Anda di halaman 1dari 4

Terlalu Indah

Karya : M. Satrio Dewantoro

“Jeeedddddaaaaarrrr” Terdengar suara gemuruh petir.


Aku terbangun dari malam yang sunyi setelah mendengar gemuruh petir
yang sangat keras. Kedua kakiku bergegas ke toilet untuk buang air kecil.
Rasanya tubuhku langsung menggigil sesaat dan kembali lagi ke tempat
tidur. Entah kenapa badan ini terasa ringan dan lemas, mungkin saja aku
belum makan apa-apa dari kemarin. Tanpa disadari saat membuka mataku
terik matahari menyambutku dan berlari menuju ke rumah sahabat dekatku.
Sahabatku ini suka hal-hal yang sederhana dan suka berbicara tentang
kehidupan. Aku sering mendapatkan nasehat dari dia sembari kita bermain
sampai lelah. Ketika sampai di rumah Bagas, dalam pikiranku hanya
mengajaknya bermainlah yang ada. Pada saat itu dia mondar-mondir seperti
sedang memikirkan sesuatu yang menuruku rumit.
“Gas, lagi ngapain?” Tanya Aku.
“Nggak lagi ngapa-ngapain. Emang kenapa?” Kata Bagas.
“Main yook” Kata Aku sambil bersemangat.
“Hmm…oke deh, lagian gak ada kerjaan juga lagipula ada tempat yang
bagus buat main nih” Kata Bagas.
***
Kedua sepasang kaki berjalan bersama yang melawan arah matahari
ini terasa hangat. Kami melangkahkan kaki sambil mengobrol mengenai apa
yang terjadi, tetapi aku tidak ingat apapun tentang kemarin. Aku pun
langsung mengalihkan hal itu.
“Gas, kita mau kemana nih?” Tanya Aku dengan penasaran.
“Udah ikutin aja, dijamin seru deh” Kata Bagas.
Hal itu terus membuatku penasaran kemana Bagas mengajakku
bermain.Setelah meengikutinya tanpa disadari bahwa ada tempat seluas ini
untuk bermain. Disana ada banyak orang-orang yang sedang bermain
layangan dan ada juga yang berlarian kesana kemari mengejar layangan
putus. Untung saja disana ada yang menjual layangan dan kami memilih
layangan dengan gambar beruang dengan warna dasar biru. Seperti biasa
Aku memegang benang dan Bagas memegang layangannya. Sampai
beberapa kali percobaan baru layangan kami bisa terbang tinggi dengan
layangan lainnya. Bagas pun duduk disampingku sambil melihat layangan
yang kami tebangkan dan sekawanan burung menambah warna langit yang
biru itu.
“Wih banyak banget burungnya, andai aja guabisa menjadi salah satu dari
mereka” Kata Bagas dengan pelan.
“Emang burung bisa apa? Paling cuman terbang doang” Kata Aku.
“Yehh, lagian ada bagusnya juga jadi burung. Gua bisa pergi kemanapun
yang jauh tanpa ada beban dan orang yang menghalangi“ Kata Bagas.
“Malah gua nggak mau jadi burung. Mungkin jauh dari rumah itu pasti ada
hal yang membuat kangen. Itu menurut gua sihh” Kata Aku.
Setelah mengobrol sampai puas dan waktu juga sudah petang kami
memutuskan pulang ke rumah. Namun, di dalam benak hatiku merasa
mengapa waktu ini berjalan sangat cepat padahalaku masih ingin bermiain
dengannya. UntungnyaBagas saat itu mengatakan tadi pagi menonton berita
bahwa nanti malam ada hujan meteor atau bintang jatuh. Kami pun setuju
untuk menyaksikan fenomena alam langka itu. Jadi, aku pun masih bisa
bermain dengannya nanti malam walau hari libur ini terasa singkat.Kami pun
setuju untuk menyaksikan fenomena alam langka itu.
***
Tepat jam 8 malam Aku bergegas menuju rumah Bagas dan dia sudah
rapi sekali. Kami pun mengadakan lomba lari dadakan siapa yang sampai
duluan dia yang akan ditraktir minuman. Lomba dadakan pun selesai,
pemenangnya tentulah Aku dan Bagas membelikan sebotol air. Kami duduk
di tengah tanah lapang dan melihat sekeliling yang datang hanya beberapa
orang. Menurut berita tersebut hujan meteor dimualai jam 9 malam. Setelah
menunggu, waktu menunjukkan jam 9 malam dan pertujukkan pun dimalai.
“Wihh, pas banget nihh buat permohonan” Kata Bagas.
Setelah mebuat permohonan Aku pun langsung bertanya kepada Bagas.
“Permohonan lu apaan?” Tanya Aku.
“Kasih tau nggak ya…? Hm.. Semoga orang yang mengenal gua bisa hidup
bahagia tanpaku. Nah lu udah bahagia belom?” Kata Bagas.
“Liat muka lu aja udah bahagia kok” Kata Aku.
“Nah sekarang permohonan lu apaan? Kata Bagas.
“Nggak beda jauh si sama lu. Permohonan gw sih kita berdua bisa seperti ini
sampe tua nanti” Kata Aku dan Bagas pun matanya memerah terkihat
menahan air matanya.
“Mungkin itu terlalu indah buat kenyataan, tapi gua harap itu terjadi” Kata
Bagas.
“Oiya terima kasih ya udah nemenin gua seharian main” Kata Aku.
“Mungkin waktu gua juga nggak banyak, jadi gua mau ngucapin terima
kasih telah menjadi sahabat gua” Kata Bagas.
***
Melalui pembicaaraan itu kami pun langsung bahagia sambil melihat
wajah satu sama lain. Di lain sisi, Aku merasa seperti hati ini mau menangis
seakan-akan hati ini mau meledak saat itu juga. Namun kenapa kebahagiaan
ini malah membuat mata ini ingin meneteskan air mata. Setelah hal itu
terjadi, dalam pikiranku ada orang yang seperti mengetuk pintu. Lama-
kelamaan mata ini buram dan badan terasa berat sekali. Terdengar suara
ketukan pintu dan Aku pun langsung bangun ternyata itu orangtuaku. Pada
saat itu juga Ibuku menghampiriku dan membangunkanku.
“De bangun udah siang ini. cepetan bangun!” Kata Ibuku.
“Emang ada apaan sih, Bu? Masih ngantuk ini” Kata Aku yang masih
setengah sadar.
“Ibu dapet kabar dari tangga temenmu Bagas meninggal, Inalillahi
wainnailaihiraji’un”. Kata Ibuku
“Ha siapa yang meninggal? Kata Aku yang masih mengumpulkan tenaga
buat bangun.
“Astagfirullahaladzim temenmu Bagas itu” Kata Ibuku.
“Haa? Bagas nggak mungkin, Bu. Tadi aja barusan ketemu sehat sehat aja si
Bagas” Kata Aku.
“Ketemu tadi dimana? Ade kan kemaren nggak main sama dia.” Kata Ibuku.
Setelah mendengar perkataan Ibuku tadi Aku mencoba menerka-nerka apa
yang terjadi hari ini. Setelah beberapa menit mencerna apa yang terjadi,
sontak hal itu tidak mungkin terjadi. Memahami ketidakpasian yang terjadi
ini membuatku bingung dan aku pun bertanya pada Ibuku penyebab
meninggalnya Bagas.
“Bu, Bagas meninggal penyebabnya apa? Kata Aku.
“Ibu denger sih penyebabnya anemia akut” Kara Ibuku.
Aku pun belum yakin sepenuhnya tentang kematian Bagas. Kalau hal itu
terjadi Aku belum bisa melepaskannya pergi dan saat itu juga hpku
berdering. Aku pun melihat bahwa yang menelpon itu Bagas dan segera
mengangkatnya.
“Halo, Gas lu baik baik aja,..” Kata Aku dan juga terdengar suara tangisan.
“Ohh, kamu temennya Bagas ya.. Ini Ibunya. Maaf ya… Bagas sudah tiada”
Kata Ibunya Bagas sambil menangis.
“Oh iya Bu, saya jiga udah denger berita itu. Nanti saya ke rumah Bagas ya
Bu” Kata Aku.
“Terima kasih ya nak” Kata Ibunya Bagas.
Ternyata hal itu pun terjadi bahwa Bagas telah tiada di dunia menjadi
kesedihan yang mendalam. Teman semasa kecilku itu dia selalu bisa
membuatku tersenyum. Mungkin saja Aku tidak bisa menemukan orang
yang bisa mengembalikan senyumanku ini. Salah satu hal yang terberat
dalam hidupuku adalah merelakannya pergi dari kehidupanku untuk selama-
lamanya. Beberapa menit berlalu, Aku pun masih menangis di kamar dan
sesuatu muncul di dalam pikiranku. Munkin saja yang terjadi hari itu bisa
saja mimpi. Seolah-olah mimpi itu kali terakhirnya Aku bermain dengannya.
Disitu juga Bagas memiliki permohonannya agar Aku bisa bahagia tanpanya,
namun hal itu sulit bagiku. Tapi Aku akan mencobanya dan Aku akan
menyimpan semua kenangan kita di dalam hatiku. Satu hal yang
menyangkut dikepalaku, meskipun itu hanya mimpi mengapa hal itu terasa
sangat nyata bagiku.

Anda mungkin juga menyukai