Anda di halaman 1dari 87

1.

ENSEFALITIS

• Definisi
Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang
disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan
gejala –gejala umum dan manifestasi neurologis

• Klasifikasi
UMUM
a. Ensefalitis primer : infeksi virus langsung dari otak dan sumsum tulang
belakang (31% pada virus herpes simpleks)
b. Ensefalitis sekunder : infeksi virus pertama terjadi di tempat lain di tubuh
dan kemudian ke otak
SPESIFIK
a. Ensefalitis supurativa
Disebabkan oleh staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli,
M.tuberculosa.
Patogenesis : peradangan menjalar ke jaringan otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, piema yg berasal dari radang, abses paru,
bronkiektasis, empyema, osteomyelitis cranium, fraktur terbuka, trauma =,
tromboflebitis.
Manifestasi klinis (trias ensefalitis) : demam, kejang, kesadaran menurun
(dapat berkembang jd abses serebri)

b. Ensefalitis sifilis
Disebabkan oleh Treponema pallidum.
Patogenesis : infeksi terjadi melalu permukaan tubuh uumnya saat kontak
seksual.
Manifestasi klinis : kejang, kesadaran menurun, gangguan motoric
progresif

c. Ensefalitis virus
RNA (virus parotitis, morbili, rabies, rubella flavivirus spt encephalitis
Jepang B dan dengue, enterovirus spt polio, echovirus, coxsackie)
DNA (herpes virus spt HZV, herpes simpleks, sitomegalovirus; Epstein
barr; variola, vaksinia; AIDS)
Manifestasi klinis : demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
kesadaran menurun, kejang, kaku kuduk, heimparesis

d. Ensefalitis parasit
Disebabkan oleh plasmodium falcifarum, sel darah merah terinfeksi oleh
plasmodium falcifarum dalam pembulu darah sehingga sel darah melekat
satu sama lain dan menjadi sumbatan sehingga tersebar pada selaput otak
dan jaringan otak. Gejala : demam tinggi, kesadaran menurun.

e. Ensefalitis fungi
Disebabkan oleh Candida albicans, Cryptococcus neoformans, Aspergillus,
dll. Gejala terdapat pada sistem saraf pusat yaitu menigoencefalitis
purulenta. Factor yang memudahkan timbul adalah imunitas yg menurun.
f. Ricketsiosis cerebri
Rikesia dapat masuk ke dalam tubuh melalui ggitan kutu dan dapat
mneyebabkan ebsefalitis. Dalam dinding pembuluh darah timbul noduli
yang terdiri sel-sel mononuclear dan terdapat pula di sekitar pembuluh
darah di dlm jaringan otak. Gejala : nyeri kepala, demam, sukar tidur,
kesadaran menurun.

• Etiologi
a. Virus
DNA (herpes simpleks (HSV1, HSV2 = ekslusif pada neonatus), EBV,
VZV, adenovirus, rubella
RNA (influenza, enterovirus, campak, polio, Japanese B)
b. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia, Salmonella typhi
c. Jamur
Criptococcosis, Histoplasmosis
d. Parasit
Toxoplasma gondii, Schistosomiasis, Plasmodium
e. Lain lain
Rickettsia, demielinisasi (non infektif pada Acute disseminated
encephalitis)

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
1. Demam tinggi mendadak dan tiba-tiba (demam hiperpireksia)
2. Adanya keluhan dan gejala peningkatan TIK
a. Kejang umum/fokal (dapat berupa status konvultivus/epilepticus)
b. Kesadaran menurun
c. Nyeri kepala
d. Anak menangis terus karena pusing, menjerit
e. Nyeri tenggorokan
f. Iritabel
g. Nyeri ekstremitas
h. Pucat
3. Riwayat terapapar dgn sumber infeksi
4. Status imunisasi
Pemeriksaan Fisik
1. Hiperpireksia (demam dengan suhu >41,5°C)
2. Kesadaran menurun (hingga koma)
3. Kejang umum/fokal (dapat berupa status konvultivus/epilepticus)
4. Ditemukan gejala peningkatan TIK (papil edema, kelemahan, gangguan
bicara, peningkaan tonus otot)
5. Didapatkan gejala serebral lain seperti kelumpuhan upper motor neuron
(spastis, hipperrefleks, refleks patologis +, klonus)
6. Tanda sistemik (rash, limfadenopati, meningismus, penurunan kesadaranm
peningkatan TIK)
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap (limfositosis, peningkatan neutrophil pd fase awal)
2. Cairan elektrolit
3. Gula darah (penurunan glukosan hingga 40 mg/dL, peningkatan protein 50-
2000 mg/dL)
4. Lumbal pungsi (untuk tahu LCS/CSF meningkat tekanannya atau tidak,
dihubungkan dengan peningkatan TIK dan untuk menyingkirkan potensi
kondisi meningitis bakteri atau perdarahan subarachnoid) pada usia 6-18 bln
5. Rontgen/CT scan/MRI kepala = pd MRI tampak otak oedem, pd CT scan
ada area hipodensitas biasanya temporal atau frontotemporal
6. EEG = terdapat perlambatan atau gelombang epileptiform umum maupun
fokal

• Diagnosis banding
a. Varicella Zooster Virus
b. Epstein Barr Virus
c. Cytomegalovirus
d. Abses serebral

• Tatalaksana
Non medikamentosa
Rawat inap, pemeberian makanan enteral/parenteral, monitor tanda vital

Medikamentosa
1. Anti piretik(parasetamol) = 10-20 mg/kgbb/kali diulang tiap 6-8 jam
2. Cairan IV untuk keseimbangan cairan
3. Obat anti epilepsy/anti kejang = fenitoin/fenobarbital 5-8 mg/kgBB/hari, jika
kejang sering diazepam 0,1-0,2 mg/kgBB IV slm 3 menit
4. Kortikosteroid (deksametason 0,15-0,10 mg/kgBB/hari IV dibagi dlm 3 dosis)
utk mengurangi edema serebri
5. Untuk TIK beri diuretik osmotik Mannitol 0,5 - 1 gram/kgbb/kali dapat diulang
setiap 8-12 jam atau furosemide 1 mg/kgbb/kali

• Prognosis
Ad vitam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
2. ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura)

• Definisi
ITP (Idiopathic/Immune Thrombocytopenic Purpura) adalah penyakit perdarahan
didapat (acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombosit yg berlebihan,
ditandai dgn trombositopenia (trombosit < 15.000/mm3), purpura, gambaran darah
tepi yg umumnya normal dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang
lainnya.

• Klasifikasi
Akut
Kronik : trombositopenia menetap selama 6 bulan

• Etiologi
Penyebab pasti dari kelainan ini belum diketahui namun sebagain besar oleh karena
kelainan autoimun sehingga penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial
meningkat.

• Manifestsi klinis
Purpura, echimosis, petechiae dan perdarahan mukosa lainnya seperti pada rongga
mulut. Bentuk perdarahan tersering yaitu perdarahan pada gusi dan epistaksis. Bisa
jg tjd melena, hematuria dan menorrhagia.

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama
§ Perdarahan (epistaksis, perdarahan gusi, dll)
§ Perdarahan pada kulit atau kemerahan pada tubuh
(purpura/echimosis/petechiae)
§ Perdarahan konjungtiva atau mukokutaneus lainnya
Perdarahan umumnya diawali dengan perdarahan kulit petechiae

- Riwayat Penyakit Sekarang


§ Onset : Mendadak (akut), onset yang perlahan (kronis) & tidak
diketahui penyebabnya
§ Frekuensi : seberapa sering perdarahan/perdarahan pada kulit muncul
§ Durasi : berapa lama saat terjadi perdarahan
§ Progresifitas : volume perdarahan nya banyak/tidak, semakin lama
semakin parah atau tidak perdarahan/perdarahan pd kulit
§ Keparahan : Tergantung jumlah trombosit didalam darah
§ Faktor pencetus : Obat-obatan ex/. Heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu timbulnya kekambuhan. Obat
yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko perdarahan.
§ Riwayat obat-obatan yg menyebabkan trombositopenia
§ Faktor pereda : Perdarahan berkurang jika
§ Gejala penyerta
§ Lokasi & Penjalaran
§ Keluhan penyerta : menometroragia/menoragia, tanda-tanda
perdarahan saluran cerna, lihat ada tanda perdarahan intrakranial atau
tidak!
- Riwayat Penyakit Dahulu
Umumnya 1-3 minggu yang lalu terdapat viral infection/bacterial infection
(ISPA, saluran cerna). Bisa juga post vaksinasi rubella, rubeola, varisela,
live-attenuated virus

Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum (kesadaran, kesan sakit, kesan gizi)
- Tanda vital
§ Laju nadi (isi cukup/tdk, regular/tdk)
§ Laju pernafasan (regular/tdk)
§ Tekanan darah (persentile)
§ Suhu
- Status gizi
§ BB, BB/U
§ TB, TB/U
§ BB/TB
§ IMT
§ LLA
§ Lingkar kepala
- Inspeksi dan palpasi kepala : Purpura pada kulit dan mukosa (hidung, gusi),
bulla hemoragik pada membran mukosa, perdarahan gusi
- Inspeksi ekstremitas : petekie (di berbagai area)
- Palpasi abdomen pasien : Pembesaran limpa terjadi pada 10-20% kasus

Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi:
- Morfologi eritrosit, leukosit dan retikulosit biasanya normal
- Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal. Anemia bias terjadi
bila ada perdarahan spontan yang banyak.
- Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya kadang ditemui
bentuk trombosit yang lebih besar (giant plates)
2. Masa perdarahan memanjang (Bleeding time)
3. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: TIDAK PERLU bila gambaran klinis dan
laboratoris klasik. Dilakukan bila gagal terapi selama 3-6 bulan atau pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran hepar/lien/kelenjar getah bening
dan pada laboratorium ditemukan bisitopenia.

• Diagnosis banding
- Anemia apalastik (sumsum tulang mengalami kerusakan sehingga tidak bisa
memproduksi seluruh sel darah)
- HSP (Henoch-Schonlein Purpura)

• Tatalaksana

Nonmedikamentosa
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya , perlu dilakukan rawat inap bila:
-Jumlah hitung trombosit <20.000/ µL
-Perdarahan berat
-Kecurigaan/pasti perdarahan intracranial
-Umur <3 tahun
Monitor perdarahan dan tanda vital
Medikamentosa
1. Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
- Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ µL
- Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ µL
- Steroid yang biasa digunakan ialah Prednison 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsive dosis
diturunkan perlahan-lahan sampai kadar trombosit stabil atau
dipertahankan sekitar 30.000-50.000/ µL
- Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-
4 minggu dan paling lama 6 bulan. Pada ITP dengan kadar trombosit
>30.000/ µL dan tidak memiliki keluhan umumnya tidak akan diberikan
terapi, hanya diobservasi saja.
2. Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila:
- Jumlah trombosit <20.000/ µL dengan perdarahan mukosa berulang
(epistaksis)
- Perdarahan retina
- Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan tampon, hematuria,
perdarahan organ dalam)
- Jumlah trombosit >50.000/ µL dengan kecurigaan/pasti perdarahan
intracranial
- Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit <150.000/ µL

• Prognosis

− Ad vitam : dubia ad malam


− Ad functionam : dubia ad malam
− Ad sanationam : dubia ad bonam

• Pencegahan
Hindari obat anti agregasi dan obat yang menekan produksi trombosit seperti salisilat
dsb dan olahraga yang traumatis (kepala).
Memberi pengertian pada pasien dana tau orang tua tentang penyakitnya
3. ANEMIA DEFISIENSI Fe

• Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia akibat kekurangan zat besi untuk
sintesis hemoglobin, dan merupakan defisiensi nutrisi yang paling banyak pada
anak. Dampak atau komplikasi ADB akibat jumlah total besi tubuh yang rendah dan
gangguan pembentukan hemoglobin (Hb) dihubungkan dengan fungsi kognitif,
perubahan tingkah laku, tumbuh kembang yang terlambat, dan gangguan fungsi
imun pada anak.

• Prevalensi
Akhir masa bayi, awal masa anak, anak sekolah dan masa remaja karena ada
percepatan tumbuh pada masa tsb disertai asupan Fe yang rendah, penggunaan susu
sapi dengan kadar besi yang kurang dan kehilangan darah akibat menstruasi.

• Etiologi
a. Bayi kurang dari 1 tahun
- Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas,
lahir kembar, ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah
besi, pertumbuhan cepat dan anemia selama kehamilan.
- Alergi protein susu sapi

b. Anak umur 1-2 tahun


- Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum
susu murni berlebih.
- Obesitas
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kroniss
- Malabsorbsi

c. Anak umur 2-5 tahun


- Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis
heme atau minum susu berlebihan
- Obesitas
- Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus
ataupun parasit)
- Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis
dsb).
d. Anak umur 5 tahun-remaja
Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan
Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.

• Kriteria diagnosis
- Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
- Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata 31% (N: 32-35%)
- Kadar Fe serum <50 µg /dL (N: 80-180 ug/dL)
- Saturasi transferrin <15% (N: 20-50%)
Kriteria ini hrs dipenuhi, paling sedikit kriteria nomor 1,3 dan 4. Tes yg paling
efisien untuk mengukur cadangan besi tubuh yaitu ferritin serum. Bila sarana
terbatas, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan:
- Anemia tanpa perdarahan
- Tanpa organomegali
- Gambaran darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, sel target
- Respons terhadap pemberian terapi Fe

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama : pucat kronis tanpa manifestsi perdarahan
- Riwayat penyakit sekarang
§ Onset : lama (kronis)
§ Gejala penyerta : Mudah lelah, lemas, berdebar-debar, sering pusing,
kadang dapat ditemui sesak napas, Orang tua mengeluhkan adanya
keterlambatan pertumbuhan, pada bayi dan anak kecil ditemukan
keterlambatan perkembangan psikomotor, pada usia lebih lanjut
dijumpai gangguan kognitif, iritabel & anoreksia (bila kadar Hb<5 g/dL)
- Riwayat penyakit dahulu
Infeksi malaria, infeksi parasit seperti ankylostoma dan Schistosoma
- Riwayat kebiasaan
§ Memakan bahan makanan yang kurag mengandung zat besi, bahan
makanan yang menghambat penyerapan zat besi seperti kalsium dan fitat
(beras, gandum), serta konsumsi susu sebagai sumber energi utama sejak
bayi sampai usia 2 tahun (milkaholics)
§ Gemar memakan makanan yang tidak biasa (pica) seperti es batu, kertas,
tanah, rambut

Pemeriksaan fisik
- Inspeksi dan palpasi kepala : pucat (bila kadar Hb<7 g/dL), atrofi papil lidah,
glossitis, stomatitis angularis
- Inspeksi ekstremitas : Dapat ditemukan koilonikia (perubahan pada epitel
kuku)
- Palpasi abdomen pasien : tidak ada organomegali
- Perkusi toraks : Gangguan jantung bila sudah terjadi komplikasi
- Auskultasi toraks : takikardia

Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap yang terdiri dari: hemoglobin rendah; MCV, MCH, MCHC
rendah. RDW yang lebar dan MCV yang rendah merupakan salah satu
skrining defisiensi besi.
- Nilai RDW tinggi >14.5% pada defisiensi besi, bila RDW normal
(<135) pada talasemia trait.
- Ratio MCV/RBC (Mentzer index) >>13 dan bila RDW index
(MCV/RBC x RDW) 220, merupakan tanda anemia defisiensi besi.
- Apusan darah tepi: mikrositik, hipokromik, anisositosis, dan
poikilositosis.
2. Kadar besi serum yang rendah, TIBC meningkat, serum feritin <12 ng/mL
dipertimbangkan sebagai diagnosis defisiensi besi.
3. Nilai retikulosit normal atau menurun, menunjukkan produksi sel darah
merah yang tidak adekuat.
4. Serum Transferin Receptor (STfR): sensitif untuk menentukan defisiensi
besi, mempunyai nilai tinggi untuk membedakan anemia defisiensi besi dan
anemia akibat penyakit kronik.
5. Kadar zink protoporphyrin (ZPP) akan meningkat
Terapi besi: respon pemberian preparat besi dengan dosis 3 mg/kgBB/hari,
ditandai dengan kenaikan jumlah retikulosit antara 5-10 hari diikuti kenaikan
kadar hemoglobin 1 g/dL atau hematokrit 3% setelah 1 bulan menyokong
diagnosis anemia defisiensi besi. Kira-kira 6 bulan setelah terapi, Hb dan Ht
dinilai kembali untuk menilai keberhasilan terapi.

• Diagnosis banding
- Talasemia minor
- Anemia karena penyakit kronik

• Tatalaksana

1. Mengatasi faktor penyebab. Penyebab defisiensi besi menurut umur:


2. Pemberian preparat besi (Bertujuan untuk pencegahan atau terapi)
- Dosis profilaksis: diberikan jika SI masih menunjukkan batas normal atau
pada bayi berisiko tinggi mengalami anemia defisiensi besi. Dosis besi
elemental yang diberikan 1 mg/KgBB/hari
- Dosis terapeutik:
o Besi elemental 4-6 mg/KgBB/hari. Respon terapi dengan menilai
kenaikan Hb/Ht setelah satu bulan, yaitu kenaikan Hb sebesar 2
g/dL atau lebih. ES antara lain mual, muntah, kolik abdomen.
o Intramuskular/IV: diberikan apabila respon terapi dengan besi oral
tidak baik atau kehilangan besi dalam waktu yang cepat. ES antara
lain mual, muntah, lemas, demam, nyeri kepala, sampai anafilaksis.
Transfusi darah jarang diperlukan, hanya pada kelainan anemia
yang sangat berta dengan kadar Hb <4g/dL. Komponen darah yang
diberi PRC.
• Prognosis
- Ad vitam :
- Ad functionam :
- Ad sanationam :

• Pencegahan
• Primer:
1. Mempertahankan ASI eksklusif hingga 6 bulan
2. Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun
3. Menggunakan sereal/makanan tambahan yang difortifikasi tepat pada
waktunya, yaitu sejak usia 6 bulan sampai 1 tahun
4. Pemberian vitamin C seperti jeruk, apel pada waktu makan untuk
meningkatkan absorbsi besi serta menghindari bahan yang menghambat
absorbsi besi seperti teh, fosfat, dan fitat pada makanan.
5. Menghindari minum susu yang berlebihan dan meningkatkan makanan yang
mengandung kadar besi yang berasal dari hewani

• Sekunder:
1. Skrining ADB:
- Skrining ADB dilakukan dengan pemeriksaan Hb atau Ht, waktunya
disesuaikan dengan BB lahir dan usia bayi. Waktu yang tepat masih
kontroversial. American Academy of Pediatrics (AAP) menganjurkan
antara usia 9-12 bulan, 6 bulan kemudian, dan usia 24 bulan. Pada
daerah dengan risiko tinggi dilakukan tiap tahun sejak usia 1 tahun
sampai 5 tahun.
- Skrining dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan MCV, RDW, feritin
serum dan trial terapi besi. Skrining dilakuakn sampai usia remaja.
- Nilai MCV yang rendah dengan RDW yang lebar merupakan salah satu
alat skrining ADB.
- Skrining yang paling sensitif, mudah dan dianjurkan yaitu zinc
erythrocyte protoporphyrin (ZEP)
- Bila bayi dan anak diberi susu sapi sebagai menu utama dan berlebihan
sebaikinya dipikirkan melakukan skrining untuk deteksi ADB dan segera
memberi terapi.

2. Suplementasi besi
Dosis besi elementasi yang dianjurkan:
- Aterm: 1 mg/KgBB/hari, sejak usia 6 bulan
- BBLR:
§ 1500-2000 g: 2 mg/Kg/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
§ 1000-1500 g: 3 mg/Kg/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
§ <1000 g: 4 mg/Kg/hari, diberikan sejak usia 2 minggu
§ Bahan makanan yang sudah difortifikasi seperti susu formula untuk
bayi dan makanan pendamping ASI seperti sereal
4. SINDROM NEFROTIK

• Definisi
Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis dengan gejala proteinuria massif,
hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang disertai gejala
hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal.

• Klasifikasi
- Sindrom nefrotik kongenital
- Sindrom nefrotik primer (+/- 80% memberi respons yg baik pd pengobatan
awal steroid tapi 50% relaps berulang, 10% tdak memberi respons)
- Sindrom nefrotik sekunder

• Etiologi
Peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan
proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.
- Kongenital atau genetik
- Primer atau idiopatik
- Sekunder atau mengikuti penyakit sistemik (SLE, leukemia, HSP,
vasculitis,glomerulonephritis, dll)

• Kriteria diagnosis
- Proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick >= 2+)
- Hipoalbuminemia <2,5 g/dL (normal : 12-14 g/hari)
- Edema
- Dapat disertai hiperkolesterolemia >200 mg/dL

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama : edema palpebra mata, perut, tungkai atau seluruh tubuh
- Keluhan tambahan : penurunan jumlah urin, urin keruh atau terdpat hematuria
- Riwayat penyakit sekarang
Edema diawali dari kelopak mata lalu menjalar ke wajah, kaki, perut dan
akhirnya seluruh tubuh; diare; anoreksia
- Riwayat penyakit dahulu
Konsumsi steroid (prednisone)

Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum (kesadaran, kesan sakit, kesan gizi)
- Inspeksi :
§ wajah : edema di kedua kelopak mata, pucat
§ ekstremitas : edema tungkai, edema skrotum/labia
§ abdomen : adanya asites
- Palpasi
§ Abdomen : Undulasi dan shifting dullness (+) merupakan tanda ascites
§ Ekstremitas : superior dan inferior terdpaat pitting edema
- Status gizi : peningkatan BB krn adanya retensi cairan berupa edema.
Pemeriksaan penunjang
§ Darah lengkap
- Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, trombosit,
hematokrit, LED meningkat)
- Albumin (hipoalbuminemia)
- Kolesterol serum (hiperkolesterolemia)
- Ureum, kratinin
§ Urin lengkap
Proteinuria masif

• Diagnosis banding
- Penyakit jantung (bengkak diawali dari kedua tungkai karena venous return yg
berkurang dikakrenakan gangguan aliran balik ke jantung, gravitasi dan tahanan
perifer od tungkai tinggi terutama fosa poplitea dan inguinal)
- Penyakit hepar (bengkak diawali dari perut krn fibrosis pd hepar mengakibatkan
bendungan)
- Alergi (bengkak pada tempat tertentu saja dan sifatnya non pitting edema dan tdk
lama)
- Malnutrisi (bengkak seluruh tubuh tanpa penyebab yang jelas spt pada
kwashiorkor atau marasmus)

• Tatalaksana
Medikamentosa
- Kortikosteroid : prednisone 60mg/m2 LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari
(maksimal 180 mg/hari) dalam dosis terbagi tiga, selama 4 minggu.
- Diuretik

Furosemid 1 – 3 mg/kgbb/hari
+ spironolakton 2-4 mg/kgbb/hari

Respons (-)

Berat badan tidak menurun atau tidak ada diuresis dalam 48 jam

Dosis furosemid dinaikkan 2 kali lipat (maksimum 4-6 mg/kgbb/hari)

Respons (-)

Tambahkan hidroklorothiazid 1-2 mg/kgbb/hari

Respons (-)

Bolus furosemid IV 1-3 mg/kgbb/dosis


atau per infus dengan kecepatan 0,1-1 mg/kgbb/jam

Respons (-)

Albumin 20% 1g/kgbb intravena diikuti dengan furosemid intravena


- Jika diuretic blm berhasil, berikan infus albumin 20-25% 1g/kgBB selama 2-4
jam dan akhiri dgn pemberian furosemide IV 1-2 mg/kgBB
- Pemberian plasma 20 ml/kgBB/hari dgn cara 10 tetes/ menit
Nonmedikamentosa
- Rawat inap
- Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/kgBB/hari)
- Diet rendah garam 9102 g/hari)

• Prognosis
- Ad vitam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : malam
5. KEJANG DEMAM

• Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal >38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Biasanya terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun. Jika tjd <6bulan harus dipikirkan
penyebab lain spt infeksi SSP atau epilepsi.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk
dalam kejang demam.

• Klasifikasi
- Kejang demam sederhana
Kejang kurang dari 15 menit umumnya akan berhenti sendiri, kejang
umum tonik klonik tanpa gerakan fokal, kejang tidak berulang dlm wkt 24
jam
- Kejang demam kompleks
Kejang lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi / kejang
fokal atau parsial satu sisi menjadi umum, kejang berulang dalam 24 jam

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama : kejang + demam
- Riwayat kejang sebelumnya

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan penunjang
§ Pemeriksaan lab
Darah rutin
§ Pungsi lumbal
Untuk menegakkan/ menyingkirkan kemungkinan meningitis. Dianjurkan pd:
- Bayi < 12 bulan (sgt dianjurkan)
- Bayi anatara 12 – 18 bulan (dianjurkan)
- Bayi >18 bulan (tdk rutin)
§ Elektroensefalografi (EEG) : tdk begitu disarankan
§ MRI : dapat mendeteksi perubahan fokal yg terjadi baik bersifat sementara
maupun kejang fokal sekunder (sensitiv daripada CT-scan)

• Diagnosis banding
- Epilepsi
- Meningitis

• Tatalaksana
Medikamentosa
- Antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan
tidak boleh lebih dari 5 kali, ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali 3-4 kali sehari)
- Antikolvusan (diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam
atau diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pd suhu >38,5 C)
- Obat rumatan jika dgn indikasi : kejang berulang 2 kali atau lebih dalam
kurun waktu 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12
bulan, kejang demam dgn frekuensi >4kali per tahun, YAITU
phenobarbital atau asam valproate efektif menurunkan risiko
berulangnnya kejang

Nonmedikamentosa
- Rawat inap
- Edukasi orang tua : menjelaskan bahwa kejang demam memilik prognosis
baik, cara penanganagn kejang, informasi mengenai risiko berulang,
pemberian obat utk mencegah rekurensi tp diberi tahu efek samping jg.

• Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
6. MENINGITIS
• Definisi
Peradangan selaput otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme

• Klasifikasi
- Meningitis bacterial
a) Bakteri nonspesifik : Neisseria meningitides, Haemophillus
influenza, S.pneumoniae, Staphylococcus, Streptococcus,
E.coli, S.thyphosa
b) Bakteri spesifik : M.tuberkulosis, S.pneumococcus, Salmonella
typhi
- Meningitis viral : Mumps, measles
- Meningitis fungal
- Meningitis parasite

• Etiologi
- Meningitis bacterial
o Usia 0-2 bulan : streptococcus group B, Escherichia coli
o Usia 2 bulan-5 tahun : Streptococcus pneumoniae, Neisseria
meningitidis, Haemophillus influenza
o Usia diatas 5 tahun : Streptococcus pneumoniae, Neisseria
meningitidis

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama : demam tinggi, nyeri kepala dengan atau tanpa
penuruna kesadaran
- Keluhan tambahan : rewel, leatrgi, malas minum, high pitched cry,
kejang atau muntah proyektil krn peningkatan TIK
- Riwayat penyakit sekarang : diare, batuk pilek, rhinorrhea, otorrhea
sebagai port of entry dari mikroorganisme penyebab meningitis
- Riwayat penyakit dahulu : menderita penyakit infeksi sebelumnya
seperti infeksi saluran napas/saluran cerna spt demam, batuk, pilek,
diare dan muntah

Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum
o Kesadaran : penurunan kesadaran atau iritabilitas
o Kesan sakit
o Kesan gizi
- Ditemukan ubun-ubun besar yg membonjol
- Kaku kuduk
- Tanda rangsang meningeal lain (Bruzinski dan Kernig = BELAJAR
LAGI YA) tapi biasanya tdk ditemukan pd anak kurang dari 1 tahun
- Peningkatan TIK
- Tanda infeksi di tempat lain : infeksi THT, sepsis, pneumonia)

Pemeriksaan penunjang
- Darah perifer lengkap dan kultur darah
- Pungsi lumbal (penting utk menegakkan etiologi)
- Ditemukan jumlah sel 100-10.000/mm3 dgn hit.jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa<40 mg/dL,
pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi
- CT scan atau MRI kepala jika curiga ada komplikasi spt empyema
subdural, hidrosefalus dan abses otak
- EEG dpt ditemukan perlambatan umum

• Diagnosis banding
• Tatalaksana
Medikamentosa
- Terapi empiric antibiotic
o Usia 1-3 bulan : ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi
dlm 4 dosis + sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dlm
4 dosis atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari Iv dibagi dlm 2
dosis
o Usia >3 bulan : sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi
dlm 3-4 dosis atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2
dosis atau ampisisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dlm 4
dosis + kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dlm 4 dosis
- Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dlm 4 dosis selama 4 hari.
Injeksi deksametason diberi 15-30 menit sblm atau pd saat pemberian
antibiotik

Nonmedikamentosa
- Monitor dan evaluasi tanda vital dan status neurologis

• Prognosis
- Ad vitam :
- Ad functionam :
- Ad sanationam :
7. HEMOFILIA
• Definisi
Hemophilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah atau gangguan
koagulasi yang bersifat hereidter. Hemophilia A dan B diturunkan secara
sex(x)-linked recessive. Kedua gen tsb terletak pada kromosom X, semua anak
perempuan dari laki-laki yang menderita hemophilia adalah karier penyakit, dan
anak laki-laki tdk terkena.

• Klasifikasi
- Hemophilia A (hemophilia klasik), disebabkan defisiensi atau
disfungsi factor pembekuan VIII (F VIIIc)
- Hemophilia B (Christmas disease), disebabkan defisiensi atau
disfungsi factor IX.
- Hemophilia C, disebabkan defisiensi factor XI
-
• Etiologi
- Genetic atau keturunan
- Mutasi gen factor pembekuan darah spontan akibat lingkungan
endogen maupun eksogen
- Defisiensi factor pembekuan darah VIII, IX, XI

• Manifestasi klinis
- Perdarahan berlebihan scr spontan setelah luka ringan
- Pembengkakan
- Nyeri
- Kelainan degenerative pada sendi, keterbatasan gerak
- Hematuria spontan

• Kriteria diagnosis
- Perdarahan sukar berhenti/ hematom/hemartrosis spontan atau setelah
trauma ringan
- Riwayat keluarga
- Masa pembekuan memanjang, masa tromboplastin parsiap memanjang
- Kadar aktivitas F VIII/IX dibwh normal

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama : perdarahan spontan/pasa trauma atau operasi
- Keluhan tambahan/RPS : perdarahan sendi (terlihat bengkak dan nyeri
bila digerakkan), perdarahan otot/jar.lunak, perdarahan intrakranial
(peningkatan TIK spt muntah, penurunan kesadran, dan kejang),
perdarahan mata, sal.cerna leher/tenggorokan.
- Riwayat keluarga : riwayat kelainan yg sama dlm keluarga
- Riwayat penyakit dahulu : pada bayi hrs dicurigai jika ditemukan
bengkak/hematoma pd saat bayi mulai merangkak atau berjalan. Saat
anak lbh besar dpt timbul hemartrosis di sendi lutut, siku, pergelangan
tangan.
Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum (kesadaran : penurunan kesadaran, kesan sakit, kesan
gizi)
- Perdarahan sendi : bengkak dan nyeri pada sendi
- Perdarahan intracranial : tanda peningkatan TIK
- Perdarahan berat : pucat, syok hemoragik
Pemeriksaan penunjang
- Darah rutin
o Penurunan kadar hemoglobin
o Pemanjangan masa pembekuan (clotting time/CT)
o APTT dan PT normal
o Pemeriksaan kadar factor VIII dan factor IX

• Tatalaksana
Nonmedikamentosa
- Penanganan perdarahan akut sedini mungkin (<2 jam)
- Evaluasi dan pemantauan setiap 6-12 bulan sekali
Medikamentosa
- Utk sendi /otot: RICE, dlm waktu <2 jam berikan replacement therapy
factor VIII/IX dgn dosis sesuai tabel.
- Desmopressin (utk meningkatkan F VIII) dosis 0,3 ug/kg dgn cara
dilarutkan dlm 50-100 ml normal saline, diberikan mll infus perlahan
dlm 20-30 menit.
- Asam traneksamat (indikasi : perdarahan mukosa spt epistaksis,
perdarahan gusi) dosis 25 mg/kgBB/kali, 3 x sehari, oral/iv slm 5-10
hari

• Prognosis
- Ad vitam :
- Ad functionam :
- Ad sanationam :
8. ALERGI ANAK

• Definisi
Alergi adalah reaksi hipersensitivitas yg diinisiasi oleh mekanisme imun.
Antibody yg biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE. Alergi yg tdk
dimediasi oleh IgE, inflamasi dpt dimediasi oleh limfosit (dermatitis kontak
alergi), IgG (anafilaksis yg disebabkan kompleks imun).

• Klasifikasi
- Urtikaria-angioedema
§ Urtikaria adalah erupsi kulit yang menimbul (plak edemateus)
multipel berbatas tegas, berwarna merah, lebih pucat pada
bagian tengah, memucat bila ditekan, dan gatal.
§ Kadang disertai angioedema yaitu pembengkakan difus yg tdk
gatal dan tdk pitting dgn predileksi muka, daerah orbita,
perioral, dan genitalia.
- Dermatitis atopik
§ Reaksi inflamasi pada kulit timbul pada bayi <6 bulan dan
jarang tjd di usia <8 minggu. Didasari oleh factor herediter dan
lingkungan.
§ Predileksi di daerah muka terutama pipi dan daerah ekstensor
dari ekstremitas. Pd bayi yg msh muda, predileksi pd muka
lebih sering disbanding ekstensor.
§ Gejala : gatal menyebabkan bayi gelisah dan rewel dgn tidur
terganggu
- Rinitis alergi
§ Gejala hipersensitivitas dari mukosa hidung berupa rasa gatal,
bersin, peningkatan sekresi, dan hidung tersumbat.
§ Factor pencetus: udara dingin, debu, uap, bau cat, polusi udara,
bau masakan, bubuk detergen
§ Gejala baru ditemukan pd usia diatas 4-5 tahun. Riwayat
keluarga salah satu factor predisposisi
- Asma
§ Gangguan inflamasi kronik saluran napas. Dgn gejala : mengi
berulang, sesak napas, dada tertekan, batuk, terutama pd malam
atau dini hari
§ Paling sering pada usia 1 tahun pertama usia anak.
- Alergi susu sapi
§ Protein susu sapi adalah protein asing yg pertama kali dikenal
bayi. Gejala dimulai pd usia 6 bulan pertama kehidupan.
§ Gejala : kulit (urtikaria, kemerahan kulit, pruritus, dermatitis
atopic), sal.napas (hidung tersumbat, rintis, batuk berulang,
asma), sal.cerna (munah, kolik, konstipasi, diare, melena)
- Alergi makanan
§ Reaksi hipersensitivitas I dgn factor penyebab : genetic (atopi
dari orangtua), imaturitas usus (sistem pertahanan mukosa usus
yg lemah sehingga memudahkan allergen masuk ked lm tubuh).
Pemberian ASI ekslusif mengurangi jumlah bayi yg
hipersesnitif terhadap makanan pd thn pertama.
§ Gejala : gatal di bibir, mulut, faring, mual muntah, nyeri perut,
kembung, diare, perdarahan usus, rinits, asma, urtikaria,
angioedema.

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Keluhan utama : gatal + (sesuai klasifikasi)
Riwayat Penyakit Sekarang
§ bagaimana keluhan tsb bisa timbul
§ brp jarak antara gejala yg timbul dgn terpaparnya alergen yg dicurigai
§ tanyakan riwayat alergi
§ jumlah alergen yg menimbulkan gejala. Apakah gejala sll timbul bila
terpapar alergen yg dicurigai
Riwayat Penyakit Dahulu
§ apakah pernah menderita penyakit ini sblmnya
§ tanyakan riwayat alergi lain ada/tdk dulu nya
Pemeriksaan fisik
§ Keadaan umum (kesadaran, kesan sakit, kesan gizi)
§ Tanda dari penyakit atopi spt kulit kering, bersisik, likenifikasi
§ Tanda alergi dari kulit (dermatitis atopi, urtikaria, angioedema)
§ Tanda alergi dari sal.cerna
§ Tanda alergi dari sal.napas (tanda rhinitis, asma dll)
§ Status gizi, status hidrasi, kadang tampak pucat
Pemeriksaan penunjang
§ Uji kulit (terutama pd dibwh usia < 1 tahun)
§ Uji DBPCFC (double blind placebo food challenge utk ujia alergi
makanan)
§ Catatan buku harian pasien, utk mencatat semua jenis makanan dan
gejala yg timbul dlm jangka waktu tertentu

• Tatalaksana
Medikamentosa
§ Anti inflamasi non steroid
§ Anti histamine
§ Steroid
§ Teofilin atau epinefrin
Nonmedikamentosa
§ Rawat inap dgn indikasi : dehidrasi berat, gizi buruk, anafilaksis,
anemia yg memerlukan transfuse darah
§ Menghindari sumber alergen

• Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad functionam : bonam
- Ad sanationam : dubia ad bonam
9. ASFIKSIA NEONATORUM

• Definisi
Kegagalan nafas yg terjadi secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (IDAI).

• Etiologi
- Faktor ibu (preeklampsia&eclampsia, perdarahan abnormal, partus
lama/partus macet, demam slm persalinan, kehamilan lewat waktu)
- Faktor tali pusat (lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat,
prolapses tali pusat)
- Faktor bayi (bayi premature, kelainan kongenital, air ketuban
bercampur meconium, persalinan dgn sungsang, bayi kembar, distosia
bahu)

• Kriteria diagnosis
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yg disebabkan oleh kurangnya
oksigen pada udara respirasi, yg ditandai dgn :
- Asidosis (pH < 7,0) pada darah arteri umbilikalis
- Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetap 0-3
- Manifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
- Gangguan multiorgan sistem

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas atau tidak menangis

Pemeriksaan fisik
§ Denjut jantung janin (<100x/menit diluar hiss, tdk teratur)
§ Meconium dlm air ketuban
§ Pemeriksaan pH darah janin (pH <7,2 asidosis)
§ Pemantauan APGAR skor menit ke 1 dan ke 5 (jika menit ke 5 msh
<7 lanjut menit ke 5 berikutnya sampai nilainya &) utk indikasi
resusitasi

Pemeriksaan penunjang
§ Foto polos thoraks
§ USG kepala
§ Lab : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit, gula darah,
elektrolit darah

• Tatalaksana
Medikamentosa
§ Epinefrin IV 0,1-0,3 mL/kgBB larutan 1:10.000
§ Natrium bikarbonat 4,2%
§ Dekstron 10%
§ Nalokson
Nonmedikamentosa
§ Resusitasi jantung & paru (RJP neonatus)
§ Tindakan VTP (ventilasi tekanan positif)
§ Oksigenasi

• Prognosis
- Ad vitam :
- Ad functionam :
- Ad sanationam :

10. EPILEPSI

• Definisi
Epilepsi adalah serangan paroksismal berulang dua kali atau lebih tanpa
penyebab yg jelas dgn interval serangan lebih dari 24 jam, akibat lepas muatan
listrik berlebihan di neuron otak.

• Etiologi
- Faktor genetic, namun tidak terjadi pada semua epilepsy
- Gangguan perkembangan otak
- Pernah mengalami perdarahan di kepala, riwayat radang otak, radang
selaput otak

• Manifestasi klinis
- Kejang tidak harus kejang kelojotan dan mengeluarkan bisa, serangan
kejang dapat berupa kaku di seluruh tubuh
- Kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah
- Kedutan di sebelah mata dan sebagain wajah

• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
- Keluhan utama
Kejang berulang 2 kali atau lebih tanpa penyebab, kaku di seluruh
tubuh
- Keluhan tambahan
Kejang kaku/kelojotan sebagian lengan atau tungkai bawah, kedutan di
sebelah mata dan sebagain wajah, tangan atau kaki tiba2 tersentak atau
tiba2 jatuh spt kehilangan tenaga
- Riwayat penyakit sekarang
Sebelum kejang anak masih beraktivitas spt biasa.
§ Pola/bentuk serangan
§ Lama serangan
§ Gejala sebelum, selama dan sesudah serangan
§ Frekuensi serangan
§ Factor pencetus
§ Ada/tidaknya penyakit lain yg diserita skrg
§ Usia saat terjadinya serangan pertama
- Riwayat penyakit dahulu
Pernah mengalami perdarahan di kepala, riwayat radang otak, radang
selaput otak, pernah kejang satu kali namun berlangsung lama (lebih
dari 30 menit)
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi/konsumsi obat-obatan
- Riwayat penyakit epilepsy dlm keluarga

Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : hilang kesadaran sesaat (anak tampak bengong/spt
melamun)
- Trauma kepala
- Infeksi telinga atau sinus
- Keterlambatan perkembangan
- organomegali

Pemeriksaan penunjang
- EEG (banyak focus kejang / tidak normal) : kelainan fokal
menunjukkan lesi struktural di otak sdgkn kelainan umum
menununjukkan kelainan genetic atau metabolik.
o EEG abnormal : irama asimetris, irama gelombang tdk teratur,
lebih lambat dari sblmnya
- Neuroimaging (radiologis utk melihat struktur otak)
o MRI (bandingkan hippocampus kiri dan kanan)
o CT scan

• Diagnosis banding

• Tatalaksana
Medikamentosa
Sebagian besar jenis epilepsy pada anak memerlukan pengobatan sampai 2
tahun bebas kejang. Pemberhentian harus bertahap selama 3-6 bulan
- Diazepam rektal 5 mg jika BB < 10 kg atau 10 mg jika BB >10 kg
- Jika blm berhenti, diulang selang waktu 5 menit dgn dosis dan obat yg
sama, jika blm berhenti bawa ke RS
- OAE : fenitoin, karbamazepin, fenobarbital, asam valproate
Prinsip : dimulai dgn dosis tunggal dan dosis terendah

Nonmedikamentosa
Edukasi orang tua seperti keteraturan meminum obat, cara pertolongan
pertama pada saat terjadi serangan
- Saat kejang : oksigenasi adekuat

• Prognosis
- Ad vitam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam
11. SLE

• Definisi
• Etiologi
• Manifestasi klinis
• Penegakkan diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
• Diagnosis banding
• Tatalaksana
Medikamentosa
Nonmedikamentosa
• Prognosis
- Ad vitam :
- Ad functionam :
- Ad sanationam :
12. ASMA BRONKIAL

● Definisi
Inflamasi kronik pada saluran napas yang ditandai dengan obstruksi jalan napas
● Gejala/Keluhan Utama:
1. Mengi: biasanya pada ekspirasi. Disebabkan oleh turbulensi udara
2. Batuk: tidak berdahak, nonparoksismal, biasanya berhubungan dengan
saluran napas atas
3. Batuk pada malam hari atau setelah aktivitas: setelah tengah malam atau
pagi hari
4. Nafas pendek
5. Dada sesak
Pada anak, biasanya terlihat lelah dan kebingungan setelah serangan
● Penyebab
1. Genetik
2. Sensitisasi dini oleh alergen (susu, kacang, makanan laut, debu rumah, serbuk
sari bunga) dan polutan
3. Infeksi virus: RSV, Parainfluenza, adenovirus
4. Faktor lingkungan dan sosioekonomi
● Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum terkena asma pernah ada penyakit atopi? Bronkitis, bronkiolitis,
pneumonia, batuk kronik?
● Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atopi keluarga? Ibu memiliki asma/dermatitis atopi/rinitis
alergi/peningkatan kadar IgE?
● Pemeriksaan Fisik
Pada episode akut: napas pendek saat istirahat, tidak nafsu makan, duduk
tegak, berbicara kata per kata, agitasi
Pada episode berat: RR >30, penggunaan otot nafas tambahan, retraksi suprasternal,
HR >120, mengi bifasik, pulsus paradoksus, saturasi O2 <91%
Pada status asmatikus: pergerakan torakoabdominal paradoks, mengi tidak ada,
hipoksemia bermanifestasi bradikardia, pulsus paradoksus hilang
● Pemeriksaan Penunjang
● Penatalaksanaan
Controller: Glukokortikoid inhalasi/sistemik
Reliever: Beta agonis B2 short acting
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat

● Prognosis
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad fungsionam: dubia ad malam
Ad sanationam: dubia ad malam









































13. DEMAM REMATIK
Sindrom klinis yang menyertai faringitis oleh kuman ß-Steptokokuks hemolikus grup A.
Penyakit jantung reumatik adalah gejala sisa berupa cacat pada katup akibat demam reumatik
sebelumnya.
Insidens demam reumatik di negara maju relatif rendah dibandingkan dengan di negara
berkembang. Di Amerika Serikat, insidens demam reumatik adalah 0,6 per 100.000 penduduk
pada kelompok usia 5-19 tahun. Di Srilangka insidens DR adalah 100-150 kasus per 100.000
penduduk. Di negara yang mencatat demam reumatik dan penyakit jantung reumatik, pada
umumnya dilaporkan 10-30 kasus per 10.000 penduduk setiap tahun.
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantung reumatik dibagi atas 4
stadium yaitu:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas atas oleh kuman ß-Streptokokus hemolitikus grup
A. Seperti infeksi saluran napas atas umumnya, keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah, dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi
diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai peradangan
lainnya. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, yaitu masa antara infeksi Streptokokus dengan
permulaan tanda dan gejala demam reumatik. Stadium Periode ini biasanya berlangsung 1-3
minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III adalah timbulnya fase akut demam reumatik, berupa
ditemukannya tanda atau gejala peradangan umum (manifestasi minor) dan tanda atau gejala
spesifik (manifestasi mayor) demam reumatik.

Manifestasi peradangan umum (gejala minor)
Biasanya penderita mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak
menjadi lesu, anoreksia, cengeng, dan berat badan tampak menurun. Anak tampak pucat,
dapat pula dijumpai adanya epistaksis. Artralgia adalah nyeri sendi tanpa tanda objektif pada
sendi. Artralgia biasanya melibatkan sendi besar. Gejala klinis lain yang dapat timbul adalah
nyeri perut, kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai apendisitis akut. Sakit
perut ini akan memberikan respon cepat dengan pemberian salisilat.

Manifestasi klinis spesifik (gejala mayor)
Manifestasi klinis spesifik atau gejala mayor berupa:
1. Poliartritis migrans
Biasanya menyerang sendi-sendi besar seperti sendi lutut, pergelangan kaki, siku, dan
pergelangan tangan. Sendi yang terkena menunjukkan gejala peradangan yang jelas seprti
bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Artritis
reumatik bersifat asimetris dan berpindah-pindah. Kelainan ini ditemukan pada sekitar
70% pasien DR/PJR.

2. Karditis
Karditis reumatik merupakan proses peradangan aktif yang dapat mengenai
endokardium, miokardium atau perikardium. Karditis merupakan gejala mayor
terpenting, karena hanya karditislah yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama
kerusakan katup jantung. Karditis pada demam reumatik akut ditemukan pada sekitar 50%
kasus. Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan
satu atau lebih tanda-tanda berikut
a. Bunyi jantung melemah dengan irama depa diastolik.
b. Terdengar bising jantung yang semula tidak ada.
c. Kardiomegali
d. Perikarditis. Biasanya diawali dengan adanya rasa nyeri di sekitar umbilikus akibat
penjalaran nyeri bagian tengah diafragma. Tanda lain perikarditis adalah friction rub,
efusi perikardium, dan kelainan pada EKG. Perikarditis jarang me-rupakan kelainan
tersendiri, biasanya merupakan bagian dari pankarditis.
e. Gagal jantung kongestif pada anak atau dewasa muda tanpa sebab lain.
3. Korea Sydenham
4. Eritema marginatum
5. Nodul subkutan

Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
2. EKG
3. Ekokardiografi

Diagnosis
Didahului dengan faringitis akut sekitar 20 hari sebelumnya, yang merupakan periode laten
(asimtomatik), rata-rata onset sekitar 3 minggu sebelum timbul gejala.
Diagnosis berdasarkan Kriteria Jones (Revisi 1992). Ditegakkan bila ditemukan 2 kriteria
mayor, atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus
Grup A tenggorok positif + peningkatan titer antibodi streptokokus.
KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR
• Karditis • Artralgia
• Poliartritis • Demam
• Korea • Lab:
• Eritema marginatum ◦ ASTO >
• Nodul subkutan (EKG: PR interval memanjang) ◦ LED >, CRP +
Klasifikasi derajat penyakit (berhubungan dengan tatalaksana)
1. Artritis tanpa karditis
2. Artritis + karditis, tanpa kardiomegali
3. Artritis + kardiomegali
4. Artritis + kardiomegali + gagal jantung

Tata laksana
1. Istirahat baring
2. Anti inflamasi
3. Eradikasi kuman
4. Profilaksis jangka panjang
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
1. Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan
endokarditis pada pasien dengan kelainan katup.
2. Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap. Ekokardiografi
untuk evaluasi jantung.
3. Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi pasien
dengan alergi penisilin.
4. Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
5. Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
a. Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai 2
minggu, kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
b. Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 4-6 dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis. Bila ada
perbaikan, dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu berikutnya.
6. Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu.


































14. MALARIA

1. Penyakit infeksi karena Plasmodium Sp


2. Anamnesis
- KU : demam
- RPS : menggigil, berkeringat, muntah, diare
- Berasal/ riwayat dari daerah endemis malaria
3. Pemeriksaan fisik
- Mata : anemia, ikterik
- Abdomen : hepatosplenomegali
- Malaria berat
• Penurunan kesadaran
• Anemia berat, ikterus
• Edema paru, syok, hipotensi
• Gagal ginjal
4. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
SADT tebal : +/- plasmodium
SADT tipis : identifikasi adanya plasmodium
- Radiologis
Tergantung klinis (pembesaran organ: USG)
5. Tatalaksana
- Medikamentosa
• Klorokuin fosfat oral 25mg/kgBB/3 hari
Hari pertama : 10 mg
Hari kedua : 10 mg
Hari ketiga : 5 mg
• Kina dihidroklorokuin IV 1 mg/kgbb dalam dextrose 5% 10cc/kgbb
- Suportif
• Cairan dan nutrisi
• Jika anemia Hb <7,1 g/dL : tranfusi komponen darah (pack red
cell 10ml/kgbb atau wholeblood 20ml/kgbb)
• Jika gagal ginjal : dialisis peritoneal
• Jika gagal napas : ventilator
• Jika demam >39der C : antipiretik
• Jika malaria berat + komplikasi : rawat
6. Diagnosis banding
- Demam tifoid : demam lebih dari 7 hari dengan keluhan sakit kepala,
perut, lidah kotor
- Demam dengue : demam selama 2-7 hari, sakit kepala, uji torniquet +,
perdarahan
15. IKTERUS NEONATORUM

1. Infeksi paling sering terjadi pada neonatus selain sepsis


2. Dipengaruhi oleh pelayanan persalinan yang bersih dan aman (terutama tali
pusat)
3. Anamnesis
- KU : otot bayi mengalami kekakuan (spasme)
- KP : bayi malas minum
- R. Kehamilan: di tenaga non medis yang tidak terlatih, penambahan zat
pada tali pusat
4. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : bayi sadar, terjadi spasme otot berulang jika tdpt
rangsangan
- Mulut : mecucu ( carper mouth), trismus (sulit dibuka)
- Abdomen : defens muskular +, opistotonus (terdapat celah antara
punggung bayi dan alas), umbilicus kotor dan bau
- Ekstremitas : anggota gerak spastik
5. Pemeriksaan penunjang
- Hanya untuk menyingkirkan diagnosis banding (sepsis dan meningitis):
pungsi lumbal
6. Tatalaksana
- Medika mentosa
• Cairan rumatan
• Diazepam IV 10mg/kgbb/hari sampai 1 minggu
• Jika henti napas selama spasme: O2 à kalau blm bernapas
resusitasi à kl blm juga rujuk ke RS dengan NICU
- Untuk bayi
• Human tetanus Ig 500 unit IM
• Metronidazol 30 mg/kgbb/d per 6 jam oral/parenteral
• Obat infeksi lokal pada talipusat jika bengkak, nanah atau bau
busuk
- Untuk ibu
• Imunisasi tetanus toxoin 0,5 ml untuk preventif kehamilan
selanjutnya
- Observasi
• Rawat bayi di ruang tenang dan gelap (minimalisir rangsangan)
7. Pencegahan
- Imunisasi DPT usia bayi bulan ke 2, 3, 4, 15 dan ulangan tahun ke 5, 10-
12, 18
8. Diagnosis banding
- Polio : tidak ada trismus, paralisis flasid
- Peritonitis : trismus dan spasme tidak ada, ada defens muscular
DEFINISI
Keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus (kuning) pada
kulit, sklera, jaringan lainnya akibat adanya penimbunan bilirubin dalam tubuh.

KLASIFIKASI
1) Ikterus fisiologis
Proses normal yang terlihat pada bayi aterm/cukup bulan sampai dengan
bayi premature dalam minggu pertama kehidupan. Tanda-tanda:
a) Warna kuning timbul pada hari kedua/ketiga setelah bayi lahir dan
tampak jelas pada hari kelima-keenam dan menghilang sampai hari
ke10.
b) Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonates kurang
bulan dan 12.5 mg/dl pada neonates cukup bulan
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl per hari
d) Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1mg/dl
e) Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang berpotnsi
menjadi kern icterus (ensefalopati biliaris adalah kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek pada otak)
2) Ikterus patologis
Ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
a) Icterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
c) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonates kurang
bulan dan 12.5 mg/dl pada neonates cukup bulan
d) Peningkatan bilirubin total serum > 0.5 mg/dl/jam
e) Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat bdan yang cepat,
apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil.
f) Icterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14
hari pada bayi kurang bulan.
g) Ikterus yang disertai keadaan antara lain: BBLR, masa gestasi < 36mg,
asfiksia, infeksi, dan hipoglikemia
ETIOLOGI
1) Produksi yang berlebihan, co: pada hemolysis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G6PD, pyruvate kinase,
perdarahan tertutup, dan sepsis.
2) Gangguan proses uptake dan konjugasi hepar, disebabkan oleh imaturitas
hepar kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi
hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glucoronil transferase (criggler najjar syndrome), defisiensi protein Y
dalam hepar yg berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.
3) Gangguan dalam transportasi, Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4) Gangguan dalam ekskresi, dapat terjadi akibat obstruksi dalam atau diluar
bepar. Kelainan diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar.
5) Obstruksi saluran pencernaan (fungsional/structural) dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia unconjugated akibat penambahan
dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi enterohepatik.
6) Icterus akibat Air susu ibu. Ikterus akibat ASI merupakan unconjugated
hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya
menjelang hari ke 6-14). Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi
yang disusui ASI selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang
terkandung dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan
meningkat, dan kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat
ASI bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula,
mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan
asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya yaitu
bukan dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan
meningkatkan frekuensi pemberiannya.

DIAGNOSIS

Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan.


Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan dengan menekan
sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena pengaruh
sirkulasi darah.

Cara menegakkan diagnosa ikterus pada bayi baru lahir, antara lain sebagai
berikut :

1) Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan sebagian
tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah

2) Pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut


sampai kaki dengan hasil bayi berwarna kuning serta pemeriksaan reflek
bayi
3) Pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan golongan
darah, uji coombs direk, uji coombs indirek, kadar bilirubin total dan direk,
darah periksa lengkap dengan diferensial, protein serum total, dan
glukosa serum.

Cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan risiko terjadinya


kern icterus, salah satunya dengan cara klinis (rumus Kramer) yang
dilakukan di bawah sinar biasa (day light). Daerah kulit bayi yang
berwarna kuning untuk penerapan rumus Kremer, seperti dibawah ini :

Keterangan:

1. Kepala dan leher


2. Daerah 1 (+) badan bagian atas
3. Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan
tungkai
4. Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki di
bawah lutut
5. Daerah 1,2,3,4 (+) telapak tangan dan
kaki

Icterus neonatorum patologis dibagi menjadi 5 kramer sesuai dengan daerah


ikterusnya.

Pembagian icterus neonatorum menurut metode Kramer


Daerah Luas Ikterus Kadar bilirubin

(mg%)

1 Kepala leher 5
2 Daerah 1 (+) badan bagian atas 9

3 Daerah 1,2 (+) badan bagian bawah dan 11


tungkai

4 Daerah 1,2,3 (+) lengan dan kaki dibawah 12


lutut

5 Daerah 1,2,3,4 (+) telapak tangan dan kaki 16

1) Data Subjektif

a) Biodata atau Identitas Identitas yang perlu dikaji adalah umur bayi
yaitu ikterus pada 24 jam pertama termasuk patologis dan menetap
setelah usia 10-14 hari.

b) Keluhan Utama Keluhan yang timbul pada bayi dengan ikterus


neonatorum adalah bayi malas minum, letargis, dan kulit bayi berwarna
kuning.

c) Riwayat Penyakit Apakah terdapat riwayat gangguan hemolisis darah


(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah ABO), kelainan
fungsi hati, dan obstruksi saluran pencernaan.

d) Data Kebiasaan Sehari-hari

(1) Nutrisi : ASI yang diberikan pada bayi mempengaruhi tingginya


tingkat hiperbilirubinemia yang berkaitan dengan konjugasi dan ekskresi
bilirubin
(2) Aktivitas: pada bayi icterus gerakan lemah, tidak aktif, dan letargis

(3) Eliminasi: BAK biasanya pada bayi icterus warna urin gelap atau urin
+ mengandung hiperbilirubin, konsistensi BAB feses berwarna terang.

2) Data Objektif

a. keadaan umum

pemeriksaan status kesadaran, status hidrasi yang mencakup nutrisi bayi

b. Vital sign

1. frekuensi nadi: frekuensi nadi normal sama dengan bayi lahir normal

2. pernapasan: >60x/menit (takipnea)

3. suhu tubuh: tidak stabil

c. pemeriksaan fisik

1. kepala: menguningnya/jaringan lain di kepala akibat penimbunan bilirubin


dalam tubuh

2. muka: pada puncak hidung dan mulut berwarna kuning

3. mata: sklera berwarna kuning

4. kulit: berwarna kuning akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang


berlebih

5. Dada: berwarna kuning

6. Abdomen: perut berwarna kuning, pembesaran pada hati dan limpa

7. Ekstremitas: kaki dan tangan berwarna kuning


8. Genitalia: ketika BAK warna urine gelap

9. Anus: pengeluaran BAB pada warna feses bayi akan lebih terang.

d. Reflek

1. Reflek morro: dilakukan dengan cara memukul meja pemeriksa didekat


kepala bayi, lemah pada bayi dengan icterus neonatorum.

2. reflek Babinski: lemah, dengan cara menggores telapak kaki sepanjang


tepi luar.

3. reflek tonick neck: dilakukan dengan memutar kepala bayi ke salah satu
sisi dengan cepat.

4. Reflek rooting: mencari putting susu dengan rangsang taktil pada pipi dan
daerah mulut. Lemah pada bayi dengan icterus

5. reflex sucking: reflek menghisap. Lemah pada bayi dengan icterus.

3) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada bayi dengan


hiperbilirubinemia adalah pemeriksaan golongan darah, uji coombs direk, uji
coombs indirek, kadar bilirubin total dan direk, darah periksa lengkap dengan
diferensial, protein serum total, dan glukosa serum.

TATALAKSANA

A. Screening test
1. Golongan darah: untuk menentukan dan status Rh bayi bila transfuse sulih
diperlukan.
2. Uji coombs direk: untuk menentukan diagnosis penyakit hemolitik pada bayi
baru lahir, hasil + mengindikasikan sel darah merah bayi telah terpajan
(diselimuti antibody)
3. Uji combs indirek: mengukur jumlah antibody Rh positif dalam darah ibu.
4. Kadar bilirubin total dan direk: untuk menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia.
5. Darah periksa lengkap dengan diferensial: untuk deteksi hemolysis, anemia (Hb
<14gr/dl) atau polisitemia (Ht >65%), Ht <40% (darah tali [usat) mengindikasi
hemolysis berat.
6. Protein serum total
7. Glukosa serum: untuk deteksi hipoglikemia (<40mg/dl)
B. Menyusui bayi dengan ASI (mempercepat metabolism dan pengeluaran bilirubin
dengan early breast feeding.
C. Terapi sinar matahari (di jemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda.
Lakukan pada jam 07.00-09.00)
D. Terapi sinar (fototerapi) dilakukan selama 24 jam.
E. Transfusi Tukar (merupakan cara yang paling tepat untuk mengobati
hiperbilirubinemia pada neonates, transfuse tukar dilakukan pada keadaan
hiperbilirubinemia yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain)
16. INFEKSI VIRUS DENGUE (DF, DBD)
1. DF/DD : demam dengue (dengue fever)
DBD : demam berdarah dengue
2. Infeksi virus melalui perantara aedes aegepti/albopticus
3. Secara klinis dibagi 4
- DD - DSS (dengan syok)
- DBD - silent dengue infection
4. Anamnesis
- KU : demam
- RPS : mendadak tinggi, selama 2-7 hari (KHAS!)
: terjadi perdarahan pada kulit atau mimisan (KHAS!)
: lesu, muntah, nafsu makan menurun, diare
: nyeri kepala, otot, perut
5. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital : suhu mendadak tinggi
- Tenggorokan : faring nyeri dan hiperemis
- Ekstremitas : nyeri otot dan sendi
- Abdomen : nyeri di bawah arcus costa kanan
: hepatomegali dengan ggn fx hati (OT/PT pada lab)
- Perdarahan : ptekie, epistaksis, melena, hematuria
Pada DBD (tdk ada pada DD) terjadi peningkatan permeabilitas kapiler à
perembesan plasma, hipovolemi dan shock
Tanda shock
• Keadaan umum : gelisah smp penurunan kesadaran
• Ttv : napas cepat, nadi lemah, TD menurun
• Ekstremitas : akral dingin, CRT menurun
• Diuresis
6. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
• Darah rutin : Hb, leu, hitung jenis, Hct, trombosit peningkatan
15%
- Radiologi (urutan sesuai indikasi klinik)
• Foto thorax
DBD: peningkatan permeabilitas kapiler à perembesan plasma à
ekstravasasi cairan ke rongga pleura dan peritoneal
• USG: efusi pleura, asites
7. Penegakkan diagnosis DBD menurut WHO 1997
- Demam tinggi mendadak terus menerus selama 2-7 hari
- Manfestasi perdarahan: RL +, ptekie, ekimosis, epistaksis, hematemesis,
melena
- Pembesaran hati
- Tanda syok
- Laboratorium
• Trombositopenia <100rb/ mikroliter
• Hct meningkat 20%
8. Tatalaksana
- DBD tanpa syok
• Medikamentosa
ü Demam : antipiretik
• Suportif
ü Atasi kehilangan cairan plasma
ü Jika demam tinggi dan muntah terus: cairan IV
- DBD dengan syok
• Atasi penurunan vol plasma
ü IV Ringer laktat 10-20ml/kgbb selama 30 menit
ü O2 2-4L/menit
• Atasi penurunan darah ok perdarahan
ü Jika Hct >40 vol %
ü Dengan plasma segar beku
ü Tranfusi trombosit
9. Diagnosis banding
- Demam tifoid : demam lebih dari 7 hari dengan keluhan sakit kepala,
perut, lidah kotor
17. DEMAM TIFOID
1. Endemis di Indonesia ok infeksi sismtemik salmonella typhi
2. Kuman pada makanan à mulut à lambung à ileum à tembus dinding usus
à folikel limfoid usus halus (plak payeri) à sirkulasi darah (bakteriemi primer)
à jaringnan RES (hepar, lien, ss tulang unt multiplikasi) à bakteriemi
sekunder à serang organ lain (intra dan ekstra intestinal)
3. Anamnesis
- KU : demam 2 minggu
- RPS : delirium, malaise, nyeri kepala, perut, muntahm kembung,
diare, konstipasi
: demam naik bertahap setiap hari seperti anak tangga sampai
minggu kedua
4. Pemeriksaan fisik
- Kesadaran : delirium
- Mulut : lidah tifoid ( tengah kotor, pinggir hiperemis)
- Abdomen : +/- splenomegali, hepatomegali, meteorismus/kembung
- Thorax : ronkhi pd paru (+/-)
5. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
• Darah rutin
- anemia : defisiensi Fe, supresi ss tulang
- leukosit : menurun (<3rb uL)
- trombosit: menurun
- limfosit : meningkat
- Kultur + S.tiphi
- Serologik : widal kenaikan 4x titer
- Radiologi
Foto torax : jika komplikasi pneumonia
Foto abdomen : jika komplikasi intraintestinal (perforasi usus, bleeding)
6. Tatalaksana
- Medikamentosa
Antibiotik: dosis /kgbb/hari
• Kloramfenikol 50-100mg selama 10-14 hari
• Amoksisilin 100mg selama 10 hari
• Kotrimoksazole 6mg selama 10 hari
• Seftriakson 80mg selama 5 hari
• Sefiksim 10mg selama 10 hari
Kortikosteroid (jika dengan penurunan kesadaran) dexametason 1-
3mg/kgbb/hari
- Bedah
Jika terdapat perforasi usus
7. Diagnosis banding
- Demam dengue : demam 2-7 hari, rumpel leede +
18. RUBELLA
1. Ok virus rubella (campak jerman, campak 3 hari), transmisi dari cairan hidung,
aliran darah saat hamil
2. Anamnesis
- KU : bintik2 merah di wajah menjalar ke tubuh
- Penyerta : benjolan di belakang telinga (KGB), demam, sakit kepala,
nafsu makan berkurang
- RPS : bintik2 merah ada yang menyatu jd tambalan merata, gatal
bisa mengelupas dan menular
- Bayi belum imunisasi MMR (15 bulan dan 5 tahun)
3. Pemeriksaan fisik
- Kulit : kemerahan menyebar cepat dari wajah ke seluruh tubuh hilang
dengan cepat
- KGB : pembesaran disekitar leher
- Tenggorok: nyeri
- Ekstremitas: atralgia di tangan (pasien dewasa)
4. Pemeriksaan penunjang
- Isolasi virus
5. Tatalaksana
- Vaksin MMR
19. DIFTERI
1. Penyakit bakteri akut serang tonsil, faring, laring, hidung ok sitotoksik bakteri
corinebacterium diphteriae
2. Anamnesis
- KU : demam, leher bengkak
- Penyerta : putih2 pada mukosa mulut sulit dilepaskan
3. Pemeriksaan fisik
- Suhu : febris ringan
- Mulut : pseudomembran di faring, tonsil
- Hidung : keluar sekret berbau
- KGB : pembersaran di leher (bulls neck)
- Tenggorok: pseudomembran à obstruksi bisa stridor/suara parau
- Kulit/genital/mata: ulkus dengan dasar pseudomembran
- Telinga : otitis interna
4. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium: swab tenggorok untuk cari morfolofi C. Difteri
- Darah rutin: Hb menurun, leukositosis
5. Tatalaksana
- Medika mentosa
Antitoksin 40rb unit anti difteri serum
Antibiotik penisilin prokain 50rb unit/kgbb
O2
Jika obstruksi: trakeostomi
Jika demam: PCT
Jika sulit makan: NGT
6. Pencegahan
- Imunisasi DPT: bulan ke 2, 3, 4, 15. Tahun ke 5, 10-12, 18
7. Diagnosis banding
- Rinore
- Sinusitis
- Adenoiditis
20. PERTUSIS
1. Ok bordetella pertusis
2. Anamnesis
- KU : 1-2 minggu common cold
: 2-4 minggu batuk diawali napas panjang (whoop), batuk kering
- Penyerta : pilek, demam, meriang, nyeri tenggorokan à common colf
- RPS : spt flu biasa dalam 1 minggu, minggu selanjutnya gejala >
parah
: +/- muntah saat batuk
: batuk sampe biru/ berhenti bernapas saat serangan
3. Pemeriksaan fisik
Tidak informatif
4. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Darah rutin: leukositosis 20rb-50rb/ mikroliter, limfositosis
- Kultur
Swab nasofaring unt isolasi B pertusis
- Serologik
ELISA
5. Pencegahan
- Imunisasi DPT: bulan ke 2, 3, 4, 15. Tahun ke 5, 10-12, 18
- Isolasi cegah penularan

6. Tatalaksana
- Medikamentosa
Ab: eritromisin oral
O2
- Tatalaksana jalan napas
Selama batuk paroksismal kepala lebih rendah, telungkup/ miring unt
cegah aspirasi
- Penunjang
Bila demam: PCT
ASI, cairan peroral
21. POLIOMIELITIS
1. Penyakit ok virus polio (virus RNA)
2. Merusak grissea alba spinal cord dan medula oblongata à kelumpuhan otot2
3. Tertelan virus yang virulen à multiplikasi di plaq payeri ileum à darah dan
limfatik (sistemik) à 7-10 hari kmd menyebar termasuk ke saraf
4. Anamnesis
- KU : inkubasi 9-12 hari
: demam, muntah, sakit kepala, sakit perut, nyeri otot, kaku
leher dan punggung à kelumpuhsn
5. Pemeriksaan fisik
- Ekstremitas
• Tanda kernig +
Pasien berbaring panggul fleksi à + bila saat ekstensi genu pasien
kesakitan
• Brudzinski +
Pasien berbaring à leher di fleksikan pasien spontan fleksi sendi
lutut
• Tripod +
// brudzinski tp tangan menunjang ke belakang pada tempat tidur
6. Pemeriksaan penunjang
- Kultur
Tinja, swab tenggorok
- Laboratorium batas normal
7. Tatalaksana
- Tidak ada ttx spesifik
- Ab, vitamin, gama globulin tdk berefek
- Simptomatis dan suportif
8. Pencegahan
- Imunisasi polio bulan 1, 2, 3, 4, 18
22. MUMPS/GONDONG
1. Penyakit ok virus paramyxo
2. Virus masuk ke duktus kel parotis (stensen) à multiplikasi à viremia
umum
3. Anamnesis
- KU : bengkak di leher
- RPS : nyeri pada otot daerah leher, pembesaran nya cepat,
bengkak pada kel ludah yang lain
- KP : sakit kepala, lesu, nafsu makan menurun
4. Pemfis
- Leher : pembesaran antara batas belakang tulang mastoid,
meluas ke bawah dan kedepan (reda 3-7 hari)
5. Pempen
- Lab : tidak spesifik
6. Tatalaksana
Simtomatis, KS 2-4 hari unt preventif komplikasi
7. Pencegahan
Imunisasi MMR bulan ke 15 dan tahun ke 5
23. VARICELLA/HERPES ZOSTER
1. Varicella: ok virus varicella zoster virus à infeksi rekuren: herpes
zoster/shingles
2. Perjalanan penyakit
- Infeksi primer
Vesikel: superfisial, mudah pecah, berisi cairan dan base kemerahan, rata
bilateral
- Rekuren
Terjadi ketika VZV laten teraktivasi 30% individu
Vesikel: unilateral sejajar distribusi saraf sensoris
3. Anamnesis
- KU : bintik merah bersi cairan, gatal
- RPS : 24 jam gejala prodormal
4. Pemfis
- Kulit:
• VZV: vesikel menyebar bilateral berisi cairan bening dan dasar
eritema
• HZV: vesikel sejalan garis dermatom, unilateral, berkelompok,
jernih, dasar eritema
Lesi terpusat pada trunk dan wajah, gatal hebat
5. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Leukosit (+/-) ok infeksi virus
Tzank test: pecahkan bula dikerok + giemsa 100x pembesaran
- Radiologi
// indikasi/komplikasi
6. Tatalaksana
- Medika mentosa
• Acyclovir 5-7 hari
5-10mg/kg/hari dibagi 4-5x oral
• Bedak salicyl
• HZ: famciclovir, valaciclovir
- Non medikamentosa
Bedrest, cairan, jagna garuk veisikel
7. Pencegahan
- Vaksin varicella 1x dari usai 12 bln smp 18 tahun
8. DD
- Skabies: tunnel
- Dermatitis kontak: riwayat kontak dan alergi
- HSV 1: mulut, HSV 2: genital
24. GIZI BURUK

DEFINISI
Kondisi seseorang yang nutrisinya dibawah rata-rata.

KLASIFIKASI
1. Marasmus
Sering ditemukan pada balita. Gejalanya:
- Anak tampak kurus
- Rambut tipis dan jarang
- Kulit keriput
- Muka seperti orang tua (berkerut)
- Cengeng dan rewel meski setelah makan
- Bokong baggy pant
- Iga gambang
2. Kwashiorkor
Bentuk malnutrisi yang berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang
normal atau tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Tandanya:
- Pertumbuhan terganggu
- Perubahan mental
- Oedema ringan maupun berat
- Gejala gastrointestinal
- Rambut kepala mudah dicabut
- Kulit kering dan menunjukan garis-garis kulit yang lebih mendalam
dan lebar
- Hiperpigmentasi dan persikan kulit
- Pembesaran hati
- Anemia ringan
- Pada biopsy hati di temukan perlemakan.
3. Marasmiks-Kwashiorkor
Gejala klinisnya merupakan campuran beberapa gejala klinis antara
kwashiorkor dan marasmus.

ETIOLOGI
1. Anak tidak cukup mendapat makanan yang bergizi seimbang
2. Anak tidak mendapatkan asuhan gizi yang memadai
3. Anak menderita infeksi



DIAGNOSIS

- Tampak terlihat sangat kurus
- Adakah edema pada kedua punggung kaki ( bengkak pada punggung
kaki, jika dilakukan penekanan dengan jari selama beberapa detik,
cekungan akan menetap beberapa waktu setelah jari dilepaskan)
- Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
- Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk
- Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat,
nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun
- Demam (suhu aksila > 37,5C) atau hipotermi (suhu aksila < 35,5C)
- Sangat pucat
- Pembesaran hati dan icterus
- Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda
ascites, atau adanya suara seperti pukulan pada permukan air
(abdominal splash)
- Defisiensi vitamin A: konjungtiva atau kornea yang kering, bercak
bitot
- Focus infeksi: telinga, tenggorokan, paru, kulit
- Ulkus pada mulut
- Lesi kulit pada kwashiorkor: hipo atau hiperpigmentasi, ulserasi (kaki,
paha, genital, lipatan paha, belakang telinga), lesi eksudatif
menyerupai luka bakar, seringkali dengan infeksi sekunder (termasuk
jamur).
- Tampilan tinja (konsistensi, darah, lendir)

Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:

• BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)


• Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB >-3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB <-3SD

Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan
lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang
iga terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema.
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin anak
tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus.
Anak seperti itu tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika
ditemukan penyakit lain yang berat.

Penilaian status gizi dan antropometri


BB = ………. kg
TB = ………. cm
LLA = ……… cm
Lingkar kelapa = ……. cm

BB/U = ……….. contoh < p3 (presentil 3)


TB/U = ……….. contoh < p3
BB/TB = ………… contoh 69,7%
IMT = ………… (jika anak kelebihan gizi)

Kesimpulan
• Interpretasi BB menurut Umur (BB/U)
Anak usia <5 tahun pakai WHO
< -2 SD : BB kurang
-2 s/d +2 SD : BB normal
> +2 SD : BB berlebih

Anak usia >5 tahun pakai CDC


BB sekarang/ BB seharusnya x 100%

• Interpretasi TB menurut Umur (TB/U)


Anak usia <5 tahun pakai WHO
< -2 SD : BB kurang
-2 sampai +2 SD : BB normal
> +2 SD : BB berlebih

Anak usia >5 tahun pakai CDC


TB sekarang/TB seharusnya x 100%

• Interpretasi BB menurut TB (BB//TB)


Anak usia >5 tahun grafik CDC
BB sekarang/BB seharusnya x 100% (pakai tarik garis)
<70% : gizi buruk
70 – 90 % : gizi kurang
≥ 90 – 120 % : gizi normal

Anak usia <5 tahun grafik WHO


< -3 SD : gizi buruk
< -2 SD : gizi kurang
-2 s/d +1SD : gizi normal
1 – 2 SD : risiko gizi lebih
2 – 3 SD : gizi lebih
≥ 3 SD : obesitas

• Interpretasi IMT berdasarkan presentil CDC (hanya untuk anak yang gizi berlebih
hingga obesitas)
5p s/d 84p : gizi normal
≥ p85 s/d <p95 : gizi lebih
≥ p95 : obesitas

TATALAKSANA

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/GIZI-BURUK-
II-Hal-1-13-ok.pdf

25. HIPOGLIKEMIA

DEFINISI
Kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl (2,6 mmol/L) baik yang
memberikan gejala maupun tidak.

ETIOLOGI
1. Peningkatan pemakaian glukosa: hiperinsulin
- Neonates dari ibu penderita diabetes
- Besar masa kehamilan (BMK)
- Neonatus yang menderita eritroblastosis fetalis (isoimunisasi Rh-
berat)
- Neonates dengan sindrom beckwith-wiedemann (makrosomia,
mikrosefali ringan, omfalokel, makroglosia, hipoglikemia, dan
viseromegali)
- Neonates dengan nesidioblastosis atau adenoma pankreatik.
- Malposisi kateter arteri umbilikalis
- Ibu yang mendapat terapi tokolitik seperti terbutalin ; klorpropamid;
thiazide (diuretic)
- Setelah (pasca) transfuse tukar
2. Penurunan produksi/simpanan glukosa
- Premature
- IUGR (intrauterine growth restriction)
- Asupan kalori yang tidak adekuat
- Penundaan pemberian asupan (susu/minum)
3. Peningkatan pemakaian glukosa dan atau penurunan produksi glukosa
a. Stress perinatal
- Sepsis
- Syok
- Asfiksia
- Hipotermi
- Respiratory distress
- Pasca resusitasi
b. Transfuse tukar
c. Defek metabolism karbohidrat
- Penyakit penyimpanan glikogen
- Intoleransi fruktosa
- Galaktosemia
d. Defisiensi endokrin
- Insufisiensi adrenal
- Defisiensi hipotalamus
- Hipopituitarisme kongenital
- Defisiensi glucagon
- Defisiensi epinefrin
e. Defek metabolism asam amino
- Maple syrup urine disease
- Asidemia propionate
- Asidemia metilmalonat
- Tirosinemia
- Asidemia glutarat tipe II
- Ethylmalonic adipic aciduria
f. Polisitemia
g. Ibu mendapat terapi # −blockers (labetalol/propranolol) atau steroid.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Tremor, jitteriness (gerakan tidak beraturan), atau iritabilitas
- Kejang, koma
- Letargi, apatis
- Sulit menyusui, muntah sehingga asupan kurang
- Apneu
- Menangis melengking (high pitched cry) atau lemah
- Sianosis
- Beberapa bayi tidak memberikan gejala
2. Pemeriksaan fisik
- Berat lahir ≥4000 gram
- Beberapa saat sesudah lahir menunjukan gejala sakit seperti lemas
atau letargi, kejang, atau gangguan napas.
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan kadar glukosa darah
- Pemeriksaan urin rutin
- Kadar elektrolit darah jika fasilitas tersedia
- Apabila ditemukan hipoglikemi yang refrakter atau berat atau jika
telah diberikan infus glukosa >1 minggu, perlu dicari penyebab
hipoglikemia dengan memeriksa insulin, growth hormone, kortisol,
ACTH, tiroksin, TSH, glucagon, asam amino plasma, atau keton urin.




TATALAKSANA
- Periksa kadar glukosa darah dalam usia 1-2 jam untuk bayi yang
mempunyai factor risiko hipoglikemia dan pemberian minum
diberikan setiap 2-3 jam.
- Pemberian ASI
- Tatalaksana hipoglikemia dapat diberikan sesuai dengan algoritma
berikut:
1. Hitung glucose infusion rate (GIR):
6-8 mg/kgBB/ menit untuk mencapai gula darah maksimal, dapat
dinaikkan 2 mg/KgBB/menit sampai maksimal 10-12
mg/KgBB/menit
2. Bila dibutuhkan >12 mg/kgBB/menit, pertimbangkan obat-obatan:
glucagon, kortikosteroid, diazoxide dan konsultasi ke bagian
endokrin anak
3. Bila ditemukan hasil GD 36-<47 mg/dL 2 kali berturut-turut,
berikan infus dekstrosa 10%, sebagai tambahan asupan peroral
4. Bila 2 kali pemeriksaan berturut-turut GD >47 mg/dL setelah 24
jam terapi infus glukosa: infus dapat diturunkan bertahap
2mg/Kg/menit setiap 6 jam, periksa GD setiap 6 jam, asupan per
oral ditingkatkan.
Terapi darurat
Pemberian segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10%=2 cc/kg dan
diberikan melalui IV selama 5 menit dan diulang sesuai keperluan

Terapi lanjutan
- Infus glukosa 6-8 mg/kg/menit
- Hitung kecepatan infus glukosa (GIR)
- Periksa ulang kadar glukosa setelah 20-30 menit dan setiap jam
sampai stabil
- Ketika pemberian minum telah dapat ditoleransi dan nilai
pemantauan glukosa bed side sudah normal maka infus dapat
diturunkan secara bertahap. Tindakan ini memerlukan waktu 24-48
jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia.

Pemantauan
- Umumnya hipoglikemia akan pulih dalam 2-3 hari. Apabila
hipoglikemia >7 hari, maka perlu dikonsultasikan ke bagian endokrin
anak.
- Bila ibu menderita DM, perlu skrining/uji tapis DM untuk bayinya
- Bila bayi menderita DM (juvenile diabetes mellitus) kelola DMnya
atau konsultasikan ke sib bagian endokrin anak.
- Memantau kadar glukisa darah terutama dalam 48 jam pertama
- Semua neonates beresiko tinggi (spt ibu DM, BBLR) harus ditapis:
a. Pada saat lahir
b. 30 menit setelah lahir
c. setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum
berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai.
26. OBESITAS

DEFINISI
Obesitas/kegemukan adalah kelainan atau penyakit yang ditandai dengan
penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.

ETIOLOGI
Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energy dengan keluaran energy,
sehingga terjadi kelebihan energy yang selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
Kelebihan energy tersebut dapat disebabkan oleh asupan energy yang tinggi atau keluaran
energy yang rendah. Asupan energy tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan, sedangkan keluaran energy yang rendah disebabkan oleh rendahnya
metabolism tubuh, aktivitas fisik dan efek thermogenesis makanan yang ditentukanoleh
komposisi makanan.

DIAGNOSIS
1) Umum
Kepala : wajah membulat, pipi tembem, dagu rangkap
Leher: leher relative pendek
Dada: dada yang membusung dengan payudara membesar
Perut: perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat-lipat
Ekstremitas: tungkai umumnya berbentuk X
Genitalia: penis tampak kecil : pada laki laki)
Berat dan tinggi badan, IMT:
- Anak <2 tahun (IMT WHO 2006): overweight (z score > +2), obesitas (z score >
+3)
- Anak 2-18 tahun (IMT CDC 2000): Overweight (BMI >P85-P95), Obesitas (BMI
>P95).
2) Khusus
Antopometri: persentil BMI yang tinggi (overweight/obesitas)
Tanda vital: peningkatan tekanan darah
Kulit: kulit tampak terlihat gelap karena peningkatan resiko resistensi insulin, jerawat
berlebihan, hirsutism, iritasi, inflamasi, sindrom cushing.
Mata: papilledema
Tenggorokan: hipertrofi tonsil (obstruksi sleep apnea)
Leher: hipotiroidism
Dada: wheezing (asma, terkait dengan intoleransi latihan, sindrom hipoventilasi
obesitas)
Abdomen: nyeri abdomen, hepatomegaly
System reproduksi: stadium tanner (timbulnya perkembangan seks sekunder <9
tahun pada anak laki laki atau <8tahun pada anak prempuan), mikropenis
Ekstremitas: abnormal gait, gerakan panggul terbatas.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Mengukur BB dan hasilnya dibandingkan dengan BB ideal sesuai TB (BB/TB)
2. BMI/IMT dengan growchart
3. Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal lipatan kulit.

TATALAKSANA
1. Pola makan yang benar, pemberian diet seimbang sesuai requirement daily
allowances (RDA)
2. Pola aktivitas fisik yang benar, lakukan setiap hari selama 60 menit/lebih terdiri dari
aktivitas aerobic, penguatan otot, dan penguatan tulang.
3. Modifikasi perilaku: pengawasan sendiri terhadap berat badan, masukan makanan,
aktivitas fisik.
4. Farmakoterapi: penekan nafsu makan (sibutramin), penghambat absorbs zat-zat gizi
(orlistat), untuk mengatasi komorbiditas (metformin)
27. MORBILI

DEFINISI
Campak/morbili adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak
(RNA virus genus Morbilivirus family paramyxoviridae).

ETIOLOGI
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbilivirus family paramyxoviridae.

GEJALA KLINIS
Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8-12 hari)
Gejala klinis terjadi setelah masa inkubasi, terdiri dari 3 stadium:
1. Stadium prodromal
- Berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2-4 hari). Ditandai
dengan demam yang dapat mencapai 39,5°' ±1,1 °'.
- Malaise, coryza (peradangan akut membrane mukosa
hidung), konjungtivitis (mata merah), dan batuk.
- Infeksi saluran nafas yang disebabkan oleh virus.
- Konjungtivitis dapat disertai mata berair, sensitive terhadap
cahaya (fotofobia).
- Tanda patognomik berupa enantema mukosa buccal yang
disebut koplik spots yg muncuk pada hari ke 2 atau ke 3
demam. Bercak ini berbentuk tidak teratur dan kecil
berwarna merah terang, ditengahnya didapatkan noda putih
keabuan. Bercak koplik timbul hanya sebentar, ±12 jam,
sehingga sukar terdeteksi.
2. Stadium eksantem
- Timbul ruam makulopapular dengan penyebaran sentrifugal
yang dimulai dari batas rambut dibelakang telinga, kemudian
menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong,
dan akhirnya ekstremitas bawah.
- Ruam dapat timbul selama 6-7 hari.
- Demam umumnya memuncak (mencapai 40°') pada hari ke
2-3 setelah munculnya ruam.
- Jika demam menetap setelah hari ke3 atau ke4 umumnya
mengindikasi adanya komplikasi.
3. Stadium penyembuhan (konvalesens)
- Setelah 3-4 hari umumnya ruam berangsur menghilang
sesuai dengan pola timbulnya.
- Ruam kulit menghilang dan berubah menjadi kecoklatan
yang akan menghilang dalam 7-10 hari.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis: demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang
mulai timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh.
2. Pemeriksaan fisik: suhu badan tinggi (>38°'), mata merah, dan
ruam makulopapular.
3. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia
dan limfositopenia. Pemeriksaan immunoglobulin M (IgM)
campak juga dapat membantu diagnosis dan biasanya sudah
dapat terdeteksi sejak hari pertama dan ke-2 setelah timbulnya
ruam. IgM campak dapat tetap terdeteksi setidaknya sampai 1
bulan sesudah infeksi.

TATALAKSANA
1. Tirah baring
2. Antipiretik (parasetamol 10-15 mg/KgBB/dosis dapat diberikan
sampai setiap 4 jam)
3. Cairan yang cukup
4. Suplemen nutrisi
5. Vitamin A (diberikan 1x per hari selama 2 hari)
- 200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih
- 100.000 IU pada umur 6-11 bulan
- 50.000 IU pada anak <6 bulan
- pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal
dengan dosis sesuai umur penderita diberikan antara
minggu ke-2 sampai ke-4 pada anak dengan gejala defisiensi
vitamin A.
28. IMUNISASI

Imunisasi merupakan pencegahan morbiditas dan mortalitas penyakit infeksi pada


bayi dan anak. Imunisasi memberikan kekebalan dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh
agar tubuh membuat zat anti terhadap suatu penyakit. Sedangkan vaksin adalah bahan yang
dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan ke tubuh melalui suntikan
seperti vaksin BCG, DPT, campak dan melalui mulut seperti vaksin polio.
Imunisasi Dasar pada Bayi

Di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada
juga yang hanya dianjurkan. Imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana yang
diwajibkan oleh WHO yaitu BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B.

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang diberikan pada semua orang,
terutama bayi dan balita sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit-
penyakit yang berbahaya.
Lima jenis imunisasi dasar yang diwajibkan pemerintah adalah imunisasi
terhadap tujuh penyakit yaitu TBC, difteri, pertusis, tetanus, poliomyelitis, campak
dan hepatitis B.
Ke-lima jenis imunisasi dasar yang wajib diperoleh adalah:

a) Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan


aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat
menular yang dilakukan sekali pada bayi sekali pada bayi usia 0-11 bulan

b) Imunisasi DPT yaitu merupakan imunisasi dengan memberikan vaksin


mengandung racun kuman yang telah dihilangkan racunnya akan tetapi masih
dapat merangsang pembentukan zat anti(toxoid) untuk mencegah terjadinya
penyakit difteri,pertusis,dan tetanus,yang diberikan 3 kali pada bayi usia 2-11
bulan dengan interval minimal 4 minggu.
c) Imunisasi polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan
terhadap penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada kaki,
yang diberikan 4 kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal 4 minggu

d) Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan


kekebalan kekebalan aktif terhadap penyakit campak karena penyakit ini sangat
menular, yang diberikan 1 kali pada bayi usia 9-11 bulan

e) Imunisasi hepatis B, adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan


kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B yaitu penyakit yang dapat merusak
hati, yang diberikan 3 kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal 4
minggu cakupan imunisasi lengkap pada anak, yang merupakan gabungan dari
tiap jenis imunisasi yang didapatkan oleh seorang anak. Sejak tahun 2004
hepatitis-B disatukan dengan pemberian DPT menjadi DPT-HB.
29. HIPOTIROID KONGENITAL

DEFINISI
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak berfungsinya
kelenjar tiroid yang terdapat sejak lahir.

ETIOLOGI
1. Kelainan pembentukan kelenjar, yaitu kelenjar tidak dibentuk, kelenjar
kecil atau posisi kelenjar tidak pada tempatnya (ektopik)
2. Gangguan pada pembuatan hormone tiroid
3. Kekurangan iodium pada ibu hamil.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Pada bayi baru lahir sampai usia 8 minggu keluhan tidak spesifik
- Retardasi perkembangan
- Gagal tumbuh/perawakan pendek
- Letargi, kurang aktif
- Konstipasi
- Malas menetek
- Suara menangis serak
- Pucat
- Bayi dilahirkan di daerah dengan prevalens kretin endemic dan
daerah kekurangan iodium
- Biasanya lahir matur/ lebih bulan (postmature)
- Riwayat gangguan tiroid dalam keluarga, penyakit ibu saat hamil,
obat antitiroid yang sedang diminum, dan terapi sinar
2. Pemeriksaan fisik
- Ubun-ubun besar lebar/terlambat menutup
- Dull face
- Lidah besar
- Kulit kering
- Hernia umbilikalis
- Mottling, kutis marmorata
- Penurunan aktivitas
- Kuning
- Hipotonia
- Pada saat ditemukan pada umumnya tampak pucat
- Sekilas seperti sindrom down, tetapi pada sindrom down bayi lebih
aktif.
- Hipotiroid kongenital lebih sering terjadi pada bayi dengan berat
badan lahir kurang dari 2000 g atau lebih dari 4000 g
- Sekitar 3-7% bayi hipotiroid kongenital biasanya disertai dengan
kelainan bawaan lainnya terutama defek septum atrium dan ventrikel
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan fungsi tiroid T4 dan TSH dilakukan untuk memastikan
diagnosis; apabila ditemukan kadar T4 rendah disertai TSH yang
meningkat maka diagnosis sudah dapat ditegakkan.
- Pemeriksaan darah perifer lengkap
- Bila ibu dicurigai menderita hipotiroid maka bayi perlu diperiksa
antibody antitiroid. Kadar thyroid binding globulin (TBG) diperiksa
bila ada dugaan defisiensi TBG yaitu bila dengan pengobatan
hormone turoid tidak ada respons.
4. Pemeriksaan radiologis
- Bone age terlambat
- Pemeriksaan skintigrafi kelenjar tiroid/sidik tiroid (menggunakan
technetium-99 / iodine- 123) dapat dilakukan untuk menentukan
penyebab hipotiroid dan dapat membantu dalam konseling genetic.
- Ultrasonografi dapat dijadikan alternatifsidik tiroid
5. Skrining fungsi tiroid pada bayi baru lahir
- Bayi dengan hipotiroid kongenital biasanya diidentifikasi pada 2-3
minggu setelah kelahiran.
- Bayi harus diperiksa dengan hati-hati dan dilakukan skrining ulang
untuk mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid kongenital.

TATALAKSANA
- Preparat L-tiroksin

Usia Dosis (mikrogram/kg/hari)


0-3 bulan 10-15
3-6 bulan 8-10
6-12 bulan 6-8
1-5 tahun 4-6
6-12 tahun 3-5
>12 tahun 2-4

- Promotif
Skrining hipotiroid kongenital

- Suportif
Anemia berat : sesuai protokol anemia berat
Retardasi perkembangan motorik : rehabilitasi atau fisioterapi


30. IDDM (DM TIPE 1)

DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik akibat adanya gangguan pada sekresi insulin, kerja insulin,
atau keduanya. Hal ini mengakibatkan terjadinya gangguan metabolism
karbohidrat, lemak dan protein. Diabetes Tipe I (DMT I) terjadi akibat kerusakan
sel β pancreas sehingga terjadi defisiensi insulin secara absolut.

DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Bentuk klasik:
- Polidipsi, poliuri, polifagi. Polyuria dikeluhkan anak yg sering
mengompol, mengganti popok terlalu sering, disertai infeksi jamur
berulang di sekitar daerah tertutup popok, dan anak terlihat dehidrasi.
- Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu 2-6 minggu disertai
keluhan lain yang tidak spesifik
- Mudah lelah
Pada kasus KAD:
- Awitan gejala klasik yang cepat dalam waktu beberapa hari
- Sering disertai nyeri perut, sesak napas, dan letargi.
2. Pemeriksaan fisik dan tanda klinis
Tanpa disertai tanda gawat darurat
- Polidipsi, poliuri, polifagi disertai penurunan berat badan kronik
- “Irritable” dan penurunan prestasi sekolah
- Infeksi kulit berulang
- Kandidiasis vagina terutama pada anak wanita prepubertas
- Gagal tumbuh
- Berbeda dengan DMT2 yang biasanya cenderung gemuk, anak-anak
DMT1 biasanya kurus
Disertai tanda gawat darurat
- Penurunan berat badan yang nyata dalam waktu cepat
- Nyeri perut dan muntah berulang
- Dehidrasi sedang sampai berat namun anak masih polyuria
- Sesak napas, napas cepat dan dalam (kussmaul) disertai bau aseton
- Gangguan kesadaran
- Renjatan
Kondisi yang sulit untuk didiagnosis ( sering menyebabkan keterlambatan
diagnosis KAD)
- Pada bayi atau anak <2-3 tahun
- Hiperventilasi : sering didiagnosis awal sebagai pneumonia atau asma
berat
- Nyeri perut : sering dikira sebagai akut abdomen
- Poliuri dan enuresis : sering didiagnosis awal sebagai infeksi saluran kemih
- Polidipsi : sering didiagnosis awal sebagai gangguan psikogenik
- Muntah berulang : sering didiagnosis awal seabagai gastroenteritis
Harus dicurigai sebagai DMT2 :
Adanya gejala klinis poliuri, polidipsi, dan polifagi yang disertai hal-
hal dibawah ini harus dicurigai sebagai DMT2 :
- Obesitas
- Usia remaja (<10 tahun)
- Adanya riwayat keluarga DMT2
- Penanda autoantibodi negatif
- Kadar C-peptida normal atau tinggi
- Ras atau etnik tertentu (Pima-Indian, Arab)

3. Pemeriksaan penunjang
- GDS
- Kadar C-peptida
- HbA1c
- Urin (Glukosuria)
- Penanda autoantibodi (ICA, IAA)
TATALAKSANA
DMT1 memerlukan pengobatan seumur hidup, patuh dan teratur. Edukasi
harus terus dilakukan terus menerus agar hasil maksimal.
- Pemberian insulin
- Pengaturan makan
- Olahraga
- Edukasi
- Home monitoring
Indikasi rawat inap :
- Penderita baru (terutama <2 tahun) yang memulai terapi insulin
- Ketoasidosis diabetikum (KAD)
- Dehidrasi sedang sampai berat
- Penderita dalam persiapan operasi dan anestesi umum
- Hipoglikemia berat (kesalahan pemberian dosis insulin dalam keadaan
sakit berat)
- Keluarga penderita yang tidak siap untuk melakukan rawat jalan
(memerlukan edukasi perawatan mandiri)
31. RESPIRATORY DISTRESS SYNDROM

Sindrom gangguan napas ataupun sering disebut sindrom gawat napas


(respiratory distress syndrome/RDS) adalah istilah yang digunakan untuk
disfungsi pernapasan pada neonates. Gangguan ini merupakan penyakit yang
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru. Gangguan
ini biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau
penyakit membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran
hialin yang melapisi alveoli.

ETIOLOGI

- Obstruksi saluran pernapasan bagian atas (atresia esophagus, atresia


koana bilateral)
- Kelainan parenkim paru (penyakit membrane hialin, perdarahan paru-
paru)
- Kelainan diluar paru (pneumotoraks, hernia diafragmatika)

KLASIFIKASI

1. Gangguan napas berat

Frekuensi napas >60kali per menit dengan sianosis sentral dan tarikan
dinding dada atau merintih saat ekspirasi

2. Gangguan napas sedang

Pemeriksaan dengan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi


tetapi tanpa sianosis sentral

3. Gangguan napas ringan

Frekuensi napas 60-90 kali/menit tanda tarikan dinding tanpa merintih


saat ekspirasi atau sianosis sentral

GEJALA

Tanda dan gejala sindrom gangguan pernapasan sering disertai riwayat asfiksia
pada waktu lahir atau gawat janin pada akhir kehamilan. Adapun tanda dan
gejalanya adalah :
- Timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
- Pernapasan cepat/hiperapnea atau dispnea dengan frekuensi pernapasan
lebih dari 60 kali/menit
- Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi

-Sianosis

- Grunting (terdengar seperti suara rintihan) pada saat ekspirasi


- Takikardia yaitu nadi 170 kali/menit

DIAGNOSIS

1. Status infant saat lahir

- Premature, umur kehamilan


- Apgar score, apakah terjadi asfiksia
- Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar

2. Cardiovaskular

- Bradikardi dengan hipoksemia berat


- Murmur sistolik
- Denyut jantung dalam batas normal

3. Integumen

- Pallor yang disebabkan oleh vasokonstriksi peripheral


- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling

4. Neurologis

- Immobilitas, kelemahan, flaciditas


- Penurunan suhu tubuh

5. Pulmonary

- Takipnea
- Napas grunting
- Nasal flaring
- Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
- Sianosis (central kemudian diikuti sirkumoral)
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kultur darah: menunjukan keadaan bakteriemia


2. Analisis gas darah: menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam
basa
3. Glukosa darah: menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia
dapat menyebabkan atau memperberat takipnea.
4. Rontgen toraks: mengetahui etiologi distress napas
5. Darah rutin dan hitung jenis:

- Leukositosis menunjukan adanya infeksi


- Neutropenia menunjukan infeksi bakteri
- Trombositopenia menunjukan adanya sepsis

6. Pulse oximetry: menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen.

TATALAKSANA

1. Penatalaksanaan non respiratorik

- Monitoring temperature
- Cairan intravena untuk cegah hipoglikemia
- Perhatikan keseimbangan cairan, elektrolit dan glukosa
- Pemberian cairan biasanya dimulai dengan jumlah yang minimum, mulai
dari 60 ml/kgBB/hari dengan dekstrose 10% atau ¾ dari kebutuhan
cairan harian.
- Kalsium glukonas dengan dosis 6-8 ml/kgBB/hari dapat ditambahkan
pada infus cairan yang diberikkan.
- Pemberian nutrisi parentral dapat dimulai sejak hari pertama.
- Pemberian protein dapat dimulai Dari 3,5 g/kgBB/hari dan lipid dimulai
dari 3g/kgBB/hari.
- Bila ada penyebab lain seperti sepsis maka beri antibiotic spectrum luas
(ampicillin dan gentamicin)

2. Penatalaksanaan Respiratorik

- Membersihkan jalan napas dari lendir atau secret


- Monitoring saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oxymetri secara
kontinyu untuk memutuskan kapan memulai intubasi dan ventilasi.
- Tambahan oksigen

3. Penatalaksanaan Diruang NICU


- Penggunaan surfaktan
- High frequency ventilator
- Inhaled nitric oxide (iNO)


32. DEFISIENSI VITAMIN

Vitamin larut Lemak



Vitamin Fungsi Akibat defisiensi Penyakit yg
ditimbulkan

A Untuk memproduksi Depresi dan - Buta senja
sel-sel otak pada apati(kelesuan). pada (nyctalopia),
protein. anak-anak bisa - Xerosis,
menghambat - Xeropthalmia
perkembangan otak

D - Menyerap dan Pembengkakan pada - Rakitis,
memanfaatkan
persendian, kaki - Osteomalasia,
fosfor dan kalsium
- Pertumbuhan dan pengkor dan tulang - Tetany.
perkembangan
rusuk benjol-benjol.
gigi dan gusi
- Melindungi Tulang rapuh, bergeser
kelemahan otot.
dari kedudukan asli dan
mudah retak.
Otot kejang, konvulsi
dan kadar kalsium
serum darah rendah.


E - Antioksidan untuk Distrofi otot,jantung - Mulberry heart
mencegah kanker
membesar dan disease,
dan penyakit
jantung perubahan warna - Hepatosis
- Meningkatkan
jaringan lemak dietica
kesuburan
- Mencegah sel menjadi kuning-
oleh zat-zat radikal
kelabu.
bebas

- Menjaga
kesehatan saraf
dan otot
- Meningkatkan
pembekuan darah
secara normal

K - Pembeku darah - Pendarahan pada - Sulit dalam
- Pembentukan pembekuan darah,
tali pusar saat
dan perbaikan - Perdarahan pada
tulang secara melahirkan. gusi dan hidung
benar
- Pendarahan
sewaktu mengebiri
anak hewan.
- Diare, muntah-
muntah dan
dermatitis

Vitamin Larut Air

Vitamin Fungsi Akibat defisiensi Penyakit yg ditimbulkan
membantu mudah letih, depresi, - Sariawan atau skorbut
dalam tidak tahan terhadap
- Kudisan
C penggunaan panas atau dingin atau
protein dan perubahan-perubahan - Penyakit pada sendi tulang
meningkatkan dalam tekanan udara;

penyerapan zat hipersensitif.
besi yang
dibutuhkan

Thiamin Keletihan, lemah daya Beri-beri, irama jantung yang
B1 merupakan ingat, kekacauan mental, tidak normal, gagal jantung,
bagian dari TPP, penyimpangan perilaku, kelelahan, susah berjalan,
yaitu koenzim cepat marah. kebingungan dan kelumpuhan.
yang dibutuhkan
untuk
metabolisme
energi. Sistem
syaraf dan otot
tergantung pada
thiamin.


B2 menjaga Menghambat iritasi, kulit merah dan
keutuhan perkembangan otak dan keretakan kulit dekat dengan
myelin(substansi menyebabkan masalah sudut mata dan bibir seperti
yang prilaku. halnya sensitivitas yang
menyelubungi berlebihan terhadap sinar
urat syaraf dan (photophobia) . Hal ini dapat
menyampaikan juga menyebabkan keretakan
informasi), pada sudut mulut (cheilosis).
membantu
menyediakan
energi untuk
otak.

B3 Berperan Cepat marah, mudah Pellagra (penyakit kekurangan
membantu otak letih, daya konsentrasi niacin), menunjukkan gejala
dalam lemah, perasaan tak seperti dermatitis, diare dan
memproduksi menentu dan sulit tidur. dementia
zat-zat kimia
penting dan
membantu
pembuatan
protein.

B5 Dalam proses Tidak terkoordinasinya - otot mudah menjadi kram,
sulit tidur, kulit pecah-
metabolik bagian tungkai belakang
pecah dan bersisik, dan
pembentukan hewan,pertumbuhan lain-lain.
- Goose-stepping
vitamin A lambat dan sering diare.

metabolisme , mudah letih, daya Anemia mikrositik
B6 asam amino & konsentrasi lemah, hipokhronis.
asam lemak. kebiasaan tidur yang Dosis tinggi vitamin B6 dalam
membantu buruk, dan lemah daya waktu yang lama
mensintesis ingat, gejala kegagalan
asam amino pertumbuhan, kerusakan menyebabkan kerusakan
nonesensial. fungsi motorik syaraf
Selain itu juga
berperan dalam
produksi sel
darah merah.

Asam Folat kekurangan darah. - Anemia (anemia
Folat merupakan Gejalanya bisa meluas, normositis dan anemia
bagian dari dua seperti sel-sel darah pernisiosa)
koenzim yang merah tidak matang,
penting dalam yang menunjukkan
sintesa sel-sel sintesa DNA yang
baru. lambat. rasa panas pada
jantung (heartburn),
diare dan sring terkena
infeksi karena
penekanan pada sistem
kekebalan. Hal ini
mempengaruhi sistem
syaraf, menyebabkan
depresi, kebingungan
mental, kelelahan dan
pingsan.

B12 pembelahan sel kekurangan darah kurang darah atau anemia,
yang (anemia), yang gampang
berlangsung sebenarnya disebabkan capek/lelah/lesu/lemes/lemas,
dengan cepat. oleh kekurangan penyakit pada kulit, dan
memelihara folat. sel-sel darah sebagainya
lapisan yang merah menjadi belum
mengelilingi dan matang
melindungi (immature), hipersensitif
serat syaraf dan pada kulit.
mendorong
pertumbuhan
normalnya.
metabolisme
sel-sel tulang







II. Defisiensi mineral
• Mikromineral


Mineral Gejala defisiensi Penyakit

Fe Diarrhea, kelelahan, - Anemia
nafsu makan
hilang,warna kulit dan
membran mukosa
pucat,sensitif terhadap
lingkungan dingin,bulu
kasar, susah bernafas
dan banyak anak yang
lahir prematur.

- Nafsu makan - Malnutrisi,
Cu
terganggu, - Anemia
- pertumbuhan - neutropenia.
terhambat, diarrhea
- osteomalesi, rambut
dan bulu memucat
jalan ataxis.


I Pembesaran leher pada Produksi tiroksin pada
( iodine)
anak sapi dan domba, glandula tiroid menurun,
gondok, anak babi tanpa pembengkakan pada leher
bulu dan anak domba
tanpa wol, anak sapi
daya hidup tidak ada.


Co Kehilangan nafsu makan, defisiensi vitamin B12
kelemahan,kekurusan, dengan penyakit Anemia
bulu kasar, anemia, Normositis.
kerusakan reproduksi

Zn Pertumbuhan - Penyakit genetik
terganggu, - stress traumatik
parakeratosis pada babi, - depresi imunitas
peradangan pada anorexia
hidung dan mulut pada
anak sapi, ayam bulu
kasar, daya tetes
rendah.


• Makromineral


Mineral Gejala defisiensi Penyakit

Ca - Rakitis
Pertumbuhan - Osteomalasia
terganggu,kualitas tulang - Osteoporosis
dan geligi tidak
baik,malformasi tulang.


P Nafsu makan turun,otot - Rakitis
(Fosfor) lemah,kalsium - Osteomalasia
hilang,demineralisasi - Nutritional red water
tulang, problem reproduksi (ekskresi darah dalam urin)
dan pigmen darah berubah
menjadi hitam dalam urin

K
(kalium ) - Pertumbuhan lambat - Rakitis
- tungkai tidak tegap
- kelemahan otot
- diare
- perut menegang
- emasiasi (tonus hilang)
dan hipertropi jantung
dan ginjal


Mg - Otot pengkor - Grass tetany
- pernapasan cepat dan
temperatur tinggi.

Nafsu makan hilang, - Pada unggas menyebabkan

pertumbuhan produksi telur menurun
Na
lambat,efisiensi
penggunaan pakan rendah
pada masa pertumbuhan,
fertilitas turun pada
pejantan dan terlambat
dewasa kelamin pada
betina, bobot badan pada
babi dewasa rendah.


TATALAKSANA
1. Vitamin A: pemberian suplementasi vitamin A sebesar 100.000 U pada
bayi usia 6-11 bulan, dan vitamin A 200.000 U tiap 4-6 bulan pada anak
usia 12-59 bulan.
2. Vitamin D: bayi sebaiknya tidak terlalu sering terpajan sinar matahari
agar tidak berisiko mengidap kanker kulit di kemudian hari. Di lain pihak,
sinar matahari sangat penting dalam pembentukan vitamin D yang
bermanfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan tulang. suplementasi
vitamin D sebesar 400 IU pada bayi ASI eksklusif, bayi yang minum susu
formula < 1 liter sehari, dan anak-anak serta remaja.

33. GANGGUAN PERKEMBANGAN

DEFINISI

ETIOLOGI
- Gangguan genetic/kromosom seperti sindrom down
- Gangguan/ infeksi susunan saraf seperti serebrakl palsi/CP
- spina bifida
- sindrom rubella
- riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi premature atau kurang bulan
- BBLR
- Bayi yang mengalami sakirt berat pada awal kehidupan segingga
memerlukan perawatan intensif.

TANDA BAHAYA RED FLAG PERKEMBANGAN ANAK
Tanda bahaya perkembangan motor kasar

1. Gerakan yang asimetris atau tidak seimbang misalnya antara anggota


tubuh bagian kiri dan kanan.
2. Menetapnya refleks primitif (refleks yang muncul saat bayi) hingga lebih
dari usia 6 bulan
3. Hiper / hipotonia atau gangguan tonus otot
4. Hiper / hiporefleksia atau gangguan refleks tubuh
5. Adanya gerakan yang tidak terkontrol

Tanda bahaya gangguan motor halus

1. Bayi masih menggenggam setelah usia 4 bulan


2. Adanya dominasi satu tangan (handedness) sebelum usia 1 tahun
3. Eksplorasi oral (seperti memasukkan mainan ke dalam mulut) masih
sangat dominan setelah usia 14 bulan
4. Perhatian penglihatan yang inkonsisten

Tanda bahaya bicara dan bahasa (ekspresif)

1. Kurangnya kemampuan menunjuk untuk memperlihatkan ketertarikan


terhadap suatu benda pada usia 20 bulan
2. Ketidakmampuan membuat frase yang bermakna setelah 24 bulan
3. Orang tua masih tidak mengerti perkataan anak pada usia 30 bulan

Tanda bahaya bicara dan bahasa (reseptif)

1. Perhatian atau respons yang tidak konsisten terhadap suara atau bunyi,
misalnya saat dipanggil tidak selalu member respons
2. Kurangnya join attention atau kemampuan berbagi perhatian atau
ketertarikan dengan orang lain pada usia 20 bulan
3. Sering mengulang ucapan orang lain (membeo) setelah usia 30 bulan

Tanda bahaya gangguan sosio-emosional

1. 6 bulan: jarang senyum atau ekspresi kesenangan lain


2. 9 bulan: kurang bersuara dan menunjukkan ekspresi wajah
3. 12 bulan: tidak merespon panggilan namanya
4. 15 bulan: belum ada kata
5. 18 bulan: tidak bisa bermain pura-pura
6. 24 bulan: belum ada gabungan 2 kata yang berarti
7. Segala usia: tidak adanya babbling, bicara dan kemampuan bersosialisasi
/ interaksi

Tanda bahaya gangguan kognitif

1. 2 bulan: kurangnya fixation


2. 4 bulan: kurangnya kemampuan mata mengikuti gerak benda
3. 6 bulan: belum berespons atau mencari sumber suara
4. 9 bulan: belum babbling seperti mama, baba
5. 24 bulan: belum ada kata berarti
6. 36 bulan: belum dapat merangkai 3 kata

UNTUK MILESTONE SELEBIHNHA ADA DIMODUL (IKA)




TATALAKSANA
- terapi tingkah laku yang intensif
- edukasi orang tua, pelatihan dan dukungan untuk membantu dalam
penyembuhan anak tersebut
- skrining/deteksi dini dengan KPSP dan DDST (Denver development
screening test).
- Beri rangsangan/stimulasi pada anak

Anda mungkin juga menyukai