BAB I ......................................................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 2
1.2 Tujuan Praktikum ............................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 3
BAB III ...................................................................................................................................... 6
METODE PRAKTIKUM .......................................................................................................... 6
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................ Error! Bookmark not defined.
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................................................. 6
3.3 Cara kerja ......................................................................................................................... 6
BAB IV ...................................................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................................................. 8
4.1 Hasil Percobaan ........................................................................................................... 8
4.2 Pembahasan ................................................................................................................. 9
BAB V ..................................................................................................................................... 11
PENUTUP................................................................................................................................ 11
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi redoks (reduksi-oksidasi) merupakan jenis titrasi yang paling banyak jenisnya,
diantaranya: permanganometri, dikromatometri, cerimetri, iodimetri, iodatometri,
bromometri, bromatometri, dan nitrimetri. Terbaginya titrasi ini dikarenakan tidak ada satu
senyawa (titran) yang dapat bereaksi dengan semua senyawa oksidator dan reduktor sehingga
pastinya akan melibatkan senyawa reduktor dan oksidator, karena titrasi redoks melibatkan
rekasi oksidasi dan reduksi diantaranya titran dan analit. Jadi kalau titrannya oksidator maka
sampelnya adalah oksidator.
a. Besi (Fe)
b. Arsen
c. H2O2
d. Nitrit
e. Oksalat
Penentuan besi dalam biji merupakan suatu penggunaan yang terpenting dari titra
permangat. Sebelum titrasi dengan permangat setian besi (III) harus direduksi menjadi besi
(II). Reduksi ini dapat dilakukan dengn reduktor jones atau dengan tintah (II) klorida.
TINJAUAN PUSTAKA
a. Ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (II) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah
endapan disaring dan dicuci dilarutkan dalam H2SO4berlebih sehingga terbentuk asam
oksalat secara kuantitatif. Asam oksalat inilah akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat
dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan.
b. Ion-ion Bad an Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring,
dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih.
Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya
dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Zat organic dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan pemanasan. Sisa
KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi kembali
dengan KMnO4.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini
dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi permanganometri ini tidak
memerlukan indikator, dan umumnya titrasi dilakukan dalam suasana asam karena karena
akan lebih mudah mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih
mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida
dan tiosulfat . Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan Reaksi dalam suasana
alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam larutan netral. Karena
alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang
ditimbang dari zat padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih
lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring larutan itu dalam
suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui krus
saring dari kaca maser.
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan untuk
titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi permanganometri yang dilaksanakan.
Prinsip dari permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks.
Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi
ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar
oksalat atau besi dalam suatu sample.
Zat organic dapat dioksidasi dengan KMnO4 dalam suasana asam dengan pemanasan.
Sisa KMnO4 direduksi dengan asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat dititrasi
kembali dengan KMnO4.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
Alat-alat yang sering digunakan dalam praktikum kimia adalah sebagai berikut :
Alat :
a. Bola hisap
b. Clam
c. Kaca asbes
d. Lampu spiritus
e. Buret
f. Erlenmeyer
g. Kaki segitiga
h. Pipet volume
Bahan :
Larutan H2C2O4 0,05 N
Larutan H2SO4 2 N
Larutan KMnO4 0,05 N
= 5,55 ml
N sebenarnya baku primer ( H2C2O4)
Data: volume = 250 ml = 0,25 L
BE = 63,03
Gram = 0,7977
𝑔𝑟𝑎𝑚 0,7977 0,7977
N H2C2O4 sebenarnya = = = = 0,0506
𝐵𝐸 𝑥 𝑉𝑜𝑙 63,03 𝑥 0,25 𝐿 15,7575
Penetapan kadar Fe
Data: volume = 5 ml FeSO4
BM Fe = 55,847
Volume baku sekunder = 4,2
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑥 𝑁.𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟 𝑥 𝐵𝑀 𝐹𝑒
% Fe = x 100%
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
4,2 𝑥 0,0455 𝑥 55,847
= x 100%
5 𝑥 1000
10,6723
= x 100%
5000
= 0, 2134%
4.2 Pembahasan
Permanganometri adalah teknik pengukuran penetapan kadar zat berdasar atas reaksi
oksidasi reduksi dengan KMnO4, Kalium permanganate merupakan oksidator kuat dalam
larutan yang bersifat asam, netral dan basa. Kalium permanganat merupakan zat baku
sekunder karena tidak stabil jika kontak dengan lingkungan terbuka, pengaruh cahaya
maupun lingkungan seperti kelembaban atau pengaruh terkontaminasi dengan zat lain
yang akan merubah konsentrasi KMnO4 mudah terurai oleh zat organik membentuk
MnO2. MnO2 ini harus dihilangkan dengan cara pemanasan dan penyaringan, Jika dalam
larutan KMnO4 masih terdapat MnO2 maka seiring berjalannya waktu konsentrasi
KMnO4 akan berkurang (terurai), Oleh karena itu perlu dilakukan strandarisasi untuk
menentukan kadar KMnO4 itu sendiri.
Pada saat penentuan konsentrasi KMnO4 digunakan natrium Oksalat karena natrium
oksalat termasuk zat baku primer. Natrium Oksalat dikatakan zat baku primer karena
zatnya stabil memiliki Mr tinggi dan memiliki kriteria lainnya sebagai standar primer.
Natrium oksalat dapat bereaksi dengan KMnO4.
Pada standarisasi KMnO4 dengan Natrium Oksalat dilakukan penambahan H2SO4 pekat
yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang berupa asam oksalat dan sebagai katalis
H2SO4 merupakan katalis yang bertujuan untuk memperkecil energi menghasilkan reaksi
samping.
Pembakuan larutan KMnO4 dan mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian
didinginkan. Dibakukan dengan menggunakan zat baku utama, yaitu asam oksalat. Pada
pembakuan larutan KMnO4 0,1 N, asam sulfat pekat yang kemudian di didihkan terlebih
dahulu, kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan berwarna merah muda (pink).
Setelah didapat volume titrasi, maka dapat dicari normalitas KMnO4.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat., pereaksi ini
dapat dipakai tanpa penambahan indikator. Pada saat penambahan H2SO4 pekat tidak
menimbulkan perubahan warna (tak berwarna).
Karena Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat baik dalam suasana
asam basa maupun netral. Sedangkan Asam formiat merupakan zat organik yang dapat
mereduksi KMnO4. Dengan ditambahkannya KMnO4 pada asam formiat, zat oksidator
tersebut akan tereduksi menjadi ion mangan dioksida. Jumlah ion yang tereduksi sama
dengan jumlah oksidator, dari perhitungan reaksi reduksi-oksidasi KMnO4 tersebut dapat
dicari konsentrasi asam formiat.
Dari percobaan penetapan asam formiat dengan cara lieben terjadi perubahan
warna analit yang semula tidak berwarna menjadi coklat disertai dengan terbentuknya
endapan MnO4. Perubahan warna terjadi karena telah mencapai titik ekuivalen. Titik
ekuivalen terjadi karena mol titran sama dengan mol titrat. Terjadinya endapan
dikarenakan tereduksinya KMnO4 menjadi ion mangan dioksida. Setelah penambahan
H2SO4 tidak terjadi perubahan warna namun pada saat penambahan asam oksalat kristal
warna hijau berubah menjadi tak berwarna dan semua endapan MnO2 menjadi larut.
Selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu 55-60°C dan dititrasi lagi dengan
KMnO4 sampai terjadi perubahan warna dari bening menjadi ungu yang menandakan titik
ekuivalen telah tercapai.
Kelebihan titrasi permanganometri adalah Titrasi permanganometri ini lebih
mudah digunakan dan efektif, karena reaksi ini tidak memerlukan indicator, hal ini
dikarenakan larutan KMnO4 sudah berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4-berwarna
ungu, setelah direduksi menjadi ion Mn- tidak berwarna, dan disebut juga sebagai
autoindikator. Sedangkan kekurangan dari titrasi permanganometri adalah larutan kalium
permanganat jika terkena cahaya atau dititrasi cukup lama maka mudah terurai menjadi
MnO2 , sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat.
Oleh karena itu penggunaan buret yang berwarna gelap itu lebih baik.
Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah
dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4– dengan Mn2+. Dengan reaksi :
MNO 4 – + 3MN 2+ + 2H 2 O ↔ 5MNO 2 + 4H +
Oleh karena itu pula, penambahan pentiter pada proses titrasi harus sedikit demi sedikit,
agar kesalahan dalam menentukan titik akhir titrasi dapat dihindari.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Gasset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Day, R. A. Dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.
Jakarta.