Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam beberapa tahun terakhir ini, ilmu kepemimpinan berkembang pesat

seiring dengan tuntutan adanya manajemen pengelolaan organisasi ataupun

perusahaan yang baik. Pada era globalisasi dan era masyarakat informasi yang

berdampak pada persaingan yang ketat terhadap berbagai bidang organisasi.

Suatu organisasi dituntut untuk terus mampu bersaing dan mencapai suatu

tujuan dari organisasi tersebut. Dalam menuju suatu tujuan tersebut suatu

organisasi harus terus-menerus belajar dan meningkatkan kemampuan untuk

menciptakan sesuatu produk unggul. Mendasarkan pada berbagai kondisi

perubahan yang cepat dan faktor persaingan yang tinggi inilah yang kemudian

menghasilkan kosa kata baru dalam ilmu Knowledge Manajemen yang biasa

disebut dengan “Learning Organization”.

Learning Organization adalah usaha yang dilakukan oleh sebuah organisasi

yang melakukan proses pembelajaran. Hal ini ditujukan agar dalam sebuah

organisasi tersebut dapat tetap stabil meskipun banyaknya perubahan yang terjadi.

Dalam mewujudkan Learning Organisation dapat dilakukan dengan beberapa cara

seperti training, kursus, outbond, dan lainnya.

Learning is the power of growth, and individual learning is also the resource

of business growth. (Chang dan Lee, 2007). Kehidupan merupakan suatu proses

dari pertumbuhan, dan kekuatan dari pertumbuhan itu sendiri adalah dengan

1
belajar. Dengan belajar, seseorang dapat mengembangkan dirinya ke arah yang

lebih baik. Proses belajar itu sendiri tidak akan berhenti karena seseorang akan

terus belajar selama hidupnya. Begitu pula dengan organisasi. Keadaan

lingkungan yang terus berubah, memaksa organisasi untuk terus membenahi diri

dan menghadapi perubahan itu dengan segala kemampuan yang telah

disiapkannya. Dengan kata lain, organisasi secara tidak langsung juga selalu

mengalami proses pembelajaran.

Learning organization mulai didiskusikan dalam beberapa literatur sekitar

tahun 1920. Namun pada tahun 1980 baru sedikit organisasi atau perusahaan yang

menyadari pentingnya learning organization, dalam meningkatkan kinerja

organisasi atau perusahaan. Para pemimpin organisasi atau perusahaan mulai

menyadari arti penting mengkaitkan “learning organization” dengan “corporate

performance”, “Competitiveness”, dan “keberhasilan organisasi”.

Learning organization merupakan salah satu ciri organisasi abad 21, karena

organisasi yang demikian mampu menjawab tantangan yang dihadapi sekaligus

menjamin terciptanya kehidupan dan kelangsungan organisasi. Organisasi yang

memiliki keunggulan di masa depan akan menjadi organisasi yang senantiasa

menumbuhkan komitmen dan kapasitas belajar anggotanya pada semua tingkat

organisasi. Pengetahuan merupakan sub-sistem dari learning organization

(Marquardt & Reynolds ,1996). Paradigma keunggulan dapat dipertahankan dan

dikembangkan manakala organisasi memiliki kemampuan belajar lebih cepat dari

pesaingnya. Majalah Fortune pada salah satu penerbitannya menyatakan bahwa

2
perusahaan yang paling sukses pada tahun 1990-an adalah perusahaan yang

terbentuk learning organization, yaitu organisasi yang anggotanya mampu

mengembangkan kapasitasnya secara berkelanjutan dalam mewujudkan hasil

yang optimal. Perhatian yang cukup besar yang ditulis oleh beberapa publikasi

bisnis seperti ; Harvard Business Review, The Economist, Business Week,

Fortune dan Asia Week, diarahkan kepada lima disiplin yang diarahkan oleh Peter

Senge. Apa saja lima disiplin itu?. (1) personal mastery (2) mental models (3)

shared vision (4) team learning (5) systems thinking.

Dalam lima disiplin ini mental model menjadi salah satu aspek penting yang

tidak bisa terpisahkan dalam mencapai tujuan organisasi. Hal ini menjadikan

mental model berkaitan erat dengan kepemimpinan (Leadership).

Kepemimpinan (leadership) yang digunakan dalam Learning Organization itu

adalah bukanlah orang yang dominan dalam organisasi, tetapi bagaimana dia bisa

menganggap orang dalam sebuah organisasi sebagai colega, tidak ada yang

menonjol sendiri-sendiri, tidak unik yang melebihi dari orang lain yang dapat

berpikir sistem. Dalam konteks ini, maka pemimpin menurut Senge, adalah

sebagai designer, sebagai stewardess (pelayan), teacher, dan kepemimpinan

bersama (share leadership) setiap orang bisa dilatih sebagai pemimpin.

Jika kita melihat dalam organisasi di masyarakat baik formal maupun non

formal selalu ada yang dianggap lebih dari yang lain. Seseorang yang memiliki

kemampuan lebih tersebut diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang dipercaya

untuk mengatur orang lainnya. Orang seperti itul yang disebut pemimpin atau

3
manajer. Manajer harus dapat memanfaatkan potensi sumber daya manusia yang

dipimpinnya, agar dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, percaya

akan kemampuan anggotanya untuk menyumbangkan kemampuan mereka,

mendorong partisipasi penuh serta pengendalian diri. Pemimpin terampil

menggunakan komunikasi yang efektif yang pada akhirnya dapat mencegah

timbulnya suatu konflik, dapat mengintegrasikan pelaksanaan kegiatan dalam

organisasi yang menjadi tanggungjawab serta mampu dan selektif menyerahkan

pekerjaan dan memberikan kepercayaan kepada bawahan/orang lain untuk

mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas dan tanggungjawabnya dapat

dilaksanakan dengan baik. Seorang pemimpin akan memainkan peranan yang

sangat dominan dalam kehidupan organisasinya.

Kepemimpinan dalam Learning Organization ini sangat penting diterapkan

dalam organisasi/institusi di bidang Kesehatan seperti halnya di Puskesmas.

Kepala Puskesmas yang baik tentu saja adalah kepala puskesmas yang berhasil

mempengaruhi motivasi kerja bawahannya, dengan motivasi kerja yang baik tentu

saja akan mempengaruhi performa atau kinerja dari bawahannya. Beberapa hasil

penelitian menunjukan bahwa peran kepala puskesmas seperti selalu memberikan

pengarahan, motivasi dalam bekerja juga komunikasi yang harmonis dengan

bawahan dapat meningkatkan kinerja dari pegawai.

Dalam hal ini tentu saja akan berhubungan dengan gaya kepemimpinan. Gaya

kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh

4
beberapa faktor diantaranya adalah faktor individu itu sendiri seperti nilai dan

norma yang dianut atau dikenal dengan mental models dari pemimpin tersebut.

Mental models adalah asumsi-asumsi atau generalisasi-generalisasi

(paradigma) yang terdapat dalam pikiran kita yang mempengaruhi bagaimana kita

memahami, bersikap dan bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang

pemimpin akan bertindak atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat

dipengaruhi oleh asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari

pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk

pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak.

Dari gambaran diatas dapat dipahami bahwa Mental Models yang baik dari

seorang pemimpin merupakan aspek yang tidak boleh dikesampingkan dalam

pencapaian tujuan organisasi dan dalam menjalin hubungan yang harmonis

dengan staf atau karyawan.

Dari latar belakang masalah diatas maka makalah ini akan fokus membahas

pada “Mental Models”

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam makalah ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Mental Models ; definisi dan terbentuknya Mental Models

pada individu

2. Bagaimanakah Mental Models untuk pemimpin

5
3. Apa saja faktor lain yang mempengaruhi Mental Models seorang

pemimpin

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memahami Mental Models ; definisi dan terbentuknya Mental

Models pada individu

2. Untuk memahami Mental Models untuk pemimpin.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Mental

Models pemimpin

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mental Models

1. Definisi Mental Models

Mental karena ia ada (exist) dalam pikiran kita dan membentuk pikiran

kita. Models karena ia kita konstruksikan dari pengalaman kita dalam bentuk

peta-peta mental.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Mental Model adalah bagian

dari lima disiplin dari Learning Organization oleh Peter Senge. Beberapa

definisi tentang mental model:

1) “Mental models are deeply held internal images of how the world works,

images that limit us to familiar ways of thinking and acting. Very often,

we are not consciously aware of our mental models or the effects they

have on our behavior” (Peter senge); Mental models adalah asumsi-asumsi

atau generalisasi-generalisasi (paradigma) yang terdapat dalam pikiran

kita yang mempengaruhi bagaimana kita memahami, bersikap dan

bertindak terhadap dunia sekitar. Jadi, seorang pemimpin akan bertindak

atau mengambil keputusan dalam organisasi sangat dipengaruhi oleh

asumsi-asumsi yang dimilikinya, biasanya asumsi berasal dari

pengalaman-pengalaman yang pernah dilaluinya, pengalaman membentuk

pengetahuan-pengetahuan yang akan menuntun dia dalam bertindak

7
2) Mental Models; melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara terus

menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan melihat

bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku.

3) Model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan

konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya

(Suprayogi, 2008).

4) Mental Models, proses bercermin dan meningkatkan gambaran diri

tentang dunia luar dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan

dan tindakan.

2. Terbentuknya Model-Model Mental

Konsep model-model mental diciptakan oleh seorang psikolog Skotlandia

Kenneth Craik pada tahun 1940-an. Selanjutnya digunakan oleh para

psikolog, ilmuwan koginitif dan manajer. Menurut beberapa ahli teori

kognitif, perubahan-perubahan dalam model-model mental setiap hari jangka

pendek yang terakumulasi dari waktu ke waktu, secara bertahap akan

dicerminkan dalam perubahan-perubahan keyakinan jangka panjang yang

mendalam.

Kenneth Craik, pada tahun 1943 menulis "'model skala kecil' pikiran

konstruksi realitas yang ia gunakan untuk mengantisipasi kejadian, alasan,

dan untuk mendasari penjelasan" (Craik, 1943, dikutip dalam Johnson-Laird,

Girotto, & Legrenzi 1998, Pengantar 1). Johnson-Laird, salah satu pakar

terkemuka teori model mental awal, mendefinisikan model mental sebagai

8
"representasi psikologis situasi nyata, hipotesis, atau imajiner" (Johnson-Laird

et al., 1998, Pengantar, 1). Teks Model Mental (1983) telah menjadi dasar

teoritis dikutip seluruh literatur. Meskipun definisi dan ide-ide tentang model

mental sangat bervariasi, konsep umum adalah bahwa model mental

"menjelaskan mekanisme kognitif untuk mewakili dan membuat kesimpulan

tentang sistem atau masalah yang dibangun seseorang karena ia berinteraksi

dengan dan belajar tentang sistem." (Borgman, 1986).

Maka dapat dikatakan Model Mental adalah : 1) lensa yang kita gunakan

untuk memahami realitas, 2) merupakan kerangka untuk menginterpretasikan

realitas, 3) merupakan struktur yang berhadapan dengan realitas. 4)

merupakan dasar bagi pilihan yang kita ambil dan tindakan yang kita lakukan.

Keputusan “logis” sesungguhnya adalah hasil pembentukan dari realita kini

dan keinginan masa depan.

Model mental merupakan sesuatu yang cukup alami, yang setiap orang

memilikinya, selalu ada disana apakah kita menyadari atau tidak dan kita

selalu melihat dunia melalui model mental tersebut.

Model mental kita akan selalu mengarahkan semua tindakan kita, model

mental tersebut memiliki stabilitas yang dapat kita andalkan. Karateristik

model mental: aktif, mempengaruhi apa yang kita lihat, penyederhanaan

(tidak berhubungan dengan benar atau salah), teori kita menentukan apa yang

kita ukur dan nilai.

9
Model mental bukan merupakan gambar mental atau model fisik dari

sebuah sistem (Johnson-Laird et al., 1998), melainkan struktur pengetahuan

dasar yang memungkinkan seorang individu untuk membangun persepsi mereka

tentang sistem atau domain konten. Holland, Holyoak, Nisbett, dan Thagard

(1986) menggambarkan model sebagai "kumpulan aturan sinkronis dan

diakronis diatur dalam hirarki standar dan dikelompokkan ke dalam kategori"

(dikutip dalam Kearsley, nd, 3). Kategori ini terdiri dari tiga jenis pengetahuan:

deklaratif, struktural, dan prosedural.

Pengetahuan deklaratif adalah "mengetahui apa". Individu dapat

mengetahui tentang sesuatu, tapi belum tentu apa yang harus dilakukan dengan

itu atau mengapa. Pengetahuan struktural merupakan koneksi, atau jaringan,

antara pengetahuan deklaratif. Inilah yang memungkinkan manusia untuk

membangun skema dan model mental untuk setiap mata pelajaran tertentu.

Terakhir, pengetahuan prosedural adalah "mengetahui bagaimana melakukan"

sesuatu, memanfaatkan koneksi yang terbuat dari pengetahuan yang dihasilkan

melalui pengalaman (Jonassen, Beissner, & Yacci, 1993). Dengan demikian

manusia dapat menggunakan basis pengetahuan mereka dan melakukan

tindakan yang berarti. Pengetahuan struktural adalah kunci untuk model mental

dan bagaimana mereka membantu individu dalam cara mereka memandang

suatu sistem atau domain konten, memberikan aturan dan koneksi yang

mendasarinya.

10
Model mental diperlukan untuk menangani masalah dan situasi baru

(Jonassen dkk, 1993;. Norman, 2002). Mental model memfasilitasi operasi yang

benar atau berfungsi dalam domain konten yang spesifik, tetapi lebih penting

mereka menyediakan kemampuan untuk memprediksi apa yang mungkin akan

terjadi berdasarkan tindakan tertentu.

Untuk sekedar mempelajari tugas prosedural atau menghafal daftar

informasi tidak memerlukan latihan hafalan yang keras. Untuk melampaui ini

dan berhasil menerapkan atau menggunakan pengetahuan dengan cara yang

berbeda mengharuskan adanya pemahaman prinsip-prinsip dan hubungan

mendasar antara pengetahuan yang relevan sehingga dapat membuat tindakan

potensial dan meramalkan hasil. Apa yang terjadi ketika pemahaman tidak

benar, seperti yang sering sampai batas tertentu? "Jika Anda benar-benar

melakukan tugas dan ada masalah, mereka (model) membiarkan Anda mencari

tahu apa yang terjadi. Jika model yang salah, Anda akan salah juga "(Norman,

2002, hal. 71). Borgman (1986) setuju bahwa model yang sesuai adalah

"membantu dan mungkin diperlukan" ketika model mentalnya benar, tetapi

kinerja akan sulit ketika model tidak memadai. Jadi bagi individu untuk

memecahkan masalah dan belajar untuk mengoperasikan sistem yang kompleks,

mereka harus memiliki pengetahuan struktural akurat dari sistem atau domain

konten. "Pemecahan masalah Domain spesifik bergantung pada pengetahuan

struktur yang memadai dari ide-ide dalam domain yang dieksplorasi" (Jonassen

dkk., 1993, hal. 10). Model mental yang berantakan, tidak jelas, akurat, dan

11
lengkap. Mereka terus berkembang sebagai individu menghadapi pengalaman

baru, membandingkannya dengan apa yang telah mereka lakukan sebelumnya

disimpan dalam model mereka, dan kemudian mengubah gamba rsesuai

konseptual mereka.

Johnson-Laird menyatakan "ilmuwan kognitif berpendapat bahwa pikiran

membangun model mental sebagai akibat dari persepsi, imajinasi dan

pengetahuan, dan pemahaman wacana" (Johnson-Laird et al., 1998, Pengantar, 1).

Demikian pula, Donald Norman menjelaskan "dalam berinteraksi dengan lingkungan,

dengan orang lain, dan dengan artefak teknologi, orang-orang membentuk, model

mental internal dari diri mereka sendiri dan dari hal-hal ketika mereka berinteraksi.

Model ini memberikan daya prediksi dan jelas untuk memahami interaksi "(Norman,

1983).

B. Mental Models Untuk Pemimpin

Seperti dikatakan oleh Tee (2005) bahwa mental model kelihatannya lembut

tetapi sebenarnya sangat kuat dalam mempengaruhi tindakan seseorang. Yang

pasti, mental model seorang pemimpin memberikan pengaruh pada bawahannya.

Dalam hal ini, pengaruh yang diharapkan dapat diberikan kepada bawahannya

tentu saja adalah pengaruh positif. Jika pengaruh positif yang diharapkan, berarti

mental model yang dimiliki oleh pemimpin juga harus mental model positif.

Menurut Webster Dictionary, definisi pemimpin adalah: ‘a person or things

who leads’ (seorang atau sesuatu yang memimpin). Untuk dapat memimpin orang

12
lain dengan baik, seorang pemimpin tentu saja harus dapat memimpin dirinya

sendiri terlebih dahulu. Pemimpin dapat dibedakan pada dua hal yaitu: seorang

pemimpin dalam arti memimpin diri sendiri dan kemudian pemimpin yang

memimpin orang lain. Seseorang akan sulit untuk menjadi pemimpin yang baik

jika yang bersangkutan tidak dapat memimpin diri sendiri terlebih dahulu.

Sebagai contoh, seorang pemimpin mengharuskan agar semua datang ke sekolah

tepat waktu, sementara ia sendiri selalu datang terlambat. Atau seorang pemimpin

mengatakan berulang-ulang supaya bekerja jangan tergantung proyek, sementara

ia sendiri menunjukkan sikap kurang antusias ketika ada kewajiban pekerjaan

yang harus diselesaikan tetapi sudah tidak ada kompensasi yang dapat diharapkan.

Jika hal ini terjadi, maka tipe pemimpin seperti ini hanya akan menjadi topik

pembicaraan yang menarik di antara staf.

Mental Models seorang pemimpin :

1. Mental Model Bagi pemimpin yang Memimpin Orang lain

Pemimpin yang kurang berhasil salah satunya adalah karena tidak menyadari

akan eksistensinya sebagai orang yang harus berada di garis depan. Ada

beberapa hal yang dapat dijadikan pedoman bagi seorang pemimpin dalam

mengembangkan mental model sehingga ia akan lebih berhasil dalam

memimpin.

a . Put God at the top priority

Hal paling penting dan harus dimiliki seorang pemimpin adalah

meletakkan Tuhan pada prioritas pertama. Fokus pada hal ini akan

13
mempengaruhi pemimpin dalam mengembangkan mental model nya.

Yang dimaksud dengan meletakkan Tuhan pada prioritas pertama adalah

bukan sekedar mengutamakan dalam menjalankan ritual-ritual keagamaan

tertentu saja, tetapi apa yang dilakukan benar-benar membuat seseorang

selalu ingat bahwa yang menjadi Tuhan dalam hidupnya adalah benar-

benar Tuhan, bukan uang, bukan kekuasaan, bukan popularitas, bukan

kekayaan, atau pun bukan kepandaian. Dengan demikian, sekali pun

seseorang memiliki salah satu diantaranya atau bahkan semuanya, hal

itu tidak membuat orang tersebut merasa harus ditinggikan, dilayani, dan

dinomorsatukan, karena di dalam hati tetap Tuhanlah yang harus

ditinggikan, dilayani, dan dinomorsatukan. Bagi beberapa orang, atau

mungkin banyak orang, hal ini bisa dianggap terlalu rohani atau terlalu

sok suci untuk disinggung karena menyangkut masalah Tuhan.

b. Fear of God

Setelah menempatkan Tuhan pada urutan pertama dalam arti seperti yang

diharapkan, maka hal berikutnya adalah ‘ fear of God’. Mengapa hal ini

penting? Apa bedanya dengan yang pertama? Jika hanya menempatkan

Tuhan pada prioritas utama tetapi tidak ada rasa takut akan Tuhan, maka

yang muncul adalah penonjolan ritual-ritual keagamaan belaka yang

kurang memberi pengaruh positif. Tetapi, jika seorang pemimpin menjadi

orang yang fear of God, hal-hal terlarang tidak akan dilakukan sekalipun

tidak ada satu orang pun yang melihat atau memeriksa. Dia sadar bahwa

14
sekali pun orang tidak melihat, tetapi Tuhan melihat. Pemimpin yang

seperti ini cenderung tidak mencari pujian, tepuk tangan yang meriah, atau

wartawan untuk menonjolkan kebaikan yang dilakukan. Pemimpin yang

takut akan Tuhan juga memiliki kekuatan untuk mengatakan tidak ketika

atasan mengajak untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan cara yang

kurang pas , tanpa takut kehilangan jabatan. Andaikata sampai benar-

benar tidak diberi jabatan atau pekerjaan, pasti ada maksud lain dibalik itu

semua, misalnya menjadi memiliki waktu lebih banyak untuk melakukan

hal-hal yang sifatnya aktualisasi diri, dimana hal ini akan sulit dilakukan

jika yang bersangkutan masih punya banyak pekerjaan karena jabatan

yang dipikulnya. Memberikan fokus pada hal ini akan mempengaruhi

terbentuknya mental model yang melandaskan pada fear of God.

c. Be a giver, not a taker

Menjadi ‘a giver, not a taker’ seperti yang diharapkan akan sangat sulit

dilakukan jika seorang pemimpin tidak memiliki fondasi a dan b di atas.

Dapatkah dibayangkan bahwa seseorang ingin menjadi pemimpin karena

ketika posisi itu sudah di tangan, yang bersangkutan dapat memanfaatkan

berbagai hal yang diperlukan sesuai dengan keinginan pribadi? Demikian

juga ketika yang selalu dipikirkan adalah menjadi a giver , maka mental

model yang muncul juga akan mengarah kesana. Mental model terkait

dengan giving principle sangat perlu dikembangkan, karena memberi

merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan bahwa dengan

15
memberi orang akan merasa memiliki arti dalam hidup (Jamal dan

Mc.Kinnon, 2009).

d. ‘The Seed must lead’

Selama pemimpin memikirkan diri sendiri, maka yang terbaik dalam

lembaga tidak akan pernah dapat dicapai, sekali pun rencana yang dibuat

sangat bagus, bahkan cenderung sempurna. Untuk itu, terkait dengan

prinsip be a giver, not a taker, seorang pemimpin perlu melengkapi

dengan prinsip lain, yaitu: ‘The Seed must Lead’ (Joel: 2004). Dalam

bukunya Your Best Life Now, Joel mengatakan bahwa the seed always

has to lead (biji harus selalu memimpin atau mendahului). Hal ini

diibaratkan seorang petani yang ingin menuai padi, ia harus menabur

benih padi terlebih dahulu. Apa yang diinginkan pemimpin haruslah

ditabur terlebih dahulu sebagai benih. Jika pemimpin menginginkan kerja

sama yang baik, maka ia harus menaburkan kerjasama yang baik dengan

bawahan terlebih dahulu. Keinginan untuk memanfestasikan the seed

must lead akan mempengaruhi seorang pemimpin untuk memiliki mental

model yang menekankan pada hal tersebut.

e. ‘Unbelief leads to disobedience.

Meyer (1995) dalam bukunya ‘Battlefield of Mind’, mengatakan bahwa

ketidakpercayaan dapat membawa seseorang pada ketidakpatuhan

(unbelief leads to disobedience). Jika seorang pemimpin tidak dipercaya,

maka hal ini akan membawa ketidakpatuhan di kalangan anak buah atau

16
orang lain. Interpretasi lain dari unbelief leads to disobedience adalah

jika pemimpin dapat dipercaya, maka kepatuhan menjadi tumbuh. Oleh

karena itu, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk dapat dipercaya.

Dipercaya tentu saja tidak hanya terkait dengan masalah uang saja tetapi

dengan banyak hal, misalnya dipercaya karena memiliki tujuan yang jelas.

Dengan memiliki tujuan yang jelas, seorang pemimpin tidak mudah

diombang-ambingkan oleh berbagai kebijakan atau kalangan. Jika

bawahan melihat pemimpinnya mudah diombang-ambingkan, maka akan

timbul ketidakpercayaan, seperti diungkapkan oleh Osteen (2004): ‘if we

don’t have a clear goal, we will be easily distracted.’

2. Mental Model yang memimpin Diri Sendiri

Kata memimpin tidak selalu dihubungkan dengan memimpin orang lain.

Memimpin merupakan suatu hal yang juga harus dilakukan setiap orang,

tanpa harus menjadi seorang pemimpin yang memiliki kedudukan tertentu

dalam suatu organisasi. Mengapa demikian? Karena seorang yang tidak dapat

memimpin diri sendiri berarti orang tersebut tidak mampu menguasai diri

sendiri. Berikut adalah beberapa hal yang dapat membantu pembentukan

mental model terkait dengan memimpin diri sendiri.

a. Discipline your mind

Jika dibiarkan tidak terkontrol, pikiran dapat mengembara kemana-mana,

memikirkan segala macam hal. Jika hal ini terjadi maka pikiran dapat

mempengaruhi keberhasilan seseorang, karena yang bersangkutan menjadi

17
tidak fokus dalam berpikir. Pikiran yang liar akan berdampak pada

pembentukan mental model yang liar juga.

b. Get rid of lustful thinking

Get rid of lustful thinking dapat digambarkan sebagai berikut. Seorang

yang membiarkan pikirannya memikirkan kegagalan, sementara pada saat

yang sama ia sedang melakukan berbagai cara agar pekerjaan yang

dikerjakan dapat berhasil sesuai dengan yang diinginkan, maka

sebenarnya ia sedang mempertentangkan antara keberhasilan yang sedang

diusahakan dengan kegagalan yang ada di pikirannya. Dengan kata lain, ia

membuka pintu dan membiarkan musuh (dalam hal ini kegagalan)

memasuki wilayah keberhasilan yang sedang diperjuangkan. Get rid of

lustful thinking juga dimaksudkan supaya jangan mengotori pikiran

dengan hal-hal yang kotor, negatif, tidak sopan, atau yang tidak

bermanfaat, yang akan berpengaruh pada perkataan, dan pada akhirnya

tindakan.

c. Think a correct thinking and take the trash out.

Mencegah supaya pikiran jangan dibiarkan memikirkan hal-hal yang

negatif atau mengarah pada kegagalan belum cukup. Setelah dicegah, hal

selanjutnya adalah mengisi dan mengarahkan pikiran dengan hal-hal yang

bermanfaat, sedangkan hal-hal yang kotor (trash) dibuang. Jika hal-hal

yang kotor tidak dibuang, maka pikiran akan penuh dan sulit untuk

ditambah dengan hal-hal baru yang sebenarnya bermanfaat untuk

18
kemajuan. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang tidak dapat

memimpin diri sendiri atau tidak dapat mengendalikan diri sendiri atau

pikirannya. Beberapa di antaranya adalah seperti yang akan dijelaskan

oleh Meyer (1995) dalam bukunya Battlefield of the Mind di bawah ini.

a) Selalu mengatakan: I can’t help it (saya tidak mampu) ; I’m just

addicted to grumbling, faultfinding, and complaining (saya memiliki

kebiasaan menggerutu, menyalahkan orang lain, dan mengeluh).

b) Ketidaksabaran. Hal ini sering terjadi karena di dalam diri seseorang

tertanam suatu mental model kuat yang mengatakan bahwa ‘tidak

selayaknya saya menunggu……..(sesuatu atau seseorang), saya berhak

untuk mendapatkan segala sesuatu yang saya inginkan dengan segera’.

Jika mental model semacam ini terus menerus tertanam, maka yang

bersangkutan cenderung akan memberontak dan tidak dapat

mengendalikan diri pada saat ia harus menunggu.

c) My behavior may be wrong, but it’s not my fault.

Tidak mau bertanggungjawab atas tindakannya dan mencoba untuk

mengalihkan perhatian dengan menyalahkan orang lain. Mental model

semacam ini cenderung membawa seseorang pada suatu kehidupan

yang sulit untuk diatur (wildness living ).

d) Self-pity

Self-pity merupakan suatu sikap yang cenderung mengasihi diri

sendiri. Hal ini terjadi karena didukung oleh pikiran yang memusatkan

19
hanya pada diri sendiri dan bukan orang lain. Orang dengan sikap

semacam ini sulit untuk diajak maju, karena ia hidup di masa lampau,

dan terjebak dalam perangkap masa lalu yang melukainya.

e) I don’t deserve God’s blessings because I am not worthy

Pandangan negatif tentang diri sendiri akan mempengaruhi seseorang

dalam mencoba menjalani kehidupan yang lebih baik. Hal ini

dikarenakan setiap kali ada anugerah yang ditawarkan kepada orang

tersebut, ia selalu merasa tidak layak. Akibat memiliki mental model

yang selalu merasa tidak layak seperti di atas, ia kehilangan anugerah

yang memang sudah dialokasikan untuknya.

3. Mind is the leader or forerunner of all actions

Pikiran merupakan awal dari semua tindakan. Dengan kata lain, tindakan yang

dilakukan seorang pemimpin adalah sebagai akibat langsung dari apa yang

dipikirkan terus menerus. Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu memiliki

pikiran yang bijaksana untuk menghasilkan tindakan-tindakan yang bijaksana

pula. Jika seseorang ingin maju, maka orang tersebut harus memiliki mental

model yang memampukan dia untuk memimpin diri sendiri dengan benar.

C. Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Mental Models Pemimpin

1. Deception

Deception atau tipuan adalah salah satu hal yang perlu diwaspadai. Deception

ada tiga hal yaitu:

20
a) Self-Deception:

Ada sementara orang yang berpendapat bahwa dirinya sudah tidak bisa

berubah. Hal ini sebenarnya merupakan salah satu bentuk penipuan pada

diri sendiri. Pada kenyataannya, setiap hari kita pasti mengalami

perubahan, misalnya perubahan umur, perubahan dalam hal makan. Atau

ada juga orang yang selalu mengatakan: ‘ Ya….apa boleh buat, mungkin

ini memang sudah nasib saya, kondisi sudah tidak dapat diubah lagi .’ Ini

adalah contoh lain dari self-deception . Sekalipun mungkin kondisi yang

dialami masih tetap sama, tetapi seorang pemimpin harus mampu

mengubah cara berpikirnya dengan mengatakan bahwa kondisi ini masih

sangat mungkin untuk berubah. Pemimpin harus memiliki mental model

bahwa segala sesuatu buatan manusia pada dasarnya masih dapat

diubah/berubah.

b) Deceiving others

Membohongi, apa pun bentuknya, adalah suatu tindakan yang merugikan

orang lain dan bahkan diri sendiri. Demi untuk mencapai keuntungan

pribadi, orang sering harus melakukan tindakan ‘membohongi orang lain.’

Atau untuk supaya tidak menyakiti orang lain, orang terpaksa melakukan

apa yang disebut sebagai ‘white lie’ . Ditinjau dari arti kata yang

digunakan, white lie is a lie . A lie atau sebuah kebohongan tetap selalu

mempunyai nilai negatif. Seorang pemimpin tidak semestinya melakukan

‘white lie’ , apa pun alasannya.

21
c) Deceived by others

Ditipu oleh orang lain, demikianlah kira-kira terjemahan dari deceived by

others Jika menipu orang lain merupakan hal yang sebaiknya tidak

dilakukan oleh pemimpin, maka ditipu oleh orang lain juga menjadi satu

hal yang mestinya tidak boleh terjadi pada seorang pemimpin. Dalam hal

ini, seorang pemimpin harus memiliki kepekaan tinggi untuk

mengantisipasi orang lain yang berusaha untuk menipu atau mencari

keuntungan dengan memanfaatkan kelemahannya.

2. Boundaries atau pembatas.

Dalam membangun sebuah hubungan antar manusia, selalu ada boundaries

yang harus dipasang. Boundaries diperlukan untuk melindungi diri sendiri.

Setiap orang perlu membuat boundaries terhadap orang lain. Siapa pun tidak

perlu merasa tersinggung ketika orang lain menunjukkan boundaries-nya .

Seorang pemimpin yang tidak membuat boundaries akan repot sendiri dan

kehabisan waktu karena harus menanggapi semua orang yang mendatanginya.

3. Making Decision

Setiap orang dalam setiap hari diharuskan untuk membuat banyak keputusan

Tingkatan keputusan yang dibuat sangat bervariasi: sangat penting, penting,

kurang penting. Saat membuat keputusan pun dapat bervariasi: tergesa-gesa,

dengan pertimbangan yang matang, atau ada juga yang penting membuat

keputusan. Seorang pemimpin tentu saja diharapkan dapat membuat

keputusan seakurat mungkin, karena keputusan yang dibuat akan berdampak

22
pada orang lain. Meyer dalam artikelnya yang berjudul ‘ Unplug the flow of

forgiveness’ mengatakan bahwa kehidupan kita hari ini merupakan hasil dari

keputusan yang dibuat sebelumnya dan bahwa salah satu keputusan penting

yang dapat meringankan hidup seseorang adalah keputusan untuk memberi

maaf secara tulus. Dengan demikian, sebenarnya setiap hari orang harus selalu

dalam keadaan ‘sadar’, karena setiap hari selalu ada keputusan yang harus

dibuat. Sebagai seorang pemimpin, jangan sampai ia membuat keputusan

dalam keadaan setengah sadar.

4. Obedience or disobedience, both are costly

Obedience diartikan sebagai patuh atau tunduk, tetapi patuh atau tunduk untuk

hal yang bersifat positif. Obedience di sini juga tidak semata-mata ditujukan

pada orang, tetapi bisa pada peraturan, atau ketentuan, misalnya: patuh dalam

menegakkan kejujuran dan keadilan. Sekilas kelihatannya patuh atau tunduk

memberatkan, tetapi kalau ditinjau lebih dalam lagi, ketidakpatuhan justru

lebih memberatkan. Contoh: kepatuhan seseorang dalam menegakkan

kejujuran di bidang keuangan mungkin akan mendapatkan reaksi yang keras

di kalangan tertentu, tetapi ketidakpatuhannya dalam hal yang sama juga akan

memiliki dampak yang tidak enak, bahkan mungkin lebih tidak enak.

Ketika seorang pemimpin memiliki mental model yang positif, maka akan

lebih mudah baginya dalam mempengaruhi bawahannya untuk memiliki mental

model yang positif pula. Memiliki mental model yang positif, menjadi salah satu

modal dalam mencapai keberhasilan. Dengan demikian, sangat penting bagi

23
seorang kepala Puskesmas untuk menekankan pentingnya mengembangkan

mental model yang positif. Kepala puskesmas sebagai seorang pemimpin dengan

mental models yang baik akan menciptakan keberhasilan dari dalam terlebih

dahulu sebelum akhirnya keberhasilan itu benar-benar menjadi kenyataan.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa :

1) Mental models adalah melakukan refleksi, melakukan klarifikasi secara

terus menerus, dan memperbaiki gambaran internal tentang dunia, dan

melihat bagaimana gambaran tersebut berpengaruh pada perilaku dan

terbentuknya mental models adalah merupakan sesuatu yang cukup alami

terbentuk, yang setiap orang memilikinya, selalu ada disana apakah kita

menyadari atau tidak dan kita selalu melihat dunia melalui model mental

tersebut.

2) Mental Model untuk pemimpin pada dasarnya dilihat dari 2 faktor yaitu

mental models untuk pemimpin yang memimpin orang lain dan mental

model untuk pemimpin yang memimpin diri sendiri.

3) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi mental models ada empat yakni

Deception, Boundaries atau pembatas, making decision dan Obedience or

disobedience, both are costly

B. Saran

Setiap pemimpin/leader pada setiap organisasi, haruslah mengetahui,

mempelajari, memahami, dan memiliki Mental models yang positif sebagai

bagian dari lima disiplin dalam organisasi belajar (learning organization) yang

akan sangat membantu berhasilnya pencapaian organisasi.

25
.

26

Anda mungkin juga menyukai