Anda di halaman 1dari 15

A.

Latar Belakang Masalah

Perubahan pola penyakit tanpa disadari telah memberi pengaruh


terhadap terjadinya transisi epidemiologi, dengan semakin meningkatnya
kasus-kasus penyakit tidak menular. Menurut Kemenkes RI (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia), pada tahun 2013 proporsi kesakitan dan
kematian di Indonesia yang disebabkan oleh penyakit tidak menular sebesar
73%, kematian akibabat penyakit tidak menular 1.340.000 jiwa dan kematian
dini akibat penyakit tidak menular 27%.. Angka penyakit tidak menular juga
terus mengalami peningkatan. Salah satu penyakit tidak menular yang juga
mengalami peningkatan adalah Penyakit Ginjal Kronik (PGK).

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi


darah dengan mencegah menumpuknya limbah dan mengendalikan
keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga level elektrolit seperti sodium,
potasium dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormon dan enzim yang
membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah
dan menjaga tulang tetap kuat.

Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan masalah kesehatan


masyarakat global dengan prevalens dan insidens gagal ginjal yang
meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi PGK
meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian
penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami PGK pada stadium tertentu. Hasil systematic review dan meta-
analysis yang dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global
PGK sebesar 13,4%. Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010,
PGK merupakan penyebab kematian peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan
meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun 2010. Sedangkan di Indonesia,
perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua pembiayaan terbesar dari
BPJS kesehatan setelah penyakit jantung.

Pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita gagal


ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu
tindakan terapi yang dilakukan pada penderita gagal ginjal terminal. Tindakan
ini sering disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan
sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang sering di lakukan rumah sakit
adalah hemodialisis dan peritoneal dialisa. Diantara kedua jenis terapi
tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
dilakukan oleh penderita gagal ginjal adalah terapi hemodialisis.

Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala


namun dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa
dicegah dan ditanggulangi dan kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang
efektif akan lebih besar jika diketahui lebih awal.

Tabel 1.1 menunjukkan prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis


dokter di Indonesia sebesar 0,2 persen. Prevalensi tertinggi di Sulawesi
Tengah sebesar 0,5 persen, diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara
masing-masing 0,4 persen. Sementara Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur
masing– masing 0,3 persen.

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥15 tahun

menurut provinsi, Indonesia 2013

Gagal Ginjal Kronis Batu Ginjal Penyakit Sendi


Provinsi
D D D D/G

Aceh 0,4 0,9 18,3 25,3

Sumatera Utara 0,2 0,3 8,4 19,2

Sumatera Barat 0,2 0,4 12,7 21,8

Riau 0,1 0,2 6,8 10,8

Jambi 0,2 0,4 8,6 14,2

Sumatera Selatan 0,1 0,3 8,4 15,6

Bengkulu 0,2 0,4 10,2 16,5


Lampung 0,3 0,5 11,5 18,9

Bangka Belitung 0,1 0,1 5,8 17,8

Kepulauan Riau 0,1 0,3 5,9 11,6

DKI Jakarta 0,1 0,5 8,9 21,8

Jawa Barat 0,3 0,8 17,5 32,1

Jawa Tengah 0,3 0,8 11,2 25,5

DI Yogyakarta 0,3 1,2 5,6 22,7

Jawa Timur 0,3 0,7 11,1 26,9

Banten 0,2 0,4 9,5 20,6

Bali 0,2 0,7 19,3 30,0

Nusa Tenggara Barat 0,1 0,3 9,8 23,7

Nusa Tenggara Timur 0,3 0,7 12,6 33,1

Kalimantan Barat 0,2 0,4 13,3 22,3

Kalimantan Tengah 0,2 0,4 12,6 21,8

Kalimantan Selatan 0,2 0,4 9,5 25,8

Kalimantan Timur 0,1 0,4 8,2 16,0

Sulawesi Utara 0,4 0,5 10,3 19,1

Sulawesi Tengah 0,5 0,8 11,4 26,7

Sulawesi Selatan 0,3 0,5 10,6 27,7

Sulawesi Tenggara 0,2 0,5 12,0 20,8

Gorontalo 0,4 0,6 10,4 17,7

Sulawesi Barat 0,2 0,2 8,0 22,5

Maluku 0,2 0,5 8,9 18,8

Maluku Utara 0,2 0,4 5,9 17,4

Papua Barat 0,2 0,3 8,3 15,4

Papua 0,2 0,4 15,4 26,5

Indonesia 0,2 0,6 11,9 24,7


Prevalensi penyakit batu ginjal berdasarkan wawancara meningkat
seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 55-64
tahun (1,3%), menurun sedikit pada kelompok umur 65-74 tahun (1,2%) dan
umur ≥75 tahun (1,1%). Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki (0,8%)
dibanding perempuan (0,4%). Prevalensi tertinggi pada masyarakat tidak
bersekolah dan tidak tamat SD (0,8%) serta masyarakat wiraswasta (0,8%)
dan status ekonomi hampir sama mulai kuintil indeks kepemilikan menengah
bawah sampai menengah atas (0,6%). Prevalensi di perdesaan sama tinggi
dengan perkotaan (0,6%).

Tabel 1.2

Prevalensi penyakit gagal ginjal kronis, batu ginjal, dan sendi pada umur ≥15 tahun

menurut karakteristik, Indonesia 2013

Gagal Ginjal Kronis Batu Ginjal Penyakit Sendi

Karakteristik D/G
D D D

Kelompok umur (tahun)

15-24 0,1 0,1 1,5 7,0

25-34 0,1 0,3 6,0 16,1

35-44 0,3 0,7 12,4 26,9

45-54 0,4 1,0 19,3 37,2

55-64 0,5 1,3 25,2 45,0

65-74 0,5 1,2 30,6 51,9

75+ 0,6 1,1 33,0 54,8

Jenis Kelamin

Laki-Laki 0,3 0,8 10,3 21,8

Perempuan 0,2 0,4 13,4 27,5

Pendidikan

Tidak Sekolah 0,4 0,8 24,1 45,7


Tidak Tamat SD 0,3 0,8 19,8 38,0

Tamat SD 0,3 0,7 16,3 31,8

Tamat SMP 0,2 0,4 7,5 17,5

Tamat SMA 0,1 0,5 5,8 14,9

Tamat PT 0,2 0,6 5,8 13,2

Status Pekerjaan

Tidak Bekerja 0,2 0,5 11,5 23,4

Pegawai 0,2 0,7 6,3 15,4

Wiraswasta 0,3 0,8 11,1 23,7

Petani/Nelayan/Buruh 0,3 0,7 15,3 31,2

Lainnya 0,3 0,6 11,0 24,0

Tempat Tinggal

Perkotaan 0,2 0,6 10,0 22,1

Perdesaan 0,3 0,6 13,8 27,4

Kuintil Indeks Kepemilikan

Terbawah 0,3 0,5 15,4 32,1

Menengah bawah 0,3 0,6 14,5 29,0

Menengah 0,2 0,6 12,3 25,4

Menengah atas 0,2 0,6 10,1 22,0

Teratas 0,2 0,6 8,6 18,1

Pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden paling


banyak yaitu tamat SMP sebanyak 41 responden (33,1%). Pekerjaan yang
dimiliki responden paling banyak yaitu karyawan swasta sebanyak 35 responden
(28,2%). Hasil analisis bivariat berbagai variabel independen dan confounding
disajikan pada Tabel 1.2. Pemodelan akhir faktor risiko kejadian PGK V
disajikan pada Tabel 1.3.

Tabel 1.3 Karakteristik Responden Menurut Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD


dr.H.Soewondo Kendal dan RSUD dr. Adhyatma, MPH Semarang (n=124).
Variabel Kategori f %

Tamat SD 36 29,0

Tamat SMP 41 33,1


Pendidika

Tamat SMA 34 27,4


N
Tamat Perguruan 13 10,5

Tinggi

Buruh 20 16,1

Petani 11 8,9

Wiraswasta 23 18,5

Karyawan Swasta 35 28,2


Pekerjaan
Sopir 9 7,3

PNS/TNI/POLRI 6 4,8

TKI 6 4,8

Tidak Bekerja 14 11,3

Hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa variabel independen yang


berhubungan dengan kejadian PGK V yaitu konsumsi minuman suplemen
energi.

Analisis regresi logistik untuk mengetahui variabel yang menjadi prediktor


terjadinya PGK V. Variabel yang dijadikan kandidat dalam uji regresi logistik
ini adalah variabel dari hasil uji chi square dengan nilai p<0,25. Ada 5 (lima)
variabel yang masuk dalam kandidat analisis regresi logistik, yaitu konsumsi
kopi, konsumsi minuman suplemen energi, konsumsi alkohol, merokok, dan
konsumsi obat herbal. Sedangkan variabel confounding yang menjadi kandidat
dan masuk dalam pemodelan multivariat yaitu riwayat hipertensi dan riwayat
batu saluran kemih.
Tabel 1.4. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen dan Variabel
Confounding Terhadap Kejadian PGK V di RSUD dr.H.Soewondo Kendal dan
RSUD dr.Adhyatma, MPH Semarang

Variabel p OR 95%CI

Konsumsi 0,208* 1,705 0,739-

kopi ≥ 2 3,930

kali/hari

Konsumsi 0,000** 4,570 1,971-

Minuman 10,593

Suplemen

energi> 4

kali/minggu

Konsumsi 0,510 1,554 0,416-

Suplemen 5,800

vitamin C>4

kali/minggu

Konsumsi 0,409 1,585 0,528-

Minuman 4,757

bersoda>4

kali/minggu

Konsumsi 0,008** 6,471 1,370-

alkohol>4 30,553

kali/minggu

Merokok≥ 0,001** 3,979 1,667-

10batang/ 9,497

Hari
Konsumsi 0,347 1,562 0,614-

obat AINS 3,977

>4 kali/

minggu

Konsumsi 0,006** 3,009 1,343-

obat herbal 6,745

> 4kali/ minggu


Variabel P confounding

Ada riwayat 0,012** 2,510 1,218-

Hipertensi 5,172

Ada riwayat 0,036** 2,476 1,047-


batu Saluran 5,858

kemih

Tabel 1.5. Hasil Pemodelan Akhir Faktor Risiko Kejadian PGK V di RSUD
dr.H.Soewondo Kendal dan RSUD dr.Adhyatma, MPH Semarang.

Variabel Koefisien p OR 95%CI

Konsumsi 1,067 0.038 2,905 1,063-

minuman 7,944
suplemen

energi> 4

kali/
minggu

Merokok ≥ 1,401 0,011 4,061 1,384-

10 batang/ 11,920

hari
Konsumsi 1,328 0,007 3,773 1,431-

obat herbal 9,949

> 4 kali/

minggu
Ada 1,544 0,001 4,684 1,851-

riwayat 11,853

hipertensi
Ada 1,322 0,017 3,789 1,266-

riwayat 11,341

batu

saluran

kemih

Constant -5,244 0,000

Hasil pemodelan akhir uji regresi logistik menunjukkan bahwa terdapat


hubungan antara konsumsi minuman suplemen energi > 4 kali/minggu dengan
kejadian PGK V besar risiko atau nilai OR= 2,9, terdapat hubungan antara
merokok ≥ 10 batang/hari dengan kejadian PGK V (OR=4,1), terdapat
hubungan antara konsumsi obat herbal > 4 kali/minggu dengan kejadian PGK V
(OR=3,8), terdapat hubungan antara riwayat hipertensi dengan kejadian PGK V
(OR=4,7), dan terdapat hubungan antara riwayat batu saluran kemih dengan
kejadian PGK V (OR=3,8). Orang yang mengkonsumsi minuman suplemen
energi > 4 kali/minggu, merokok ≥ 10 batang/hari, konsumsi obat herbal > 4
kali/minggu, mempunyai riwayat hipertensi, dan mempunyai riwayat batu
saluran kemih, memiliki probabilitas mengalami PGK V sebesar 96,8%.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan latar belakang masalah diatas maka penulis


merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Penyakit tidak menular ( penyakit gagal ginjal) merupakan penyebab


kematian tertinggi di Indonesia.
2. Biaya hemodialisa yang dikeluarkan Pemerintah untuk pasien JKN
merupakan biaya terbesar kedua dari semua jenis penyakit.
3. Tingginya jumlah pasien hemodialisa terutama JKN PBI.

C. Tujuan

A. Menambah wawasan peserta penyuluhan mengenai penyebab kematian


tertinggi karena gagal ginjal kronis.
B. Mengubah persepsi peserta penyuluhan tentang pentingnya menjaga
kesehatan ginjal, agar dapat mengurangi pembiayaan kesehatan oleh
pemerintah.
C. Perubahan perilaku peserta penyuluhan untuk mengurangi jumlah pasien
hemodialisa.

D. Segmenting
Segmenting dari kegiatan ini yaitu:
1. Masyaratakat pedesaan yang tidak sekolah, karena laporan riskerdas pasien
gagal ginjal terbanyak adalah orang yang tinggal di pedesaaan dan tidak
sekolah. Hal ini mungkin banyak terjadi karena kurangnya pengetahuan
rakyat pedesaan mengenai cara menjaga kesehatan ginjal.
2. Usia dewasa lebih dari 30 tahun, hal ini juga mengacu kepada hasil riskerdas
2013 yang menyatakan bahwa penyakit ginjal kronis jumlahnya signifikan
terdeteksi positif penyakit ginjal akut pada usia 30 tahun keatas.
3. Usia 30 tahun – 50 tahun.

E. Targeting
Perubahan perilaku peserta penyuluhan yaitu sebagai berikut :
1. Banyak minum air putih
2. Kebersihan air minum
3. Mengurangi penggunaan obat yang tidak rasional.
4. Mengurangi minum minuman berwarna

F. Positioning
Membiasakan target peserta dengan melakukan hal-hal sebagai berikut
1. Wajib minum air putih sehari 8 gelas.
2. CERDIK dan PATUH
C ek kesehatan secara berkala
E nyahkan asap rokok
R ajin olahraga
D iet seimbang
I stirahat cukup, dan
K elola stress
3. Stop minuman berwarna.

G. Analisis SWOT
1. Strength (Kekuatan)
Arti kata Strength disini adalah berbagai kelebihan yang bersifat khas yang
dimiliki oleh suatu organisasi dimana apabila dimanfaatkan maka akan
berperan besar tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalammencapai tujuan yang dimiliki
oleh organisasi.
Strength dari kegiatan ini yaitu
 Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kerja yang sudah memiliki
pengalaman.
 Kegiatan terlaksana dari hasil penelitian terbaru yang menyatakan
begitu signifikannya jumlah pasien yang menjalani hemodialisa.
2. Weakness (Kelemahan)
Arti kata Weakness disini adalah berbagai kekurangan yang bersifat khas
yang dimiliki oleh suatu organisasi, yang apabila berhasil diatasi akan
berperan besar, tidak hanya dalam memperlancar berbagai kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh organisasi, tetapi juga dalam mencapai tujuan yang dimiliki
oleh organisasi.
Weaknes dari kegiatan ini yaitu :
 Peralatan yang dipakai terbatas.
 Masyarakat pedesaan dengan penguasaan bahasa Indonsia yang
kurang.
3. Opportunities (Peluang atau Kesempatan)
Arti kata Opportunities disini adalah peluang yang bersifat positif yang
dihadapi oleh suatu organisasi dimana apabila dimanfaatkan akan memiliki
peranan yang besar dalam mencapai tujuan organisasi. Opportunities juga
diartikan sebagai suatu peluang yang berkembang dimasa yang akan datang
dan akan terjadi.
Opportunities dari kegiatan ini yaitu :
 Diberikaannya kesempatan untuk melakukan kegiatan penyuluhan
kesehatan.
 Kurangnya pengetahuan masyarakat pedesaan tentang pentingnya
menjaga kesehatan ginjal.
 Mayoritas yang terkena penyakit ginjal berasal dari masyarakat
pedesaan.
4. Threat (Ancaman atau Hambatan)
Arti kata Threat disini adalah kendala yang bersifat negatif yang dihadapi oleh
suatu organisasi dimana apabila berhasil diatasi akan besar peranannya dalam
mencapai tujuan organisasi.
Adapun threat untuk kegiatan ini yaitu :
 Pendidikan masyarakat penyuluhan mayoritas dibawah SMA
 Usia audiens 30 tahun- 50 tahun
 Penguasaan bahasa Indonesia yang masih kurang
Kesimpulan

Faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal pada
kelompok usia kurang dari 50 tahun adalah :

1. konsumsi minuman suplemen energy lebih dari 4 x perminggu.


2. Merokok lebih dari 10 batang perhari
3. Konsumsi obat herbal lebih dari 4 kali perminggu setelah dikendalikan
dengan riwayat hipertendi dan riwayat batu saluran kemih.

Hasi indeth interview responden memberikan keterangan bahwa responden


mengkonsumsi minuman suplemen energy untuk meningkatkan stamina ketika
bekerja, merokok karena sudah menjadi kebiasaan sejak remaja, dan
mengkonsumsi obat herbal dipandang lebih alami dan cepat mengatasi keluhan
pegal linu.2
Daftar Pustaka

Ariyanto, dkk. Hubungan hipertensi minuman suplemen energi dan merokok


dengan kejadian penyakit ginjal kronik yang menjalani Hemodialisis di
RSUD dr.H.Soewondo Kendal dan RSUD dr.Adhyatma,MPH
Semarang. Studi Case Control. Poltekes Semaranf. 2018.
Kementrian kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI Situasi Kesehatan Remaja. 2017

Moelek F.N. Air Bagi Kesehatan Upaya Peningkatan Promotif Preventif Bagi
Kesehatan Ginjal di Indonesia. GERMAS. Jakarta.2018
Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007.

WHO (2011). The Global burden of diseases: 2010

Anda mungkin juga menyukai