PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan yang terjadi bila sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri, seperti di ovarium, tuba,
serviks, bahkan rongga abdomen. Kehamilan ektopik berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai
aterm.1,2
Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana
timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur
yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.2 Kasus KET merupakan
kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan janin. Sebagian besar
kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium,
rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel
pada uterus. 1,2
Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars
interstisialis tuba, pars ismika tuba, pars ampullaris tuba, dan kehamilan
infundibulum tuba. Kehamilan diluar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau
sekunder.1,2,3
2.2. Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba,
dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. 1
2
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat meningkat dalam
dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada tahun 1970 menjadi 19,7 per
1000 kehamilan pada tahun 1992. Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab
kematian utama pada ibu hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu
pertahun. Pada tahun 1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius
dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.1
Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan
atau 1 diantara 26 persalinan. 3
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-
40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1 Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di
tuba Fallopii. Di tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,
kemudian berturut-turut pada pars isthmic, infundibulum dan fimbria, dan pars
intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan. 4
Kemajuan terkini dalam diagnosis dan pengobatan telah menghasilkan
penurunan 50% angka kematian sejak 1980-an.Deteksi dini telah memainkan peran
penting dalam penurunan angka ini, dan keterbatasan akses pada layanan sangat
terkait dengan hasil yang lebih buruk.5
3
1. Faktor Mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke
dalam kavum uteri, antara lain:
Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis,
atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen.
Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha
untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi
Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan
pada adneksia
Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan
kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan sel
rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi ke dalam rahim (Murray et al, 2005).
2. Faktor Fungsional
Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnormal
Refluks menstruasi
4
Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesteron
5
4. Faktor lain
Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau
sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi
premature.
Fertilisasi in vitro.
2.4. Klasifikasi 8
Menurut lokasi terjadinya,kehamilan ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini:
1. Kehamilan Tuba fallopi, > 95% pada kasus kehamilan tuba, yang terdiri atas
Pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%) dan pars
interstisialis (2%).
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium
atau abdominal. Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan
kehamilan abdominal sekunder di mana semula merupakan tuba yang
kemudian abortus dan meluncur ke abdomen dari ostium tuba pars
abdominalis (abortus tubaria) yang kemudian embrio/buah kehamilannya
mengalami reimplantasi di kavum abdomen.
3. Kehamilan Intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin
berada di kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik.
Kejadian sekitar satu per 15,000 - 40,000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral, sangat jarang terjadi.
6
Gambar 1: Lokasi Kehamilan Ektopik
7
berubah pula menjadi desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan intinya
hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat
berlubang-lubang dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Setelah janin mati, desidua
dalam uterus mengalami degenarasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping
tetapi kadang-kadang dikeluarkan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan
desidua degeneratif 1,2,6.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin
bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan 6 sampai 10 minggu.1
Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus tuba dan ruptur tuba5,6.
1. Abortus Tuba
Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping
(selaput lendir tuba ), masuk kelumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum.
Hal ini terutama terjadi kalau konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini
biasanya hasil konsepsi tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi
dan banyak. Lagipula disini, rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah
tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis
dari lapisan otot tuba. Abortus terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan
yang timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglasi,
terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-
perlekatan hingga darah terkumpul di dalam tuba dan mengembungkan tuba yang
disebut hematosalpning.
8
2. Ruptur Tuba
Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal
ini terutama terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam istmus tuba. Pada peristiwa
ini, lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi
interkolumner. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan
pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu,
hasil konsepsi menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau perineum. Ruptur
pada isthmus tuba terjadi sebelum kehamilan minggu ke-12 karena dinding tuba
disini tipis, tetapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lambat kadang-kadang baru
pada bulan ke-4 karena disini otot tebal. Ruptur bisa terjadi spontan ataupun karena
trauma, misalnya karena periksa dalam, defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh
telur dapat melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi
yang keluar dari tuba itu sudah mati. Bila hanya janin yang melalui robekan dan
plasenta tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan
berkembang sebagai kehamilan abdominal.
9
nyata. Pada palpasi perut terasa tegang dan pemeriksaan dalam sangat nyeri, terutama
kalau serviks digerakkan (slinger pain) atau pada perabaan kavum douglasi (fornix
posterior) teraba lunak dan kenyal. Nyeri tekan seperti itu mungkin tidak terasa
sebelum ruptur.Gambaran klinis kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu
: 2,9
1. Apakah kehamilan ektopik masih utuh.
2. Apakah kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat timbunan darah
intraabdominal yang menimbulkan gejala klinis
Gejala dan tanda yang karakteristik pada kehamilan ektopik terganggu, antara lain:6,10
1. Mendadak rasa nyeri perut bagian bawah
2. Amenorrhea (75 % - 90 %)
3. Perdarahan pervaginam (50 % - 80 %)
4. Tanda-tanda kesakitan dan pucat
5. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi
6. Suhu kadang naik sehingga sukar dibedakan dengan infeksi pelvis
7. Perut mengembung dan nyeri tekan
8. Nyeri goyang serviks
9. Cavum Douglas menonjol dan nyeri raba
10. Massa pada pelvis atau hematokel pada pelvis
11. Anemia akut
10
5. Kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar
ditentukan
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hb serial untuk mengukur kuantitas jumlah kehilangan darah
yang terjadi, pemeriksaan beta-HCG (penurunan nilai beta-HCG), serum
kreatinin kinase (masih diperdebatkan).
4. Kuldosentesis
Tujuan: untuk mengetahui apakah dalam Cavum Douglas terdapat darah
atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum
terganggu.
Teknik:
11
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan hingga forniks
posterior ditampakkan.
d. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam Cavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
Gambar 2. Kuldosentesis
Hasil:
12
5. Sonografi
Diagnosis pasti apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin.Pada kehamilan ektopik terganggu
sering tidak ditemukan kantung gestasi ektopik.Gambaran yang tampak
ialah cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama di Cavum
Douglas.Tidak jarang dijumpai hematokel pelvik sebagai suatu massa
ekogenik di adneksa yang dikelilingi daerah kistik dengan batas tepi yang
tidak tegas.
6. Laparoskopi
Laparoskopi dapat membantu menegakkan diagnosis kehamilan tuba yang
belum terganggu yang hanya menunjukkan sedikit perubahan, baik
mengenai bentuk maupun warnanya.Adanya darah dalam rongga pelvis
mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi
indikasi untuk dilakukan laparotomi.
7. Hasil Kuretase
Dipikirkan suatu kehamilan ektopik jika hasil kuretase hanya
menunjukkan desidua.Meskipun demikian, ditemukannya endometrium
13
dalam fase sekresi, fase proliferasi, atau fase deskuamasi tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan suatu kehamilan ektopik.
14
menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus incipiens. Pada
abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus, dan gerakan
servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
3. Corpus luteum atau kista folikel yang pecah
Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan
pervaginam tidak ada dan tes kehamilan negatif.
4. Torsi kista ovari
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat dibanding
kehamilan ektopik terganggu.
5. Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan serviks uteri
seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut bagian bawah
pada apendisitis terletak pada titik McBurney.
2.9. Penatalakasanaan14,15,16
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain
lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan
tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan
pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan
ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang
belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik
terganggu yang menyebabkan syok.
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi
(expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
15
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien
dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar -hCG. Pada
penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil
atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan
kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan
ekspektasi dibatasi pada -hCG yang keadaan-keadaan berikut:
1. Kehamilan ektopik dengan kadar menurun,
2. Kehamilan tuba,
3. Tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan
4. Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm.
Sumber -hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan
bahwa kadar dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa
penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas
jaringan dan sel hasil konsepsi. Penderita harus memiliki syarat-syarat berikut ini:
keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas
jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas,
harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-
4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak
menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar
dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian
methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik
secara medis.
16
1. Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi
keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik,
methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan
kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga
menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan
medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi
methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil
darah yang normal.
Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum
mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada
usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4
cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis,
pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan
menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus
selalu diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani
pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.Tentunya
methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara
lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel.
Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis
multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama,
ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke
dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan
pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis multipel tampaknya
memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan terapi methotrexate
dosis tunggal . Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi per laparoskopi
tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal adalah
17
modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum
terganggu.
2. Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama
5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan
terapi methotrexate sebelumnya.
Penatalaksanaan Bedah
Fernandez (1991) mengemukakan criteria untuk menetapkan terapi hamil
ektopik dengan cara non-operatif atau dengan tindakan operasi sebagai berikut :
Skor 1 2 3
Umur Lebih 8 7–8 6
gestasi/minggu Kurang 5000 Lebih 5000
Konsentrasi hCG 1000 5-10 mIU/ml
Progesterone Kurang 5 Induksi Lebih 10
Nyeri perut Tak ada 1-3 cm Spontan
Hematosalping Kurang 1 1-100 Lebih 3
Perdarahan cm cc Lebih 100
intraperitonel 0 cc
18
Jumlah skor diatas 6, dilakukan tindakan operasi laparaskopi atau laparatomi.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja
pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu
pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan
radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2
teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-
macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun
laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada
tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
1. Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada
prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil
konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos
dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya
sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan
terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini
menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi
dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup
salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate,
namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens
aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka
19
keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah
kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.
2. Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif
antara salpingostomi dan salpingotomi.
3. Salpingektomi
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun
yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
20
dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi
berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.
Berikut ini adalah algorithma diagnosis dan penatalaksanaa pada suspek
kehamilan ekotopik: 14
21
2.10. Komplikasi2,8
Komplikasi yang mungkin terjadi :
a. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4-
6 minggu), terjadi perdarahan ulang (recurrent bleeding). Ini merupakan
indikasi operasi.
b. Infeksi
c. Sub ileus karena massa pelvis
d. Sterilitas
2.11. Prognosis 16
Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun
sejalan dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup.
Kehamilan ektopik terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral.
Sebagian ibu menjadi steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami
keadaan tersebut diatas, namun dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu
lagi pada tuba yang lain.
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko
10% untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah
mengalami kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan
50% mengalami kehamilan ektopik terganggu berulang.
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas
wanita. Dalam kasus-kasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 50-60%
kemungkinan wanita steril. Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10%
mengalami kehamilan ektopik berulang.
22
2.12. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal adalah bentuk kehamilan yang jarang terjadi namun
memberi risiko yang sangat tinggi baik morbiditas dan mortalitas terhadap janin
maupun ibu. Keadaan ini merupakan salah satu bentuk yang paling serius dari
kehamilan ektopik. Kehamilan abdominal lanjut merupakan salah satu bentuk
kehamilan ektopik yang berlanjut, dimana hasil konsepsi tumbuh di luar rongga
uterus.
23
dilahirkan secara operasi laparotomi. Mengingat morbiditas dan mortalitas yang
tinggi pada kehamilan abdominal sebaiknya kehamilan segera diakhiri dengan
pembedahan, namun pada kehamilan abdominal lanjut beberapa ahli mencoba
dilakukan konservatif sampai menunggu pematangan paru janin. Tindakan
konservatif dilakukan apabila usia kehamilan diatas 24 minggu, janin hidup tanpa
kelainan mayor dan implantasi plasenta pada organ peritoneum jauh dari hepar dan
lien serta perawatan yang baik terhadap ibu dirumah sakit yang tersedia pelayanan
tranfusi darah. Pada tindakan laparotomi, manajemen plasenta merupakan tantangan
24
BAB 3
LAPORAN KASUS
AnamnesaPenyakit
Ny. M, 40 tahun, G5P3A1, Batak, islam, SD, IRT, i/d Tn. A, 36 tahun, Batak, islam,
SMA, petani datang dengan :
Keluhan Utama : Nyeri seluruh lapangan perut
Telaah : Hal ini dialami os sejak 2 minggu ini dan memberat dalam 1
hari ini. Riwayat mual dan muntah (-), riwayat minum jamu-
jamuan (-), riwayat di kusuk (-), riwayat campur (-).
Sebelumnya os pernah di rawat di RS luar. Namun
pengobatan tidak selesai dan os pulang atas permintaan
sendiri. Os didiagnosa dengan suspect Kehamilan Ektopik
Terganggu. Buang Air Besar (+) dan Buang Air kecil (+)
dalam batas normal. Riwayat operasi kista ovarium 10 tahun
yang lalu di RS luar. Riwayat KB (-)
25
Riwayat penyakit terdahulu : Tidak jelas
Riwayat pemakaian obat : Tidakjelas
RIWAYAT HAID
HPHT :?
TTP :?
ANC : Bidan 1x
RIWAYAT PERSALINAN
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENS
Sensorium : Compos mentis Anemia : (+)
TD : 120/80 mmHg Ikterik : (-)
HR : 80 x/i Dyspnoe : (-)
RR : 20 x/i Sianosis : (-)
Temperature : 36,5 ºC Oedema : (-)
Plano test :+
STATUS GENERALISATA
Kepala : dalam batas normal
Mata : Konjungtiva anemis (+/+)
26
Sklera ikterik (-/-)
Refleks pupil (+/+)
Isokor, ka=ki
Leher : Pembesaran KGB (-/-)
TVJ R-2 cmH2O
Thorax :
- Inspeksi : Simetris fusiformis,
Tidak ada ketinggalan bernafas
- Palpasi : SF kanan=kiri
- Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
- Auskultasi :
Jantung : S1 (N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) Reguler, Murmur : (-)
Paru : Suara Pernafasan :Vesikuler
Suara Tambahan :Tidak ada
Wheezing (-/-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT< 2 detik, Clubbing finger (+)
Oedem pretibial (-/-)
STATUS OBSTETRI
Abdomen : soepel, peristaltik (+) Normal
P/V : os menolak untuk diperiksa
STATUS GINEKOLOGI
Os menolak untuk dilakukan pemeriksaan
27
USG TAS :
LABORATORIUM
20 Mei 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darahrutin
WBC 13.840 4000-11000/μL
RBC 1,69.106 4,00-5,40 x 106/μL
HGB serial 4,8 12-16 gr/dL
HCT 15,2 36-48 %
PLT 321.000 150000-400000/μL
Ureum 35 10-50 mg/dL
Creatinin 0,54 0,6-1,2 gr/dL
Prothrombin time Pasien:16,9 11-18 detik
INR : 1,4
APTT Pasien : 28,3 27-42 detik
DIAGNOSA SEMENTARA
Kehamilan Ektopik Terganggu + Anemia
28
TERAPI
- IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxon 2 gr
RENCANA
- Laparatomi cito
- Cross match untuk penyediaan darah 5 bag PRC.
UraianPembedahan
- Pasien dibaringkan diatas meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
- Dibawah general anastesi, dilakukan tindakan aseptik dan antiseptic dengan
povidon iodin pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali
lapangan operasi.
- Di lakukan insisi mid line mulai dari kutis, subkutis,fascia digunting kekanan
dan kekiri.
- Otot dikuakkan secara tumpul, tampak cullen sign.
- kemudian peritoneum dikuakkan secara tumpul, tampak stoll cell pada kavum
abdomen.
29
- Stoll cell di evakuasi hingga bersih. Volume stoll cell ±500ml. Identifikasi
uterus, didalam batas normal. Identifikasi tuba kanan, didalam batas normal.
Identifikasi tuba kiri, tampak darah mengalir aktif, kesan : ruptur tuba.
- Dilakukan salphingektomi sinistra. Evaluasi perdarahan kesan tidak mengalir
aktif.
- Evaluasi ovarium kiri dan kanan kesan dalam normal
- Kavum abdomen dibersihkan dari sisa-sisa darah, peritoneum dijahit secara
kontinu, fascia dijahit secara kontinu, otot dijahit secara simple suture. Fascia
dijahit secara kontinu interlocking dengan benang vicryl 2.0
- Subkutis dijahit secara simple suture dan kutis dijahit secara subkutikuler
- Luka operasi ditutup dengan safratul, kassa steril dan plester
- Kondisi umum ibu post operasi dibawah pengaruh anestesi.
TERAPI POST SC
- IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
- Inj. Transamin 500 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
RENCANA
- Transfusi 5 bag PRC (sudah masuk 2 bag PRC)
- Cek darah rutin 6 jam post transfusi
30
LABORATORIUM 6 JAM POST TRANSFUSI
21 Mei 2016 (08.52)
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah rutin
WBC 11.260 4000-11000/μL
RBC 3,3 4,00-5,40 x 106/μL
HGB 8,60 12-16 gr/dL
HCT 26,40 36-48 %
PLT 250.000 150000-400000/μL
Albumin 3,30 3,6-5g/dL
FOLLOW UP PASIEN
21 Mei 2016
S -
O Status Present :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 130 / 70 mmHg Dyspnoe :-
HR : 86 x/i Oedem :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 36.5oC Sianosis :-
Status Lokalisata :
Abdomen : Soepel,Peristaltik (+) lemah
TFU : Tidak teraba
P/V : (-)
L/O : tertutup verban , kesan kering
31
BAK : (+) via kateter70 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-), flatus dijumpai
A Post Salphingektomi sinistra atas indikasi kehamilan ektopik
terganggu + H1
P Th/
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/ 8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
22 Mei 2016
S
O Status Present :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 80 mmHg Dyspnoe :-
HR : 80 x/i Oedem :-
RR : 22x/i Ikterik :-
T : 36,8oC Sianosis :-
Status Lokalisata :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik (+) normal.
TFU : Tidak teraba
P/V : (-)
L/O : tertutup verban , kesan kering
BAK : (+) via kateter 50 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-), flatus dijumpai
A Post Salphingektomi sinistra atas indikasi kehamilan ektopik
32
terganggu + H2
P Th/
- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
R/
- Diet M II
- ACC pindah ke ruang V
- Mobilisasi bertahap
23 Mei 2016
S
O Status Present :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 130 / 80 mmHg Dyspnoe :-
HR : 88 x/i Oedem :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 36,6oC Sianosis :-
Status Lokalisata :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik positif normal.
L/O : tertutup verban , kesan kering
BAK : (+) via kateter 50 cc/jam, kuning jernih
BAB : (-), flatus dijumpai
33
A Post Salphingektomi sinistra atas indikasi kehamilan ektopik
terganggu + H3
P Th/- IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i
- Inj. Metronidazole 500 mg / 8 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam
- Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
R/
- Aff obat injeksi jadi Terapi Oral:
Cefadroxyl Tab 2 x 500mg
As. Mefenamat Tab 3x500mg
Vitamin B comp Tab 2x1
- Aff kateter sore ini
- Aff infus sore ini
- Mobilisasi bertahap
24 Mei 2016
S
O Status Present :
Sensorium : Compos Mentis Anemis :-
TD : 120 / 80 mmHg Dyspnoe :-
HR : 80 x/i Oedem :-
RR : 20 x/i Ikterik :-
T : 36,9oC Sianosis :-
34
Status Lokalisata :
Abdomen : Soepel ,Peristaltik positif normal.
L/O : tertutup verban , kesan kering
BAK : (+) spontan
BAB : (-), flatus dijumpai
A Post Salphingektomi sinistra atas indikasi kehamilan ektopik
terganggu + H4
P - Cefadroxyl Tab 2 x 500mg
- As. Mefenamat Tab 3x500mg
- Vitamin B comp Tab 2x1
35
ANALISA KASUS
Diskusi Kasus
TEORI KASUS
Klasifikasi: Pada pasien ini dari hasil USG
a. Kehamilan tuba fallopi didapati gestasional sac di tuba
b. Kehamilan ektopik lain fallopi bagian kiri
c. Kehamilan intraligamenter
d. Kehamian heterotopik
e. Kehamilan ektopik bilateral
Gejala dan tanda yang karakteristik Pada pasien dijumpai :
pada kehamilan ektopik terganggu, a. Tanda nyeri akut abdomen di
antara lain:6,10 seluruh lapangan perut.
a. Mendadak rasa nyeri diseluruh
lapangan perut
b. Amenorrhea (75 % - 90 %)
c. Tanda-tanda kesakitan dan pucat
d. Tanda-tanda syok, seperti
hipotensi
e. Suhu kadang naik sehingga sukar
dibedakan dengan infeksi pelvis
f. Perut mengembung dan nyeri
tekan
g. Nyeri goyang serviks
h. Cavum Douglas menonjol dan
nyeri raba
i. Massa pada pelvis atau
hematokel pada pelvis
j. Anemia akut
36
Diagnosis 4: Pada pasien ini dari anamnesis
a. Manifestasi klinis dijumpai gejala nyeri di seluruh
b. Uji kehamilan lapangan perut. Dari pemeriksaan
c. Pemeriksaan laboratorium fisik abdomen soepel, pada
d. Kuldosentesis perdarahan pervaginam :os
e. Sonografi menolak untuk dilakukan
f. Laparoskopi pemeriksaan. Dari pemeriksaan
g. Hasil kuratase tambahan, plano test positif,
pemeriksaan Hb didapati
penurunan Hb. Dari USG
didapatkan hasil tampak massa
adneksa kiri dengan ukuran
15,7mm dan tampak cairan bebas.
37
KESIMPULAN
Ny. M, 40 tahun, G5P3A1, mengalami nyeri seluruh lapangan perut dan didiagnosa
dengan Kehamilan Ektopik Terganggu + Anemia dan diberi tatalaksana cairan RL 20
gtt / menit, Inj. Ceftriaxone 2 gr dan dilakukan tindakan operatif salphingektomi.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro,Hanifa. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: 2007
2. Sofian,A. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Dalam : Rustam
Mochtar Sinopsis Obstetri. Bab 35. Edisi 3, Jilid 2. EGC;Jakarta. 2011. 159-66
3. Rachimhadhi T. KehamilanEktopik. Dalam :IlmuBedahKebidanan. Edisi I.
Jakarta: YayasanBinaPustakaSarwonoPrawiroharjo, 2005; 198-10.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL dkk. Ectopic Pregnancy. In: William’s
Obstetrics (24th editionn). USA: The Mc Graw – Hill Company, 2005
5. Creanga AA, Shapiro-Mendoza CK, Bish CL, Zane S, Berg CJ, Callaghan WM.
Trends in ectopic pregnancy mortality in the United States: 1980- 2007. Obstet
Gynecol. 2011;117(4):837-843.
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Abortion Macdonald PC, Gant NF.
Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi XVIII.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 599-26.
7. Murray, H., Baakdah, H., Bardell, T., Tulandi, T. 2005. Diagnosis and Treatment
of Ectopic Pregnancy, CMA Media Inc. Canadian Medical Association Journal
(CMAJ);173(8), Available at http://www.cmaj.ca.full.pdf+html.
8. Bantuk Hadijanto. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta : 2011
9. Sastrawinata,Sulaiman dkk. Patologi Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta : 2005
10. Cunningham FG, Levono KJ, Bloom SL. Abortion. In: Williams Obstetrics. 22nd
ed. New York:McGraw-Hill, 2005: 231-51
11. Sastrawinata. S, Martaadisoebrata. D, Wirakusumah, FF. Kelainan Tempat
Kehamilan. Dalam :Obstetri patologi. Bab 2. Edisi 2. EGC;Jakarta. 2004. 16-9
12. Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and management of ectopic pregnnancy. Am
Fam Physician, 2005; 72(9): 1707-14
39
13. Leveno, Kenneth, J. 2009. Obsetri Williams: Panduan ringkas. Jakarta: EGC
14. Joshua H.B, MD; Edward M.B, MD; Christina H, MD. Diagnosis and
Management of Ectopic Pregnancy [published correction appears in Am Fam
Physician. 2014;90(1):34-40.
15. Louis, Management of Ectopic Pregnancies. Available at. ;
http://www.obgyn.uab.edu/medicalstudents/obgyn/uasom/documents/MgtmEctop
ic.pdf
16. Carson. Ectopic Pregnancy NEJM. Available at. ;
http://content.nejm.org/cgi/content/full/329/16/1174?ijkey=7cda02f038ecab5ae4e
bfd30170270242a198187&keytype2=tf_ipsecsha
40