PENDAHULUAN
Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit pada bagian tubuh tertentu tanpa
disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi lokal merupakan aplikasi atau injeksi
obat anestesi pada daerah spesifik di tubuh. Hal ini merupakan kebalikan dari
anestesi umum yang meliputi seluruh tubuh dan otak. Anestesi local adalah
tindakan yang dapat menyebabkan blok konduksi dari impuls saraf yang bersifat
reversible sepanjang jalur saraf sentral maupun perifer setelah dilakukan anestesi
regional.
Obat anestesi lokal yang ideal yaitu yang memiliki awitan kerja cepat, durasi
kerja cukup panjang, serta derajat toksisitas dan alergenisitas minimal. Sebagian
besar kriteria ini dipenuhi oleh anestesi lokal dengan golongan amida. Jika
diperlukan anestesi tambahan, injeksi ulang sebanyak 25% dari dosis maksimal
dapat diberikan 30 menit setelah injeksi awal.
2.1 Definisi
Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan
ester adalah prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan
bupivakain. Secara garis besar ketiga obat ini dapat dibedakan sebagai
berikut :
2.2.1 Lidokain
Obat anestesi lokal secara umum dibagi menjadi dua golongan
berdasarkan struktur kimianya, yaitu golongan ester dan amida. Lidokain
merupakan anestesi lokal golongan amida yang ditemukan oleh Lofgren
pada tahun 1943. Penjalaran rangsang elektrik pada serabut saraf dikenal
sebagai potensial aksi. Potensial aksi merupakan peningkatan lokal dari
muatan positif atau depolarisasi yang terjadi pada membran sel akibat
masuknya ion natrium melalui kanal natrium secara cepat dan
mengakibatkan penurunan muatan elektrokimia pada membran sel.
Perubahan tersebut akan mengakibatkan rangsangan pada saraf dapat
menjalar hingga pusat saraf yang lebih tinggi.
2.2.2 Prokain
Absorbsi
ii. Tingkatan distribusi obat dari vaskular ke jaringan (lebih cepat pada
pasien yang sehat dibandingkan dengan pasien dengan penyakit
sistemik)
iii. Proses pengeluaran obat dari metabolisme dan ekskresi
Kedua faktor terakhir diatas berfungsi menurunkan kadar anestesi
lokal. Tingkatan penurunan kadar anestesi lokal pada darah disebut elimination half-
life. Secara sederhana elimination half-life adalah waktu yang diperlukan untuk
mereduksi kadar anestesi lokal dalam darah (half-life pertama mereduksi sebanyak
50%, half-life kedua mereduksi sebanyak 75%, half-life ketiga mereduksi sebanyak
87,5%, half-life ke empat mereduksi sebanyak 94%, half-life ke lima mereduksi
sebanyak 97%, half-life ke enam mereduksi sebanyak 98,5%. Semua jenis anestesi
lokal sangat mudah melewati barier- barier dari darah dan otak.
Metabolisme
Perbedaan yang signifikan antara dua jenis anestesi lokal yaitu ester dan amida adalah
mampu mengubah kerja anestesi lokal secara biologis menjadi obat yang tidak berpengaruh
secara farmakologi lagi
Metabolit dan sisa yang tidak termetabolisme, baik dari golongan amida
maupun ester akan dieksresikan oleh ginjal. Sebagian kecil anestesi
dieskresikan dalam keadaan tidak mengalami perubahan. Senyawa anestesi
golongan ester biasanya jarang dijumpai pada urin karena golongan ini hampir
sempurna dimetabolisme di dalam darah; dalam urin, dijumpai sebagai PABA,
dan 2%nya tidak mengalami perubahan.
Pada pasien dengan penyakit ginjal terminal, baik senyawa induk maupun
metabolitnya akan terakumulasi. Oleh karena itu, penggunaan anestesi lokal,
baik golongan ester maupun golongan amida, merupakan kontraindikasi relatif
bagi pasien dengan penyakit ginjal yang signifikan, misalnya pasien yang
menjalani hemodialisis, glomerulonefritis kronis, atau pielonefritis.⁶
c. Paresthesia
d. Trismus
Penyebab: spasme otot rahang yang berkepanjangan dengan rahang yang
terkunci dan trismus dapat menjadi kronis dan harus segera ditangani.
Penyebab yang paling umum adalah trauma pada otot atau pembuluh darah
di fossa infratemporal. Gejalanya biasa muncul setelah 1-6 sesudah
perawatan. Penanganan: untuk menghindari terjadinya trismus, kurangi
penetrasi jarum pada daerah kerja dan jangan menginjeksikan terlalu
banyak. Pasien dapat diberikan perawatan berupa terapi rasa hangat,
pembilasan dengan larutan salin hangat, pemberian analgesik, dan jika
diperlukan dapat diberikan 10mg diazepam (Valium).
e. Hematoma
Penyebab: penyempitan arteri atau pembuluh darah pada saat injeksi dapat
menimbulkan ruang ekstravaskular yang menyebabkan nyeri memar dan
pembengkakan selama 7-14 hari.
f. Infeksi
Penyebab: injeksi anestesi lokal pada daerah infeksi tidak dapat
memberikan efek anestesi yang optimal. Namun jika anestesi lokal tetap
diinjeksikan, bakteri di daerah yang terinfeksi akan menyebar ke jaringan
disekitarnya.
Penanangan: pemberian antibiotik, analgesik, dan benzodiazepines.
h. Syok anafilaksis
Penyebab: pelepasan sejumlah mediator aktif biologis dari sel mast dan
basofil, yang dipicu oleh interaksi antara alergen dengan antibodi IgE
spesifik yang terikat pada membran sel. Aktivasi sel menyebabkan
pelepasan mediator yang sebelumnya telah terbentuk dan disimpan dalam
granul (histamin, triptase, dan kimase) serta mediator yang baru dibentuk
(prostaglandin dan leukotrien). Mediator-mediator ini menyebabkan
kebocoran kapiler, edema mukosa, dan kontraksi otot polos.
Penanganan: pertahankan jalur nafas dengan ABC (airway, breathing,
circulation) dan terapkan algoritma bantuan hidup dasar (BHD),
penggantian cairan dengan kristaloid dan koloid, pemberian adrenalin 0,3-
1,0ml diulangi dengan interval 10-20 menit jika dibutuhkan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Utama YD, Anestesi Lokal dan Regional untuk Biopsi Kulit Bagian / SMF
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro / Rumah Sakit Dokter Kariadi, Semarang, 2015 p:537-541
2. Sumawinata N, Anestesia lokal dalam perawatan konservasi gigi, Jakarta:
EGC; 2013.
3. Latief S, Surjadi K, Dachlan R, Anestesi Lokal: petunjuk praktis
anestesiologi Ed 2, Jakarta:Bagian Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
4. DD, Local anesthetic agents: a review of the current options for dental
hygienist, CDHA Journal, 2011; 27(2): 1-4.
5. Morgan GE, Mikhail MS, and Murray MJ, Clinical Anesthesiology,
4thedition, 2006, McGraw-Hill. Singapore.
6. Malamed SF, Handbook of local anaesthesia 6th ed, St. Louis: Mosby; 2014.
P: 16-7, 59-64, 89-90
7. Cox B, Durieux ME, Marcus MAE, Toxicity of local anesthetics, Best
practice and research clinical anaesthesiology. 2003; 17(1): 111-36