Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawatan luka merupakan bagian dari ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan
yang memperoleh banyak perhatian sejak dahulu. Dengan makin banyaknya inovasi
terbaru dalam perkembangan produk-produk perawatan luka tersebut membuktikan
bahwa metode perawatan luka telah berkembang. Perubahan profil pasien mendukung
kompleksitas perawatan luka dimana pasien dengan kondisi penyakit degenerative dan
kelainan metabolic semakin banyak ditemukan dimana perawatan yang tepat diperlukan
agar proses penyembuhan luka bias tercapai dengan optimal.
Peran perawat sangat dibutuhkan pada cara kerja aseptis yang berhubungan
dengan perawatn luka dan cara melakukan tindakan dengan cara steril. Pearwat dituntut
untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang adekuat terkait dengan proses
perawatan luka. Managemen perawatan luka tersebut harus mengedepankan
pertimbangan biaya (cost effectiveness) , kenyamanan (comfort) dan keamanan (safety).
Secara umum, perawatan yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada
intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis,
ekonomi dan social.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan beberapa permasalahn
sebagai berikut :
1. Apa pengertian Luka ?
2. Apa saja jenis-jenis luka?
3. Apa saja mekanisme terjadinya luka ?
4. Bagaimana penyembuhan luka?
5. Faktor yang mempengaruhi dan komplikasi penyembuhan luka ?
6. Bagaimana Perkembangan dan tujuan perawatan luka?
1.3 Tujuan Makalah
Sejalan dengan rumusan masalah yang dirincikan diatas, penelitian ini memiliki
beberapa tujuan diantaranya :
1. Untuk mengetahui pengertian luka
2. Untuk mengetahui jenis-jenis luka dan bagaimana mekanisme terjadinya
luka
3. Untuk mengetahui bagaimana penyembuhan luka dan factor apa saja
yang mempengaruhi luka.
1.4 Manfaat Makalah
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca.

BAB II
LUKA DAN PERAWATANNYA

1
A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor,
1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang
atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

B. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan
luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih
biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan
drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya
infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan
luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau
perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,
kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar
dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada
kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.

2. Berdasarkan kedalaman
dan luasnya luka
a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka
yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit
pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka
superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang
yang dangkal.

2
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan
meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas
sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya.
Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang
dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,
tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas

3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
konsep penyembuhan yang telah disepakati.

Gambat luka akut


b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

Gambar luka kronis


C. Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik)
biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka
diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.

3
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil. Luka
gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.
5. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
6. Luka Bakar (Combustio)

D. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan
memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari
proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan,
walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses
penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran
dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan
jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor
(1997) yaitu:
(1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
(2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga,
(3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
(4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
(5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
(6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.

2. Fase Penyembuhan Luka

4
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal
ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari.
Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik
fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng)
juga dibentuk dipermukaan luka.
Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan
mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab
epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai
barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya
mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan
respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan
jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa
bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah
ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar
dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag
ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan

b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-
21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan)
yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar
yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen
adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.

5
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama
waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan
luka.

Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang


memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblas. berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin.
Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah.
Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.

c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin
dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka
menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.

E. Faktor yang Mempengaruhi Luka


1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua.
Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat
mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan

6
mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien
yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama
karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.

3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.

4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi


Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki
sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka
lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan
lama untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan
pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi
atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok.
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika
terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat
diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul
dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang
membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai
darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini
dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi
akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu
sendiri.

8. Diabetes

7
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan
gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga
akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.

10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang
lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh
terhadap cedera
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri
penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka
pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

F. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan
eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul
dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk
adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di
sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit
membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh
benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda.
Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering
dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah
itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka
steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan
mungkin diperlukan.

3. Dehiscence dan Eviscerasi

8
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah
faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk
menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi
resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 –
5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika
dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan
steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk
segera dilakukan perbaikan pada daerah luka.

G. Perkembangan Perawatan Luka

Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik


adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998).
Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga
peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa
lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962)
mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih
cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab
daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern
( Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada
kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %,
lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel
(1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel
ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep
penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan
memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998).

Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya


berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan
jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena
efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai
normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam
asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka
karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka
dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang
dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan.
(Walker. D, 1996)

9
Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi
luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-
kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.

Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :


1. Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu
atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3. Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4. Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5. Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan
menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan
panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak
meradang dan bengkak.
6. Pembentukan bekas luka.
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6
bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan
ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.

H. Tujuan Perawatan Luka


1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien

I. Bahan yang Digunakan dalam Perawatan Luka


1. Sodium Klorida 0,9 %
Sodium klorida adalah larutan fisiologis yang ada di seluruh tubuh
karena alasan ini tidak ada reaksi hipersensitivitas dari sodium klorida.
Normal saline aman digunakan untuk kondisi apapun (Lilley & Aucker,
1999). Sodium klorida atau natrium klorida mempunyai Na dan Cl yang
sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah merah
(Handerson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa konsentrasi,
yang paling sering adalah sodium klorida 0,9 %. Ini adalah konsentrasi
normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini sodium klorida disebut
juga normal saline (Lilley & Aucker, 1999). Merupakan larutan isotonis
aman untuk tubuh, tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi

10
kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani
proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih murah
(http://rpromise.com/woundcare/)

2. Larutan povodine-iodine.
Iodine adalah element non metalik yang tersedia dalam bentuk
garam yang dikombinasi dengan bahan lain Walaupun iodine bahan non
metalik iodine berwarna hitam kebiru-biruan, kilau metalik dan bau yang
khas. Iodine hanya larut sedikit di air, tetapi dapat larut secara keseluruhan
dalam alkohol dan larutan sodium iodide encer. Iodide tinture dan solution
keduanya aktif melawan spora tergantung konsentrasi dan waktu
pelaksanaan (Lilley & Aucker, 1999). Larutan ini akan melepaskan iodium
anorganik bila kontak dengan kulit atau selaput lendir sehingga cocok untuk
luka kotor dan terinfeksi bakteri gram positif dan negatif, spora, jamur, dan
protozoa. Bahan ini agak iritan dan alergen serta meninggalkan residu
(Sodikin, 2002). Studi menunjukan bahwa antiseptik seperti povodine
iodine toxic terhadap sel (Thompson. J, 2000). Iodine dengan konsentrasi >
3 % dapat memberi rasa panas pada kulit. Rasa terbakar akan nampak
dengan iodine ketika daerah yang dirawat ditutup dengan balutan oklusif
kulit dapat ternoda dan menyebabkan iritasi dan nyeri pada sisi luka. (Lilley
& Aucker, 1999).

11
PROSEDUR PERAWATAN LUKA

A. Pengertian
Merawat luka untuk mencegah trauma (injury) pada kulit, membran
mukosa atau jaringan lain yang disebabkan oleh adanya trauma, fraktur, luka
operasi yang dapat merusak permukaan kulit

B. Tujuan
1. Mencegah infeksi dari masuknya mikroorganisme ke dalam kulit dan
membran mukosa
2. Mencegah bertambahnya kerusakan jaringan
3. Mempercepat penyembuhan
4. Membersihkan luka dari benda asing atau debris
5. Drainase untuk memudahkan pengeluaran eksudat
6. Mencegah perdarahan
7. Mencegah excoriasi kulit sekitar drain.

C. Persiapan alat
1. Set steril yang terdiri atas :
a. Pembungkus
b. Kapas atau kasa untuk membersihkan luka
c. Tempat untuk larutan
d. Larutan anti septic
e. 2 pasang pinset
f. Gaas untuk menutup luka.
2. Alat-alat yang diperlukan lainnya seperti : extra balutan dan zalf
3. Gunting
4. Kantong tahan air untuk tempat balutan lama
5. Plester atau alat pengaman balutan
6. Selimut mandi jika perlu, untuk menutup pasien
7. Bensin untuk mengeluarkan bekas plester

12
D. Cara kerja
1. Jelaskan kepada pasien tentang apa yang akan dilakukan. Jawab
pertanyaan pasien.
2. Minta bantuan untuk mengganti balutan pada bayi dan anak kecil
3. Jaga privasi dan tutup jendela/pintu kamar
4. Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang menyenangkan. Bukan
hanya pada daerah luka, gunakan selimut mandi untuk menutup pasien
jika perlu.
5. Tempatkan tempat sampah pada tempat yang dapat dijangkau. Bisa
dipasang pada sisi tempat tidur.
6. Angkat plester atau pembalut.
7. Jika menggunakan plester angkat dengan cara menarik dari kulit dengan
hati-hati kearah luka. Gunakan bensin untuk melepaskan jika perlu.
8. Keluarkan balutan atau surgipad dengan tangan jika balutan kering atau
menggunakan sarung tangan jika balutan lembab. Angkat balutan
menjauhi pasien.
9. Tempatkan balutan yang kotor dalam kantong plastik.
10. Buka set steril
11. Tempatkan pembungkus steril di samping luka
12. Angkat balutan paling dalam dengan pinset dan perhatikan jangan sampai
mengeluarkan drain atau mengenai luka insisi. Jika gaas dililitkan pada
drain gunakan 2 pasang pinset, satu untuk mengangkat gaas dan satu
untuk memegang drain.
13. Catat jenis drainnya bila ada, banyaknya jahitan dan keadaan luka.
14. Buang kantong plastik. Untuk menghindari dari kontaminasi ujung pinset
dimasukkan dalam kantong kertas, sesudah memasang balutan pinset
dijauhkan dari daerah steril.

13
15. Membersihkan luka menggunakan pinset jaringan atau arteri dan kapas
dilembabkan dengan anti septik, lalu letakkan pinset ujungnya labih
rendah daripada pegangannya. Gunakan satu kapas satu kali mengoles,
bersihkan dari insisi kearah drain :
a. Bersihkan dari atas ke bawah daripada insisi dan dari tengah keluar
b. Jika ada drain bersihakan sesudah insisi
c. Untuk luka yang tidak teratur seperti dekubitus ulcer, bersihkan
dari tengah luka kearah luar, gunakan pergerakan melingkar.
16. Ulangi pembersihan sampai semua drainage terangkat.
17. Olesi zalf atau powder. Ratakan powder diatas luka dan gunakan alat
steril.
18. Gunakan satu balutan dengan plester atau pembalut
19. Amankan balutan dengan plester atau pembalut
20. Bantu pasien dalam pemberian posisi yang menyenangkan.
21. Angkat peralatan dan kantong plastik yang berisi balutan kotor.
Bersihkan alat dan buang sampah dengan baik.
22. Cuci tangan
23. Laporkan adanya perubahan pada luka atau drainage kepada perawat
yang bertanggung jawab. Catat penggantian balutan, kaji keadaan luka
dan respon pasien.

Membersihkan Daerah Drain


Daerah drain dibersihkan sesudah insisi. Prinsip membersihkan dari
daerah bersih ke daerah yang terkontaminasi karena drainnya yang basah
memudahkan pertumbuhan bakteri dan daerah daerah drain paling banyak
mengalami kontaminasi. Jika letak drain ditengah luka insisi dapat
dibersihkan dari daerah ujung ke daerah pangkal kearah drain. Gunakan
kapas yang lain. Kulit sekitar drain harus dibersihkan dengan antiseptik.

14
Daftar Pustaka

1. Kaplan NE, Hentz VR, Emergency Management of Skin and Soft Tissue
Wounds, An Illustrated Guide, Little Brown, Boston, USA, 1992.
2. Oswari E, Bedah dan perawatannya, Gramedia, Jakarta, 1993.
3. Thorek P, Atlas Teknik Bedah, EGC , Jakarta, 1994.
4. Saleh M, Sodera VK, Ilustrasi Ilmu Bedah Minor, Bina rupa Aksara, Jakarta
1991.
5. Wind GG, Rich NM, Prinsip-prinsip Teknik Bedah, Hipokrates Jakarta, 1992.
6. Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S, Pedoman Tindakan Medik
dan Bedah, EGC Jakarta 2000.
7. Bachsinar B, Bedah Minor, Hipokrates, Jakarta, 1995.
8. Puruhito, Dasar-daasar Teknik Pembedahan, AUP Surabaya, 1987.
9. Zachary CB, Basic Cutaneous Surgery, A Primer in Technique, Churchill
Livingstone, London GB, 199

15

Anda mungkin juga menyukai