metabolik,

penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat, penyakit

jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi

TORCH = Toksoplasma, Rubela, Cytomegalo Virus, Herpes). Bayi

yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:10

a. Letargi, iritabel.

b. Tampak sakit.

c. Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis,

pucat, kulit bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, dan ikterik.

d. Suhu tubuh tidak stabil, demam atau hipotermia.

e. Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis

metabolik.
f. Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan

(merintih, napas cuping hidung, retraksi, takipneu), apneu

dalam 24 jam pertama tiba-tiba, takikardi, atau hipotensi.

g. Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah,

diare, kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop.

2.1.6 Patofisiologi Sepsis Neonatorum

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap

kontaminasi mikroorganisme karena telah terlindungi oleh berbagai

organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan

beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun

demikian kemungkinan kontaminasi kuman dapat timbul melalui

berbagai jalan yaitu salah satunya pada ketuban pecah, paparan

kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi

janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga

uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran

pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman

pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban pecah

lebih dari 18-24 jam.9

Sesuai dengan patogenesis, secara klinik sepsis neonatal

dapat dikategorikan dalam:10

1. Sepsis dini : terjadi pada 0-3 hari pertama, tanda distres

pernapasan
lebih mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari

intrapartum, atau melalui saluran genital ibu. Pada keadaan ini

kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal. Beberapa

mikroorganisme penyebab, seperti Treponema, Virus, Listeria

dan Candida, transmisi ke janin melalui plasenta secara

hematogenik. Cara lain masuknya mikroorganisme, dapat

melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban,

mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri patogen

lainnya secara asendens dapat mencapai cairan amnion dan

janin. Hal ini memungkinkan terjadinya khorioamnionitis atau

cairan amnion yang telah terinfeksi kemudian teraspirasi oleh

janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai

penyebab kelainan pernapasan. Adanya vernix atau mekoneum

merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya

bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir.

Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring,

konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini

mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan

kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan

cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi.

Insiden syok septik 0,1-0,4% dengan mortalitas 15-45% dan

morbiditas kecacatan saraf.10


2. Sepsis lambat : umumnya terjadi setelah bayi berumur 4 hari

atau lebih mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis.

Bakteri penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul

sesudah lahir yang berasal dari saluran genital ibu, kontak

antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di sini

transmisi horizontal memegang peran. Insiden sepsis lambat

sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi

kurang bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi,

disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.10

2.1.7 Diagnosis Sepsis Neonatorum

Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam

penatalaksanaan dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis

berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk

prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu, diagnosis

sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.

Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang

ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak

berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat pada BBL. Selain

itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai

sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.

Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara

lain:9

a. Faktor risiko
b. Gambaran klinik

c. Pemeriksaan penunjang

Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi

pasien karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai

pegangan dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor risiko sepsis

dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien.

Pada awitan dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan,

persalinan atau kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk

melakukan elaborasi lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan

sepsis awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi

karena sumber infeksi yang terdapat dalam lingkungan pasien.9

Bervariasinya gejala klinik dan gambaran klinis yang tidak

seragam menyebabkan kesulitan dalam menentukan diagnosis

pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan

laboratorium atau pemeriksaan khusus lainnya sering dipergunakan

dalam membantu menegakkan diagnosis. Upaya ini pun tampaknya

masih belum dapat diandalkan. Sampai saat ini pemeriksaan

laboratorium tunggal yang mempunyai sensitifitas dan spesifisitas

tinggi sebagai indikator sepsis belum ditemukan. Dalam penentuan

diagnosis, interpretasi hasil laboratorium hendaknya

memperhatikan faktor risiko dan gejala klinis yang terjadi.9

Seperti diungkapkan sebelumnya, diagnosis infeksi sistemik

sulit ditegakkan apabila hanya berdasarkan faktor risiko dan gejala


klinik saja. Untuk hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan

penunjang yang dapat membantu konfirmasi diagnosis.

Pemeriksaan tersebut dapat berupa pemeriksaan laboratorium atau

pemeriksaan khusus lainnya. Langkah tadi disebut Septic work up

dan termasuk dalam hal ini pemeriksaan biakan darah. Hasil biakan

sampai saat ini masih menjadi baku emas dalam menentukan

diagnosis, tetapi hasil pemeriksaan membutuhkan waktu minimal

2-5 hari.9

Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan dengan hati-hati

khususnya bila kuman yang ditemukan berlainan jenis dari kuman

yang biasa ditemukan di klinik tersebut. Selain itu hasil kultur

dipengaruhi pula oleh kemungkinan pemberian antibiotika

sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman

nosokomial. Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi

secara lebih cepat dapat dilakukan pewarnaan Gram. Tetapi cara ini

tidak mampu menetapkan jenis kuman secara lebih spesifik.9

Pemeriksaan lain dalam septic work up tersebut adalah

pemeriksaan komponen-komponen darah. Pada sepsis neonatal

trombositopenia dapat ditemukan pada 10-60%, karenanya untuk

diagnosis perlu disertai dengan kombinasi dengan gambaran klinik

dan pemeriksaan penunjang lainnya.9 C-Reactive Protein (CRP)

yaitu protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan,

meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal. Peninggian kadar


CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari

ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi. Karena

protein ini dapat meningkat pada berbagai kerusakan jaringan

tubuh, pemeriksaan ini tidak dapat dipakai sebagai indikator

tunggal dalam menegakkan sepsis neonatal. Nilai CRP akan lebih

bermanfaat bila dilakukan secara serial karena dapat memberikan

informasi respon pemberian antibiotika serta dapat pula

dipergunakan untuk menentukan lamanya pemberian pengobatan

dan kejadian kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.9

Dari pembahasan di atas terungkap bahwa pemeriksaan CRP

dan beberapa komponen darah lain seperti ratio IT, kadar trombosit

darah, dan lain-lain yang dipakai sebagai pemeriksaan penunjang

diagnosis dini mempunyai kemampuan yang terbatas. Di lain pihak

diagnosis dini sepsis merupakan faktor penentu dalam keberhasilan

penatalaksanaan sepsis neonatal.9 Salah satu upaya yang dilakukan

akhir-akhir ini dalam menentukan diagnosis dini sepsis adalah

pemeriksaan biomolekuler. Dibandingkan dengan biakan darah,

pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan

informasi jenis kuman. Di beberapa kota besar di Inggris,

pemeriksaan cara ini telah dilakukan pada semua fasilitas

laboratorium untuk mendeteksi kuman tertentu antara lain

N.meningitidis dan S.pneumoniae. Selain manfaat untuk deteksi


dini, Polymerase Chain Reaction (PCR) mempunyai kemampuan

pula untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatal.9

Dalam 5-10 tahun terakhir ini konsep “Systemic

Inflammatory Response Syndrome” (SIRS) dalam bidang infeksi

telah memberikan cakrawala baru dalam masalah diagnostik sepsis

neonatal. Perubahan fisiologik sistem imun, baik humoral maupun

seluler, yang terjadi dalam cascade inflamasi mempunyai arti

penting dalam diagnosis infeksi BBL. Kadar sitokin pro inflamasi

(IL-2,IL-6,IFN-g,TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4,IL-10) pada BBL

tersebut akan terlihat meningkat pada bayi dengan infeksi sistemik.

Kuster dkk, melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam

sirkulasi pasien sepsis neonatal dapat dideteksi 2 hari sebelum

gejala klinis sepsis muncul. Pelaporan ini mempunyai arti penting

dalam dalam manajemen pasien. Pada bayi dengan risiko

dimungkinkan merencanakan penatalaksanaan sepsis secara lebih

efisien dan efektif sehingga komplikasi jangka panjang yang

mengganggu tumbuh kembang bayi dapat dihindarkan.11

Kedua pemeriksaan terakhir, pemeriksaan biomolekuler

ataupun respon imun, memerlukan teknologi kedokteran yang lebih

canggih dan biaya mahal yang mungkin belum bisa terjangkau oleh

sebagian besar negara berkembang. Dari riwayat penyakit, gejala

klinik, pemeriksaan penunjang ataupun pemeriksaan laboratorium

tampaknya belum ada informasi tunggal yang dapat dipakai sebagai


indikator sepsis sehingga perlu dipertimbangkan kombinasi

berbagai informasi dalam menentukan diagnosis. Di berbagai

negara, baik negara maju maupun berkembang, banyak upaya

dilakukan dengan mempergunakan bermacam-macam kombinasi

antara faktor risiko dengan gejala klinik dan pemeriksaan

penunjang untuk diagnosis dini pasien sepsis neonatal. Ketajaman

diagnosis dengan cara ini juga berlain-lainan. Upaya pendekatan

melalui scoring system ini mungkin merupakan jalan pintas terbaik

yang dapat digunakan bila pemeriksaan canggih seperti disebutkan

terdahulu belum dapat dilaksanakan di masing-masing klinik.9

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Sepsis Neonatorum

Pemeriksaan laboratorium neonatus tersangka sepsis awitan

dini terdiri dari darah perifer lengkap, hitung jenis, dan biakan

darah. Pada umumnya ditemukan peningkatan leukosit yang

didominasi oleh sel PMN, penurunan leukosit (<5000/μL),

leukositosis (>30.000/μL), trombositopenia (<100.000/μL), dan

neutropenia absolut (PMN <1500).10 Saat ini beberapa peneliti

berpendapat bahwa adanya satu tanda klinis yang sesuai dengan

infeksi disertai nilai CRP >10 mg/dl cukup untuk menegakkan

diagnosis sepsis awitan dini dan sepsis awitan lambat pada sepsis

neonatorum. Sebaliknya, untuk menentukan kriteria standar yang

seragam pada sepsis, beberapa peneliti menggabungkan antara nilai


CRP >10 mg/dl dengan rasio neutrofil imatur terhadap netrofil total

(IT ratio) ≥0,25 sebagai kriteria untuk pemberian antibiotik

meskipun belum ditemukan gejala sepsis.5

Philip dan Mills merekomendasi pada semua bayi dengan

nilai CRP >10 mg/dl yang disertai satu atau lebih gejala klinis atau

satu atau lebih faktor risiko infeksi harus merupakan pedoman

rawat inap neonatus ke NICU dan memulai terapi antibiotik. Chiesa

dkk, juga menggunakan kriteria nilai CRP >10 mg/dl disertai satu

atau lebih gejala klinis ke arah infeksi untuk mendiagnosis sepsis di

NICU.5 Sampai saat ini, biakan darah masih merupakan baku emas

untuk mendiagnosis sepsis neonatorum namun hasilnya baru

didapatkan setelah 2-5 hari.9


2.1.9 Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum

Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen

sepsis neonatal. Pada kenyataannya menentukan kuman secara

pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu. Untuk memperoleh

hasil yang optimal pengobatan sepsis harus cepat dilaksanakan.

Sehubungan dengan hal tersebut pemberian antibiotika secara

empiris terpaksa cepat diberikan untuk menghindarkan

berlanjutnya perjalanan penyakit. Pemberian antibiotika empiris

tersebut harus memperhatikan pola kuman penyebab tersering

ditemukan di klinik tadi. Selain pola kuman hendaknya

diperhatikan pula resistensi kuman. Segera setelah didapatkan hasil

kultur darah, jenis antibiotika yang dipakai disesuaikan dengan

kuman penyebab dan pola resistensinya.9

Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan

antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan

mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien.

Diupayakan kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas

yang baik terhadap kuman gram positif ataupun gram negatif.

Tergantung pola resistensi kuman di masing-masing rumah sakit

biasanya antibiotik yang dipilih adalah golongan Ampisilin /

Kloksasilin / Vankomisin dan golongan Aminoglikosid /

Sefalosforin. Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis

kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman


gram positif, pemberian antibiotik dianjurkan 10-14 hari,

sedangkan penderita kuman gram negatif pengobatan dapat

diteruskan sampai 2-3 minggu.9

a. Tatalaksana Komplikasi :10

1. Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus

dipenuhi dengan pemberian oksigen atau kemudian

dengan ventilator.

2. Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi

jaringan, mencegah syok dengan pemberian volume

ekspander 10-20 ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan darah).

Catat pemasukan cairan dan pengeluaran urin.

3. Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time

memanjang, tromboplastin time meningkat), sebaiknya

diberikan FFP 10 ml/kg, vit K, suspensi trombosit, dan

kemungkinan transfusi tukar. Apabila terjadi neutropenia,

diberikan transfusi neutrofil.

4. Susunan syaraf pusat: bila kejang beri Fenobarbital (20

mg/kg loading dose) dan monitor timbulnya Syndrome

Inappropriate Anti Diuretic Hormon (SIADH), ditandai

dengan ekskresi urin turun, hiponatremi, osmolaritas

serum turun, naiknya berat jenis urin dan osmolaritas.

5. Metabolik: monitor dan terapi hipoglikemia dan

hiperglikemia. Koreksi asidosis metabolik dengan


bikarbonat dan cairan. Pada saat ini imunoterapi telah

berkembang sangat pesat dengan ditemukannya berbagai

jenis globulin hiperimun, antibodi monoklonal untuk

patogen spesifik penyebab sepsis neonatal.

2.1.10 Pencegahan Sepsis Neonatorum

Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang

dicurigai menderita korioamnionitis dengan antibiotika sebelum

persalinan, persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir, dan

kemoprofilaksis intrapartum selektif nampak dapat menurunkan

tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bayi baru lahir.

Pencegahan infeksi nosokomial neonatus ini kompleks dan

meliputi penggosokkan tangan selama 2 menit sebelum memasuki

ruangan perawatan, 15 detik mencuci tangan selang setiap

penderita, penggosokkan pakaian perawat dan residen. Jumlah staf

perawat yang cukup, penghindaran keadaan penuh sesak.1

Kontrol wabah tergantung pada patogen dan epidemiologi.

Ukuran-ukuran yang biasa digunakan termasuk penelitian

perluasan kolonisasi pada bayi dan perawat, pencarian sumber-

sumber umum atau reservoir, pengelompokkan bayi dan perawat,

penggantian cairan pencuci tangan dan protokolnya, dan profilaksis

antimikroba. Perawatan tali pusat, sterilisasi peralatan, dan


pencucian tangan adalah hal yang sangat penting, sedang jas

praktek tidak secara konsisten selalu menunjukkan efektivitasnya.1


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi analitik observasional merupakan

salah satu studi penelitian untuk melakukan pengukuran variabel dan

mencari hubungan antar variabel.16 Dengan maksud untuk melihat apakah

terdapat hubungan antara ketuban pecah dini dengan terjadinya sepsis

neonatorum. Rancangan penelitian ini menggunakan case control karena

penelitian ini melakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena

penyakit (efek) kemudian ditelusuri secara retrospektif ada atau tidaknya

faktor risiko yang diduga berperan dan untuk kontrol harus dipilih subyek

dari populasi yang sama dengan kasus, bedanya kelompok kontrol ini

tidak menderita penyakit atau kelainan yang diteliti.17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUD Abdul Moeloek Provinsi

Lampung.

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2016

dengan melihat rekam medis bayi yang terdiagnosis sepsis


neonatorum di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun

2015.

3.3 Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh bayi lahir hidup di

RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015. Bayi lahir

hidup dengan sepsis neonatorum sebanyak 348 dan bayi lahir hidup

yang tidak mengalami sepsis neonatorum sebanyak 1290 bayi.

3.3.2 Sampel

Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini

maka jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 116 sampel yang

terdiri atas 58 sampel kasus (sepsis neonatorum onset dini) dan 58

sampel kontrol (yang tidak mengalami sepsis neonatorum atau bayi

normal).

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian menggunakan

purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan

pertimbangan tertentu.18

3.5 Kriteria Sampel Penelitian

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti. Kriteria dalam

penelitian yaitu:
1. Semua bayi yang terdiagnosis sepsis neonatorum dan tercatat di data

rekam medik di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun

2015.

2. Terdapat gejala klinis sepsis.

3. Terdapat hasil laboratorium yang menunjukkan terjadinya leukositosis

atau leukopenia.

4. Terdapat hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar

CRP >10 mg/dl.

5. Terdapat riwayat KPD dari ibu yang >18 jam.

Kriteria eksklusi adalah untuk menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang memenuhi inklusi karena berbagai sebab. Kriteria eksklusi

pada penelitian ini antara lain:

1. Ibu yang mengalami infeksi TORCH.

2. Prematuritas.

3. Korioamnionitis.

4. Demam intrapartum (≥380C).

5. Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada ibu.

6. Bayi yang terdiagnosis sepsis pada usia >3 hari.

7. Bayi berat badan lahir rendah.

8. Bayi prematur.

9. Bayi dengan kelainan kongenital.

10. Data rekam medik tidak lengkap.


3.6 Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ketuban pecah dini >18

jam.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sepsis neonatorum onset

dini.

3.7 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No. Variabel Definisi Alat ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
1. Sepsis Sepsis pada BBL Rekam 0 = (kontrol) Nominal
Neonatoru adalah infeksi medik tidak sepsis
m aliran darah yang 1 = (kasus)
bersifat invasif dan onset dini
ditandai dengan ( 0-3 hari)
ditemukannya dengan gejala
bakteri dalam dan hasil
cairan tubuh seperti laboratorium:
darah, cairan sum – CRP >10
sum tulang atau air mg/dl,
kemih yang terjadi Leukosit
pada bulan pertama <5000/mm3 /
kehidupan.9 >18.000/mm3
,Rasio
neutrofil
imatur = ≥0,2

2. Ketuban Ketuban pecah dini Rekam 0= Tidak Nominal


Pecah (KPD) merujuk medik KPD / ≤ 18
Dini pada pasien dengan jam
usia kehamilan 1 = KPD >
diatas 37 minggu 18 jam
dan mengalami
pecah ketuban
sebelum
dimulainya proses
persalinan.7

3.8 Metode Pengumpulan Data


3.8.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam

medis bayi yang terdiagnosis sepsis neonatorum di RSUD Abdul

Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015 yang sudah diseleksi

melalui kriteria inklusi dan eksklusi dan rekam medis bayi yang

tidak terdiagnosis sepsis neonatorum atau bayi normal.

3.8.2 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis

untuk mencatat data yang didapatkan dari rekam medis di RSUD

Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015.

3.8.3 Jenis data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data

didapatkan melalui rekam medis bayi yang terdiagnosis sepsis

neonatorum di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun

2015.
3.8.4 Cara Kerja

Peneliti mengunjungi RSUD Abdul Moeloek Provinsi

Lampung untuk mengambil data dari rekam medis bayi yang

terdiagnosis sepsis neonatorum di RSUD Abdul Moeloek Provinsi

Lampung tahun 2015 yang sesuai dengan kriteria inklusi dan

eksklusi kemudian dilakukan teknik purposive sampling. Data

mengenai ketuban pecah dini dengan terjadinya sepsis neonatorum

onset dini dari rekam medik secara langsung. Kemudian data

dikumpulkan dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan

komputer untuk kemudian dilakukan analisis data.

3.9 Pengolahan Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah dengan menggunakan

komputer program SPSS versi 16 for windows dengan melalui tahapan

entering, editing, coding, processing.

3.10 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisa ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel bebas

dan terikat yang bertujuan untuk melihat frekuensi masing-masing

variabel penelitian.

b. Analisis Bivariat
Analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi

antara variabel bebas dan variabel terikat. Hubungan antara satu

keadaan dengan keadaan yang lain dapat digunakan uji statistik “chi-

square”.

Tabel chi-square
Neonatus SNOD Tidak Sepsis Total

KPD >18 jam A B (A+B)


Tidak KPD / ≤18 jam C D (C+D)
Total (A+C) (B+D) N

Keterangan :

A = SNOD (+) dengan KPD >18 jam


B = Tidak Sepsis (+) dengan KPD >18 jam
C = SNOD (-) dengan Tidak KPD / ≤18 jam
D = Tidak Sepsis (-) dengan Tidak KPD / ≤18 jam

Interpretasi hasil:

a. Ho di tolak dan H1 diterima bila ρ <0,05 dan hitung > tabel yang

berarti ada hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan

kejadian sepsis neonatorum onset dini.

b. Ho di terima dan H1 ditolak bila ρ >0,05 dan hitung < tabel yang

berarti tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam

dengan kejadian sepsis neonatorum onset dini.

c. Hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian

sepsis neonatorum onset dini disajikan dalam hubungan yang

disebut Odds Ratio (OR) dengan rumus:


OR = AD/BC

Interpretasi hasil:

1. OR < 1 : Ketuban pecah dini >18 jam merupakan faktor protektif,

sebagai pencegah kejadian sepsis neonatorum onset dini.

2. OR = 1 : Ketuban pecah dini >18 jam tidak ada pengaruhnya atau

bersifat netral terhadap kejadian sepsis neonatorum onset dini.

3. OR > 1 : Ketuban pecah dini >18 jam sebagai faktor risiko

terhadap kejadian sepsis neonatorum onset dini.

Dengan syarat rentang interval kepercayaan 95% (95% CI) tidak

melewati angka 1.
3.11 Diagram Alur Penelitian

Peneliti mengunjungi RSUDAM untuk melakukan pengambilan data dari


rekam medik bayi yang terdiagnosis sepsis neonatorum dan bayi normal
di RSUDAM tahun 2015

Dipilih dengan memperhatikan


kriteria inklusi dan eksklusi

Sampel Penelitian

Sampel kasus Sampel kontrol

Pencatatan dan pengumpulan data

Pengolahan data menggunakan SPSS 16 for Windows

Analisis data

Analisis Univariat Analisis Bivariat

Gambar 3.1 Alur Penelitian


2.2 Ketuban Pecah Dini

2.2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum

waktunya tanpa disertai tanda inpartu dan setelah satu jam tetap

tidak diikuti dengan proses inpartu sebagai mana mestinya. 12

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas

amnion dan korion yang sangat erat kaitannya. Lapisan ini terdiri

atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas

yang terikat erat dalam matriks kolagen. Selaput ketuban berfungsi

menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.7

Ketuban pecah dini merupakan merupakan masalah penting dalam

obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan

terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang

meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal, dan

menyebabkan infeksi ibu.7

2.2.2 Klasifikasi Ketuban Pecah Dini

Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses

persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput

ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi

sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini

kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan

hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.7 Ketuban pecah


dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput

ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi

kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis

membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap

stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan

memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein

hormon yang merangsang aktivitas “matrix degrading enzyme”.7

2.2.3 Etiologi Ketuban Pecah Dini

Sebab-sebab terjadinya ketuban pecah dini, dapat dijabarkan

sebagai berikut:12

1. Faktor Umum

a. Infeksi.

b. Faktor sosial: perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi

yang rendah.

2. Faktor Keturunan

a. Kelainan genetik.

b. Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum.

3. Faktor Obstetrik, antara lain:

a. Serviks inkompeten.

b. Riwayat konisasi serviks atau serviks menjadi pendek.

c. Terdapat sefalopelvik disproporsi:

1. Kepala janin belum masuk pintu atas panggul (PAP).


2. Kelainan letak janin, sehingga ketuban bagian

terendah langsung menerima tekanan intrauterin yang

dominan.

3. Abdomen Pendulum.

4. Grandemultipara.

d. Overdistensi uterus

1. Kehamilan kembar.

2. Hidramnion.

4. Tidak diketahui penyebabnya.

2.2.4 Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan

oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban

pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang

menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh

selaput ketuban rapuh.7 Terdapat keseimbangan antara sintesis dan

degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan

katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah.7

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :7

1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen.

2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat

pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.


Degradasi kolagen dimediasi oleh Matriks Metalo Proteinase

(MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor

protease.7 Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP

dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks

ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini

meningkat menjelang persalinan.7 Selaput ketuban sangat kuat pada

kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah

pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya

dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.

Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput

ketuban. Pecahnya selaput ketuban pada kehamilan aterm

merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini pada kehamilan

prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya

infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur

sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, dan solusio

plasenta.7

2.2.5 Diagnosis Ketuban Pecah Dini

Pendekatan terhadap diagnosis ketuban pecah dini adalah

sebagai berikut:12

1. Riwayat pengeluaran cairan dalam jumlah besar secara

mendadak atau sedikit demi sedikit pervaginam.

2. Untuk menegakkan diagnosis dapat diambil pemeriksaan :


Pemeriksaan dengan inspekulo untuk mengambil cairan

pada fornix posterior.12 Ditentukan dengan adanya cairan di

vagina, jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit

bagian janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.

Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus

(nitrazine test) merah menjadi biru, membantu dalam

menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan dan

kelainan janin.13 Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan

pemeriksaan USG.12 Pemeriksaan USG untuk mencari :12

a. Amniotic Fluid Index (AFI).

b. Aktivitas janin.

c. Pengukuran berat badan janin.

d. Detak jantung janin.

e. Kelainan kongenital atau deformitas.

3. Membuktikan adanya kemungkinan infeksi intrauterin dengan

memeriksa tanda-tanda infeksi: bila suhu ibu ≥38 0C, air

ketuban yang keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban

dengan tes LEA (Leukosit Esterase) leukosit darah

>15.000/mm3. Janin yang mengalami takhikardi, mungkin

mengalami infeksi intrauterin.13 Aspirasi air ketuban untuk

dilakukan: kultur cairan amnion, pemeriksaan interleukin-6,

dan alfa-fetoprotein yang seluruhnya digunakan untuk

membuktikan adanya kemungkinan infeksi intrauterin.12


4. Menentukan tanda-tanda in partu dengan melihat adanya

kontraksi yang teratur, periksa dalam dilakukan jika akan

dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain

untuk menilai skor pelvik.12

2.2.6 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Dalam menangani ketuban pecah dini harus dipertimbangkan

beberapa hal berikut :12

1. Kemajuan persalinan :

a. Lamanya waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi proses

persalinan.

b. Semakin panjang fase laten semakin besar kemungkinan

terjadinya infeksi.

c. Mata rantai infeksi merupakan asendens infeksi, antara

lain :

1. Korioamnionitis:

a. Abdomen terasa tegang.

b. Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.

c. Protein C reaktif meningkat.

d. Kultur cairan amnion positif.

2. Desiduitis : Infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.

2. Perkiraan berat badan janin dapat ditentukan dengan

pemeriksaan USG yang mempunyai program untuk mengukur


berat badan janin. Semakin kecil berat badan janin, semakin

besar kemungkinan kematian dan kesakitan sehingga tindakan

terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.12

3. Presentasi janin

Presentasi janin merupakan petunjuk untuk melakukan

terminasi kehamilan. Pada letak lintang atau bokong, harus

dilakukan dengan jalan seksio sesarea.

Pertimbangkan komplikasi dan risiko yang akan dihadapi

janin dan maternal terhadap tindakan terminasi yang akan

dilakukan. Semakin muda usia kehamilan, antar terminasi

kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan

sehingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu,

kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin

serta situasi maternal.12

Demikianlah pertimbangan yang dilakukan dalam

menghadapi kehamilan dengan ketuban pecah dini sehingga dapat

tercapai tujuan well born baby dan well health mother atau setidak-

tidaknya well health mother jika terpaksa bayi harus dikorbankan.12

Penanganan pada Ketuban Pecah Dini :13

1. Konservatif

a. Rawat di Rumah Sakit.


b. Berikan antibiotik (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin

bila alergi dengan Ampisilin atau dengan golongan

Sefalosforin dan Metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air

ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar

lagi.

d. Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak

ada infeksi, tes busa negatif : beri Deksametason,

observasi tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak

ada infeksi, berikan tokolitik (Nifedipin, MgSo4,

Isosuxprine), Deksametason dan induksi sesudah 24 jam.

f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri

antibiotik dan lakukan induksi.

g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda

infeksi intrauterin).

h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk

memacu kematangan paru-paru janin dan kalau

memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap

minggu. Dosis Betametason 12 mg sehari dosis tunggal

selama 2 hari, Deksametason i.m 5 mg setiap 6 jam

sebanyak 4 kali.13
2. Aktif

a. Kehamilan ≥37 minggu, induksi dengan Oksitosin, bila

gagal pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan

Misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.

b. Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis

tinggi dan persalinan diakhiri jika.

c. Bila skor pelvik <5, lakukanlah pematangan serviks,

kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan

dengan seksio sesarea.

d. Bila skor pelvik >5, induksi persalinan, partus

pervaginam.13

2.2.7 Komplikasi Ketuban Pecah Dini

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini

bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal

ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi

tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,

ataupun gagalnya persalinan normal, adapun yang tersering:7

1. Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya disusul oleh persalinan.

Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan

aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada

kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam.


Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi

dalam 1 minggu.

2. Infeksi

Risiko ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.

Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi

septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi

korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah

dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara

umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini

meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang

menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia.

Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat

oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin

gawat.

4. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terlalu dini menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi

muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonar.

2.3 Hubungan Ketuban Pecah Dini dengan Sepsis Neonatorum

Penelitian oleh Simbolon, yang berjudul “Faktor risiko sepsis pada

bayi baru lahir di RSUD Curup Kabupaten Rejang Lebong” yang


dilakukan pada Januari 2005 sampai April 2006 hasil analisis bivariat

menunjukkan bahwa menurut faktor ibu sebagian besar (89,4%) kejadian

sepsis terjadi pada ibu berumur 20-35 tahun, air ketuban berbau (61,2%),

persalinan normal (58,8%), ketuban pecah dini (58,8%). Hasil analisis

bivariat menunjukkan bahwa faktor ibu yang berhubungan dengan

kejadian sepsis neonatorum adalah ketuban berbau dan ketuban pecah dini.

Sedangkan umur ibu saat persalinan dan riwayat persalinan secara statistik

tidak berhubungan dengan kejadian sepsis neonatorum. Hasil analisis

regresi logistik multivariat menunjukkan bahwa faktor risiko yang

berhubungan signifikan dengan kejadian sepsis neonatorum adalah jenis

kelamin bayi laki-laki OR=2,279 (1,143-4,546), riwayat persalinan dengan

tindakan) OR= 7,595 (3,593-16,058). Faktor yang paling dominan sebagai

faktor risiko kejadian sepsis neonatorum adalah ketuban pecah dini.13

Penelitian lainnya dilakukan oleh Wilar, yang berjudul “Faktor risiko

sepsis awitan dini” dilaksanakan pada Bagian Neonatologi RS Prof. DR.

RD Kandou dari bulan Januari-Juli 2009. Didapatkan hasil penelitian dari

72 kasus bayi dengan faktor risiko sepsis, 58 bayi didiagnosis sepsis.

Hanya ketuban pecah dini >18 jam yang merupakan salah satu faktor

risiko mayor berhubungan signifikan dengan sepsis (p=0,002,IK95%

1,24;1,59). Faktor risiko mayor lain yaitu demam intrapartum >38 0C,

korioamnionitis, ketuban berbau, demam intrapatum >370C, Skor APGAR

rendah, bayi berat lahir sangat rendah, kembar, usia kehamilan <37
minggu, keputihan, infeksi saluran kemih tidak berhubungan dengan

sepsis.7

Penelitian lainnya oleh Indrawarman yang berjudul “Hubungan

antara ketuban pecah dini dengan terjadinya sepsis neonatorum di RSUD

Dr. Moewardi” yang dilakukan pada bulan Februari 2012 sampai Maret

2012. Pada penelitian ini diteliti 231 neonatus, terdiri dari kasus sebesar 77

neonatus dengan sepsis dan kontrol sebesar 154 neonatus tanpa sepsis.

Karakteristik neonatus pada penelitian ini terdiri dari 116 bayi (50.2%)

berjenis kelamin laki-laki, 115 bayi (49.8%) perempuan, dengan KPD

pada 131 bayi (56.7%), dan tanpa KPD 100 bayi (43.3%). Dari 77

neonatus dengan sepsis terdapat 56 neonatus dengan KPD dan dari 154

neonatus tanpa sepsis terdapat 75 neonatus dengan KPD. Dari hasil

analisis chi-square didapatkan p 0.001, dan nilai OR 2.809 (95%

CI1.553;5.081). Dengan kesimpulan terdapat hubungan antara KPD

dengan terjadinya sepsis neonatorum. KPD meningkatkan risiko sebesar 2

kali pada neonatus untuk mengalami sepsis daripada yang tidak KPD.14
2.4 Kerangka Teori

Ketuban pecah dini >18 jam

Transmisi infeksi bakteri melalui materno-fetal (transmisi vertikal) secara asendens

Mikroorganisme vagina dan serviks masuk ke dalam cairan ketuban

Mikroorganisme bermultiplikasi dalam cairan ketuban

Korioamnionitis

Mikroorganisme masuk kedalam sal. Pernapasan & sal. Pencernaan janin

Virulensi bakteri & Inokulasi pada aliran darah janin

Menimbulkan penyakit sejak dalam


uterus dan gejala klinis dalam 72 jam setelah lahir

Sepsis neonatorum onset dini

Gambar 2.3 Kerangka Teori8


2.5 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Ketuban Pecah Dini >18 jam Sepsis Neonatorum Onset Dini

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

Sesuai dengan permasalahan di atas maka bentuk hipotesis dalam

penelitian ini yaitu:

H0 : Tidak ada hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan

kejadian sepsis neonatorum onset dini di RSUD Abdul Moeloek

Provinsi Lampung tahun 2015.

Ha : Ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian sepsis

neonatorum onset dini >18 jam di RSUD Abdul Moeloek Provinsi

Lampung tahun 2015.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Februari 2016 dengan

mengambil data dari 348 rekam medik bayi yang terdiagnosis sepsis

neonatorum pada tahun 2015, didapatkan sebanyak 58 sampel sebagai

sampel kasus yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dan

data rekam medis bayi normal ataupun bayi yang tidak mengalami sepsis

atau bayi normal sebagai sampel kontrol sebanyak 58 yang dipilih secara

random. Sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah 116 sampel

yang kemudian dilakukan analisis data berupa analisis Univariat dan analisis

Bivariat menggunakan program komputer SPSS versi 16 for Windows.

4.2 Analisis Univariat

4.2.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Dalam penelitian ini karakteristik sampel yang akan

dibahas berupa jenis kelamin. Karakteristik sampel meliputi jenis

kelamin akan dibahas pada tabel 4.1.


Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015

Kasus Kontrol
Jenis
Persentase Persentase
Kelamin Jumlah Jumlah
(%) (%)
Laki-laki 39 67.2% 31 53.4%
Perempuan 19 32.8% 27 46.6%
Total 58 100% 58 100%

Dari tabel 4.1 memperlihatkan distribusi frekuensi

karakteristik sampel berdasarkan jenis kelamin diketahui dari 58

sampel kasus terdapat 39 sampe berjenis kelamin laki-laki (67.2%)

dan 19 sampel berjenis kelamin perempuan (32.8%) dan dari

sampel kontrol diketahui bahwa dari 58 sampel terdapat 31 sampel

berjenis kelamin laki-laki (53,4%) dan 27 sampel berjenis kelamin

perempuan (46.6%).

Bayi Bayi Sepsis


Perempuan ;
23.28% Laki-laki;
33.62%

Laki-laki; Perempuan;
26.72% 16.38%

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel


Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Sampel Kasus Berdasarkan
Usia Terjadinya Sepsis Neonatorum di RSUD Abdul
Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015

Usia (hari) Jumlah Persentase (%)


0 44 75.9%
1 10 17.2%
2 4 6.9%
Total 58 100

Dari tabel 4.2 terlihat distribusi frekuensi karakteristik

sampel kasus berdasarkan usia terjadinya sepsis neonatorum

didapatkan 44 sampel berusia 0 hari (75,9%), 10 sampel berusia 1

hari (17,2%), dan 4 sampel berusia 2 hari (6.9%).

6.90%

17.24%

0 hari
1 hari
2 hari

75.86%

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Sampel Kasus Berdasarkan


Usia Terjadinya Sepsis Neonatorum di RSUD
Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015
4.3 Analisis Bivariat

4.3.1 Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Sepsis


Neonatorum Onset Dini

Hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian sepsis

neonatorum onset dini di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung

tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hubungan antara Ketuban Pecah Dini Dengan


Kejadian Sepsis Neonatorum Onset Dini

Sepsis Neonatorum Onset Dini


Ya Tidak Jumlah P CI
OR
N % N % N % value 95%
>18 22,4 6,9 14,7
13 4 17
jam % % % 1,188
Tidak -
KPD 0.018 3,90
KPD / 77,6 93,1 85,3 12,80
45 54 99
≤18 % % % 0
jam

Jumlah 58 100% 58 100% 116 100%

Dari tabel 4.3 memperlihatkan distribusi frekuensi sepsis

dengan KPD, dapat diketahui bahwa dari 58 sampel sepsis

neonatorum onset dini terdapat 13 sampel (22,4%) yang terdapat

riwayat KPD >18 jam dan 45 sampel (77,6%) tidak KPD atau KPD

≤18 jam. Sedangkan pada sampel kontrol atau bayi normal, dapat

diketahui bahwa dari 58 sampel terdapat 4 sampel (6,9%) yang

terdapat riwayat KPD >18 jam dan 54 sampel (93,1%) tidak KPD

atau KPD ≤18 jam. Dari hasil analisis chi-square didapatkan nilai p

value yakni 0,018 dan Odds Ratio 3,900. Hal ini menunjukkan

terdapat hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan


kejadian sepsis neonatorum dan ketuban pecah dini >18 jam menjadi

faktor risiko sebesar 3,9 kali untuk terjadinya sepsis neonatorum

onset dini.

4.4 Analisis Data

Analisis data menggunakan uji chi-square dengan taraf signifikansi

α = 0,05 dan interval kepercayaan 95%. Dari hasil penelitian kemudian

dianalisis menggunakan SPSS 16.00 for windows, didapatkan hasil

perhitungan nilai ekspektasi menunjukkan terdapat 0 cell (,0%) dengan

nilai ekspektasi kurang dari 5 atau sekitar 8,50, sehingga pada tabel 4.4

dapat dilakukan menggunakan uji pearson chi-square.

Dari hasil uji pearson chi-square menggunakan SPSS 16 for

windows, didapatkan nilai signifikansi 0,018 (p <0,05). Karena p <0,05,

maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna secara

statistik antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian sepsis

neonatorum onset dini. Dan nilai Odds Ratio pada penelitian ini adalah

3,900 dengan demikian ketuban pecah dini >18 jam merupakan faktor

risiko sebesar 3,9 kali sebagai faktor risiko terhadap kejadian sepsis

neonatorum onset dini dengan confidence interval 95% antara 1.188-

12,800.

4.5 Pembahasan
4.5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian

yang dilakukan di Ruang Perinatologi, Ruang Delima, dan Ruang

Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek pada bulan Januari-Februari

2016 serta perhitungan statistik, teori, dan penelitian terdahulu,

maka penelitian ini dapat dibahas sebagai berikut. Berdasarkan

tabel 4.1 karakteristik sampel kasus menurut jenis kelamin,

diketahui bahwa dari 58 sampel kasus terdapat 39 bayi berjenis

kelamin laki-laki (67.2%) yang jumlahnya lebih besar daripada

bayi berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 19 orang (32,8%).

Hal ini sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Simbolon

tentang faktor risiko sepsis pada bayi baru lahir di RSUD Curup

Kabupaten Rejang Lebong terhadap 327 bayi lahir hidup, 117

diantaranya menderita sepsis neonatorum. Faktor risiko yang sering

adalah jenis kelamin bayi laki-laki berisiko 2 kali dibandingkan bayi

perempuan OR=2.279, CI:1,143-4,546.14

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistijono tentang “Faktor

Risiko Sepsis Awitan Dini pada Neonatus” yang dilakukan pada Juli-

Desember 2008 di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang

didapatkan hasil penelitian, faktor jenis kelamin laki-laki

meningkatkan risiko sebesar 1,2 kali dibandingkan dengan jenis

kelamin perempuan (p=0,029, OR=1,2).19 Bayi laki-laki beraktifitas

lebih kuat daripada bayi perempuan, sehingga bayi laki-laki

memerlukan O2 lebih banyak, apabila kandungan O 2 di dalam tubuh


kurang menyebabkan bakteri anaerob berkembang. Pada bayi laki-

laki risiko sepsis 2 kali lebih besar daripada perempuan.20

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat distribusi karakteristik sampel

kasus berdasarkan usia terjadinya sepsis neonatorum didapatkan 44

sampel (75,9%) berusia 0 hari atau bayi baru lahir (BBL), 10

sampel berusia 1 hari (17,2%), dan 4 sampel berusia 2 hari (6.9%).

Sepsis pada neonatus merupakan penyakit yang berbahaya karena

dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sianturi yang

berjudul “Profil sepsis neonatus di unit perawatan neonatus RSUP.

H Adam Malik Medan tahun 2008-2010” didapatkan usia saat sakit

paling banyak terdapat pada bayi baru lahir ≤72 jam sebanyak 35

neonatus (63,6%) dari 55 neonatus yang merupakan 239 bayi

dengan sangkaan sepsis pada periode bulan Januari 2008 sampai

Desember 2010. Dan gejala klinis sepsis yang paling sering

ditemukan adalah gangguan respirasi (distres pernafasan) diikuti

dengan gangguan saluran cerna (distensi, muntah), dan gangguan

saraf (letargi, kejang), serta ditemukan pasien sepsis dengan

gangguan klinis respirasi lebih banyak yang meninggal.21

Sesuai dengan patogenesis sepsis awitan dini dimana

penyakit sepsis awitan dini ditandai dengan kejadian yang

mendadak dan berat, dengan pecahnya selaput ketuban

memungkinkan mikroorganisme dalam flora vagina atau bakteri


patogen lainnya secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan

janin. Hal ini memungkinkan terjadinya korioamnionitis atau cairan

amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau neonatus,

yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan.10

Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan

asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai APGAR rendah.22

4.5.2 Hubungan antara Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Sepsis


Neonatorum

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 116 sampel yang

terdiri dari 58 sampel kasus dan 58 sampel kontrol didapatkan 58

sampel sepsis neonatorum onset dini terdapat 13 sampel (22,4%)

yang terdapat riwayat KPD >18 jam dan 45 sampel (77,6%) tidak

KPD atau KPD ≤18 jam. Sedangkan pada sampel kontrol atau

tidak mengalami sepsis neonatorum onset dini dengan KPD, dapat

diketahui bahwa dari 58 sampel terdapat 4 sampel (6,9%) yang

terdapat riwayat KPD >18 jam dan 54 sampel (94,1%) tidak KPD

atau KPD ≤18 jam. Uji signifikansi menggunakan uji pearson chi-

square didapatkan nilai p <0,05 yaitu p 0,018 yang berarti terdapat

hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian

sepsis neonatorum onset dini di RSUD Abdul Moeloek tahun 2015.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Wilar, yang berjudul “Faktor Risiko Sepsis Awitan Dini”

dilaksanakan pada bagian Neonatologi RS Prof. DR. RD Kandou

dari bulan Januari-Juli 2009. Didapatkan hasil penelitian dari 72


kasus bayi dengan faktor risiko sepsis, 58 bayi didiagnosis sepsis.

Hanya ketuban pecah dini >18 jam yang merupakan salah satu

faktor risiko mayor berhubungan signifikan dengan sepsis

(p=0,002,IK95% 1,24;1,59).6 Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Roeslani yang berjudul “Faktor Risiko

pada Sepsis Neonatorum Awitan Dini” yang dilakukan di ruang

perawatan bayi baru lahir Divisi Perinatologi Departemen Ilmu

Kesehatan Anak RSCM Jakarta periode Januari-Juni 2012

didapatkan bahwa dalam analisis bivariat ketuban pecah dini

berhubungan erat dengan berkembangnya sepsis.23

Sepsis neonatus sampai saat ini masih merupakan masalah

utama di bidang pelayanan dan perawatan neonatus. World Health

Organization (WHO) memperkirakan, terdapat 5 juta kematian

neonatus setiap tahun dengan angka kematian neonatus (kematian

dalam 28 hari pertama kehidupan) adalah 34 per 1.000 kelahiran

hidup, dengan 98% kematian tersebut berasal dari negara

berkembang.24 Laporan WHO yang dikutip dari State of the

World’s Mother 2007 (data tahun 2000-2003) dikemukakan bahwa

36% kematian neonatus disebabkan oleh penyakit infeksi,

diantaranya sepsis, pneumonia, tetanus, dan diare. Dua puluh tiga

persen disebabkan asfiksia, 7% kelainan bawaan, 27% bayi kurang

bulan dan berat lahir rendah, serta 7% sebab lain.25


Sepsis neonatorum biasa diartikan sebagai gejala sistemik

infeksi oleh bakteri, virus dan jamur pada periode neonatal yang

gejala kliniknya bervariasi, mulai dari malas minum hingga syok

septik.26 Infeksi perinatal didapat terjadi tepat sebelum atau selama

kelahiran dengan cara penularan mikroorganisme secara vertikal

dari ibu ke bayi baru lahir. Mikroorganisme dapat berupa bakteri

yang membentuk koloni pada saluran lahir.1 Pada saat ketuban

pecah paparan bakteri yang berasal dari vagina akan lebih berperan

dalam infeksi janin. Pada keadaan ini bakteri vagina masuk ke

dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi bakteri melalui

saluran pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi

bakteri pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila

ketuban pecah lebih dari 18-24 jam.27 Walaupun ibu belum

menunjukkan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah

terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi

(amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala ibu dirasakan. Sehingga

akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas neonatal.28

Dari hasil analisis chi-square didapatkan nilai p-value yakni

0,018 dan OR 3,900. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan

antara ketuban pecah dini >18 jam dengan kejadian sepsis

neonatorum dan ketuban pecah dini >18 jam menjadi faktor risiko

3,9 kali untuk terjadinya sepsis neonatorum onset dini. Hal ini

sejalan dengan penelitian Sulistijono tentang faktor risiko sepsis


awitan dini pada neonatus yang dilakukan pada Juli-Desember 2008

di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang didapatkan hasil

penelitian, adanya ketuban pecah dini (p = 0,017, OR = 3,5). Hal

ini menunjukkan bahwa riwayat adanya KPD berisiko 3,5 kali

terjadi sepsis pada bayi yang dilahirkan dibandingkan ibu tanpa

KPD, hasil penelitian ini menunjukkan faktor maternal (ketuban

pecah dini), merupakan faktor risiko yang kuat terjadinya sepsis

pada bayi baru lahir. Oleh karena itu pada setiap bayi baru lahir

harus dilakukan skrining dan observasi tanda-tanda klinis dan

laboratorium terjadinya sepsis dan dipertimbangkan diberikan

antibiotika lebih awal.19

Keterbatasan dalam penelitian diantaranya menggunankan

desain case control yang memiliki kekurangan yaitu data mengenai

pajanan terhadap faktor risiko sering diperoleh dengan

mengandalkan daya ingat atau rekam medik. Daya ingat responden

ini menyebabkan terjadinya recall bias, karena responden yang

mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan terhadap

faktor risiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data

sekunder, dalam hal ini rekam medis yang seringkali dipakai

memuat tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding

factor) yang mungkin tidak tercatat dalam rekam medik kasus

sehingga seringkali rekam medik yang dipakai sebagi sumber data

juga tidak begitu akurat.29


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara ketuban

pecah dini >18 jam dengan kejadian sepsis neonatorum onset dini di

RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015 dapat disimpulkan :

1. Terdapat hubungan antara ketuban pecah dini >18 jam dengan

kejadian sepsis neonatorum onset dini dengan nilai p <0,05 (p 0,018).

2. Ketuban pecah dini >18 jam menjadi faktor risiko sebesar 3,9 kali

untuk terjadinya sepsis dibandingkan dengan bayi yang lahir tanpa

riwayat ketuban pecah dini dari ibu dengan nilai OR=3,900.

5.2 Saran

1. Bagi instansi kesehatan RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung

agar melakukan pelatihan bagi para tenaga medis supaya lebih

lengkap dalam melakukan anamnesis dan pemeriksaan penunjang

khususnya bagi bayi-bayi dengan sangkaan sepsis neonatorum.

2. Bagi institusi pendidikan, agar dapat menunjang kelengkapan sarana

penelitian untuk mahasiswa Universitas Malahayati yang akan

melakukan penelitian selanjutnya.


3. Bagi peneliti lain, agar dapat meneliti komplikasi lain yang dapat

terjadi akibat ketuban pecah dini maupun faktor-faktor risiko lain

terjadinya sepsis neonatorum.


DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman RE, Kliegman RM, Nelson WE, Vaughan VC. Infeksi Bayi Baru
Lahir, dalam: Nelson Ilmu Kesehatan Anak.Ed.15th. Prof.DR.dr.A.Samik
Wahab, Sp.A (K), Editor.Jakarta: Buku Kedokteran EGC;2013. p. 635-
643.

2. Lissauer T, Fanaroff AA. Infeksi Neonatal, dalam: At a Glance


Neonatologi.Jakarta: Erlangga Medical Series;2009. p.100.

3. Stoll Bj, Hansen N, Fanaroff AA, Wright LL, Carlo WA, Ehrenkranz RA,
dkk. Late-onset sepsis in very low birth weight neonates: the experience of
the NICHD Neonatal Research Network. Pediatrics;2002.110:285-91.

4. Rohsiswatmo R. Kontroversi diagnosis sepsis neonatorum, dalam: Update


in neonatal infection. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;
2005. p. 32-43.

5. Chiesa C, Panero A, Osborn JF, Simonetti AF, Pacifico L. Diagnosis of


neonatal sepsis: a clinical and laboratory challange. Clin
Chem;2004.50:279-87.

6. Wilar R, Kumalasari E, Suryanto DY, Gunawan S. Faktor risiko sepsis


onset dini. Sari Pediatri.2010;Desember;12(4):265-269.

7. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini, dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawihardjo. Ed.5th.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo;2014.
p. 677-882.

8. Cunningham GF, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Kelainan Plasenta, Tali Pusat, dan Membran, dalam: Williams
Obstetrics.Ed.23th .Jakarta: Buku Kedokteran EGC;2012. p. 607.

9. Kosim SK, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Sepsis Bayi Baru
Lahir, dalam: Buku Ajar Neonatologi 2014.Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2014. p. 170-185.

10. Pusponegoro TS. Sepsis pada Neonatus (Sepsis Neonatal). Sari Pediatri.
2000; Agustus;2(2): 96-102.

11. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al. Interleukin-1 receptor antagonist


and interleukin-6 for early diagnosis of neonatal sepsis 2 days before
clinical manifestasion. Lancet.1998;352:1271-7.
12 . Manuaba IB, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Ketuban Pecah Dini, dalam:
Pengantar Kuliah Obstetri.Jakarta: Buku Kedokteran EGC;2007. p. 456-
457.
13. Saifudin AB. Ketuban Pecah Dini, dalam: Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Ed.4th.Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2009. p. 218-220.

14. Simbolon D. Faktor risiko sepsis pada bayi baru lahir di RSUD Curup
Kabupaten Rejang Lebong. Buletin penelitian kesehatan;2008.36(3):127-
134.

15. Indrawarman D. Hubungan antara ketuban pecah dini dengan terjadinya


sepsis neonatorum di RSUD Dr. Moewardi.(Skripsi).Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta;2012.

16. Sastroasmoro S, Ismael S. Penelitian dalam bidang kedokteran dan


kesehatan, dalam: Dasar-dasar Metode Penelitian Klinis. Ed.5 th.Jakarta:
Bagian Ilmu Kesehatan Anak,FK-UI;2014. p. 7.

17. Sastroasmoro S, Ismael S. Desain Penelitian. dalam: Dasar-dasar Metode


Penelitian Klinis. Ed.5th. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak,FK-
UI;2014. p.114.

18. Sugiyono. Populasi,Sampel, dan Pengujian Normalitas Data, dalam:


Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta;2014. p. 68.

19. Sulistijono E, Ida B, Lintang SK, Kristina AK. Faktor Risiko Sepsis
Awitan Dini Pada Neonatus. Jurnal Kedokteran Brawijaya: Laboratorium
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar,
Malang;2013.27(4):233-235.

20. Gerdes JS. Diagnosis and management of bacterial infections in the


neonate. Pediat Clin N Am;2004;51:939-59.

21. Sianturi P, Hasibuan BS, Lubis BM, Azlin E, Tjipta GD. Profil Sepsis
Neonatus di Unit Perawatan Neonatus RSUP. H Adam Malik Medan
Tahun 2008-2010. Sari Pediatri;2012;Agustus.4(2):67-72.

22. Isaacs D. Neonatal sepsis: the antibiotic crisis. Indian J Pediatr ;2005; 42:
9-13.

23. Roeslani DR, Amir I, Nasrullah MH, Suryani. Faktor Risiko Pada Sepsis
Neonatorum Awitan Dini. Sari Pediatri;2013;April.16(4):363-368.

24. Aminullah A. Penatalaksanaan sepsis neonatorum. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia;2007. p. 3-80.
25. Janjindamai W, Petpisal S. Time to positivity on blood culture in newborn
infants. Southeast As J Trop Med Public Health 2006; 37:171-5.
26. Baltimore R S. Neonatal Sepsis : Epidemiology and management. Pediatr
Drugs; 2003;5:723-40.

27. Bellig LL, Ohning BL. Neonatal Sepsis. Diunduh dari URL
http://www.emedicine.com/ped/topic2630.htm. diakses pada 22 Februari
2016.

28. Mochtar R. Air Ketuban (Liquor Amnii = Amniotic Fluid) dan Kelainanya,
dalam: Sinopsis Obstetri.Jakarta: Buku kedokteran EGC;1998. P.257.

29. Suradi R, Siahaan CM, Sudiyanto, Boedjang RF, Setyaningsih I,Soedibjo


S. Studi kasus-kontrol, dalam: Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Ed.5th. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak,FK-UI;2014. p.163-164.
LAMPIRAN
Data Bayi Sepsis Dini di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015

No Nomor RM Nama Usia Jenis Kelamin Riwayat KPD Leukosit CRP


1 39.38.25 By. Rita Yanti 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.700 24
2 39.38.49 By. Dwi Hermawati 0 hari 0 L 1 negatif 0 25.300 12
3 39.45.09 By. Nurhayati 0 hari 0 L 1 2 hari 1 4.000 >24
4 39.48.10 By. Maisela Putri 1 hari 1 L 1 negatif 0 19.690 12
5 39.64.44 By. M Khadafi 2 hari 2 L 1 negatif 0 20.300 12
6 40.10.39 By. Tiara 1 hari 1 L 1 negatif 0 26.330 24
7 40.19.94 By. Tumiya 0 hari 0 L 1 negatif 0 28.460 12
8 40.46.68 By. Latifah 0 hari 0 L 1 negatif 0 4.900 24
9 40.50.21 By. Kiroh 0 hari 0 L 1 3 hari 1 21.900 24
10 40.62.67 By. Adahlia 1 hari 1 P 0 negatif 0 25.210 12
11 40.64.31 By. Fauziatul 0 hari 0 L 1 2 hari 1 20.600 12
12 40.71.33 By. Kinarti 0 hari 0 P 0 negatif 0 23.000 24
13 40.77.26 By. Deni Puspita 0 hari 0 L 1 negatif 0 19.900 12
14 40.80.31 Muhammad Muazamsah 2 hari 2 L 1 negatif 0 22.400 24
15 40.81.96 By. Hardiyati 0 hari 0 P 0 2 hari 1 26.590 12
16 40.82.63 By. Subeti 0 hari 0 P 0 negatif 0 20.400 12
17 40.92.21 By. Arman 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.160 24
18 40.92.39 By. Eva Ikhwana 0 hari 0 P 0 negatif 0 24.700 12
19 40.94.86 By. Lilin Sahera 0 hari 0 L 1 negatif 0 19.630 12
20 41.08.32 By. Siti Mardiana 0 hari 0 P 0 negatif 0 29.000 12
21 41.08.84 By. Novita 0 hari 0 L 1 negatif 0 23.900 >24
22 41.08.90 By. Khoirunisa 1 hari 1 P 0 1 hari 1 19.400 24
23 41.12.68 By. Ahmad S 1 hari 1 L 1 negatif 0 19.300 24
24 41.16.63 By. Farhana 1 hari 1 P 0 negatif 0 21.700 12
25 41.23.92 By. Nurjanah 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.700 12
26 41.25.92 By. Yuwin 0 hari 0 L 1 negatif 0 20.100 12
27 41.37.43 By. Eka Septiana 0 hari 0 P 0 negatif 0 22.770 12
28 41.51.46 By. Sri Wahyuni 1 hari 1 L 1 negatif 0 24.100 12
29 41.52.64 By. Suyanti 0 hari 0 L 1 3 hari 1 22.000 12
30 41.53.88 By. Diyah Sulami 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.600 24
31 41.57.12 By. Erniawati 0 hari 0 P 0 negatif 0 19.480 12
32 41.63.11 By. Rubiah 0 hari 0 L 1 2 hari 1 29.200 >24
33 41.76.76 By. Yeni 0 hari 0 L 1 2 hari 1 23.900 12
34 41.80.43 By. Herlina 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.300 12
35 42.03.15 By. Mutia 0 hari 0 L 1 2 hari 1 19.200 24
36 42.06.50 By Umi Ulfatun 2 hari 2 P 0 negatif 0 37.000 24
37 42.06.69 By. Mardalena 0 hari 0 L 1 2 hari 1 20.700 12
38 42.07.49 By. Novi 0 hari 0 L 1 negatif 0 18.200 12
39 42.13.61 By. Ayu Wandira 0 hari 0 L 1 negatif 0 22.270 12
40 42.25.27 By. Erviana 0 hari 0 P 0 negatif 0 19.400 12
41 42.25.42 By Mariana 0 hari 0 P 0 negatif 0 34.000 24
42 42.26.31 By. Winarni 0 hari 0 L 1 negatif 0 30.000 12
43 42.45.71 By. Yeni Andriyanti 1 hari 1 P 0 12 jam 0 4.500 12
44 42.48.95 By. Balkis Labiba 2 hari 2 P 0 negatif 0 24.300 12
45 42.49.66 By. Muhibatul H 0 hari 0 P 0 negatif 0 19.400 12
46 42.51.13 By. Krisdayanti 0 hari 0 L 1 negatif 0 25.200 12
47 42.52.69 By. Apriyeni 0 hari 0 L 1 2 hari 1 23.400 24
48 42.56.14 By. Neng Sinta 0 hari 0 P 0 1 hari 1 19.200 12
49 42.99.52 By. Sarinah 0 hari 0 L 1 negatif 0 26.300 12
50 43.02.52 By. Eka Purwanti 0 hari 0 L 1 negatif 0 27.600 12
51 43.35.35 By. Heni Yulianti 0 hari 0 P 0 negatif 0 22.600 12
52 43.35.56 By. Aminuriyah 0 hari 0 P 0 negatif 0 21.900 12
53 43.38.38 By. Yati Andriyati 1 hari 1 L 1 negatif 0 35.200 24
54 43.40.27 By. Yunian 0 hari 0 L 1 negatif 0 22.000 16
Data Bayi Normal di RSUD Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2015
N Jenis Riwayat codin
Nomor RM Nama coding
o Kelamin KPD g
1 39.46.54 By. Siti P 0 negatif 0
2 39.49.45 By. Kurniyati L 1 negatif 0
3 39.52.00 By. Yuli Maryati P 0 negatif 0
4 39.56.21 By. Jumiati L 1 negatif 0
5 39.58.15 By. Mujiah P 0 negatif 0
6 39.60.37 By. Ratna Dewi L 1 negatif 0
7 39.62.08 By. Partini P 0 negatif 0
8 39.71.59 By. Hartati L 1 negatif 0
10 40.20.61 By. Lili Choiria L 1 negatif 0
9 40.26.56 By. Septi Rahayuningsih L 1 negatif 0
11 40.29.21 By. Sriyanti P 0 negatif 0
12 40.58.12 By. Cici Megawati P 0 negatif 0
13 40.72.45 By. Masnoni P 0 negatif 0
14 40.91.49 By. Umiyati P 0 negatif 0
15 41.17.14 By. Renfilia P 0 negatif 0
16 41.34.99 By. Dea Martalena L 1 positif 1
17 41.45.32 By. Eni P 0 negatif 0
18 41.54.90 By. Yurita L 1 negatif 0
19 41.63.50 By. Yuningsih L 1 negatif 0
20 41.78.85 By. Ica Aprilia L 1 negatif 0
21 41.86.30 By. Tina Nirwana P 0 negatif 0
22 41.91.67 By. Tasinah L 1 negatif 0
23 41.95.47 By. Melisa P 0 negatif 0
24 41.97.51 By. Dina Maryana L 1 negatif 0
25 42.36.06 By. Aliya Azora P 0 negatif 0
26 42.39.74 By. Retno Ayu L 1 negatif 0
27 42.44.26 By. Asnawiyah P 0 positif 1
28 42.50.27 By. Rosmala L 1 negatif 0
29 42.53.28 By.Nina Sariah P 0 negatif 0
30 42.58.32 By. Dian Putri L 1 negatif 0
31 42.65.53 By. Erma Suryani L 1 negatif 0
32 42.69.81 By. Narti L 1 negatif 0
33 42.74.52 By. Anggraini L 1 negatif 0
34 42.76.61 By. Kamilah P 0 negatif 0
35 42.78.59 By. Arlis Wiyani L 1 negatif 0
36 42.81.18 By. Ayu Susanti P 0 negatif 0
37 42.85.76 By. Warliyanti L 1 negatif 0
38 42.89.66 By. Intan Pratiwi L 1 negatif 0
39 42.91.92 By. Meli Riyana P 0 negatif 0
41 42.93.23 By. Diana Ayu P 0 negatif 0
40 42.93.55 By. Nurhayati L 1 negatif 0
42 42.98.55 By. Nurhayati P 0 negatif 0
55 43.35.42 By. Dewi L 1 negatif 0
56 43.36.90 By. Ayunah P 0 negatif 0
57 43.43.41 By. Zahra L 1 positif 1
48 43.43.45 By. Heri Wahyu L 1 negatif 0
47 43.44.10 By. Hanik Kurniawati P 0 negatif 0
46 43.55.70 By. Kasfiy Mardiyani L 1 negatif 0
44 43.55.72 By. Rita zahara L 1 negatif 0
45 43.56.33 By. Wayan Sumiasih L 1 positif 1
43 43.58.79 By. Kusrini L 1 negatif 0
52 43.60.79 By. Andriani P 0 negatif 0
51 43.61.93 By. Syarifah P 0 negatif 0
53 43.66.66 By. Sarmi L 1 negatif 0
54 43.67.64 By. Ermi P 0 negatif 0
49 43.73.67 By. Erli julia L 1 negatif 0
50 43.75.10 By. Ainaidah P 0 negatif 0
58 43.97.36 By. Jumniah P 0 negatif 0
Pengambilan nomor rekam medik di Ruang Perinatologi RSUD Abdul Moeloek

Pengambilan nomor rekam medik di Ruang Delima RSUD Abdul Moeloek


Pencatatan data di Ruang Rekam Medik RSUD Abdul Moeloek

Anda mungkin juga menyukai