Anda di halaman 1dari 60

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B

BLOK 17

Disusun Oleh:
KELOMPOK IV
Anggota Kelompok:

Ade Trianda Rizki (04121001034)


M. Ikhsan Nurmansyah (04121001035)
Eva Fitria Zumna (04121001048)
Amanda Putri Utami (04121001051)
Lidya Puspitasari (04121001052)
Imanuel (04121001054)
Sri Wahyuni (04121001063)
Kamila Auliya (04121001070)
Shinta Rozika (04121001072)
Rani Diah Novianti (04121001074)
Dina Fitria (04121001081)
Anindhita Vania U (04121001083)
Galih Cahya W (04121001094)
MGS A Rifqi Murtadho (04121001098)
Wulan Meilani (04121001107)

Tutor: dr. Dwi Handayani, M.kes

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario B blok 15 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok IV tutorial, dan
juga teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 2


DAFTAR ISI......................................................................................................................... .3
DATA KEGIATAN TUTORIAL .......................................................................................... 4

I. Skenario A Blok 17 ........................................................................................................... 5


II. Klarifikasi Istilah ............................................................................................................... 6
III. Identifikasi Masalah ...................................................................................................... 6-7
IV. Analisis Masalah ......................................................................................................... 8-32
V. Hipotesis.......................................................................................................................... 32
VI. Learning Issue ............................................................................................................ ....32
VII. Sintesis..................................................................................................................... 32-59
VIII. Kerangka konsep........................................................................................................................60
IX. Kesimpulan .................................................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 62

3
DATA KEGIATAN TUTORIAL

Tempat : Ruang tutorial IV, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, kampus


madang
Waktu : Senin, 21 April 2014 dan Rabu, 23 April 2014
Tutor : dr. Dwi Handayani, M.kes
Moderator : Ade Trianda Rizki (04121001034)
Sekertaris Meja : Galih Cahya W (04121001094)
Anggota : M. Ikhsan Nurmansyah (04121001035)
Eva Fitria Zumna (04121001048)
Amanda Putri Utami (04121001051)
Lidya Puspitasari (04121001052)
Imanuel (04121001054)
Sri Wahyuni (04121001063)
Kamila Auliya (04121001070)
Shinta Rozika (04121001072)
Rani Diah Novianti (04121001074)
Dina Fitria (04121001081)
Anindhita Vania U (04121001083)
MGS A Rifqi Murtadho (04121001098)
Wulan Meilani (04121001107)

4
I. Skenario

Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan
atas yang hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh
nyeri di perut kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan disertai mual.
Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W
minum obat penghilang nyeri. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh
demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB
seperti dempul, dan gatal-gatal.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital; TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106 x/mnt, RR:24 x/mnt, Suhu : 39,0ᴼ
BB : 80 kg, TB : 158 cm
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : Sklera ikterik.
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphy’s sign (+),
hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (-).
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin : Hb : 12,4 g/dl, Ht : 36 vol %, Leukosit : 15.400/mm3, Trombosit :
329.000/mm3, LED : 77 mm/jam
Liver Function Test (LFT) : Bil.total : 20,49 mg/dl, Bil.direk : 19,94 mg/dl, bil.indirek :
0,55 mg/dl, SGOT : 29 u/l, SGPT : 37 u/l, Fosfatase alkali : 864 u/l
Amilase : 40 unit/L dan Lipase : 50 unit/L

5
II. Klarifikasi Istilah

Perut Kanan Atas : Hypocondriac dextra ( regio kanan lateral atas abdomen,
bertumpang tindih dengan tulang rawan iga kanan )
BAB dempul : BAB yag berwarna putih keabuan atau putih kotor yang
disebabkan oleh tidak adanya stercobilin
Murphy’s sign (+) : Nyeri pada saat palpasi di daerah subcostal kanan pada saat
inspirasi dan diasosiasikan dengan kolesistitis akut.
Akral pucat : Berkenaan dengan tungkai / ekstremitas yang pucat.
SGOT : Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh terutama
(serum-glutamic dalam jantung dan hati, enzim ini dilepaskan dalam serum
oxaloacetic sebagai akibat cedera jaringan. Konsentrasi dapat meningkat
transaminase) pada kerusakan akut sel-sel hati.
SGPT : Enzim yang biasanya terdapat dalam jaringan tubuh terutama
(serum glutamic- dalam jantung dan hati, enzim ini dilepaskan dalam serum
piruvic sebagai akibat cedera jaringan. Konsentrasi dapat meningkat
transaminase) pada kerusakan akut sel-sel hati.
Fosfatase Alkali : Enzim yang mengkatalisis pemecahan ortofosfat dari
monoester ortophosporic pada kondisi alkali (pH > 7).
Amilase : Enzim yang mengkatalisis pemecahan polisakarida menjadi
senyawa yang lebih sederhana.
Lipase : Enzim yang diproduksi oleh pankreas dan kelenjar yang ada
pada usus halus, yang memecahkan lemak menjadi gliserol
dan asam lemak.

II. Identifikasi Masalah


1. Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami Chief
nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan Complaint
menggigil.
2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut

6
kanan atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan
disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila
makan makanan berlemak.
3. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.
4. Tidak ada keluhan saat BAK namun warna urin gelap seperti
teh sejak kira-kira tiga hari lalu.

5. Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran Main


kompos mentis, Problem
Tanda vital; TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106 x/mnt,
RR:24 x/mnt, Suhu : 39,0ᴼ
BB : 80 kg, TB : 158 cm
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : Sklera ikterik.
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas
(+) Murphy’s sign (+), hepar dan lien tidak
teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : shifting dullness (-).
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema
perifer (-)

6. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin : Hb : 12,4 g/dl, Ht : 36 vol %, Leukosit :
15.400/mm3, Trombosit :329.000/mm3, LED : 77
mm/jam
Liver Function Test (LFT) : Bil.total : 20,49 mg/dl,
Bil.direk : 19,94 mg/dl, bil.indirek :
0,55 mg/dl, SGOT : 29 u/l, SGPT : 37 u/l, Fosfatase
alkali : 864 u/l
Amilase : 40 unit/L dan Lipase : 50 unit/L

7
III. Analisis Masalah
1. Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan
atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

a. Bagaimana topografi 4 kuadran ?


Jawab :
Dinding abdomen tersusun dari: Rectus abdominis, Linea alba, Linea arcuata, Linea
semilunaris, Iliac crest, Lig.inguinale

b
.

B
a
g
a
i
m
a

8
b. bagaimana anatomi dan fisiologi sistem hepatobilier ?
Jawab :

Tiga fungsi dasar hepar :


- Produksi dan sekresi empedu.
- dalam aktifitas metabolik yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein.
- Filtrasi darah untuk menyingkirkan bakteri dan partikel asing yang masuk melalui
lumen usus.
Fungsi Vesica fellea sebagai tempat cadangan empedu. Ia mampu memekatkan empedu
melalui permukaan membrana mucosa yang berlipat-lipat membentuk gambaran sarang
tawon

9
c.Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terkait kasus?
Jawab :

10
Semakin tua seseorang, semakin banyak zat-zat yang tertumpuk dalam tubuhnya,
terutama kolestrol. Kolestrol berlebih terutama di usia tua dapat menjadi penyebab utama
terjadinya batu empedu karena garam empedu dibuat dari kolestrol.
Pada wanita, estrogen meningkatkan kolestrol dan mengurangi motilitas kantung
empedu. Wanita hamil atau wanita yang menggunakan pill hormon untuk mengontrol
kelahiran lebih besar kemungkinan untuk mengalami batu empedu.

d. Apa etiologi :

- Nyeri
Jawab: obstruksi saluran empedu karena adanya batu empedu
- Demam menggigil
Jawab: Penyebab kemungkinan terjadinya demam adalah karena infeksi akibat adanya
batu empedu.

e. Bagaimana mekanisme keluhan :


- Nyeri
Jawab :

11
Pada batu empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk
mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang menpersarafi
otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major,
dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau atau daerah epigastrium ( dermatome
T7,8,9).

- Demam menggigil
Jawab:
Adanya batu pada saluran empedu  aliran cairan empedu menjadi terhambat 
penumpukan cairan empedu pada kandung dan saluran empedu  tekanan pada kandung
empedu meningkat dan menjadi tempat yang potensial untuk perkembangan bakteri 
difagositosis oleh sel-sel radang  terjadi pelepasan IL-1 dan TNF alfa  mempengaruhi
pusat pengaturan suhu di hipotalamus  demam  kompensasi tubuh untuk
meningkatkan suhu tubuh sesuai dengan yang di set oleh hipotalamus  menggigil

Mekanisme nyeri dan demam menggigil dapat dijelaskan pada diagram berikut :

12
13
1. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang
menjalar sampai ke bahu sebelah kanan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah hebat bila makan makanan berlemak. (anindhita, ade)

a. Bagaimana etiologi dan mekanisme dari :


- Nyeri yang menjalar sampai bahu
Jawab :
Pada kasus Ny. W menderita batu empedu dan kolesistitis. Pada batu empedu biasanya
akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut.
Hal ini akan mensensitasi serabut saraf yang menpersarafi otot polos dinding vesica
biliaris yaitu plexus coeliacus dan nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri
alih di kuadran kanan atau atau daerah epigastrium ( dermatome T7,8,9). Sedangkan nyeri
yang menjalar hingga kebahu kanan berkaitan dengan kolesistitis akut yang dapat
menyebabkan iritasi peritoneum parietale subdiagfragmaticus yang sebagain dipersarafi
oleh nervus phrenicus (C3,4 dan 5). Hal ini akan menimbulkan nyeri alaih ke bahu karena
kulit dibahu dipersarafi oleh nervus supraclaviculaer (C3,4).

- Nyeri hilang timbul dan bertambah berat bila makan berlemak


Jawab :
Nyeri hilang timbul dikarenakan adanya gerakan peristaltik, saat ada peristaltic maka batu
empedu itu akan terdorong, sakit ini sering terjadi pada malam hari, karena pada malam

14
hari itu gerakan peristaltic akan bekerja maksimal dan juga pada malam hari aktivitas kita
sedikit sehingga sakit pun sering dirasakan.
Ny. W juga mengeluhkan nyeri yang bertambah berat saat makan berlemak. Hal tersebut
terjadi k arena, makanan yang berlemak merangsang pengeluaran empedu yang berfungsi
untuk mengemulsi lemak/penyerapan lemak. Sehingga, apabila pasien mengkonsumsi
banyak lemak menyebabkan peristaltik duktus meningkat sehingga menyebabkan
obstruksi yang akan memperberat kolik.

- Mual
Jawab :
Etiologi Mual secara umum:
1. Kandungan makanan
Kandungan makanan dapat juga menjadi penyebab, beberapa bahan makanan yang tidak
sesuai untuk beberapa orang dan menyebabkan pencernaan makanan yang tidak berjalan
baik.
2. Pola makan
Mengkonsumsi makanan dengan cepat-cepat dapat menyebabkan rasa mual setelah makan.
Makanan berat dan berlemak juga cenderung membuat orang mual sehabis makan. Pada beberapa
orang, mual juga dapat terjadi karena makan terlalu sering.
3. Keracunan makanan
Mual bisa disebabkan karena keracunan makanan, alergi makanan atau, dalam kasus tersebut,
penderita juga mungkin mengalami sakit kepala, tubuh sakit, demam, diare, sakit perut atau kram
dan muntah. Orang tua dan anak-anak sangat rentan mengalaminya.
4. Gerd (gastroesophageal reflux disease)
Gastroesophageal reflux disease (gerd) kondisi yang dapat menyebabkan kondisi dimana
berlebihannya tingkat dari asam lambung yang menyebabkan mual setelah makan. Beberapa
gejala-gejala tersebut dapat dikontrol oleh antasida.
5. Penyumbatan Di Usus Kecil
Sebuah penyumbatan di usus kecil adalah penyebab paling serius merasa mual setelah makan dan
biasanya segera membutuhkan perhatian medis. Karena dapat menyebabkan penumpukan racun
dalam aliran darah.
6. Sakit Kandung Empedu
Orang-orang, yang menderita penyakit kandung empedu, terutama pada tahap awal, mungkin
mengalami mual setelah makan. Biasanya, gejala awal tampak saat orang tersebut makan makanan
yang berminyak atau lemak tinggi.

15
7. Penyakit Crohn (Pengikisan Pada Usus)
Pada beberapa individu, penyakit crohn atau penyakit mangkuk mungkin akan rentan terhadap
mual setelah makan, gejala yang lebih umum lainnya dari kondisi peradangan usus termasuk diare
kronis dan kram perut.

Pada kasus ini penyebab mual berhubungan dengan adanya batu empedu

Mekanisme:

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu sehingga
mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu dan kolesterol)
menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar yang mengeluarkan
enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat
iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan
sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di usus
dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan peningkatan rasa mual
yang juga diakibatkan karena perangsangan pusat mual di hipotalamus.

2. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

a. Apa jenis obat penghilang nyeri ?


Jawab :
Analgetik
Analgetik (obat-obat penghilang nyeri) adalah zat-zat yang mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Obat analgetik termasuk oban antiradang non-
steroid (NSAID) seperti salisilat, obat narkotika seperti morfin dan obat sintesis bersifat
narkotik seperti tramadol.
NSAID seperti aspirin, naproksen, dan ibuprofen bukan saja melegakan sakit, malah obat
ini juga bisa mengurangi demam dan kepanasan. Analgetik bersifat narkotik seperti opioid
dan opidium bisa menekan sistem saraf utama dan mengubah persepsi terhadap kesakitan
(noisepsi). Obat jenis ini lebih berkesan mengurangi rasa sakit dibandingkan NSAID.
Analgetik seringkali digunakan secara gabungan serentak, misalnya bersama parasetamol
dan kodein dijumpai di dalam obat penahan sakit (tanpa resep). Gabungan obat ini juga

16
turut dijumpai bersama obat pemvasocerut seperti pseudoefedrin untuk obat sinus, atau
obat antihistamin untuk alergi.
Jenis-jenis obat analgetik ialah: Aspirin, Asetaminofen, Kodein

Analgetik di bagi menjadi 2 yaitu:

1. Analgetik Opioid/analgetik narkotika


Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau
morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri
seperti pada fractura dan kanker. Tetapi semua analgetik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan, maka usaha untuk mendapatkan suatu analgetik yang ideal masih
tetap diteruskan dengan tujuan mendapatkan analgetik yang sama kuat dengan morfin
tanpa bahaya adiksi.
Ada 3 golongan obat ini yaitu:
a. Obat yang berasal dari opium-morfin,
b. Senyawa semisintetik morfin, dan
c. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Macam-macam obat Analgetik Opioid: Metadon, Fentanyl, Kodein

Methadon Fentanyl Kodein

2. Obat Analgetik Non-narkotik/Perifer


Obat Analgetik Non-Narkotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering dikenal dengan istilah
Analgetik/Analgetika/Analgetik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri
dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral, seperti golongan
salisilat seperti aspirin, golongan para amino fenol seperti paracetamol, dan golongan
lainnya seperti ibuprofen, asam mefenamat, naproksen/naproxen dan masih banyak lagi.
Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgetik Perifer ini cenderung
mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem

17
susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat
Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgetik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek
ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis
Analgetik Narkotik).

Efek samping obat-obat analgetik perifer: kerusakan lambung, kerusakan darah,


kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit.
Pada umumnya, obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri biasanya terdiri dari
tiga komponen, yaitu:

a. 
 analgetik (menghilangkan rasa nyeri),

b. 
 antipiretik (menurunkan demam), dan

c. 
 anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).

Macam-macam obat analgetik non-narkotika: ibuprofen, paracetamol/acetaminofen, asam


mefenamat.

Ibuprofen Acetaminophen Asam Mefenamat

Analgesik- antipiretik terdiri dari empat golongan, yaitu:

1. SALISILAT
Salisilat dipasaran dikenal sebagai aspirin. Dalam dosis tinggi, aspirin mempunyai khasiat
antiradang sehingga sering digunakan untuk mengobati radang sendi (rematik). Obat ini
juga bersifat mengurangi daya ikat sel- sel pembeku darah sehingga penting untuk segera
diberikan pada penderita angina (serangan jantung), untuk mencegah penyumbatan
pembuluh darah jantung karena penggumpalan/ pembekuan darah. Aspirin dapat
menimbulkan nyeri dan pendarahan lambung, karena itu sebaiknya dikonsumsi setelah

18
makan. Dosis yang berlebihan dapat menyebabkan telinga berdenging, tuli, penglihatan
kabur, bahkan kematian.
2. ASETAMINOFEN
Asetaminofen di pasaran dikenal sebagai parasetamol. Obat ini mempunyai khasiat
antiradang yang jauh lebih lemah dari aspirin sehingga tidak bisa digunakan untuk
mengobati rematik. Asetaminofen tidak merangsang lambung sehingga dapat digunakan
oleh penderita sakit lambung.
3. PIRALOZON
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin,dan novalgin. Obat ini amat
manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri. Namun piralozon diketahui
menimbulkan efek berbahaya yakni agranulositosis (berkurangnya sel darah putih),
karena itu penggunaan analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.
4. ASAM-MEFENAMAT
Asam mefenamat termasuk obat pereda nyeri yang digolongkan sebagai NSAID (Non
steroidal antiinflammatory drugs). Asam mefenamat digunakan untuk mengatasi berbagai
jenis rasa nyeri, namun lebih sering diresepkan untuk mengatasi sakit gigi, nyeri otot,
nyeri sendi dan sakit ketika atau menjelang haid. Seperti juga obat lain, asam mefenamat
dapat menyebabkan efek samping.Salah satu efek samping asam mefenamat yang paling
menonjol adalah merangsang dan merusak lambung. Sebab itu, asam mefenamat
sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang mengidap gangguan lambung.

b. Apa saja efek obat penghilang nyeri terhadap penyakit Ny.W


Jawab :
Adapun obat-obat analgesik opioid seperti morphine, meperidine, dan pentazocin dapat
meningkatkan tonus otot polos di saluran empedu, yang dapat menyebabkan spasme dan
tekanan saluran empedu meningkat, terutama dalam sfingterOddi. Namun pemakaian
obat-obat ini dalam pengawasan dan harus menggunakan resep sehingga dalam kasus ini
penderita tidak mengonsumsi obat analgesik opioid. Pengaruh obat dengan penyakit Ny.
W secara langsung tidak ada karena tidak berhubungan antara obat penghilang rasa nyeri
dengan batu empedu yang dialami Ny. W.

3. Tidak ada keluhan saat BAK namun warna urin gelap seperti teh sejak kira-
kira tiga hari lalu.

19
a. Bagaimana etiologi dan mekanisme :
- Demam ringan hilang timbul
Jawab :
Etiologi: Kolesistitis
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin indirect
terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah menuju hepar untuk
diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect menjadi bilirubin direct → Di
ekskresikan melalui duktus hepatikus → Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika
felea terdapat batu yang kemungkinan menyumbat duktus sistikus → Statis cairan empedu
→ Inflamasi → Kolesistitis → Terdapat kerja dari mediator sel-sel radang → Temperatur
tubuh dinaikan untuk mengoptimalkan kerja sel-sel radang → Demam ringan.

- Mata dan badan kuning


Jawab :
Etiologi: Konsentrasi bilirubin meningkat dalam darah (Hiperbilirubinemia)
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin indirect
terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah menuju hepar untuk
diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect menjadi bilirubin direct → Di
ekskresikan melalui duktus hepatikus → Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika
felea terdapat batu yang kemungkinan akhirnya menyumbat duktus koledokus → Saluran
pengeluaran empedu ke duodenum tertutup → Terjadi aliran balik bilirubin direct ke hepar
→ Bilirubin direct masuk ke darah → Hiperbilirubinemia → Mata dan badan kuning.

- BAK seperti teh tua


Jawab :
Etiologi: Konsentrasi bilirubin meningkat dalam darah (Hiperbilirubinemia)
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin indirect
terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah menuju hepar untuk
diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect menjadi bilirubin direct → Di
ekskresikan melalui duktus hepatikus → Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika
felea terdapat batu yang kemungkinan akhirnya menyumbat duktus koledokus → Saluran
pengeluaran empedu ke duodenum tertutup → Terjadi aliran balik bilirubin direct ke hepar
→ Bilirubin direct masuk ke darah → Hiperbilirubinemia → Bilirubin banyak di
ekskresikan pada urin → BAK seperti teh tua.

20
- BAB dempul
Jawab :
Etiologi: Obstruksi saluran empedu ke duodenum
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin indirect
terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah menuju hepar untuk
diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect menjadi bilirubin direct → Di
ekskresikan melalui duktus hepatikus → Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika
felea terdapat batu yang kemungkinan akhirnya menyumbat duktus koledokus → Saluran
pengeluaran empedu ke duodenum tertutup → Tidak ada empedu yang diekskresikan ke
duodenum → Bilirubin untuk pewarnaan feses tidak tersedia → BAB seperti dempul

- Gatal-gatal
Jawab :
Etiologi: Hiperbilirubinemia
Obstruksi saluran empedu → empedu gagal masuk ke duodenum→ bendungan
cairan empedu dalam hati → regurgutasi empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke
sirkulasi sistemik → peningkatan dan penumpukan garam empedu dalam sirkulasi
(pruritogen / faktor endogen) selain itu obstruksi empedu juga meningkatkan
opioid ( senyawa yang memicu timbulnya pruritus)→ merangsang ujung serabut
saraf C pruritoseptif→ impuls dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik→ terjadi input
eksitasi di lamina 1 Obstruksi saluran empedu → empedu gagal masuk ke
duodenum→ bendungan cairan empedu dalam hati → regurgutasi empedu (bilirubin,
garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik → peningkatan dan penumpukan garam
empedu dalam sirkulasi (pruritogen / faktor endogen) selain itu obstruksi empedu
juga meningkatkan opioid ( senyawa yang memicu timbulnya pruritus)→
merangsang ujung serabut saraf C pruritoseptif→ impuls dihantarkan sepanjang serabut
saraf sensorik→ terjadi input eksitasi di lamina 1

21
b. Bagaimana keterkaitan antar keluhan?
Jawab :

c. Bagaimana progresivitas keluhan semuanya ?


Jawab :
Pada kolesistitis akut, terdapat gejala demam ringan, keluhan nyeri perut atas, dan nyeri
tekan. Apabila keluhan nyeri bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta
leukositosis berat, kemungkinan terjadi empiema dan perforasi kandung empedu perlu
dipertimbangkan.

22
4. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,


Tanda vital; TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106 x/mnt, RR:24 x/mnt, Suhu : 39,0ᴼ
BB : 80 kg, TB : 158 cm
Pemeriksaan spesifik :
Kepala : Sklera ikterik.
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen : Inspeksi : datar
Palpasi : lemas, nyeri tekan kanan atas (+)  Murphy’s
sign (+), hepar dan lien tidak teraba, kandung
empedu : sulit dinilai Perkusi : shifting dullness (-)
Ekstremitas : palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik ?


Jawab :

23
No. Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi Hasil
Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum: sakit
1. Baik Abnormal
sedang
Kesadaran : Compos
Compos Mentis Normal
mentis
120/80≥ TD >90/60
2. Tekanan Darah : 110/70 Normal
mmHg
3. RR : 24 x/menit 16 – 24 x/menit Normal (batas atas)
4. Nadi : 106 x/menit 60 – 100 x/menit Sedikit meningkat
5. Temperatur : 39,0°C 36,5 – 37,5°C Febris
Kemenkes RI 2003 : Gemuk
(kelebihan berat badan
IMT : 18,5 – 25 tingkat berat)
BB : 60 kg, TB : 158 cm;
(Kemenkes RI 2003) WHO : Overweight grade 2
IMT = 32,046 IMT tinggi merupakan faktor
18,5-24,99 (WHO) predisposisi kolestitis karena
cenderung
hiperkolesterolemia.
Pemeriksaan Spesifik
Kepala
Leher dan Thoraks dalam
6. Normal
batas normal
Ikterus (pigmentasi kuning
7. Sklera ikterik Putih pada kulit yang disebabkan
oleh hiperbilirubinemia)
Abdomen
8. I: Datar Datar Normal
Dapat disebabkan karena
9. P = Lemas adanya nyeri perut kanan atas
yang hebat.
10. P = Murphy’s sign (+) Murphy’s sign (-) Kolesistitis akut
P = Hepar dan lien tidak Hepar dan lien tidak
11. Normal
teraba teraba
12. Kandung empedu sulit Kandung empedu sulit dinilai

24
dinilai karena nyeri.
13. P = shifting dullness (-) shifting dullness (-) Normal
Ekstremitas
14. Palmar eritema (-) Palmar eritema (-) Normal
15. Akral pucat Tidak pucat Hiperbilirubinemia
16. Edema perifer (-) Edema perifer (-) Normal

Mekanisme Abnormal :

Denyut nadi meningkat :Nadi meningkat karena adanya rangsangan simpatis yang
dirangsang oleh nyeri kolik yang timbul akibat sumbatan batu empedu.
Febris : Demam disertai menggigil dapat dipertimbangkan diagnosis terjadinya kolangitis.
Tiga gejala trias Charcot yakni demam, ikterus, dan nyeri perut kuadran kanan atas secara
kuat menegakkan diagnosis kolangitis akut. Ada dua penyebab utama Kolangitis, yaitu
adanya obstruksi di saluran empedu utama dan infeksi bakteri. Obstruksi tanpa infeksi
tidak menimbulkan kolangitis. Kolangitis seringkali disebabkan oleh adanya
koledokolitiasis. Dinding dari duktus koledokus menebal dan mengalami dilatasi disertai
dengan ulserasi pada mukosa terutama disekitar letak batu dan ampula Vateri.
Penyumbatan saluran empedu potensial untuk invasi dan berkembangnya bakteri, baik
bakteri anaerob maupun aerob.

Adanya infeksi bakteri sebagai pirogen eksogen dapat merangsang sel-sel makrofag,
monosit, limfosit dan endotel untuk melepaskan interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6),
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan interferon-α (IFN-α) yang selanjutnya akan disebut
pirogen endogen atau pirogen sitokin. Pirogen endogen ini setelah berikatan dengan
reseptornya di daerah preoptik hipotalamus, akan merangsang hipotalamus untuk
mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran
fosfolipid dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi
prostaglandin-E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara langsung maupun
melalui pelepasan siklik AMP, menset termostat pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini
merupakan awal dari berlangsungnya reaksi terpadu sistem saraf otonom, sistem endokrin
dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam. Pusat panas di hipotalamus dan batang
otak kemudian akan mengirimkan sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi
panas sehingga suhu tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan. Hal demikian

25
dapat dicapai dengan vasokonstriksi pembuluh darah kulit, sehingga darah (dan panas)
yang menuju permukaan tubuh akan berkurang, dan panas tubuh yang terjadi di bagian inti
tubuh tetap memelihara suhu inti tubuh. Epinefrin yang dilepas akibat rangsangan saraf
simpatis akan meningkatkan metabolisme tubuh dan tonus otot, sehingga terjadi proses
menggigil dan penderita berusaha menggunakan pakaian tebal serta melipat bagian-bagian
tubuh tertentu untuk mengurangi penguapan.
Sklera Ikterik :

Batu empedu di saluran empedu (koledokolitiasis) obstruksi total  regurgitasi


bilirubin  sirkulasi  sklera sklera icterus

Palpasi Abdomen :

 Lemas : Dapat disebabkan karena adanya nyeri perut kanan atas yang hebat.
 Murphy’s sign positif : Batu empedu di ductus choledocus  obstruksi total cairan
empedu menjadi statis  potensial sebagai tempat perkembangan kuman terjadi infeksi
dan inflamasi  nyeri tekan saat pemeriksaan Murphy’s Sign
 Kandung empedu sulit dinilai : Kandung empedu sulit dinilai karena nyeri. Dapat juga
karena obesitas.

Ekstremitas :

 Akral pucat : Batu empedu di ductus choledocus  obstruksi total  regurgitasi


bilirubin  sirkulasi  kulit di ekstremitas (akral)  akral kuning (pucat).

b. Bagaimana cara pemeriksaan fisik abdomen ?


Jawab

Inspeksi :

Pakaian pasien harus dibuka dari papilla mammae samapai simfisis. Inspeksi abdomen
adalah melihat perut baik perut bagian depan maupun bagian belakang. Informasi yang
perlu didapatkan :

1. Simetris
2. Bentuk/kontur
3. Ukuran
26
4. Kondisi dinding perut :
Kelainan kulit
Vena
Umbilikus
Striae alba
5. Pergerakan dinding perut

Palpasi :

Mintalah pada pasien untuk menekuk kakinya. Pada palpasi, perlu sekali diperhatikan
apakah pasien ada keluhan nyeri atau rasa tidak enak pada daerah abdomen. Beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan palpasi :

1. Beritahu pasien bahwa dokter akan meraba dan menekan dinding perut.
2. Minta pasien memberitahukan apabila terdapat rasa nyeri akibat penekanan tersebut.
Bila mungkin tanyakan seperti apa nyerinya apakah ringan, sedang atau berat sekali,
apakah nyeri seperti dicubit atau seperti ditusuk jarum atau nyeri seperti kena pukul.
3. Perhatikan ekspresi pasien selama palpasi dilakukan serta perhatikan reaksi dinding
perut.
4. Ada dua macam palpasi : Palpasi superfisial dan palpasi dalam.
Palpasi superfisial disebut juga palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan
prosedur palpasi pada pasien.
Palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa nyeri yang tidak didapatkan pada
palpasi superfisial, yang terpenting adalah untuk palpasi organ secara spesifik.

Pemeriksaan Hati
Pada inspeksi diperhatikan daerah hipokondrium kanan. Apabila hati membesar akan
melewati pinggir bawah iga sehingga dapat teraba. Pemeriksa merasakan sensasi sentuhan
jari dengan pinggir hati. Pasien saat ekspirasi maksimal jari ditekan kebawah , kemudian
pada awal inspirasi jari bergerak kearah kranial dalam arah parabolik. Pemeriksaan
dilakukan legeartis dengan sisi palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan
ibu jari terlipat dibawah palmar manus. Apabila hati teraba diskripsikan besarnya dengan
ukuran jari, pinggirnya, permukaanya, konsistensinya, ada nyeri dan adanya fluktuasi.
Pemeriksaan batas atas hati dilakukan dengan perkusi dengan menilai batas peranjakan
paru hati. Suara bruit juga bisa didengar bila ada pembesaran hati karena keganasan atau
tumor.

27
Pemeriksaan Limpa
Palpasi dimulai dari regio iliaka kanan melewati umbilikus di garis tengah abdomen
menuju ke lengkung iga kiri. Pembesaran limpa diukur dengan menggunakan garis
Schuffner yaitu garis yang dimulai dari titik di lengkung iga kiri menuju ke umbilikus dan
diteruskan sampai spina iliaka anterior superior (SIAS) kanan. Garis ini dibagi atas
delapan bagian yang sama. Pemebesaran limpa sampai pusar adalah Schuffner 4.
Pembesaran limpa dideskripsikan pinggirnya terutama insisura , permukaanya,
konsistensinya dan adanya nyeri. Pembesaran limpa juga bisa dinilai dengan perkusi,
secara normal pekak limpa ditemukan antara sela iga ke-9 dan ke-11 di garis aksila
anterior. Pembesaran ringan diketahui perubahan batas pekak bagian bawah.

Murphy’s sign
Pasien diperiksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa menekan/palpasi regio
subcostal kanan (hipocondria dextra) pasien, kemudian pasien diminta untuk menarik
napas panjang yang dapat menyebabkan kandung empedu turun menuju tangan pemeriksa.
Ketika manuver ini menimbulkan respon sangat nyeri kepada pasien, kemudian tampak
pasien menahan penarikan napas (inspirasi terhenti), maka hal ini disebut Murphy's Sign
Positif.

5. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan atau dua tangan terutama pada pasien
gemuk.

Perkusi :
Shifting dullness : Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen
terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke
redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi
lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan
suara redup.Pada pasien yang tidak mengalami asites, biasanya batas antara bunyi timpani
dan redup relatif tidak berubah.

28
Auskultasi :
Banyak ahli diagnostik lebih suka melakukan auskultasi abdomen sebelum palpasi dan
perkusi agar tidak merangsang timbulnya peristalsis. Auskultasi abdomen bertujuan untuk
mendengarkan suara peristaltik dan suara pembuluh darah. Stetoskop ditempelkan sekitar
15-20 detik atau 30-60 detik untuk mendengarkan bising usus. Bising usus normalnya 5-
30 kali/menit.Jika kurang dari itu atau tidak ada sama sekali kemungkinan ada peristaltik
ileus, konstipasi, peritonitis, atau obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari
normal kemungkinan pasien sedang mengalami diare.

c. Bagaimana hubungan obesitas dengan penyakit Ny.W ?


Jawab :
Obesitas/kegemukan mempunyai resiko menderita batu empedu lebih tinggi dibandingkan
dengan yang tidak obesitas. Hal ini dikarenakan sebagian besar batu empedu mengandung
kolesterol. Karena itu pada terapi Ny. W perlu dikontrol kolesterolnya.

d. Apa saja DD untuk Murphy’s sign? (pada gangguan apa saja yang bisa (+))
Jawab :
Murphy’s sign positif untuk Kolesistitis akut. Karena koledokolitiasis dapat
mengakibatkan kolangitis maka positif pula untuk koledokolitiasis.

29
5. Pemeriksaan Laboratorium (sri wahyuni, Edo)

Darah Rutin : Hb : 12,4 g/dl, Ht : 36 vol %, Leukosit :

15.400/mm3, Trombosit :329.000/mm3, LED : 77mm/jam

Liver Function Test (LFT) : Bil.total : 20,49 mg/dl,

Bil.direk : 19,94 mg/dl, bil.indirek :0,55 mg/dl, SGOT : 29 u/l, SGPT : 37 u/l,
Fosfatase alkali : 864 u/l
Amilase : 40 unit/L dan Lipase : 50 unit/L
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan
laboratorium?
Jawab :

Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi


Lab
Hb 12,4 g/dl 12-16 g/dl Normal
Ht 36 vol%, 38-48 vol% Normal
Leukosit 15.400/mm3 5.000-10.000 Leukositosis
Trombosit : 150.000-350.000 Normal
329.000/mm3
LED 77 mm/jam Wintrobe: 0-15 mm/jam Meningkat
Westergen: 0-20 mm/jam
LFT:
Bil total: 20,49 mg/dL Bil. Total: 0,2-1,2 mg/dL Meningkat
Bil direk: 19,94 mg/dL Bil. Direk: 0-0,4 mg/dL Meningkat
Bil indirek: 0,55 Bil. Indirek: 0,2-0,8 Normal
mg/dL mg/dL
SGOT: 29 μ/L SGOT: 5-40 IU/L Normal
SGPT: 37 μ/L SGPT: 0-40 IU/L Normal
Fosfatase alkali: 864 Fosfatase alkali: 30-130 Meningkat
μ/L IU/L
Amilase: 40 unit/L Amilase: <120 unit/L Normal
Lipase: 50 unit/L Lipase: < 190 unit/L Normal

30
Mekanisme Abnormal:

Leukosit meningkat:
Disebabkankarenaperadangan pada duktus koledokus peningkatan leukosit

LED meningkat:
LED merupakan indikator penyakit infeksi dan tingkat inflamasi (peradangan) yang tidak
spesifik. Kolesistitis & kolangitis  peningkatan LED

Bilirubin total dan bilirubin direk meningkat:


Adanya obstruksi pada duktus koledokus  bilirubin terkonjugasi tidak dapat masuk ke
duodenum  menumpuk di hati  regurgitasi cairan-cairan empedu ke sistemik, dalam
hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi  peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin
total di dalam plasma

Fosfatase alkali meningkat:


Fosfatase alkali dibuat oleh membran kanalikular hepar dan disekresikan bersama cairan
empedu. Jika terjadi obstruksi total pada duktus koledokus  cairan empedu beserta
fosfatase alkali tidak dapat disekresikan kedalam duodenum  regurgitasi ke sistemik 
peningkatan fosfatase alkali

b. Apa hubungan amilase dan lipase diperiksa pada pemeriksaan laboratorium?


Jawab :

Nilai normal amilase dan lipase

31
Pemeriksaan amilase dan lipase berguna untuk menyingkirkan differential diagnosis
yang berhubungan dengan pankreatitis akut. Lipase dan amilase akan terlihat dalam darah
setelah kerusakan pankreas. Lipase dan amilase dapat meningkat dalam 2-12 jam pada
pankratitis akut, namun lipase dapat meningkat 14 hari setelah episode akut, dimana
amilase serum kembali normal setelah kira-kira 3 hari. Lipase berguna untuk diagnosis
akhir pankreatitis akut.

IV.Hipotesis
Ny.W 42 tahun, menderita obstruksi saluran empedu

V. Learning Issue
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier

B. Liver Function Test


C. Obstruksi Saluran Empedu

VI.Sintesis
A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier

ANATOMI

Hepar merupakan kelenjar terbesar di tubuh manusia dan mempunyai banyak fungsi. Tiga
fungsi dasar hepar:

1. Produksi dan sekresi empedu.

2. Terlibat dalam aktifitas metabolik yang berhubungan dengan metabolisme


karbohidrat, lemak dan protein.

3. Filtrasi darah untuk menyingkirkan bakteri dan partikel asing yang masuk melalui
lumen usus.

Hepar menempati bagian atas cavitas abdominalis, di bawah diaphragma, sebagian besar
ditutupi oleh costae, cartilago costalis dan diaphragma.

32
Hepar dibagi menjadi lobus dexter dan lobus sinister yang lebih kecil, kedua lobus
dipisahkan oleh perlekatan lig. falciforme. Lobus dexter dibagi menjadi lobus quadratus
dan lobus caudatus oleh adanya vesica fellea, fissura untuk lig. teres hepatis, v. cava
inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum.

Porta hepatis atau hilus hepatis, ditemukan pada permukaan posteroinferior dan terletak
di antara lobus quadratus dan caudatus. Di dalam porta hepatis dijumpai ductus hepaticus
dexter et sinister, r. dexter et sinister a. hepatica, vena portae hepatis, n. symphaticus dan
n. parasymphaticus. Juga terdapat lymphonodus yang mengalirkan limfe ke LN. coeliacus.

Hepar dibungkus capsula fibrosa dan membentuk lobulus hepatis. V. centralis dari tiap
lobulus merupakan cabang v. hepatica. Canalis portae merupakan ruangan di antara
lobulus. Canalis portae mengandung cabang-cabang a. hepatica, v. portae hepatis, dan
cabang ductus hepaticus (disebut juga portal triad). Darah arteria dan vena lewat sinusoid
di antara sel hepar dan masuk ke v. centralis.

 Ligamentum Peritoneale dari Hepar

Ligamentum falciforme merupakan lipatan dua lapis peritoneum, naik dari umbilicus ke
hepar. Tepi bebasnya terdapat ligamentum teres hepatis yang merupakan sisa dari v.
umbilicalis. Ligamentum falciforme berjalan di permukaan anterior hepar dan kemudian
ke permukaan superior, dan terpisah menjadi dua lapisan.

Lapisan kanan membentuk lapisan atas ligamentum coronarium sinistra; lapisan kiri
membentuk lapisan atas ligamentum triangulare sinistra.

Ligamentum teres hepatis berjalan dalam fissura di permukaan visceralis hepar, dan
bergabung dengan cabang kiri v. portae hepatis. Ligamentum venosum merupakan pita
fibrosa sisa dari ductus venosus, melekat pada cabang kiri v. portae hepatis, dan naik ke
atas dalam fissura di permukaan visceralis hepar kemudian melekat ke v. cava inferior.
Pada faetus, darah teroxigenasi dibawa ke hepar melalui v. umbilicalis. Sebagian besar
darah dari hepar melalui ductus venosus bermuara ke v. cava inferior. Setelah lahir v.
umbilicalis dan ductus venosus menutup.

33
 Vaskularisasi:
Arteri:
 A.hepatica propia, cabang truncus coleaticus, berakhir bercabang menjadi ramus
dexter & sinistermasuk le porta hepatis

Vena:

 Vena portae hepatis-bercabang 2-ramus dexter & sinisteryang masuk ke porta hepatis
 Vena hepatica (3 buah) muncul dari pars posterior hepatis bermuara ke veba cava
inferior.

 Sirkulasi darah melalui hepar


 A.hepatica propia (30%) darah kaya O2 ke hepar
 V. portae hepatis (70%) kaya hasil metabolisme pencernaan yang direabsorbsi
kembali oleh GI tract dari A. hepatica propia & V. portae hepatis melalui sinusoid hepar
ke vena sentralis - vena hepatica dextra & sinistra meninggalkan vena pars posterior hepar
ke vena kava superior

 Aliran limpha:
 Kelenjar limpha di dalam porta hepatis
 Nodi

Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3 - 1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe
meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vasa efferent

34
menuju LN. coeliacus. Sejumlah kecil vasa limfe menembus diaphragma menuju LN.
mediastinalis posterior.

 Persarafan:
 Simpatis dan parasimpatis membentuk plexus coeliacus.
 Truncus vagalis anterior banyak mempercabangkan banyak rami hepatici yang
berjalan langsung ke hepar

Saluran Empedu

Empedu disekresi oleh sel-sel hepar, disimpan dan dikonsentrasi dalam vesica fellea; yang
kemudian dilepaskan ke dalam duodenum.
Terdiri:
 ductus hepaticus dexter & sinister
 ductus hepaticus comunis
 ductus choleduchus
 vesica biliaris(kantung empedu)
 ductus cysticus

35
 Ductus Hepaticus

Ductus hepaticus sinister et dexter keluar dari lobus dexter dan sinister hepatis di dalam
porta hepatis. Kemudian bergabung membentuk ductus hepaticus communis.

Ductus hepaticus communis panjangnya 4 cm (1 ½ inci) dan turun di tepi bebas omentum
minus. Ia bergabung dengan ductus cysticus di sisi kanan dari vesica fellea membentuk
ductus choledochus.

 Ductus Choledochus

Panjangnya sekitar 8 cm (3 inci). Di permukaan posterior caput pancreas ia bergabung


dengan ductus pancreaticus major, dan menembus dinding medial pars descendens
duodeni di pertengahan bawah. Bersama ductus pancreaticus major, mereka bermuara ke
dalam lubang dalam ampulla kecil yang disebut ampulla of Vater. Ampulla bermuara ke
dalam tonjolan kecil yang disebut papilla duodenalis major. Bagian terminal kedua ductus
dan ampulla dikelilingi oleh otot sirkuler, yang disebut sphincter of Oddi.

 Vesica Fellea

Vesica fellea berbentuk pear dan terletak di permukaan bawah hepar. Kapasitasnya sekitar
30 - 50 ml dan menyimpan empedu, yang menjadi pekat setelah air di absorpsi. Vesica
fellea dibagi menjadi fundus, corpus, dan collum.

Fungsi:

Vesica fellea sebagai tempat cadangan empedu. Ia mampu memekatkan empedu melalui
permukaan membrana mucosa yang berlipat-lipat membentuk gambaran sarang tawon.

Empedu masuk ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan partial dari
vesica fellea. Mekanisme ini dimulai ketika makanan berlemak masuk ke dalam
duodenum. Lemak menyebabkan pelepasan hormon cholecystokinin dari membrana
mucosa duodenum, hormon masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi vesica
fellea. Pada saat bersamaan otot polos di ujung distal ductus choledochus dan ampulla
mengalami relaxasi, sehingga empedu mengalir ke dalam duodenum. Garam empedu
berperan penting dalam emulsi lemak di usus dan membantu pencernaan dan absorpsinya.

36
- Vaskularisasi

Arteria: A. cystica yang merupakan cabang a. hepatica dextra.

Vena: V. cystica bermuara ke v. portae hepatis.

- Limfe

Limfe mengalir ke LN. cysticus yang terletak dekat collum vesica fellea. Selanjutnya, vasa
limfe menuju LN. hepaticus sepanjang a. hepatica dan berakhir di LN. coeliacus.

- Persyarafan

Serabut n. symphaticus dan n. parasymphaticus berasal dari plexus coeliacus. Kontraksi


vesica fellea terjadi sebagai respons terhadap hormon cholecystokinin.

 Ductus Cysticus

Panjangnya 4 cm (1 ½ inci) dan menghubungkan collum vesica fellea ke ductus hepaticus


communis membentuk ductus choledochus.

Membrana mucosa ductus cysticus membentuk lipatan spiral yang serupa dengan lipatan
pada collum vesica fellea. Lipatan ini disebut valvula spiralis yang berfungsi agar lumen
tetap terbuka.

HISTOLOGI

1. Hepar
Struktur Umum Hati
 Kapsula Glisson
 Hilum: porta hepatis
Vaskular masuk:
 Arteri hepatika kanan & kiri: kaya Oksigen
 Vena porta: kaya nutrisi

Vaskular keluar:

 Vena hepatika → V. kava inferior

37
Duktus hepatik kanan & kiri : empedu → kandung empedu

 Sinusoid hati & ruang perisinusoid Disse


 Duktus: cholangioles → kanal Herring → d. interlobularis → d. hepatika kanan & kiri

 Konsep Lobulus Hati

Lobulus klasik

 Jaringan ikat pada babi


 Area portal/Triad: A. hepatika + V. porta + ductus biliaris interlobular + pembuluh
limfe
Lobulus portal
 Aliran empedu
Asinus hepatik/Asinus Rappaport
 Aliran darah

38
2. Vesica Fellea
Struktur:
 Epitel selapis silindris: clear cell & brush cell
 Lamina propria: kelenjar
 Otot polos
 Serosa/adventisia

FISIOLOGI

Sistem empedu terdiri dari hati, kandung empedu, duktus terkait. Hati merupakan organ
metabolik terbesar yang mensekresi garam empedu. Secara fisiologis, hati menjalankan
fungsi sebagai:
 Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak, protein) setelah
diserap di saluran cerna
 Degradasi zat sisa, hormon, obat, senyawa asing
 Sintetis protein plasma (protein untuk pembekuan darah, pengangkut hormon tiroid,
steroid, kolesterol dalam darah)
 Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, vitamin
 Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati bersama ginjal
 Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang using karena terdapat makrofag residen

39
 Ekskresi kolesterol dan bilirubin

Metabolisme Bilirubin
Bilirubin berasal dari penguraian sel darah merah yang sudah usang dengan masa hidup
eritrosit rata-rata 120 hari di RES pada sumsum tulang, hati, limpa. Sumber bilirubin tidak
hanya dari penguraian eritrosit, tetapi juga penguraian non-eritrosit seperti mioglobin,
sitokrom, katalase, peroksidase. Sumber pembentuk bilirubin ini akan mengalami
destruksi sehingga menghasilkan hemoglobin. Hemoglobin dipecah lagi menjadi heme
dan globin. Heme mengalami penguraian menjadi besi dan protoporfirin.
Protoporfirin diubaah menjadi biliverdin lalu bilirubin tidak terkonjugasi. Karena sifat
bilirubin tidak terkonjugasi tidak larut air, maka dalam plasma harus berikatan dengan
protein albumin sehingga bisa diangkut ke hati dan dikonversi menjadi bilirubin
terkonjugasi oleh hepatosit. Bilirubin terkonjugasi ini dapat diekskresikan ke empedu.
Lalu disekresikan ke usus halus sebagai sterkobilonogen yang akan dikonversi menjadi
sterkobilin yang akan member warna fesses. Sebagian lagi akan masuk ke siklus
enterohepatik untuk disimpan kembali, dan sebagian yang lainnya akan menjadi
urobilinogen.

40
Komposisi Empedu

Tabel 1. Komposisi empedu

Dari Kandung
Komponen Dari Hati
Empedu

Air 97,5 gm % 95 gm %

Garam Empedu 1,1 gm % 6 gm %

Bilirubin 0,04 gm % 0,3 gm %

Kolesterol 0,1 gm % 0,3 – 0,9 gm %

Asam Lemak 0,12 gm % 0,3 – 1,2 gm %

Lecithin 0,04 gm % 0,3 gm %

Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam yaitu :
Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah :
a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan,
sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk
dapat dicerna lebih lanjut.
b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang larut
dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah
menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen
usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan
bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen
distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena
radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

41
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme
bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah
menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian
bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide. Bila terjadi
pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang
terbentuk sangat banyak.

B. Liver Function Test

Uji Fungsi Hepatobilier


Uji Nilai Makna Klinis
Normal
EKSKRESI EMPEDU
Bilirubin serum 0-0,4 mg/dl Mengukuru kemampuan hati untuk
direk mengonjugasi dan mengekskresi pigmen
empedu.
Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi
bilirubin terkonjugasi
Bilirubin serum 0,2-0,8 Meningkat pada keadaan sindrom Gilbert
indirek mg/dl
Bilirubin serum 0,2-1,2 Bilirubin serum direk dan total meningkat pada
total mg/dl penyakit hepatoselular
Bilirubin urin 0 Bilirubin terkonjugasi (yang tidak berikatan
dengan albumin) diekskresi dalam urine bila
kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan
adanya obstruksi pada sel hati atau saluran
empedu. Urine berwarna cokelat; bila dikocok
timbul busa berwarna kuning.
Urobilinogen 1,0-3,5 Berkurang pada gangguan ekresi empedu, juga
urine mg/24 jam gangguan hati, obstruksi empedu, atau
peradangan; meningkat bila jumlah yang

42
dihasilkan melampaui kemampuan hati untuk
mengekskresi kembali, seperti pada ikterus
hemolitik.
EKSKRESI ZAT WARNA
Uji bersihan Retensi <5% Laju bersihan sulfobromoftalein dari plasma
natrium dalam 45 yang diberikan secara IV dilakukan untuk
sulfobromoftalein menit mengevaluasi fungsi hati; ekskresi bergantung
(BSP, pada fungsi sel hati, duktus biliaris paten, dan
bromsulfalein) aliran darah hati. Uji BSP merupakan petunjuk
fungsi hati yang sangat peka dan berguna untuk
mendeteksi kerusakan dini sel hati dan
penyembuhan dari hepatitis infeksiosa, tetapi
kadang menimbulkan reaksi toksik sehingga uji
ini jarang digunakan
METABOLISME PROTEIN
Protein serum 6-8 g/dl Sebagian besar protein serum dan protein
total pembekuan disintesis di hati, sehingga kadarnya
Albumin serum 3,2-5,5 g/dl menurun pada berbagai gangguan hati.
Globulin serum 2,0-3,5 g/dl
Masa protrombin 11-15 detik Meningkat pada penurunan sintesis protrombin
akibat kerusakan sel hati atau berkurangnya
absorpsi vitamin K pada obstruksi empedu.
Vitamin K penting untuk sintesis protrombin.
Amonia (NH3) 80-100 g/dl Hati mengubah NH3 menjadi urea. Kadarnya
darah meningkat pada gagal hati atau pada pintas
portal-sistemik yang besar.
METABOLISME LEMAK
Kolesterol serum < 200 mg/dl Meningkat pada obstruksi duktus biliaris,
menurun pada kerusakan sel hati; kadar >200
meningkatkan resiko penyakit jantung koroner.
ENZIM SERUM
AST (SGOT) 5-40 IU/L Aspartate aminotransferase (AST) atau serum
ALT (SGPT) 0-40 IU/L glutamic oxsaloasetic transaminase (SGOT),

43
LDH 200-450 alanine aminotransferase (ALT) atau serum
unit/ml glutamic pyruvic transaminase (SGPT), dan
(Wrobleski) lactic dehydrogenase (LDH) adalah enzim
intrasel yang terutama berada di jantung, hati,
dan jaringan skelet; yang dilepaskan dari
jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau
terjadinya perubahan permeabilitas sel);
meningkat pada kerusakan sel hati dan pada
keadaan lain, terutama infarka miokardium.
Fosfatase alkali 30-120 IU/L Dibentuk dalam tulang, hati, ginjal, usus halus,
atau 2-4 dan diekskresikan ke dalam empedu. Kadarnya
unit/dl meningkat pada obstruksi biliaris; meningkat
(Bodansky) juga pada penyakit tulang dan metastasis hati.
-GT (Gamma 5-50 IU/L Memastikanapakahpeningkatan
Glutamyl alkalifosfataseberasaldaripenyakittulangatauhati.
Transferase) Lebih sensitif daripada fosfatase alkali untuk
mendeteksi obstructive jaundice kolangitis,
kolesistitis, karena meningkat lebih dini dan
menetap lebih lama
Cholinesterase 33-76 u/L Menurun 30-50% pada hepatitis akut dan
(CHE) (♀) kronik, menurun 50-70% pada sirosis dan
40-78 U/L kanker hati, umumnya normal pada ikterus
(♂) obstruktif.

5’-Nucleotidase 3-9 U/L Seperti -GT, digunakan untuk membantu


menentukan asal peningkatan ALP dari hati atau
tulang. Lebih sering meningkat pada gangguan
kolestatis, pada hepatitis akut hanya sedikit
meningkat. Lebih meningkat pada penyakit
ekstrahepatik daripada intrahepatik

44
Pemeriksaan kimia darah digunakan untuk mendeteksi kelainan hati, menentukan
diagnosis, mengetahui berat ringannya penyakit, mengikuti perjalanan penyakit dan
penilaian hasil pengobatan.

Pengukuran kadar bilirubin serum, aminotransferase, alkali fosfatase, -GT, dan


albumin sering disebut sebagai LFTs (Liver Function Tests). Pada banyak kasus, tes-tes
ini dapat mendeteksi penyakit hati dan empedu asimtomatik sebelum munculnya
manifestasi klinis. Tes-tes ini dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama, antara lain:

1) Peningkatan enzim aminotransferase (transaminase), SGPT dan SGOT, biasanya


mengarah pada perlukaan hepatoselular atau inflamasi
2) Keadaan patologis yang memengaruhi sistem empedu intra dan ekstrahepatis dapat
menyebabkan peningkatan fosfatase alkali dan -GT
3) Sintesis hati, seperti produksi albumin, urea, dan faktor pembekuan.

Bilirubin dapat meningkat pada hampir semua tipe patologis hepatobilier.

Hasil Laboratorium Kemungkinan Penyakit


Hanya transaminase yang meningkat Pertimbangkan asal non-hepatik, misalnya
miositis, infark miokard, hemolisis
Hanya -GT yang meningkat Pertimbangkan intoksikasi alkohol, enzim
terinduksi obat-obatan, fase awal infiltrasi
hepatik dan fatty liver (steatosis hepatik)
Fosfatase alkali meningkat namun -GT Pertimbangkan asal ekstrahepatik.
normal Biasanya dihubungkan dengan kelainan
tulang, periksa kadar kalsium, fosfat,
hormon paratiroid.
Hanya hiperbilirubinemia Bukan hemolisis dan sindrom Gilbert.

45
C. Obstruksi Saluran Empedu
Penegakan diagnosis
Bilirubin yang meningkat tinggi mengindikasikan bahwa adanya batu di saluran
ekstrahepatik yaitu koleidokolitiasis. Kemudian koleidokolitiasis menyebabkan terjadinya
peradangan akut dinding saluran empedu, yang hampir selalu disebabkan oleh infeksi
bakteri pada lumen yang secara normal steril. Infeksi bakteri kemungkinan besar masuk ke
dalam saluran empedu melalui sfingter Oddi bukan melalui rute hematogen. Selain
kolangitis, keoleidokolitiasis yang menghambat aliran keluar empedu berkaitan dengan
iritasi kimiawi dan peradangan dinding kandung empedu sehingga mengakibatkan
kolestitis kalkulosa.

Koleidokolitiais
- Radiologi
Dapat menggunakan ERCP. Selain itu juga bisa dengan menggunakan PTC dimana batu
akan tampak radiolusen di duktus koleidokus. Sering pula ditemukan batu di kandung
empedu. Sebagaimana diketahui sebagian besar batu di duktus koleidokus berasal dari
kandung empedu.
- USG
Akan tampak pelebaran duktus koleidokus dan juga tampak massa gema padat dengan
densitas meninggi disertaibayangan akustik. Selain itu juga ada pelebaran saluran empedu
intrahepatal pembesaran kandung empedu. Dan gambaran di atas merupakan gambaran
khas dari kolestasis ekstrahepatal

Kolangitis
- Pemeriksaan laboratorium
Tinja biasanya mengandung sterkobilinogen, walaupun dalam jumlah sedkit.
- USG
Akan terlihat pelebaran duktus koleidokus dan di dalamnya terlihat massa padat dengan
densitas gema meninggi, disertai bayangan akustik. Kadang-kadang dapat terlihat gema
internal di dalam duktus koleidokus tanpa disertai bayangan akustik, menunjukkan adanya
pus. Dan juga disertai dengan tanda sumbatan ekstrahepatal.

46
- X-Ray
Bila hasil USG memperlihatkan kolestasis ekstrahepatal sebagai akibat obstruksi, maka
dapat dilakukan PTC yang diarahkan secara USG. Pada foto akan tamapak jelas pelebaran
saluran empedu baik intra maupun ekstrahepatal. Pada ujung duktus koledokus bila
tampak kekosongan kontra media yang ulat atau oval, maka batu sebagai penyebab
obstruksi. Gambaran demikian biasanya disertai dengan pembesaran kandung emepedu
yang kemungkinan besar berisi batu.
Kolesistitis
- Radiologi
Perlu dibuat foto rontgen polos abdomen untuk mendeteksi gambaran batu yang
radioopak. Gambaran kolesisititis sendiri tidak akan terlihat. Bila ditemukan gambaran
batu radioopak, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyebab dari kolesistitis.
Sebaliknya bila tidak terlihat batu, masih belum dapat disingkirkan batu sebagai penyebab,
karena sering batu empedu radiolusen.
Bila pemeriksaan foto polos abdomen tetap tidak memperlihatkan gambar, sebaiknya
dibuat foto kolesistografi peroral dengan telepaque atau parenteral dengan larutan
biligrafin. Pada umumnya kolestitis akut tidak akan memperlihatkan gambar dari kandung
empedu, karena adaanya edema.
- USG
Pemeriksaan USG banyak digunakan untuk membedakan kolesistitis akut dan kronik.
Gambaran USG pada kolesistitis akut akan memperlihatkan:
1. Pemebalan dinding kandung empedu lebih dari 3 mm
2. Pada dinding yang menebal terlihat suatu daerah yang bebas gema diantara lapisan
luar dan dalam yang disebut double rim sign. Hal ini terjadi karena timbul edema
karena proses peradangan
3. Pembesaran kandung empedu yang lebih dari 4 cm
4. Tanda Murphy Ultrasonik (Echographic Murphy sign), ternasa nyeri pada saat
transduser sedikit ditekankan di atas daerha kandung empedu
5. Disamping itu, perlu dicari gambar batu di dalam kandung empedu, karena sebagai
penyebab terbanyak ialah batu.

47
Differential Diagnosis

Pre-hepatic (unconjugated hyperbilirubinaemia):


 Gilbert's syndrome adalah penyebab paling umum penyebab herediter dari
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan oleh underactivity sistem
enzim konjugasi. Hal ini ditemukan dalam 3-7% dari populasi.
 Haemolytic anaemias, eg spherocytosis, pernicious anaemia.
 Thalassaemia.
 Trauma.
 Crigler-Najjar syndrome adalah autosomal gangguan autosomal resesif yang resesif
langka karena gangguan metabolisme bilirubin, yang disebabkan oleh kekurangan difosfat
glycosyltransferase.

Hepatocellular disease:
 Viral hepatitis (termasuk tipe A dan tipe B). Kemungkinan infektif lainnya
seperti leptospirosis, brucellosis, Coxiella burnetii) dan glandular fever.[3][4]
 Alcoholic hepatitis.
 Autoimmune hepatitis (10-20% dari hepatitis kronis).
 Drug-induced hepatitis: paracetamol yang paling sering
 Bahan kimia yang hepatotoxic , contohnya fosfor, carbon tetrachloride and phenol.
 Cirrhosis dekompensata

Obstruksi bilier dapat menjadi mekanik dan ekstrahepatik atau oleh faktor-faktor
metabolik dalam sel hati (intrahepatik). Secara keseluruhan, batu empedu adalah penyebab
paling umum dari obstruksi ekstrahepatik:
 Intrahepatic cholestasis.
 PBC.
 Drugs (for example, phenothiazines).
 Primary sclerosing cholangitis.[7]
 Dubin-Johnson syndrome: penyakit autosomal resesif karena hiperbilirubin
terkonjugasi dan deposisis pigmen hepatosit
 Rotor's syndrome.

48
 Extrahepatic cholestasis dapat di dalam lumen, di dinding ataupun penekanan dari
luar:
 Striktur duktus biliaris
 choledocholithiasis
 Ca caput pankreas
 Tumor ampulla vater
 Pancreatitis.
 Cancer of the gallbladder.

o Kemungkinan 1.
Ikterus progresif tanpa rasa sakit dengan terabanya Gall Bladder-Penyebab adalah
Karsinoma Kepala Pankreas.
o Kemungkinan 2.
Kandung empedu dapat teraba atau tidak - Peri ampullary Carcinoma Pankreas.
o Kemungkinan 3.
Ikterus intermittent dengan rasa nyeri (Charcot Triad) tanpa teraba Gall Bladder-
Obstruktif Jaundice karena Cholelithiasis.
o Kemungkinan 4.
Ikterus dan Nyeri dengan teraba Kandung Empedu Dobel Impaction Batu.
(Exception hukum Courvoisier)
o Kemungkinan 5.
Painless Progressive Ikterus dengan tidak terabanya kandung empedu, penyebab adalah
Klatskin’s Tumor.
49
Ikterus obstruktif yang disebabkaan oleh batu di saluran empedeu (choledocholithiasis)
yang bersamaan dengan peradangan saluran empedu (cholangitis) dan peradangan
kandung empedu (kolesistitis)

Definisi

Ikterus adalah suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat


deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL. Ikterus
obstruktif itu sendiri adalah ikterus yang disebabkan oleh obstruksi sekresi bilirubin yang
dalam keadaan normal seharusnya dialirkan ke traktus gastrointestinal. Akibat hambatan
tersebut terjadi regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah, sehingga terjadilah ikterus
(Anonim, 2008).
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan
menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri (Sherly, 2008). Dengan
demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh
obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.
Obstruksi yang terjadi biasanya karena batu pada saluran empedu, dan kadang-kadang
infeksi bakteri dapat terjadi sebagai penyulit.

Koledokolitiasis adalah terdapatnya batu empedu didalam saluran empedu yaitu di duktus
koledokus komunis (CBD). Koledokolitiasis terbagi dua tipe yaitu primer dan sekunder.
Koledokolitiasis primer adalah batu empedu yang terbentuk di dalam saluran empedu
sedangakan Koledokolitiasis sekunder merupakan batu kandung empedu yang bermigrasi
masuk ke duktus koledokus melalui duktus kolesistikus.
Penyakit empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan dikenal sebagai
kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi Koledokolitiasis. Umumnya pasien dengan batu empedu jarang
mempunyai keluhan, namun sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat.
Adanya batu empedu menyebabkan radang kandung empedu (kolesistitis akut).
Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut kandung empedu yang disertai nyeri perut
kanan bagian atas, nyeri tekan dan nyeri demam.

50
Karena terjadi obstruksi aliran empedu akibat koledokolitiasis, terjadi infeksi bakteri
cairan empedu di dalam saluran empedu yang disebut kolangitis.

Etiologi

Sherly dkk, 2008 menyatakan ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu
intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu:

1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti


Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan fibrosis, sirosis
dekompensata serta hepatitis karena obat.
2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom Alagille’s,
kolestatik familial progresif tipe 1, “non sindromic bile duct paucity”, obat-obatan
hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah transplantasi hati, dan stadium lanjut dari
sirosis bilier primer.
Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu:
a) Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut
sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik.
b) Kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti batu
duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer kolangitis, karsinoma
pankreas, dan pankreatitis kronik.

Pada kasus ini, obstruksi terjadi karena batu di saluran empedu (choledocholithiasis) yang
diawali dengan kolelitiasis. Etiologi batu empedu belum diketahui sepenuhnya, tetapi
faktor predisposisi terpenting seperti gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadi:
o perubahan komposisi empedu
Kolesterol yang berlebihan dapat membuat batu kandung empedu.
o stasis empedu
gangguan kontraksi kandung empedu, atau spasme sfingter oddi, atau keduanya dapat
menyebabkan terjadinya stasis.
o infeksi kandung empedu
mukus meningkatkan viskositas empedu, dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi. Akan tetapi, infeksi mungkin lebih sering terjadi sebagai akibat dari
terbentuknya batu empedu

51
Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20% penduduk
dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini menjalani
pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade
pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang
menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50
tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu
empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan
dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan
akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada
pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat

Faktor Resiko
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol antara lain:

1. Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,
hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang
kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar
kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu serta
mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga meningkatkan resiko
terjadinya kolelitiasis.

2. Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obat-obat
clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi empedu dan
tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol empedu.Sedangkan obat-obat
dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.

52
3. Kehamilan
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar progesteron
tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang mengakibatkan retensi
memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung empedu.

4. Kandung empedu statis


Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama
puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat badan
yang berlebihan.

5. Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1½ sampai 2 kali
lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika keturunan
Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu empedu
mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin dipertanggungjawabkan oleh
faktor-faktor genetik (yang diturunkan).

6. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkanbatuempedu,
sehinggapadausia 90 tahunkemungkinannyaadalah satu dari tiga orang.

7. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 :
1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia
20 % wanitadan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlahpenderitawanitalebihbanyak dari pada laki-laki.

8. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal)
mengakibatkangangguanterhadapunsurkimiadariempedudandapatmenyebabkanpenurunan
kontraksi kandung empedu.

53
9. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

10. Penyakit usus halus.


Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes,
anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

11. Nutrisi intravena jangka lama


Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk
berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

Patofisiologi-patogenesis

54
Obstruksi yang terjadi menghalangi aliran bilirubin di hati atau dari kandung empedu ke
jejunum. Hal ini mengakibatkan terjadinya regurgitasi bilirubin ke dalam aliran darah,
sehingga kadar bilirubin dalam darah meningkat, dan menyebabkan tanda dan gejala
klinis.
Pada kasus ini , obstruksi disebabkan oleh batu empedu yang akhirnya menyumbat
saluran empedu karena batu yang kecil melewati ke dalam duktus koledokus, dan dapat
diikuti oleh kolesistitis.
Peradangan akut dinding kandung empedu biasanya mengikuti obstruksi duktus sistikus
oleh batu. respon inflamasi dapat ditimbulkan oleh tiga faktor: (1) peradangan mekanik
diproduksi oleh peningkatan tekanan intraluminal dan distensi yang dihasilkan dengan
iskemia mukosa kandung empedu dan dinding, (2) peradangan kimia disebabkan oleh
pelepasan lisolesitin (karena aksi fosfolipase pada lesitin dalam empedu) dan faktor
jaringan lokal lainnya, dan (3) peradangan bakteri, yang mungkin memainkan peran dalam
50-85% pasien dengan kolesistitis akut. Organisme yang paling sering pada pasien ini
termasuk Escherichia coli, Klebsiella spp., Streptococcus spp., Dan Clostridium spp.

Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari ikterus obstruktif ialah sklera berwarna kuning, kulit kekuning-
kuningan, feses berwarna pekat, urin berwarna teh, pruritus, fatik, dan anoreksia (Black,
1997).
Kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama,
yaitu
o Gatal
o Peningkatan transaminase
o Peningkatan fosfatase alkali
o Gangguan ekskresi zat warna kolesistografi
o Kandung empedu tidak terlihat
o Tetapi biasanya obstruksi intrahepatik jarang seberat obstruksi ekstrahepatik.

Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan gejala. Sebagian
besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu.

Batu empedu biasanya menghasilkan gejala dengan menyebabkan peradangan atau


obstruksi berikut migrasi mereka ke dalam duktus sistikus atau CBD. Yang paling spesifik

55
dan karakteristik Gejala penyakit batu empedu adalah biliary colic yang konstan dan
sering nyeri yang tahan lama. Obstruksi duktus sistikus atau CBD dengan batu
menghasilkan peningkatan tekanan intraluminal dan distensi dari viskus yang tidak dapat
dihilangkan dengan kontraksi empedu berulang. Nyeri viseral yang dihasilkan bersifat
parah, sakit atau penuh pada epigastrium atau kuadran kanan atas (kuadran kanan atas)
dari perut dengan sering radiasi ke daerah interskapula, skapula, atau bahu.

Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan dapat bertahan dengan intensitas berat selama 30 menit
sampai 5 jam, mereda secara perlahan atau cepat . Sebuah episode nyeri bilier bertahan
melampaui 5 jam sebaiknya meningkatkan kecurigaan kolesistitis akut. Mual dan muntah
sering menemani episode nyeri bilier . Peningjatan serum bilirubin dan / atau alkali
fosfatase menunjukkan batu saluran empedu umum . Demam atau kedinginan ( menggigil)
dengan nyeri empedu biasanya menyiratkan komplikasi yaitu, kolesistitis, pankreatitis,
atau kolangitis. Keluhan epigastrium samar-samar kepenuhan , dispepsia , ledakan , atau
perut kembung , terutama setelah makan lemak. Gejala ini sebenarnya tidak spesifik untuk
batu empedu . Kolik bilier mungkin dipicu oleh makan makanan berlemak, dengan
konsumsi makan besar yang diikuti periode puasa berkepanjangan.

Sumbatan ini sering diikuti oleh kolesistitis akut dan kronis. Gambaran yang akut, seperti:

o Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau kuadran kanan atas


o Nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan
o Penderita dapat berkeringat banyak
o Nausea dan muntah sering terjadi

Gambaran yang kronis mirip dengan gejala akut, tetapi kurang nyata.

Penyulit batu empedu lain yang biasanya muncul seperti cholangitis yaitu peradangan
saluran empedu, yang mempunyai klinis seperti:

o Riwayat penyakit saluran empedu


o Charchot’s triad (demam menggigil, ikterus, dan nyeri abdomen)

Cholangitis terjadi karena adanya obstruksi dan invasi bakteri

56
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan
istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah
harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan,
kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :

 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein


 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
 Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan


 Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal :
monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang
atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang
atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier
transnasal.
 Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan untuk
mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam
duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang
padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat
insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit
dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah
endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula
Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa
atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran
ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum.
Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan
melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun komplikasi setelah

57
tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk
mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
 ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur noninvasiv ini
menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada
batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik
bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang
dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat
bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi

 Sfingerotomy endosokopik
 PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
 Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
 Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :

1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu


2. Foto thoraks
3. Ektrokardiogram
4. Pemeriksaan faal hati
5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6. Terapi komponen darah
Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen
hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah
kerusakan hati.

Komplikasi
Komplikasi cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati,
pankreatitis atau sirosis biliaris.

58
Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus
sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,
intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis,
atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.

Prognosis
Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya kematian
atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya
komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis tergantung dari ada/tidak dan
berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu
yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan
biasanya sangat baik.

SKDI
Kolesistitis : 3A
3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Koledokolitiasis : 2
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan
dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

59
VII. Kerangka Konsep
VIII. Kesimpulan
Ny. W 42 tahun menderita ikterus obstruktif karena choledocholithiasis disertai

cholesistitis akut dan cholangitis akut.

IX. Daftar Pustaka

1. Hadi, Sujono. 1999. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni

2. Nurman, A. 1999. KolangitisAkutDipandang Dari SudutPenyakitDalam Vol.18, No.3.


Jakarta: J KedokterTrisakti

3. Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L. 2007. Robbins Basic Pathology. Edisi 7. Terjemahan
oleh: Pendit, B.U. Jakarta: EGC

4. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

5. Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2003.Patofisiologi konsep klinis proses-proses


penyakit edisi 6 volume 1. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

6.Medline Plus. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP).


http://www.nlm.nih.gov. [diakses 2 Juli 2008]

60

Anda mungkin juga menyukai