Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Loyalitas Pasien

Loyalitas secara umum dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu

produk, baik barang maupun jasa tertentu. Loyalitas merupakan manifestasi dan

kelanjutan dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa

yang diberikan oleh perusahaan, serta untuk tetap menjadi konsumen dari

perusahaan tersebut. Loyalitas adalah konsumen yang selalu menjaga pelanggan

yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Loyalitas dapat

didefinisikan pula sebagai pembelian yang disengaja dalam suatu kurun waktu

melalui serangkaian keputusan. Pelanggan adalah customer yang dalam kamus

oxford (Grifin, 2013) disebutkan to render a thing customary or usual atau

topractice habitually. Maka loyalitas pelanggan dapat didefinisikan sebagai

“suatu kesetiaan pelanggan yang ditunjukkan dengan perilaku pembelian teratur

yang dalam waktu yang panjang melalui serangkaian keputusan-keputusan

pelanggan”.

Sutisna (2001), mengatakan loyalitas di kelompokkan kedalam dua

kelompok yaitu loyalitas merek (Brand loyalty) dan loyalitas took (store loyalty).

Loyalitas konsumen dapat didefinisikan sebagai “sikap menyenangi terhadap

suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap

merek itu sepanjang waktu”.

Universitas Sumatera Utara


Setiawan (2011), mengungkapkan loyalitas konsumen didefinisikan

sebagai suatu ukuran kesetiaan dari pelanggan dalam menggunakan suatu merek

produk atau merek jasa pada kurun waktu tertentu pada situasi dimana banyak

pilihan produk ataupun jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya dan pelanggan

memiliki kemampuan mendapatkannya. Tingkat kesetiaan konsumen terhadap

suatu barang atau jasa tertentu tergantung pada beberapa faktor, seperti besarnya

biaya untuk berpindah ke barang atau jasa yang lain, adanya kesamaan mutu,

kuantitas atau pelayanan dari jenis barang atau jasa pengganti, adanya risiko

perubahan biaya akibat barang atau jasa pengganti. Odabası (2004), menjelaskan

loyalitas pelanggan sebagai kecenderungan, keinginan dan perilaku memilih

bisnis yang sama dengan frekuensi yang teratur untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya atau membeli merek yang sama berulang-ulang bila pelanggan

memiliki pilihan.

Loyalitas pelanggan adalah pembelian barang dan jasa yang sama terus

menerus, terlepas dari upaya pemasaran untuk mengubah preferensi pelanggan

(Oliver, 1999).Oliver (1992), dalam Kotler dan Keller (2012) mengatakan

Loyalitas adalah sebuah komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali

sebuah produk pilihan atau jasa di masa depan.

Penelitian yang ada menyatakan bahwa loyalitas sebagai perilaku nyata

yang konsisten sepanjang waktu. Pendekatan terhadap loyalitas tidak dapat dilihat

sebagai suatu hal yang menyeluruh mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

timbulnya loyalitas, namun loyalitas dapat dibentuk dari perilaku-perilaku.

Selama beberapa dekade ini loyalitas ditelaah dengan menggunakan pendekatan

Universitas Sumatera Utara


sikap, hal ini dicerminkan salah satunya dengan keinginan untuk merekomdasikan

penyedia jasa pelayanan kepada orang lain. Namun dengan berjalannya waktu dan

banyaknya penelitian maka penelitian dengan pendekatan perilaku dan sikap

terhadap loyalitas telah berkembang, seperti elemen-elemen dari loyalitas yang

dikembangkan oleh Zeithaml, dkk (1996), dari penelitian loyalitas pasien elemen-

elemen yang dikembangkan oleh beberapa peneliti diatas merupakan suatu

kerangka multi dimensi dari perilaku pasien dari suatu pelayanan dan digunakan

sebagai indikator dalam mengukur loyalitas pasien.

Aspek-aspek yang mempengaruhi loyalitas pasien adalah: satisfaction

(kepuasan) merupakan pembanding antara harapan sebelum melakukan dengan

kinerja yang dirasakan, emotional bonding (ikatan emosi), dimana pasien dapat

terpengaruh dari sebuah nama Rumah sakit yang memiliki daya tarik tersendiri,

sehingga pasien dapat diidentifikasikan dalam sebuah nama Rumah sakit. Sebuah

nama Rumah Sakit dapat mencerminkan karakteristik pelanggan tersebut, trust

(kepercayaan), yaitu kemauan seseorang untuk mempercayakan perusahaan atau

sebuah nama Rumah sakit untuk melakukan dan menjalankan sebuah fungsi,

choice reduction anhabit (kemudahan), pasien akan merasa nyaman dengan

sebuah nama Rumah Sakit ketika dalam melakukan transaksi memberikan

kemudahan, history with the company (pengalaman terhadap perusahaan), yaitu

pengalaman pasien terhadap perusahaan dapat membentuk perilaku (Putri,

2010).

Tjiptono (2002), mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan

untuk mengukur loyalitas pasien yaitu: (1) Pembelian ulang, (2) Kebiasaan

Universitas Sumatera Utara


mengkonsumsi merek tersebut, (3) Selalu menyukai merek tersebut, (4) Tetap

memilih merek tersebut, dan yakin bahwa merek tersebut yang terbaik, dan (5)

Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Pelanggan

Marconi (dalam Priyanto, 1998) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap suatu produk atau jasa adalah sebagai berikut:

1. Nilai (harga dan kualitas)

Penggunaan dalam waktu yang lama akan mengarahkan pada loyalitas, karena

itu pihak perusahaan harus bertanggung jawab untuk menjaga merek tersebut.

Perlu diperhatikan, pengurangan standar kualitas dari suatu merek akan

mengecewakan konsumen bahkan konsumen yang paling loyal sekalipun

begitu juga dengan perubahan harga. Karena itu pihak perusahaan harus

mengontrol kualitas merek beserta harganya.

2. Citra (baik dari kepribadian yang dimilikinya dan reputasi dari nama rumah

sakit tersebut) citra dari perusahaan dan nama Rumah Sakit diawali dengan

kesadaran. Produk yang memiliki citra yang baik akan dapat menimbulkan

loyalitas Pasien pada nama Rumah Sakit.

3. Kenyamanan dan kemudahan untuk mendapatkan.

Dalam situasi yang penuh tekanan dan permintaan terhadap pasar yang

menuntut akan adanya kemudahan, pihak perusahaan dituntut untuk

menyediakan produk yang nyaman dan mudah untuk didapatkan.

4. Kepuasan yang dirasakan oleh pasien.

Universitas Sumatera Utara


5. Pelayanan.

Kualitas pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh pihak perusahaan dapat

mempengaruhi loyalitas pasien pada perusahaan tersebut.

6. Garansi dan jaminan yang diberikan oleh pihak perusahaan.

Pada Gambar 2.1 di bawah ini, terdapat 5 faktor utama yang merupakan

atribut pembentuk loyalitas, yaitu pola belanja aktual (Behavior Measures),

kesukaan terhadap suatu produk atau jasa (liking the brand), komitmen

(Commitment), imunitas/daya tolak (immunity), dan kesediaan memberikan

rekomendasi (Referal).

Behavior Measures

Liking the brand

Commitment Customer loyalty

Immunity

Referal

Gambar 2.1 Model Customer Loyality

Swastha dan Handoko (dalam Joko Riyadi 2004) menyebutkan lima faktor

utama yang mempengaruhi loyalitas pelanggan, sebagai berikut :

1. Kualitas Produk.

Universitas Sumatera Utara


Kualitas produk yang baik secara langsung akan mempengaruhi tingkat

kepuasan pasien, dan bila hal tersebut berlangsung secara terus-menerus akan

mengakibatkan konsumen yang selalu setia membeli atau menggunakan

produk tersebut dan disebut loyalitas pasien.

2. Kualitas Pelayanan

Selain kualitas produk ada hal lain yang mempengaruhi loyalitas pasien yaitu

kualitas pelayanan.

3. Emosional

Emosional di sini lebih diartikan sebagai keyakinan penjual itu sendiri agar

lebih maju dalam usahanya. Keyakinan tersebut nantinya akan mendatangkan

ide-ide yang dapat meningkatkan usahanya.

4. Harga

Sudah pasti orang menginginkan barang yang bagus dengan harga yang lebih

murah atau bersaing. Jadi harga di sini lebih diartikan sebagai akibat, atau

dengan kata lain harga yang tinggi adalah akibat dari kualitas produk tersebut

yang bagus, atau harga yang tinggi sebagi akibat dari kualitas pelayanan yang

bagus.

5. Biaya

Masyarakat berpikir bahwa perusahaan yang berani mengeluarkan biaya yang

banyak dalam sebuah promosi atau produksi pasti produk yang akan

dihasilkan akan bagus dan berkualitas, sehingga pasien lebih loyal terhadap

produk tersebut.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Pentingnya Loyalitas

Persaingan yang semakin ketat antara institusi penyedia produk maupun

jasa menimbulkan kesulitan dalam meningkatkan jumlah pasien. Di pihak lain

untuk memasuki pasar baru memerlukan biaya yang cukup besar. Penelitian

menunjukkan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan pelanggan baru 6

kali lebih besar dari biaya untuk mempertahankan pelanggan. Oleh karena itu

alternatif yang lebih baik adalah melakukan berbagai upaya untuk

mempertahankan pasar yang sudah ada, salah satunya adalah melalui usaha

meningkatkan kesetiaan pasien. Kunci keunggulan bersaing dalam situasi yang

penuh persaingan adalah kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesetiaan

pasien. Kesetiaan pasien akan menjadi kunci sukses, tidak hanya dalam jangka

pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Suryani, 1998).

Jumlah pasien yang banyak dalam waktu yang lama akan memberikan

profit yang besar dan berkesinambungan agar perusahaan tetap bertahan dan

berkembang. Di balik jumlah pasien, tersirat mutu pelayanan yang berkaitan erat

dengan kepuasan. Mutu yang baik akan memberikan pengalaman bagi pasien dan

akan mengundang mereka datang kembali untuk kunjungan berikutnya dan

menjadi pasien yang loyal. Pelayanan pasien mempunyai pengaruh terhadap

kelangsungan pasien dan profitabilitas perusahaan. Keuntungan loyalitas dapat

dikatakan bersifat jangka panjang dan kumulatif, dimana meningkatnya loyalitas

pasien dapat menyebabkan profitabilitas yang lebih tinggi, retensi pegawai yang

lebih tinggi, dan basis keuangan yang lebih stabil. Selain itu perusahaan yang

dapat mempertahankan pasien, akan mendapatkan banyak keuntungan, seperti:

Universitas Sumatera Utara


a. Menurunkan biaya pemasaran, karena biaya yang dibutuhkan untuk

mendapatkan pasien baru adalah jauh lebih mahal daripada mempertahankan

pasien yang sudah ada.

b. Mempersingkat waktu dan biaya transaksi.

c. Menurunkan biaya turn over.

d. Meningkatkan cross selling yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.

e. Word of mouth positif, yang berarti pasien setia berarti puas terhadap produk

akan menjadi pemasar perusahaan.

f. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya ganti rugi.

Imbalan yang diberikan oleh loyalitas pelanggan yang tinggi sangat besar

bagi perusahaan. Oleh karena itu perusahaan perlu memahami bagaimana dan

mengapa loyalitas tercipta, dimana terciptanya loyalitas dapat dilihat pada siklus

pembelian pelanggan, dan setiap langkah pada siklus pembelian merupakan

kesempatan untuk memupuk loyalitas (Setiawan, 2012).

2.4 Karakteristik Loyalitas

Faktor-faktor yang menentukan loyalitas antara lain adalah:

a. Keterikatan yang tinggi terhadap jasa pelayanan tertentu dibanding dengan

jasa pelayanan yang ditawarkan pesaing. Keterikatan yang dirasakan pasien

terhadap jasa pelayanan dibentuk oleh dua dimensi yakni tingkat preferensi

(seberapa besar keyakinan pasien terhadap jasa pelayanan tertentu) dan tingkat

deferensiasi jasa yang dipersepsikan (seberapa signifikan pelanggan

membedakan jasa pelayanan tertentu dari alternatif-alternatif lain).

Universitas Sumatera Utara


b. Pembelian berulang. Empat jenis loyalitas yang berbeda muncul bila

keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang

yang rendah dan tinggi. Pada setiap pembelian kembali ada kesempatan untuk

memperkuat atau melemahkan ikatan dengan pasien.

Sedangkan pelanggan loyal menurut Griffin (2003), mempunyai karakter

sebagai berikut: (a) Melakukan pembelian secara teratur, (b) Membeli produk

selain lini produk atau jasa yang biasa dikonsumsi, (c) Memberi rekomendasi

pada pihak lain, (d). Menunjukkan resistensi atau daya tolak terhadap produk

pesaing.

2.5 Pengaruh Antara Mutu, Kepuasan dan Loyalitas

Pelayanan rumah sakit terdiri dari pelayanan internal dan eksternal.

Pelayanan internal berkaitan dengan pelayanan eksternal. Tjiptono (1997)

menguraikan bahwa kualitas pelayanan internal akan mendorong terwujudnya

kepuasan karyawan dan tumbuhnya rasa memiliki diantara mereka. Kepuasan

karyawan akan mendorong loyalitas pada organisasi. Selanjutnya loyalitas

karyawan akan mendorong peningkatan produktivitas yang akan mendorong

penciptaan nilai pelayanan eksternal. Pelayanan eksternal yang berkualitas akan

menciptakan kepuasan pasien. Kepuasan pasien adalah salah satu faktor penentu

loyalitas pasien (Tjiptono, 1997).

Kualitas pelayanan merupakan penentu kepuasan pelanggan. Menurutnya

loyalitas pelanggan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti citra baik yang

dimiliki, kualitas pelayanan yang diberikan, dan kepuasan (Ristrini, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Dengan adanya integrasi unsur-unsur tersebut tentu akan menjadi kunci

keberhasilan lembaga pelayanan jasa dibidang kesehatan untuk meningkatkan

informasi, membangun kepuasan pasien melalui kualitas pelayanan. Peningkatan

kualitas pelayanan dan menilai meratanya pemasaran jasa diharapkan dapat

menumbuhkembangkan loyalitas pasien.

2.6 Dimensi Loyalitas

Di dalam dimensi loyalitas pelanggan menurut Baloglu (2002) adalah:

1. Trust. Aspek ini merupakan tanggapan kepercayaan pelanggan terhadap

perusahaan.

2. Psychological (Emotion) Commitment. Aspek ini merupakan

komitmepsikologi pasien terhadap perusahaan.

3. Switching Cost. Aspek ini merupakan tanggapan pelanggan tentang beban

yang diterima ketika terjadi perubahan.

4. Word of mouth. Aspek ini merupakan perilaku publisitas yang dilakukan oleh

pelanggan terhadap perusahaan.

5. Cooperation. Aspek ini merupakan perilaku pelanggan yang menunjukkan

sikap dapat bekerja sama dengan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara


2.2 Kualitas Pelayanan Prima Perawat

2.2.1 Kualitas Pelayanan

Tinjauan mengenai konsep kualitas layanan sangat di tentukan oleh berapa

besar kesenjangan antara persepsi pasien atas kenyataan pelayanan yang di terima,

di bandingkan dengan harapan pasien atas pelayanan yang harus di terima.

Parasuraman (2001), seperti pada tabel Gambar 2.2 bahwasanya konsep dari

kualitas layanan yang diharapkan dan di rasakan ditentukan oleh kualitas layanan.

Kualitas layanan tersebut terdiri atas daya tanggap, jaminan, bukti fisik, empati

dan kehandalan. Selain itu pelayanan yang diharapkan sangat di pengaruhi oleh

berbagai persepsi dari komunikasi dari mulut kemulut, kebutuhan pribadi,

pengalaman masa lalu dan komunikasi eksternal, persepsi inilah yang

memengaruhi pelayanan yang diharapakan (Ep = Expectation) dan pelayanan

yang dirasakan (Pp = Perception) yang membentuk adanya konsep kualitas

layanan.

Komunikasi Kebutuhan Pengalaman Komunikasi


dari mulut ke pribadi masa lalu eksternal

Dimensi kualitas Penerapan yang Kualitas layanan


pelayanan diharapkan (Ep) yang dirasakan

1. Kehandalan 1. Melebihi
2. Daya tanggap harapan
3. Jaminan Pelayanan yang 2. Memenuhi
4. Empati di rasakan (Pp) harapan
5. Bukti nyata 3. Tidak
memenuhi

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 : Penilaian pelanggan terhadap kualitas layanan (Parasuraman, 2001)

Parasuraman (2001), menyatahkan bahwa konsep kualitas pelayanan

adalah suatu pengertian yang komplek tentang mutu, tentang memuaskan atau

tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu apabila pelayanan

yang diharapkan lebih kecil dari pada pelayanan yang dirasakan (bermutu).

Pelayanan umum (Kep.Men.Pan.No.81 tahun 1993) adalah segala bentuk kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat, didaerah dan

BUMN/D dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2.2.2 Kualitas Pelayanan Prima Perawat

Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan yang diberikan kepada

pasien berdasarkan standar kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

pasien sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat

meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit. Pelayanan prima merupakan

elemen utama rumah sakit dan unit-unit kesehatan agar bisa bertahan diera

globalisasi. Adapun pelayanan kepada masyarakat. Tentunya telah ada suatu

ketetapan tatalaksananya. Prosedur dan kewenangan sehingga penerima pelayanan

puas dengan apa yang telah diterimanya (Ginting, 2006).

Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional

yang memiliki mutu, kualitas, bersifat efektif, efisien sehingga memberikan

kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan

Universitas Sumatera Utara


atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan

pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan

oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan

demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan

wajar dalam setiap transaksi (Ginting, 2006).

Parasuraman (2001), mengatakan pelayanan prima pada dasarnya

ditunjukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan

oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima dimensi mutu yang utama

yaitu :

1. Reliability (Kehandalan)

Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang handal, artinya dalam

memberikan pelayanan, setiap pegawai diharapkan memiliki kemampuan di

dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesionalisme

kerja yang tinggi, sehingga aktifitas kerja yang dikerjakan menghasilkan

bentuk pelayanan yang yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang

berlebihan atas pelayanan yang di terima oleh masyarakat.

2. Responsiveness (Ketanggapan)

Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan yang sangat

memengaruhi prilaku orang yang mendapatkan pelayanan, sehingga

kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk melayani masyarakat sesuai

dengan tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuain atas berbagai hal

bentuk pelayanan yang tidak di ketahui. Hal ini memerlukan adanya

penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina, mengarahkan membujuk agar

Universitas Sumatera Utara


menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan mekanisme kerja yang berlaku

dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan mendapat respons positif.

3. Assurance (Jaminan)

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang di

berikan. Bentuk kepastian dari dari suatu pelayanan sangat di tentukan oleh

jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga orang menerima

pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang

dilakukan akan tuntas dan selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan,

kemudahan, kelancaran, dan kualitas layanan yang di berikan.

4. Empathy (Empati)

Setiap kegiatan atau aktifitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan

pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kebersamaan asumsi atau

kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan

akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang

berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa empati (empathy)

dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama

terhadap pelayanan.

5. Tangible (Tampilan fisik)

Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata

secara fisik dapat di terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai dengan

penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan

yang di terima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas

Universitas Sumatera Utara


pelayanan yang di dirasakan, yang sekaligus menunjukan prestasi kerja atas

pemberian pelayanan yang diberikan.

Disadari ataupun tidak, penampilan (tangibles) dari rumah sakit

merupakan poin pertama yang ditilik ketika pasien pertama kali mengetahui

keberadaannya. Masalah kesesuain janji (reliability), pelayanan yang tepat

(responsiveness), dan jaminan pelayanan (assurance) merupakan masalah yang

sangat peka dan sering menimbulkan konflik. Dalam proses ini faktor perhatian

(empathy) terhadap pasien tidak dapat dilalaikan oleh pihak rumah sakit (Griffin,

2003). Untuk dapat memberikan pelayanan yang prima, sebuah rumah sakit harus

memiliki sumber daya manusia dengan kualitas baik. Pelayanan dirumah sakit

merupakan bentuk pelayanan yang diberikan oleh suatu tim tenaga kesehatan,

seperti Dokter, Perawat dan Bidan. Tim keperawatan merupakan anggota tim

garda depan yang menghadapi masalah kesehatan pasien selama 24 jam secara

terus menerus.

Bentuk pelayanan dan asuhan keperawatan seyogianya diberikan oleh

perawat yang memiliki kemampuan serta sikap dan kepribadian yang sesuai

dengan tuntutan profesi keperawatan. Sehubungan dengan hal tersebut, tenaga

keperawatan harus dipersiapkan dan ditingkatkan secara teratur, terencana, dan

berkesinambungan (Swansburg, 2000).

2.2.3 Persepsi Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Prima

Nursalam (2002), menyebutkan keberhasilan pelaksanaan kegiatan

menjamin kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh berbagai faktor yakni:

1. Faktor pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan dapat

diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang

diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur disesuaikan dengan tingkatan

pengetahuan dalam kognitif (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tenaga perawat

kepada kegiatan penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan kegiatan

penilai, memantau atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada klien

(Nurachmah, 2001).

Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk

meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan

keuntungan atau pendapat institusi, mempertahankan eksistensi institusi,

meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada, meningkatkan kepercayaan

konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar

yang berlaku. Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika

pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang

dimiliki perawat dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang

manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etik profesi perawat yang

berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan,

implementasi rencana, dan evaluasi tindakan yang diberikan (Nurachmah,2001).

Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak

terrlepas dari standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000)

Universitas Sumatera Utara


yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yakni: pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2. Faktor beban kerja

Bekerja adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan

kepuasan. Dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental. Beban kerja

merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian

aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta

beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu,

jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu

pelayanan yang diharapkan, Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja

perawat yang tepat dan jelas (Kusdijanto, 2000).

Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk

meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya.

Pembagian tugas terdiri dari tiga aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan

dalam tugas, dan rotasi tugas (Nursalam, 2000). Dalam upaya untuk

meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah dengan cara menjaga

kesinambungan antara beban kera perawat dan jumlah tenaga perawat yang

tersedia.

3. Faktor komunikasi

Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu

pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan

menerima (Nursalam, 2000). Komunikasi dalam praktik keperawatan professional

merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan

Universitas Sumatera Utara


keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain:

a. Pendidikan

Merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang

dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk

mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo,2003).

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin

baik pengetahuan yang dimiliki sehingga menggunakan komunikasi terapeutik

secara efektif akan dapat dilakukannya

b. Lama bekerja

Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama

seseorang bekera makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan

makin baik cara berkomunikasinya (Alimul, 2003)

c. Pengetahuan

Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan

seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan

keterampilan (Notoadmojo, 2003). Menurut Bloom dan Kartwalk (1998)

membagi pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya tahu, memahami,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

d. Sikap

Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan efektif

atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya

terhadap komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti

Universitas Sumatera Utara


terbuka, percaya, empati, menghargai, rendah diri dan menjadi pendengar yang

baik. Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang terapeutik.

e. Kondisi psikologi

Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui

komunikasi terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik

untuk menjadikan komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang

pendengar dapat dipengaruhi oleh rangsangan emosi yang disebabkan oleh

pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam melaksanakan komunikasi terapeutik

(Nursalam, 2003) mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan dan

perasaannya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap

komunikasi serta memanggil pasien sesuai dengan identitasnya.

2.3 Landasan Theoritis Keperawatan

2.3.1 Theory Of Goal Attainment (1971)

Kingʹs theory merupakan salah satu teori keperawatan yang menggunakan

kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) sistem terbuka, suatu

pencapaian tujuan. Dalam Kingʹs Theoryof Goal Attainment berasumsi, bahwa

manusia seutuhnya (Human Being) sebagai sistem terbuka yang secara konsisten

berinteraksi dengan lingkungannya. Demikian juga dalam keperawatan berfokus

pada interaksi manusia dengan lingkungannya dengan tujuan untuk membantu

individu, kelompok, dan masyarakat dalam memelihara kesehatannya. Kerangka

kerja konseptual (Conceptual Framework) terdiri dari tiga sistem interaksi yang

Universitas Sumatera Utara


dikenal dengan Dynamic Interacting Systems, meliputi: Personal systems

(individuals), interpersonal systems (groups) dan social systems.

Berdasarkan kerangka kerja konseptual (Conceptual Framework) dan

asumsi dasar tentang human being, King menderivatnya menjadi teori pencapaian

tujuan (Theory of Goal Attainment) yang dapat di terapkan dalam asuhan

keperawatan. King menjabarkan dalam Elemen utama dari teori pencapaian tujuan

adalah interpersonal systems, dimana ada interaksi (perawat-pasien) yang saling

memiliki persepsi yang saling sama di dalam pelayanan kesehatan dan

keperawatan untuk membantu dalam mempertahankan status kesehatan sesuai

dengan fungsi dan peran masing-masing.

Menurut King dalam teori ini menjelaskan bahwa melalui system terbuka

dalam interpersonal system sangat menentukan pencapaian tujuan pelayanan

keperawata. Dalam proses interaksi perawat-pasien akan terjadi aktivitas-aktivitas

yang dijabarkan dalam sembilan aspek konsep utama, yang terjadi dalam interaksi

perawat-klien untuk melakukan asuhan keperawatan sebagai upaya pencapaian

pelayanan kesehatan keperawatan yang baik yaitu:

1. Sistem Personal

Menurut king setiap individu adalah system personal (system terbuka). Untuk

system personal konsep yang relevan adalah persepsi, diri, pertumbuhan dan

perkembangan, citra tubuh, dan waktu.

a. Persepsi

Persepsi adalah gambaran seseorang tentang objek, orang dan kejadian-

kejadian. Persepsi berbeda dari satu orang dan orang lain dan hal ini

Universitas Sumatera Utara


tergantung dengan pengalaman masa lalu, latar belakang, pengetauhan dan

status emosi. Karakteristik persepsi adalah universal atau dialami oleh

semua, selektif untuk semua orang, subjektif atau personal.

b. Diri

Diri adalah bagian dalam diri seseorang yang berisi benda-benda dan orang

lain. Diri adalah individu atau bila seseorang berkata “AKU”. Karakteristik

diri adalah individu yang dinamis, system terbuka dan orientasi pada tujuan.

c. Pertumbuhan dan perkembangan

Tumbuh kembang meliputi perubahan sel, molekul dan perilaku manusia.

Perubah ini biasnya terjadi dengan cara yang tertib, dan dapat diprediksiakan

walaupun individu itu berfariasi, dan sumbangan fungsi genetik, pengalam

yang berarti dan memuaskan. Tumbuh kembang dapat didefinisikan sebagai

proses diseluruh kehidupan seseorang dimana dia bergerak dari potensial

untuk mencapai aktualisasi diri.

d. Citra tubuh

King mendefinisikan citra diri yaitu bagaimana orang merasakan tubuhnya

dan reaksi-reaksi lain untuk penampilanya.

e. Ruang

Ruang adalah universal sebab semua orang punya konsep ruang, personal

atau subjektif, individual, situasional, dan tergantung dengan hubunganya

dengan situasi, jarak dan waktu, transaksional, atau berdasarkan pada

persepsi individu terhadap situasi. Definisi secara operasioanal, ruang

Universitas Sumatera Utara


meliputi ruang yang ada untuk semua arah, didefinisikan sebagai area fisik

yang disebut territory dan perilaku orang yang menempatinya.

f. Waktu

King mendefisikan waktu sebagai lama antra satu kejadian dengan kejadian

yang lain merupakan pengalaman unik setiap orang dan hubungan antara

satu kejadian dengan kejadian yang lain

2. Sistem Interpersonal

King mengemukakan system interpersonal terbentuk oleh interkasi antara

manusia. Interaksi antar dua orang disebut DYAD, tiga orang disebut TRIAD, dan

empat orang disebut GROUP. Konsep yang relefan dengan system interpersonal

adalah interkasi, komunikasi, transaksi, peran dan stress.

a. Interaksi

Interaksi didefinisak sebagai tingkah laku yang dapat diobserfasi oleh dua

orang atau lebih didalam hubungan timbal balik.

b. Komunikasi

King mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana informasi yang

diberikan dari satu orang keorang lain baik langsung maupun tidak

langsung, misalnya melalui telpon, televisi atau tulisan kata. ciri-ciri

komunikasi adalah verbal, non verbal, situasional, perceptual, transaksional,

tidak dapat diubah, bergerak maju dalam waktu, personal, dan dinamis.

Komunikasi dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis dalam

menyampaikan ide- ide satu orang keorang lain. Aspek perilaku nonverbal

Universitas Sumatera Utara


yang sangat penting adalah sentuhan. Aspek lain dari perilaku adalah jarak,

postur, ekspresi wajah, penampilan fisik dan gerakan tubuh.

c. Transaksi

Ciri-ciri transaksi adalah unik, karena setiap individu mempunyai realitas

personal berdasarkan persepsi mereka. Dimensi temporal-spatial, mereka

mempunyai pengalaman atau rangkaian-rangkaian kejadian dalam waktu.

d. Peran

Peran melibatkan sesuatu yang timbal balik dimana seseorang pada suatu

saat sebagai pemberi dan disat yang lain sebagai penerima ada 3 elemen

utama peran yaitu, peran berisi set perilaku yang di harapkan pada orang

yang menduduki posisi di social system, set prosedur atau aturan yang

ditentukan oleh hak dan kewajiban yang berhubungan dengan prosedur atau

organisasi, dan hubungan antara 2 orang atau lebih berinteraksi untuk tujuan

pada situasi khusus.

e. Stres

Definisi stress menurut King adalah suatu keadaan yang dinamis dimanapun

manusia berinteraksi dengan lingkungannya untuk memelihara

keseimbangan pertumbuhan, perkembangan dan perbuatan yang melibatkan

pertukaran energi dan informsi antara seseorang dengan lingkungannya

untuk mengatur stressor. Stres adalah suatu yang dinamis sehubungan

dengan system terbuka yang terus-menerus terjadi pertukaran dengan

lingkunagn, intensitasnya berfariasi, ada diemnsi yang temporal-spatial yang

dipengaruhi oleh pengalaman lalu, individual, personal, dan subjektif.

Universitas Sumatera Utara


3. Sistem Sosial

King mendefinisikan system sosial sebagai system pembatas peran

organisasi sosisal, perilaku, dan praktik yang dikembangkan untuk memelihara

nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara praktk-praktek dan aturan (George,

1995). Konsep yang relevan dengan system social adalah organisasi, otoritas,

kekuasaan, status dan pengambilan keputusan.

a. Organisasi

Organisasi bercirikan struktur posisi yang berurutan dan aktifitas yang

berhubungan dengan pengaturan formal dan informal seseorang dan

kelompok untuk mencapai tujuan personal atau organisasi.

b. Otorita

King mendefinisikan otoritas atau wewenang, bahwa wewenang itu aktif,

proses transaksi yang timbal balik dimana latar belakang, persepsi, nilai-

nilai dari pemegang mempengaruhi definisi, validasi dan penerimaan posisi

di dalam organisasi berhubungan dengan wewenang.

c. Kekuasaan

Kekuasaan adalah universal, situasional, atau bukan sumbangan personal,

esensial dalam organisasi, dibatasi oleh sumber-sumber dalam suatu situasi,

dinamis dan orientasi pada tujuan.

d. Pembuatan keputusan

Pembuatan atau pengambilan keputusan bercirikan untuk mengatur setiap

kehidupan dan pekerjaan, orang, universal, individual, personal, subjektif,

situasional, proses yang terus menerus, dan berorientasi pada tujuan.

Universitas Sumatera Utara


e. Status

Status bercirikan situasional, posisi ketergantungan, dapat diubah. King

mendefinisikan status sebagai posisi seseorang didalam kelompok atau

kelompok dalam hubungannya dengan kelompok lain di dalam organisasi

dan mengenali bahwa status berhubungan dengan hak-hak istimewa, tugas-

tugas, dan kewajiban.

Di bawah ini adalah kerangka teori dari Imogene M King yang

menjelaskan bahwa melalui system terbuka dalam interpersonal system sangat

menentukan pencapaian tujuan pelayanan keperawata

---------------------------------Feedback--------------------------

NursePerception
Judgment
Action
ReaktionInteractionTransaction

Patien Action
Judgment
Perception

------------------------------Feedback-----------------------------

Gambar 2.3. Landasan Teori Imogene M. King

Berdasarkan gambar 2.3 di atas bahwasanya dapat dijelaskan bahwa

konsep hubungan manusia menurut King terdiri dari :

1. Aksi merupakan proses awal hubungan perawat dan pasien dalam berprilaku,

dalam memahami atau mengenali kondisi yang ada dalam keperawatan

Universitas Sumatera Utara


dengan digambarkan hubungan keperawatan dan klien melakukan kontrak

atau tujuan yang diharapkan.

2. Reaksi adalah suatu bentuk tindakan yang terjadi akibat dari adanya aksi dan

merupakan respon dari individu.

3. Interaksi merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling mempengaruhi

antara perawat dan klien yang terwujud dalam komunikasi

4. Transaksi merupakan kondisi dimana antara perawat dan klien terjadi suatu

persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

2.5 Kerangka Konsep

Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka

konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Theory king,s

Kualitas
Pelayanan
Prima perawat
1. Tampilan Loyalitas
fisik pasien
2. Kehandalan
3. Ketanggapan

Nursing Care

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.4 kerangka konsep

Keterangan :

: Tidak di teliti

: Di teliti

Berdasarkan Gambar 2.4 di atas, maka disusunlah kerangka konsep

penelitian mengenai hubungan kualitas pelayanan prima perawat dengan loyalitas

pasien di RSUD dr Pirngadi Medan. Variabel yang akan di teliti pada penelitian

ini adalah Kualitas pelayanan prima perawat (Tangibles, Reliability,

Responsiveness, assurance, dan emphaty) itu merupakan variabel dependen, dan

loyalitas pasien yaitu, sebagai variabel independen.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai