Fungsi utama otot rangka adalah berkontraksi dalam rangka menggerakkan anggota tubuh
dan fungsi yang lain adalah menghasilkan panas tubuh, memberi bentuk tubuh serta
melindungi organ yang lebih dalam. Otot dapat berkontraksi dan berelaksasi karena
tersedianya energi dari sistem energi. Melalui kontraksi otot, tubuh manusia mampu
melakukan kerja seperti mesin. Dengan kata lain, otot merupakan mesin pengubah energi
kimia menjadi energi mekanik, yang terwujud dalam suatu kerja atau aktivitas fisik.
Sumber energi dalam proses kontraksi-relaksasi otot yaitu ATP. Sel-sel otot menyimpan
ATP dalam jumlah yang terbatas, namun karena latihan otot membutuhkan ketersediaan ATP
secara konstan untuk memproduksi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi, maka berbagai
jalur metabolik harus tersedia di dalam sel dengan kemampuan untuk dapat memproduksi
ATP secara cepat. Sel-sel otot dapat memproduksi ATP dengan salah satu atau kombinasi
dari ketiga jalur metabolik yang tersedia, yaitu:
Ketika latihan dimulai ATP dipecah menjadi ADP + Pi dan bersamaan pada saat itu pula
ATP dibentuk kembali melalui reaksi PC. Meskipun demikian sel sel otot hanya menyimpan
PC dalam jumlah yang sedikit, sehingga jumlah ATP yang dapat dibentuk kembali dari reaksi
pemecahan PC terbatas. Sistem ini menyediakan energi untuk kontraksi otot saat dimulainya
latihan dan pada keadaan latihan dengan jangka waktu pendek dan intensitas tinggi (kurang
dari 5 detik). Pembentukan kembali PC berlangsung pada saat otot pemulihan/istirahat dari
latihan. (Billot M, 2010)
Pembentukan ATP melalui jalur PC dan glikolisis tidak melibatkan penggunaan oksigen,
sehingga kedua jalur ini disebut jalur anaerobik (tanpa oksigen). Sedangkan pembentukan
oksidatif dari ATP dengan penggunaan oksigen disebut sebagai metabolism aerobik (Billot
M, 2010)
Suatu teori kontraksi otot yang terkenal dan umum digunakan pada pembelajaran saat ini
yaitu teori pergeseran (sliding theory) yang dikemukakan oleh H. E Huxley, J. Hanson, A. F.
Huxley, dan R. Neederger pada tahun 1954. Munculnya teori ini didasarkan pada hipotesis
sliding filament. Menurut mereka, kontraksi otot tidak disebabkan oleh pemendekan filamen
tetapi sebih disebabkan oleh sliding/pergeseran satu sama lain. Sliding filamen tipis (filamen
aktin) pada sentral sarkomer adalah penyebab peningkatan daerah yang saling tumpang tindih
antar filamen dan menyebabkan pemendekan I dan H band. Apabila otot berkontraksi maka
filamen aktin bergeser ke tengah sarkomer, sedangkan filamen miosin tetap pada tempatnya.
Saraf yang mengaktifkan otot rangka disebut sebagai somatic motor neuron atau serabut
saraf motorik. Proses awal terjadinya kontraksi otot yaitu ketika potensial aksi dihantarkan
sampai pada ujung saraf motorik maka saraf akan melepaskan neurotransmiter asetilkolin ke
dalam celah sinaps. Asetilkolin kemudian berdifusi melalui celah sinaps dan menempel pada
reseptor asetilkolin di sarkolema motor end plate. Penempelan asetilkolin menyebabkan
terbukanya kanal natrium, sehingga ion natrium berdifusi ke dalam membran serabut otot dan
terjadi depolarisasi.
Ion Ca++ didalam sitosol dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma secara
transpor aktif. Hal ini menyebabkan berkurangnya akumulasi ion Ca++ di luar retikulum dan
ion Ca ++ tidak berikatan dengan troponin, sehingga interaksi antara aktin dan miosin terhenti,
tropomiosin kembali menutup sisi aktif aktin, dan otot akan berelaksasi. Ion-ion Ca++ akan
disimpan dalam retikulum sarkoplasma sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi.
(Campbell, 2012)
Dapus:
Campbell, Neil A, dkk. 2012. Biologi Edisi ke-10th. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sarifin G. 2010. Kontraksi Otot dan Kelelahan. Jurnal ILARA. 1 (2): 58-60.
Silitonga, Melva, Sinaga, Erlintan. 2011. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Medan:
UNIMED.