Anda di halaman 1dari 26

Cedera Kepala Ringan

Cedera kepala ringan atau trauma kepala ringan adalah kondisi ketika seseorang
mengalami cedera ringan di bagian kepala. Ringan atau beratnya kondisi cedera
kepala, dapat dinilai dari Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan kumpulan
respon penderita yang diberikan nilai untuk melihat tingkat kesadaran. Nilai tertinggi
adalah 15, sedangkan nilai terendah adalah 3. Nilai tersebut ditentukan berdasarkan
kemampuan penderita membuka mata, pergerakan penderita, dan isi
pembicaraannya.

Cedera kepala ringan jarang menyebabkan kerusakan otak permanen. Pada orang
dewasa, cedera kepala ringan umumnya terjadi karena kecelakaan kendaraan
bermotor, membentur atau terbentur sesuatu, terjatuh, atau karena terkena pukulan
di bagian kepala. Sedangkan pada anak-anak, kondisi ini lebih sering disebabkan
karena terjatuh dan terbentur.

Gejala Cedera Kepala Ringan

Cedera kepala ringan bisa menimbulkan berbagai gejala, baik gejala fisik maupun
gejala psikologis. Beberapa gejala bisa muncul seketika setelah kejadian,
sedangkan gejala lain dapat muncul beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.

Gejala fisik cedera kepala ringan antara lain:

 Hilang kesadaran selama beberapa detik atau menit.

 Tidak hilang kesadaran, tapi linglung dan bingung.

 Pusing dan sakit kepala.

 Hilang keseimbangan.

 Lelah dan mengantuk.

 Gangguan bicara.

 Mual dan muntah.

 Sulit tidur.

Selain gejala fisik, cedera kepala ringan juga dapat menimbulkan gejala pada sistem
sensorik, seperti perubahan pada kemampuan indra penciuman, sensitif terhadap
cahaya dan suara, penglihatan kabur, rasa tidak enak di mulut, dan berdengung di
telinga. Sedangkan gejala mental yang dapat muncul, antara lain adalah masalah
pada ingatan dan konsentrasi, suasana hati yang mudah berubah, serta mudah
merasa cemas, dan depresi.
Diagnosis Cedera Kepala Ringan

Dokter akan bertanya bagaimana pasien bisa cedera dan apa gejala yang
dirasakan. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui
seberapa berat cedera yang dialami pasien. Dokter akan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) untuk mengukur tingkat kesadaran pasien, dan
menggolongkannya menjadi cedera kepala ringan, sedang, dan cedera kepala berat.
Tingkat kesadaran diukur berdasarkan respons verbal, respons gerakan, dan
respons mata pasien, serta akan diberi nilai dari 3 hingga 15. Nilai 15 menunjukkan
kondisi seseorang dalam kesadaran penuh, sedangkan nilai 3 menunjukkan
kondisi koma. Cedera kepala ringan terjadi bila GCS bernilai 13-15.

Pemeriksaan dengan CT scan atau MRI kepala dapat dilakukan oleh dokter untuk
melihat seberapa parah cedera kepala.

Pengobatan dan Pencegahan Cedera Kepala Ringan

Cedera kepala ringan umumnya tidak memerlukan penanganan khusus. Pasien


hanya disarankan untuk beristirahat. Namun, pasien harus dipantau untuk
memastikan tidak ada gejala yang memburuk atau gejala baru yang muncul,
terutama 24 jam pertama setelah mengalami cedera.

Gejala-gejala yang harus diwaspadai dalam 24 jam pertama adalah:

 Kejang.

 Penglihatan kabur atau berbayang.

 Cairan bening keluar dari hidung atau telinga.

 Gangguan dalam bicara dan memahami orang lain.

 Hilang keseimbangan atau sulit berjalan dengan normal.

 Hilang kesadaran baik sesaat atau dalam waktu yang cukup lama.

 Amnesia.

 Tubuh kehilangan tenaga, seperti lemah pada lengan dan tungkai.

 Rasa kantuk yang berlebihan.

 Memar atau perdarahan pada telinga.

 Sakit kepala yang makin memburuk.

 Ada perubahan perilaku, seperti mudah marah.

 Gangguan dalam menulis dan membaca.


 Muntah

Hal yang penting untuk diperhatikan pada saat pemulihan cedera kepala ringan,
antara lain adalah:

 Jangan mengonsumsi alkohol.

 Banyak istirahat.

 Hindari obat pereda nyeri aspirin atau obat antiinflamasi nonsteroid, kecuali
diperbolehkan oleh dokter. Obat nyeri yang disarankan hanya paracetamol.

 Sebelum benar-benar sembuh, jangan melakukan aktivitas seperti berkendara,


mengoperasikan mesin, atau berolahraga yang berisiko melibatkan kontak fisik,
misalnya sepak bola.

 Tanyakan pada dokter kapan diperbolehkan untuk kembali bersekolah, berolahraga,


atau bekerja.

Beberapa langkah pencegahan untuk menghindari terjadinya cedera kepala ringan,


adalah dengan:

 Memakai alat pelindung diri di lingkungan yang berisiko terjadi kecelakaan.

 Mengenakan helm saat berkendara dengan motor.

 Tidak meletakkan barang berat di atas lemari atau tempat tinggi lainnya agar tidak
menimpa kepala.

Komplikasi Cedera Kepala Ringan

Beberapa hari setelah cedera kepala, dapat muncul sindrom pasca gegar otak.
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala seperti:

 Merasa lemah dan kelelahan.

 Sulit konsentrasi.

 Gangguan tidur.

 Pusing.

 Tinnitus.

 Mual.

 Sakit kepala berkepanjangan.

 Gangguan ingatan.
Cedera Kepala Berat
Cedera kepala berat atau trauma kepala berat adalah istilah medis untuk
mengkategorikan kondisi yang parah pada cedera kepala. Tingkat kesadaran
seseorang dinilai dengan memberikan skor melalui panduan dari Glasgow Coma
Scale (GCS), dengan nilai terendah 3 dan nilai tertinggi 15. Seseorang dikatakan
mengalami cedera kepala berat bila memiliki nilai GCS 8 ke bawah. Penilaian
kesadaran berdasarkan GCS dilihat dari seberapa mudah penderita membuka mata,
gerakan fisik yang dilakukan penderita, dan isi pembicaraan dari penderita.
Cedera kepala sendiri merupakan perlukaan pada kepala yang mengakibatkan
terganggunya fungsi otak akibat pukulan atau sentakan keras ke kepala. Cedera
kepala juga dapat disebabkan oleh adanya objek tertentu, seperti peluru yang
menekan jaringan otak. Kondisi cedera kepala harus segera mendapatkan
penanganan medis, terutama cedera kepala berat, karena dapat menyebabkan
perdarahan, robeknya jaringan, atau bahkan kematian.

Penyebab Cedera Kepala Berat

Tingkatan cedera kepala didasarkan oleh beberapa faktor, antara lain sifat cedera
dan kekuatan benturan. Beberapa kejadian umum yang menyebabkan cedera
kepala berat, meliputi:

 Jatuh.

 Cedera saat berolahraga.

 Kecelakaan lalu lintas.

 Kekerasan fisik.
Gejala Cedera Kepala Berat

Cedera kepala berat memiliki beragam gejala yang memengaruhi fisik maupun
psikologi penderitanya. Gejala-gejala tersebut meliputi:

 Sulit berbicara.

 Memar dan bengkak di sekitar kedua mata atau di sekitar telinga.

 Gangguan pada pancaindra, seperti kehilangan pendengaran atau mengalami


penglihatan ganda.

 Muntah terus-menerus dan menyebur.

 Keluar darah atau cairan bening dari telinga atau hidung.

 Disorientasi atau tidak dapat mengenali waktu, tempat, dan orang.

 Kejang.

 Kehilangan kesadaran.

 Amnesia.

Sedangkan gejala cedera kepala berat pada anak-anak meliputi:

 Perubahan pola makan atau menyusui.

 Rewel.

 Murung.

 Hilang ketertarikan pada aktivitas atau mainan favorit.

 Sulit berhenti menangis.

 Kehilangan fokus.

 Tampak mengantuk.

 Kejang.

Diagnosis Cedera Kepala Berat

Sebagai langkah awal, dokter akan memastikan bahwa pasien dalam kondisi stabil,
yang dilihat dari pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah. Kemudian, dokter
akan menanyakan beberapa hal terkait gejala, kondisi, serta penyebab cedera
kepala kepada pasien jika pasien sadar, atau kepada orang yang mengantarkan
pasien ke rumah sakit jika pasien tidak sadar.
Dokter umumnya menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk mengidentifikasi
tingkat keparahan cedera kepala. Nilai skala dimulai dari angka 3 hingga 15, dan
ditentukan berdasarkan tiga kategori, yaitu:

 Respons verbal.

 Pergerakan fisik.

 Kemudahan membuka mata.

Setiap nilai dalam kategori pemeriksaan dijumlahkan hingga menghasilkan total nilai.
Berdasarkan total nilai ini, cedera kepala diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:

 Cedera kepala ringan – nilai 13 ke atas.

 Cedera kepala sedang – nilai 9-12.

 Cedera kepala berat – nilai 8 ke bawah.

Nilai skala 15 (nilai tertinggi) menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan sadar
seutuhnya, dapat membuka mata secara spontan, berbicara, dan menerima
instruksi. Sementara, nilai skala 3 menunjukkan pasien dalam keadaan koma.

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan lanjutan berupa tes pencitraan untuk
memastikan kondisi yang dialami pasien, meliputi:

 CT scan, untuk mendapatkan gambaran tulang yang patah secara cepat dan
mendeteksi kemungkinan perdarahan di otak, pembekuan darah (hematoma),
jaringan otak yang memar (kontusio), atau pembengkakan jaringan otak.

 MRI, untuk mendapatkan gambaran otak secara detail. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan setelah kondisi pasien stabil.

Pengobatan Cedera Kepala Berat

Umumnya, penderita cedera kepala berat menjalani perawatan secara intensif di


rumah sakit untuk menurunkan risiko komplikasi. Beberapa tahapan pengobatan
terhadap cedera kepala berat meliputi:

 Penanganan awal. Dokter biasanya akan melakukan beberapa tindakan, seperti:

o Memeriksa pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah.

o Melakukan resusitasi jantung paru (CPR), yaitu dengan menekan dada dari
luar dan memberikan bantuan pernapasan, ketika pasien mengalami henti
napas atau henti jantung.

o Menstabilkan leher dan tulang punggung dengan penyangga leher atau


penyangga tulang punggung.
o Memberikan cairan infus untuk mencegah syok hipovolemik akibat
perdarahan.

o Menghentikan perdarahan.

o Membebat tulang yang retak atau patah.

o Bila terjadi nyeri yang sangat hebat, dokter dapat memberikan obat pereda
nyeri.

 Observasi. Setelah kondisi pasien stabil, dokter akan menyarankan untuk dilakukan
perawatan di ruang intensif, di mana tenaga medis akan melakukan pemeriksaan
secara berkala, pemeriksaan tersebut meliputi:

o Tingkat kesadaran.

o Ukuran pupil mata dan reaksinya terhadap cahaya.

o Seberapa baik pasien menggerakkan tangan dan kaki.

o Pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh, dan kadar oksigen
dalam darah.

 Operasi otak. Prosedur operasi otak dilakukan untuk mengatasi masalah di otak.
Dokter bedah akan melakukan tindakan operasi berdasarkan beberapa kondisi,
yaitu:

o Perdarahan otak.

o Penggumpalan darah di dalam otak.

o Memar otak (konstusio serebri).

o Patah tulang tengkorak.

Prosedur operasi yang dapat dilakukan dokter terhadap pasien cedera kepala
berat adalah kraniotomi atau operasi dengan membuka tulang tengkorak.
Tahapan prosedur kraniotomi, antara lain:

o Dokter akan membuat sebuah lubang di tulang tengkorak, sehingga terbuka


akses ke dalam otak.

o Dokter akan mengeluarkan gumpalan darah yang mungkin terbentuk dan


memperbaiki pembuluh darah di otak yang rusak.

o Setelah perdarahan di otak berhenti, potongan tulang tengkorak akan


ditempatkan kembali di posisi semula dan ditempelkan kembali dengan mur
bahan logam.

 Penanganan patah tulang tengkorak.Cedera kepala berat terkadang disertai


dengan patah tulang tengkorak. Kondisi ini berbahaya karena dapat meningkatkan
risiko infeksi bakteri dan meningkatkan tekanan pada otak. Dokter mungkin akan
melakukan beberapa tindakan, seperti:

o Memberikan antibiotik jika terjadi patah tulang terbuka untuk mencegah


infeksi.

o Melakukan tindakan operasi jika patah tulang menekan otak.

Namun, sebagian besar patah tulang tengkorak dapat pulih dengan sendirinya.
Proses penyembuhan biasanya berlangsung sekitar 5-10 bulan.

Komplikasi Cedera Kepala Berat

Cedera kepala berat dapat berakibat fatal dan menyebabkan komplikasi


serius. Karena itu, penderita cedera kepala berat harus menjalani perawatan intensif
selama di rumah sakit. Beberapa komplikasi cedera kepala berat yang mungkin
terjadi, antara lain adalah:

 Infeksi. Risiko infeksi semakin tinggi jika terjadi patah tulang tengkorak akibat cedera
kepala. Hal ini dikarenakan patahan tulang tengkorak dapat merobek lapisan tipis
pelindung otak. Jika ini terjadi, bakteri bisa masuk ke dalam luka dan menyebabkan
infeksi.

 Gangguan kesadaran. Beberapa penderita cedera kepala berat mungkin


mengalami gangguan kesadaran, seperti koma atau vegetative state, yaitu kondisi
ketika pasien sadar, namun tidak responsif.

 Gejala pasca gegar otak. Cedera kepala berat dapat menyebabkan gegar otak.
Beberapa orang mungkin merasakan gejala jangka panjang akibat gegar otak,
antara lain:

o Sakit kepala yang berlangsung terus-menerus.

o Gangguan tidur.

o Gangguan memori.

o Konsentrasi buruk.

o Tinnitus.

Gejala di atas umumnya berlangsung sekitar 3 bulan. Penderita dapat berkonsultasi


dengan dokter spesialis saraf atau psikiater jika gejala-gejala tersebut dirasakan.

 Cedera otak. Cedera kepala berat dapat menyebabkan cedera dan kerusakan otak.
Otak yang mengalami cedera atau kerusakan dapat menimbulkan gangguan lain,
seperti:

o Meningkatnya risiko epilepsi.

o Keseimbangan terganggu dan hilangnya koordinasi.


o Berkurangnya produksi hormon.

o Disfungsi indra pengecap dan penciuman.

o Kesulitan berpikir, memproses informasi, dan memecahkan masalah.

o Perubahan perilaku dan emosional.

Pencegahan Cedera Kepala Berat

Cedera kepala berat cenderung terjadi secara tiba-tiba. Namun, ada beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko cedera di bagian kepala. Hal-hal
tersebut meliputi:

 Gunakan perlengkapan yang aman ketika beraktivitas atau berolahraga.

 Pastikan rumah terbebas dari benda berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh,
seperti barang yang berserakan di lantai atau karpet yang licin.

 Pastikan rumah aman untuk anak-anak dan pastikan jendela atau balkon tidak
terjangkau oleh anak-anak.

 Selalu gunakan helm ketika mengendarai motor dan pasanglah selalu sabuk
pengaman ketika mengendarai mobil.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi di mana jantung mengalami gangguan secara
mendadak, sehingga tidak mampu mencukupi pasokan darah yang dibutuhkan oleh
tubuh. Walaupun jarang terjadi, kondisi ini umumnya merupakan komplikasi dari
serangan jantung dan membutuhkan pengobatan segera.

Gejala Syok Kardiogenik

Gejala syok kardiogenik mirip dengan gejala gagal jantung, namun lebih serius.
Beberapa indikasi umum yang patut kita waspadai meliputi:

 Napas cepat dan pendek.

 Takikardia (berdebar-debar).

 Denyut nadi melemah.


 Nyeri dada.

 Pucat, serta tangan dan kaki terasa dingin.

 Linglung atau gelisah, serta berkeringat.

 Hilang kesadaran atau pingsan.

 Frekuensi buang air kecil berkurang atau sama sekali tidak buang air kecil.

Jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut, segeralah ke rumah sakit. Terutama


bagi yang sudah berusia lanjut, memiliki penyakit jantung koroner atau gagal
jantung, pernah mengalami serangan jantung, dan menderita hipertensi atau
diabetes.

Penyebab Syok Kardiogenik

Secara umum, kurangnya aliran darah ke pembuluh darah koroner (pembuluh darah
yang memberi suplai oksigen untuk jantung) akan merusak ventrikel kiri, yaitu ruang
jantung yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Keadaan tersebut biasanya
terjadi pada serangan jantung. Otot jantung akan melemah dan berkembang
menjadi syok kardiogenik.

Meskipun pemicu utama syok kardiogenik adalah serangan jantung, perlu diingat
bahwa syok kardiogenik dapat terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah
secara optimal, seperti pada aritmia, penekanan terhadap rongga jantung akibat
penumpukan cairan di sekitarnya (tamponade jantung), serta penyakit katup jantung.

Diagnosis Syok Kardiogenik

Seseorang dapat dicurigai menderita syok kardiogenik berdasarkan gejala-


gejalanya. Untuk memastikan hal tersebut, dokter akan mengadakan beberapa jenis
pemeriksaan, seperti:

 Pemeriksaan tekanan darah. Penderita syok kardiogenik memiliki tekanan darah


rendah, yaitu di bawah 90 mmHg, atau mengalami hipotensi ortostatik.

 Elektrokardiogram (EKG). Dilakukan untuk mengetahui aktivitas listrik pada jantung


dengan menempelkan beberapa alat pada dada, pergelangan tangan, dan kaki,
serta tersambung dengan mesin melalui kabel-kabel.

 Rontgen dada. Rontgen dada dilakukan untuk memeriksa struktur fisik serta ukuran
jantung, sekaligus keberadaan cairan dalam paru-paru.

 Tes darah. Untuk mengetahui kerusakan jantung dengan pemeriksaan enzim


jantung (troponin dan CKMB), serta memeriksa kadar oksigen dalam darah dengan
analisis gas darah.
 Ekokardiografi. Ekokardiografi dilakukan dengan menggunakan gelombang suara
ini dilakukan guna melihat struktur, ketebalan, dan gerak tiap denyut jantung. Alat
yang digunakan sama dengan alat USG.

 Angiografi koroner atau kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini mengombinasikan


penyuntikan cairan kontras ke dalam pembuluh darah dengan pemindaian sinar-X
untuk mendeteksi adanya penyumbatan di dalam pembuluh darah serta untuk
mengukur tekanan di dalam bilik jantung.

Pengobatan Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik termasuk dalam kondisi gawat darurat. Oleh sebab itu,
penanganannya dilakukan di rumah sakit dan dirawat di ruang rawat intensif (ICU).
Penderita umumnya membutuhkan oksigen tambahan untuk meminimalisasi
kerusakan jantung dan organ-organ lain. Alat bantu napas atau ventilator juga
kadang dibutuhkan. Sementara obat-obatan dan cairan yang diperlukan tubuh akan
dimasukkan melalui infus.

Obat-obatan yang digunakan dalam penanganan syok kardiogenik memiliki dua


manfaat, yaitu meningkatkan tekanan darah dan memperbaiki fungsi pompa
jantung. Beberapa jenis obat yang mungkin diberikan
adalah dobutamin, norepinephrine, dopamine, atau epinephrine. Karena penyebab
terbanyak dari syok kardiogenik adalah serangan jantung, penting untuk mengatasi
serangan jantung yang terjadi. Selain serangan jantung, penyebab lain seperti
penyakit katup jantung juga harus diatasi, misalnya dengan operasi penggantian
katup jantung atau pemasangan alat ventricular assist device untuk memperbaiki
pompa jantung.

Dalam kasus aritmia yang mengancam nyawa, terapi kejut jantung dengan defibrilasi
atau kardioversi akan diberikan. Dapat juga dilakukan pemasangan alat pacu
jantung untuk denyut jantung yang lemah.

Komplikasi Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik dapat membahayakan nyawa jika tidak segera ditangani.


Beberapa komplikasi lanjutan yang dapat terjadi adalah kerusakan pada organ
ginjal, hati, dan otak dikarenakan pasokan oksigen yang kurang.

Kondisi syok kardiogenik yang ditangani secara dini dapat menurunkan potensi
kematian. Namun jika tidak ditangani, kesempatan pulih akan sangat kecil.

Pencegahan Syok Kardiogenik

Mencegah serangan jantung merupakan langkah utama untuk menghindari syok


kardiogenik. Terdapat banyak langkah pencegahan sederhana yang bisa kita
lakukan. Di antaranya adalah:
 Menerapkan gaya hidup sehat. Beberapa contoh gaya hidup sehat seperti
berolahraga teratur, mengusahakan berat badan ideal, mengurangi makanan
berlemak dan tinggi kolesterol, serta tidak merokok.

 Mengendalikan penyakit-penyakit yang meningkatkan risiko penyakit


jantung.Hipertensi, diabetes, dan kolesterol tinggimerupakan penyakit yang dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung. Lakukan kunjungan teratur ke dokter bila
memiliki penyakit tersebut agar mendapatkan penanganan yang tepat, sehingga
penyakit jantung dapat dicegah.

Apa itu syok anafilaktik?


Syok anafilaktik adalah suatu reaksi alergi yang dapat menyebabkan kehilangan kesadaran
atau bahkan kematian. Kondisi ini terjadi apabila pasien alergi terhadap makanan, obat-
obatan, bisa serangga, dan lateks. Reaksi ini dapat terjadi dalam hitungan detik atau menit
dari paparan agen alergi, di mana tekanan darah pasien turun secara tiba-tiba dan saluran
udara terhambat dan mengganggu pernapasan.

Tanda-tanda dan gejala dari anafilaktik meliputi detak jantung yang cepat dan lemah, ruam
pada kulit, mual dan muntah.

Pasien dengan syok anafilaksis harus segera dibawa ke bagian gawat darurat dan mendapat
suntikan epinefrin.

Seberapa umumkah syok anafilaktik?


Syok anafilaktik cukup sering ditemukan, terjadi pada hingga 2% dari populasi. Kondisi ini
dapat terjadi pada pasien dengan usia berapapun. Syok anafilaktik dapat ditangani dengan
mengurangi faktor-faktor risiko. Diskusikan dengan dokter untuk informasi lebih lanjut.

Tanda-tanda & gejala


Apa saja tanda-tanda dan gejala syok anafilaktik?
Gejala umum dari syok anafilaktik adalah:
 Reaksi pada kulit, seperti gatal-gatal, kulit memerah atau pucat

 Perasaan hangat

 Sensasi gumpalan di tenggorokan

 Kesulitan bernapas

 Detak jantung yang lemah dan cepat

 Mual, muntah, atau diare

 Pusing atau pingsan

Kemungkinan ada tanda-tanda dan gejala yang tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki
kekhawatiran akan sebuah gejala tertentu, konsultasikanlah dengan dokter Anda.

Kapan saya harus periksa ke dokter?


Anda perlu segera mencari bantuan darurat medis apabila mengalami reaksi alergi yang
serius seperti yang dicantumkan di atas. Walau jika gejala membaik setelah menggunakan
suntikan epinefrin, pasien perlu segera dibawa ke bagian gawat darurat untuk memastikan
gejala tidak kembali lagi.

Atur pertemuan dengan dokter apabila mengalami serangan alergi serius atau tanda-tanda dan
gejala syok anafilaksis di masa lalu.

Penyebab
Apa penyebab syok anafilaktik?
Ada banyak agen alergi utama yang dapat memicu syok anafilaktik, seperti:

 Obat-obatan tertentu, terutama penicillin

 Makanan, seperti kacang-kacangan, gandum (pada anak-anak), ikan, kerang, susu dan telur

 Sengatan serangga dari lebah, tawon, pikat, atau semut api

Penyebab syok anafilaksis yang lebih jarang meliputi:

 Lateks

 Obat-obatan: aspirin, ibuprofen, naproxen, cairan kontras yang digunakan pada beberapa tes
X-Ray

 Olahraga: aktivitas aerobik, makan sebelum berolahraga, berolahraga saat panas, dingin atau
lembap
Faktor-faktor risiko
Apa yang meningkatkan risiko saya untuk syok anafilaktik?
Ada banyak faktor risiko untuk syok anafilaktik, yaitu:

 Riwayat pernah syok anafilaksis sebelumnya

 Alergi atau asma

 Riwayat keluarga

Obat & Pengobatan


Informasi yang diberikan bukanlah pengganti nasihat medis. SELALU konsultasikan
pada dokter Anda.

Bagaimana mendiagnosis syok anafilaktik?


Syok anafilaktik didiagnosis dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai:

 Sejarah makanan yang dikonsumsi

 Obat-obatan yang dikonsumsi

 Sejarah alergi di mana kulit Anda terekspos dengan lateks

 Sengatan dari jenis serangga tertentu

Dokter mungkin juga akan meminta tes kulit atau tes darah untuk mendiagnosis alergi. Anda
perlu mencatat daftar lengkap tentang apa yang Anda konsumsi untuk membantu dokter
mengidentifikasi penyebab kondisi Anda.

Tes juga dapat dilakukan untuk mengeliminasi kondisi lain dengan gejala yang serupa.
Beberapa kondisi yang memiliki gejala serupa seperti syok anafilaktik adalah:

 Tes untuk kelainan kejang

 Kondisi selain alergi yang menyebabkan kulit memerah atau gejala pada kulit lainnya

 Mastocytosis, kelainan sistem imun

 Isu psikologis, seperti serangan panik

 Masalah jantung atau paru-paru.

Bagaimana cara mengobati syok anafilaktik?


Obat-obatan dapat diberikan pada keadaan darurat, seperti:
 Epinefrin (adrenalin): mengurangi respon alergi tubuh

 Oksigen: membantu pernapasan

 Antihistamin dan cortisone yang disuntikkan melalui vena: mengurangi peradangan saluran
udara dan meningkatkan pernapasan

 Beta-agonist (sebagai contoh albuterol): meringankan gejala pernapasan

Pengobatan di rumah
Apa saja perubahan gaya hidup atau pengobatan rumahan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok anafilaktik?
Berikut adalah gaya hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu Anda mengatasi
syok anafilaktik:

 Hindari pemicu alergi sebisa mungkin

 Bawa epinefrin yang dapat digunakan sendiri, jika memungkinkan

 Minum prednisone atau antihistamin

 Berhati-hati terhadap serangga yang menyengat

 Membaca label pada kemasan makanan yang Anda beli dan konsumsi.

Bila ada pertanyaan, konsultasikanlah dengan dokter untuk solusi terbaik masalah Anda.

Hello Health Group tidak memberikan nasihat medis, diagnosis, maupun pengobatan.

Syok septik adalah kondisi medis yangberpotensi fatal yang terjadi


ketika sepsis , yang merupakan cedera atau kerusakan organ sebagai respons
terhadap infeksi , menyebabkan tekanan darah rendah yangberbahaya dan
kelainan pada metabolisme seluler. Definisi Konsensus Internasional Ketiga untuk
Sepsis dan Syok Septik (Sepsis-3) mendefinisikan syok septik sebagai subset dari
sepsis di mana kelainan sirkulasi, seluler, dan metabolik yang mendalam
terutama dikaitkan dengan risiko kematian yang lebih besar daripada dengan
sepsis saja. Pasien dengan syok septik dapat diidentifikasi secara klinis dengan
kebutuhan vasopressor untuk mempertahankan tekanan arteri rata-rata 65 mm
Hg atau lebih besar dan kadar serum laktat lebih besar dari 2 mmol / L (> 18
mg / dL) tanpa hipovolemia. Kombinasi ini dikaitkan dengan angka kematian di
rumah sakit lebih besar dari 40%. [1]

Infeksi primer paling umum disebabkan olehbakteri , tetapi juga dapat


disebabkan olehjamur , virus atau parasit . Ini mungkin terletak di bagian
tubuh mana saja, tetapi paling sering di paru-paru, otak, saluran kemih ,
kulit atau organ perut . [2] Penyakit ini dapat menyebabkan sindrom
disfungsi organ multipel (sebelumnya dikenal sebagai gagal organ
multipel) dan kematian . [3]
Seringkali, orang-orang dengan syok septik dirawat di unit perawatan
intensif . Ini paling sering menyerang anak-anak, orang dengan gangguan
kekebalan tubuh , dan orang tua, karena sistem kekebalan tubuh mereka
tidak dapat menangani infeksi sama efektifnya dengan orang dewasa
yang sehat. Tingkat kematian akibat syok septik adalah sekitar 25-50%. [3]
Penyebab

Syok septik adalah hasil dari respons sistemik terhadap infeksi atau
berbagai penyebab infeksi. Sepsis mungkin ada, tetapi syok septik dapat
terjadi tanpanya. [4] Infeksi yang memicu terjadinya syok septik jika cukup
parah termasuk tetapi tidak terbatas
pada apendisitis , pneumonia , bakteremia , divertikulitis , pielonefritis , m
eningitis , pankreatitis , necrotizing fasciitis , MRSA , dan iskemia
mesenterika . [5] [6]
Menurut definisi sebelumnya dari sepsis yang diperbarui pada tahun
2001 [7] , sepsis adalah konstelasi gejala sekunder dari infeksi yang
bermanifestasi sebagai gangguan pada detak jantung, laju pernapasan,
suhu, dan jumlah sel darah putih. Jika sepsis memburuk ke titik disfungsi
organ akhir (gagal ginjal, disfungsi hati, perubahan status mental, atau
kerusakan jantung), maka kondisinya disebut sepsis berat. Setelah sepsis
parah memburuk ke titik di mana tekanan darah tidak lagi dapat
dipertahankan dengan cairan intravena saja, maka kriteria telah dipenuhi
untuk syok septik.
Patofisiologi

Patofisiologi syok septik tidak sepenuhnya dipahami, tetapi diketahui


bahwa peran kunci dalam perkembangan sepsis berat dimainkan oleh
respon imun dan koagulasi terhadap infeksi. Respons pro-inflamasi dan
anti-inflamasi berperan dalam syok septik. [4] Syok septik melibatkan
respons peradangan luas yang menghasilkan efek hipermetabolik. Ini
dimanifestasikan oleh peningkatan respirasi seluler, katabolisme protein,
dan asidosis metabolik dengan alkalosis pernapasan kompensasi. [8]
Sebagian besar kasus syok septik disebabkan oleh bakteri gram
positif , [9] diikuti oleh bakteri gram negatif penghasil endotoksin,
meskipun infeksi jamur merupakan penyebab syok septik yang semakin
lazim. [8] Racun yang diproduksi oleh patogen menyebabkan respons
imun; pada bakteri gram negatif, ini adalah endotoksin , yang merupakan
bakteri membran lipopolisakarida (LPS).
Gram-positif
Pada bakteri gram positif, ini adalah eksotoksin atau enterotoksin , yang
dapat bervariasi tergantung pada spesies bakteri. Ini dibagi menjadi tiga
jenis. Tipe I, toksin aktif permukaan sel, mengganggu sel tanpa masuk,
dan termasuk superantigen dan enterotoksin yang stabil terhadap
panas . Tipe II, racun yang merusak membran, menghancurkan membran
sel untuk masuk dan memasukkan hemolysin dan fosfolipase .Tipe III,
racun intraseluler atau racun A / Bmengganggu fungsi sel internal dan
termasuk toksin shiga , toksin kolera , dan toksin mematikan antraks .
Gram-negatif
Dalam sepsis gram negatif, LPS bebas menempel pada protein pengikat
LPS yang bersirkulasi, dan kompleks kemudian berikatan dengan
reseptor CD14 pada monosit , makrofag , dan neutrofil .Keterlibatan CD14
(bahkan pada dosis 10 menit / 10 ml) menghasilkan pensinyalan
intraseluler melalui protein 4 ( TLR-4 ).Pensinyalan ini menghasilkan
aktivasi faktor nuklir kappaB ( NF-κB ), yang mengarah pada transkripsi
sejumlah gen yang memicu respons proinflamasi. Itu adalah hasil dari
aktivasi signifikan sel mononuklear dan sintesis sitokin efektor. Ini juga
menghasilkan aktivasi mendalam sel mononuklear dan produksi sitokin
efektor yang kuat seperti IL-1, IL-6 , dan TNF-α . Aktivasi yang dimediasi
TLR membantu untuk memicu sistem kekebalan tubuh bawaan untuk
secara efisien memberantas mikroba yang menyerang, tetapi sitokin yang
mereka hasilkan juga bekerja pada sel endotel. Di sana, mereka memiliki
berbagai efek, termasuk pengurangan sintesis faktor antikoagulasi
seperti penghambat jalur faktor jaringan dan trombomodulin . Efek dari
sitokin dapat diperkuat oleh keterlibatan TLR-4 pada sel endotel.
Menanggapi peradangan, reaksi kompensasi produksi zat anti-inflamasi
seperti IL-4 , antagonis IL-10, reseptor IL-1, dan kortisolterjadi. Ini disebut
kompensasi respons anti-inflamasi (CARS). [10] Kedua reaksi inflamasi dan
anti-inflamasi bertanggung jawab untuk perjalanan sepsis dan
digambarkan sebagai MARS (Mixed Antagonist Response
Syndrome). Tujuan dari proses ini adalah untuk menjaga peradangan pada
tingkat yang sesuai. CARS sering mengarah pada penekanan sistem
kekebalan tubuh, yang membuat pasien rentan terhadap infeksi
sekunder. [4] Dulu dipikirkan bahwa SIRS atau CARS dapat mendominasi
pada individu septik, dan diusulkan bahwa CARS mengikuti SIRS dalam
proses dua gelombang. Sekarang diyakini bahwa respons inflamasi
sistemik dan respons anti-inflamasi kompensasi terjadi secara
bersamaan. [10]
Pada tingkat tinggi LPS, sindrom syok septik supervenes; mediator sitokin
dan sekunder yang sama, sekarang pada tingkat tinggi,
menghasilkan vasodilatasi sistemik (hipotensi), mengurangi kontraktilitas
miokard, meluasnya cedera endotel, aktivasi yang menyebabkan adhesi
leukosit sistemik dan kerusakan kapiler alveolar difus di paru-paru, dan
aktivasi sistem koagulasi yang berpuncak pada paru-paru. koagulasi
intravaskular diseminata (DIC).
Hipoperfusi dari efek gabungan vasodilatasi yang luas, kegagalan pompa
miokard, dan DIC menyebabkan kegagalan sistem multiorgan yang
mempengaruhi hati, ginjal, dan sistem saraf pusat, di antara sistem organ
lainnya.Baru-baru ini, kerusakan parah pada ultrastruktur hati telah
diketahui dari pengobatan dengan racun Salmonella bebas sel. [11] Kecuali
jika infeksi yang mendasarinya (dan kelebihan LPS) dengan cepat
dikendalikan, pasien biasanya meninggal.
Kemampuan TLR4 untuk merespon spesies LPS berbeda secara klinis
penting. Bakteri patogen dapat menggunakan LPS dengan aktivitas
biologis yang rendah untuk menghindari pengakuan yang tepat oleh
sistem TLR4 / MD-2 , mengurangi respon imun inang dan meningkatkan
risiko penyebaran bakteri. Di sisi lain, LPS seperti itu tidak akan dapat
menyebabkan syok septik pada pasien yang rentan, menjadikan
komplikasi septik lebih mudah ditangani.Namun, mendefinisikan dan
memahami bagaimana perbedaan struktural terkecil antara spesies LPS
yang sangat mirip dapat mempengaruhi aktivasi respon imun dapat
memberikan mekanisme untuk penyesuaian yang terakhir dan wawasan
baru untuk proses imunomodulator. [12]
Perawatan

Perawatan utamanya terdiri dari:


1. Memberi cairan intravena [13]
2. Pemberian antibiotik dini [13]
3. Terapi terarah tujuan awal [13]
4. Identifikasi dan kontrol sumber cepat
5. Mendukung disfungsi organ utama

Cairan
Karena menurunkan tekanan darah pada syok septik berkontribusi pada
perfusi yang buruk, resusitasi cairan adalah pengobatan awal untuk
meningkatkan volume darah. Pasien yang menunjukkan hipoperfusi yang
diinduksi sepsis harus awalnya diresusitasi dengan setidaknya 30 ml / kg
kristaloid intravena dalam tiga jam pertama. [6] Kristaloid seperti larutan
salin normal dan Ringer laktatdirekomendasikan sebagai cairan awal
pilihan, sedangkan penggunaan larutan koloid seperti hidroksietil
pati belum menunjukkan keuntungan atau penurunan mortalitas. Ketika
sejumlah besar cairan diberikan, pemberian albumin telah menunjukkan
beberapa manfaat. [9]
Antibiotik
Pedoman pengobatan menyerukan pemberian antibiotik spektrum
luas dalam satu jam pertama setelah pengakuan syok septik.Terapi
antimikroba yang cepat adalah penting, karena risiko kematian meningkat
sekitar 10% untuk setiap jam keterlambatan dalam menerima
antibiotik. [9] Keterbatasan waktu tidak memungkinkan kultur, identifikasi,
dan pengujian untuk sensitivitas antibiotik dari mikroorganisme spesifik
yang bertanggung jawab atas infeksi. Oleh karena itu, terapi kombinasi
antimikroba, yang mencakup berbagai organisme penyebab potensial,
terkait dengan hasil yang lebih baik. [9]Antibiotik harus dilanjutkan selama
7-10 hari pada kebanyakan pasien, meskipun durasi perawatan mungkin
lebih pendek atau lebih lama tergantung pada respon klinis. [10]
Vasopresor
Di antara pilihan untuk vasopresor , norepinefrin lebih baik
daripada dopaminpada syok septik. [14] Norepinefrin adalah vasopressor
yang disukai, sementara epinefrin dapat ditambahkan ke norepinefrin bila
diperlukan. Vasopresin dosis rendah juga dapat digunakan sebagai
tambahan norepinefrin, tetapi tidak direkomendasikan sebagai
pengobatan lini pertama. Dopamindapat menyebabkan detak
jantung dan aritmia yang cepat , dan hanya direkomendasikan dalam
kombinasi dengan norepinefrin pada mereka yang detak jantungnya
lambat dan risiko aritmia yang rendah. Dalam pengobatan awal tekanan
darah rendah pada syok septik, tujuan pengobatan vasopresor
adalah tekanan arteri rerata (MAP) 65 mm Hg. [9] Pada tahun 2017, FDA
menyetujui injeksi angiotensin II untuk infus intravena untuk
meningkatkan tekanan darah pada orang dewasa dengan septik atau syok
distributif lainnya. [15]
Methylene blue
Metilen biru telah terbukti bermanfaat untuk kondisi
ini. [16] [17] [18] [19] Meskipun sebagian besar penggunaan metilen biru
pada orang dewasa, ia juga terbukti bekerja pada anak-
anak. [20] [21] Mekanisme kerjanya diperkirakan melalui penghambatan
jalur guanosin monofosfat nitrat oksida - siklik . [22] Jalur ini terlalu aktif
pada syok septik. Metilen biru telah ditemukan bekerja dalam kasus yang
resisten terhadap agen yang biasa. [23] Efek ini pertama kali dilaporkan
pada awal 1990-an.[24] [25]
Lainnya
Walaupun ada bukti sementara untuk terapi β-Blocker untuk membantu
mengendalikan detak jantung , bukti tidak cukup signifikan untuk
penggunaan rutinnya. [26] [27] Ada bukti sementara bahwa steroid
mungkin berguna dalam meningkatkan hasil. [28]
Bukti tentatif ada bahwa hemoperfusi kolom serat Polimiksin B-
amobil mungkin bermanfaat dalam pengobatan syok septik.[29] Uji coba
sedang berlangsung dan saat ini sedang digunakan di Jepang dan Eropa
Barat.[30]
Protein C ( drotrecogin alpha ) yang diaktifkan
secara rekombinan dalam ulasan Cochrane2011 ditemukan tidak
mengurangi mortalitas dan meningkatkan perdarahan, sehingga tidak
direkomendasikan untuk digunakan. [31]Drotrecogin alfa (Xigris), ditarik
dari pasar pada Oktober 2011.
Syok hipovolemik adalah kondisi darurat di mana jantung tidak mampu memasok
darah yang cukup ke seluruh tubuh akibat volume darah yang kurang.

Kurangnya pasokan darah ini umumnya dipicu oleh perdarahan. Perdarahan dapat
terjadi akibat cedera atau luka (perdarahan luar) dan perdarahan dalam, misalnya
akibat perdarahan saluran pencernaan. Selain itu, penurunan pasokan darah
juga dapat terjadi saat tubuh kekurangan banyak cairan, misalnya akibat dehidrasi
atau luka bakar.
Darah mengandung oksigen dan zat penting lainnya yang dibutuhkan oleh organ
dan jaringan tubuh agar bisa berfungsi dengan baik. Bila perdarahan hebat terjadi,
otomatis pasokan darah yang dipompa oleh jantung akan berkurang secara
drastis dan organ tidak mendapat pasokan zat-zat yang dibutuhkan tadi secara
cukup. Akibatnya, organ-organ dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik.
Keadaan inilah yang disebut syok hipovolemik yang ditandai dengan penurunan
tekanan darah. Jika tidak ditangani secara cepat dan tepat, kondisi ini dapat
menyebabkan kematian.

Gejala Syok Hipovolemik

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, gejala utama syok hipovolemik adalah
penurunan tekanan darah dan suhu tubuh secara drastis. Selain itu ada beberapa
gejala lainnya yang menyertai kondisi ini, di antaranya:

 Pucat.

 Badan lemas.

 Keluar keringat secara berlebihan.

 Tampak bingung dan gelisah.

 Nyeri dada.
 Pusing.

 Suhu tubuh rendah.

 Sesak.

 Denyut nadi lemah.

 Berdebar-debar.

 Bibir dan kuku tampak biru.

 Produksi urine berkurang.

 Hilang kesadaran.

Tingkat keparahan gejala syok hipovolemik ditentukan oleh seberapa cepat dan
seberapa banyak volume darah atau cairan berkurang dari tubuh. Untuk kasus syok
hipovolemik pada orang dewasa karena perdarahan atau bisa disebut
syok hemoragik, jumlah darah yang berkurang dapat diklasifikaskan menjadi empat
kelas, yaitu:

 Perdarahan tingkat 1. Volume darah berkurang hingga 15 persen yang ditunjukkan


dengan tanda takikardia minimal.

 Perdarahan tingkat 2. Berkurangnya volume darah sebanyak 15-30 persen. Dalam


kondisi ini, gejala ditunjukkan dengan penurunan tekanan darah, takikardia dengan
denyut jantung melebihi 100 kali per menit, ujung-ujung jari dingin, sesak, dan denyut
nadi yang melemah.

 Perdarahan tingkat 3. Ditunjukkan dengan penurunan volume darah sebanyak 30


hingga 40 persen dengan gejala sesak dan takikardia yang menonjol, tekanan darah
menurun, perubahan kondisi mental, seperti merasa gelisah dan bingung, serta
penurunan produksi urine.

 Perdarahan tingkat 4. Penurunan volume darah melebihi 40 persen. Kondisi ini


ditandai dengan penurunan tekanan darah, denyut nadi yang sangat lemah, produksi
urine menurun atau tidak ada, kondisi mental yang tertekan, kehilangan kesadaran,
tubuh pucat dan terasa dingin. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan pasien.

Di samping volume darah yang berkurang, penyakit-penyakit lain, seperti gangguan


jantung, ginjal, paru-paru, dan penyakit diabetes juga dapat memengaruhi tingkat
keparahan syok hipovolemik yang dialami.

Penyebab Syok Hipovolemik.

Syok hipovolemik dapat terjadi karena beberapa kondisi, antara lain:

 Perdarahan luar yang terjadi akibat cedera atau luka robek.


 Perdarahan dalam yang terjadi akibat perdarahan saluran pencernaan, pecah atau
robeknya aneurisma aorta, robekan organ dalam karena kehamilan ektopik,
atau solusio plasenta.

 Berkurangnya cairan tubuh, misalnya akibat muntah-muntah, diare, keringat yang


keluar secara berlebihan, dan luka bakar.

Diagnosis Syok Hipovolemik

Diagnosis bisa didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik pasien, terutama jika ditemui
gejala syok hipovolemik, berupa tekanan darah rendah, suhu tubuh menurun, atau
detak jantung cepat dengan denyut nadi yang lemah. Syok hipovolemik
merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera ditangani ketika gejala dan
tanda klinis tersebut ditemukan, terutama pada orang-orang yang mengalami trauma
atau cedera. Penetapan diagnosis dan penanganan tidak perlu menunggu
hasil pemeriksaan penunjang, karena dapat membahayakan nyawa penderita.
Setelah keadaan gawat darurat tertangani namun penyebab dari syok masih belum
dapat ditentukan, beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan, di antaranya
adalah:

 Pemeriksaan hitung darah lengkap.

 Pemeriksaan fungsi dan struktur jantung dengan ekokardiografi.

 Tes pemindaian dengan menggunakan foto Rontgen, USG, atau CT scan pada
organ yang dicurigai mengalami perdarahan.

 Pemeriksaan saluran pencernaan dengan endoskopi.

Beberapa pemeriksaan dan tindakan juga dapat dilakukan untuk memantau


seberapa berat syok hipovolemik yang dialami dan sekaligus pemantauan terhadap
terapi yang sudah diberikan. Pemeriksaan dan tindakan tersebut antara lain:

 Pemasangan kateter urine agar jumlah urine dapat diukur.

 Pemeriksaan sejumlah zat kimia pada darah untuk menilai fungsi ginjal dan menilai
apakah ada kerusakan pada otot jantung.

 Pemasangan kateter Swan-Ganz untuk menilai volume darah pada jantung kanan.

Pengobatan Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik merupakan kondisi gawat darurat., oleh karena itu penanganan
harus segera dilakukan. Bila Anda mencurigai kondisi ini terhadap seseorang,
segera minta pertolongan medis. Sambil menunggu pertolongan medis,
ada beberapa upaya yang bisa Anda lakukan untuk membantu penderita, di
antaranya adalah:

 Jangan memberikan cairan apa pun ke dalam mulut penderita.


 Jangan ubah posisi penderita jika diduga terdapat cedera pada bagian kepala,
tungkai, leher, atau punggung, kecuali posisi pasien dalam kondisi yang berbahaya,
misalnya dekat dengan benda yang mudah meledak.

 Bila tidak terdapat cedera kepala, leher, punggung, maupun tungkai, posisikan tubuh
pasien di permukaan yang rata, yaitu kepala sejajar dengan tungkai. Bila
memungkinkan, angkat kaki sekitar 30 cm, sehingga posisi kepala lebih rendah
daripada kaki.

 Jangan mencabut jika ada benda (pecahan kaca atau pisau) yang menancap di
tubuh pasien.

 Tekan titik perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk untuk meminimalkan
volume darah yang terbuang. Bila perlu, ikat kain atau handuk tersebut.

 Buat suhu tubuh penderita tetap hangat untuk mencegah hipotermia, misalnya
dengan menyelimutinya.

 Pada kasus cedera di leher atau kepala, beri penyangga khusus terlebih dahulu
pada bagian leher sebelum memindahkan penderita ke dalam ambulans.

Penanganan Medis

Penanganan medis untuk kasus syok hipovolemik pada seorang pasien bertujuan
untuk memaksimalkan pasokan oksigen, mengembalikan volume cairan dalam
tubuh, serta mengendalikan kehilangan darah bila disebabkan karena
perdarahan. Pemberian oksigen tambahan atau pemasangan alat bantu napas,
dapat diberikan jika ditemukan gangguan pernapasan pada pasien. Pemberian
cairan infus secara cepat ataupun transfusi darah (bila diperlukan) dapat membantu
tubuh untuk mengembalikan volume cairan. Untuk menghentikan perdarahan, dapat
dilakukan tindakan operasi, terutama bila perdarahan terjadi akibat cedera dan
mengenai organ dalam.

Pada kasus tertentu, guna membantu meningkatkan volume darah yang dipompa
oleh jantung serta membantu meningkatkan tekanan darah, dokter
dapat memberikan obat-obatan berupa dopamine, norepinephrine,
epinephrine, atau dobutamin.

Pada kasus syok hipovolemik, syok yang ringan lebih berpeluang untuk pulih.
Sedangkan syok hipovolemik yang berat cenderung menjurus pada kematian,
terutama jika dialami oleh orang-orang lanjut usia.

Komplikasi Syok Hipovolemik

Komplikasi yang dapat ditimbulkan syok hipovolemik, antara lain adalah kerusakan
organ (misalnya ginjal atau otak),

Anda mungkin juga menyukai