Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir


semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang.
Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada masa periode neonatal dini dan
42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: infeksi, tetanus neonatorum,
meningitis, pneumonia, dan diare.

Menurut DEPKES RI angka kematian infeksi neonatorum cukup tinggi


yaitu sekitar 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering
muncul sebagai komplikasi infeksi neonatorum diantaranya meningitis, kejang,
hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.

Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap


terjadinya morbiditas serta mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin
bisa terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau
dalam periode bulan pertama kehidupan. Lesi radang ditemukan pada sekitar
25% otopsi bayi baru lahir, lesi-lest tersebut frekwnsinya menduduki tempat
kedua sesudah penyakit membrane hialin.

Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan masih


merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini disebabkan
neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis
dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih
rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum
sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi neonahgtorum.
Tindakan invasif yang dialami neonatus juga dapat meningkatkan resiko
terjadinya infeksi nasokomial.
Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) biasanya sering sekali menjalar ke
infeksi umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala
tingkah laku BBL tersebut di atas diantaranya yaitu malas minum, gelisah atau
mungkin tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba
menurun, muntah dan diare.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Dari Infeksi Pada Neonatus?


2. Apa Penyebab Dari Infeksi Pada Neonatus?
3. Bagaimana Tanda Dan Gejala Infeksi PaInfeksi pada Bayi Baru Lahir
(BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga kemudian gejala
umum tidak menonjol lagi pada Neonatus?
4. Bagaimana Penatalaksanaan Infeksi Pada Neonatus?
5. Bagaimana Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Pada Neonatus ?
6. Bagaimana Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Definisi Infeksi Pada Neonatus


2. Untuk Mengetahui Penyebab Infeksi Pada Neonatus
3. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Infeksi Pada Neonatus
4. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Infeksi Pada Neonatus
5. Untuk Mengetahui Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Pada Neonatus
6. Untuk Mengetahui Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Infeksi Neonatus

Infeksi perinatal adalah infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa
neonatal, intranatal dan postnatal.Inkfesi Neonatorum atau Infeksi adalah
infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama
kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.Infeksi adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Infeksi
adalah tanda respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan
jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir namun
merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.

Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat
badannya kurang dari 2,75 kg serta 2 kali lebih sering menyerang bayi jenis
kelamin laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, infeksi mulai muncul dalam waktu
6 jam setelah bayi lahir, namun kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah
lahir.Infeksi yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan
diakibatkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

 Pembagian Inkfesi
a) Infeksi Dini
Terjadi 7 hari pertama kehidupan
Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau
cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi.
b) Inkfesi lanjutan/nosocomial
Adalah terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari
lingkungan pasca lahir.
Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung
dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan
bayi, biasanya sering mengalami komplikasi.

 Klasifikasi
a) Infeksi Berat
Sepsis, meningitis, pneumonia, diare, tetanus neonatorum
b) Infeksi Ringan
c) Infeksi kulit, oftalmia, omfalitis dan moniliasis

B. Etiologi

Infeksi perinatal bisa disebabkan oleh berbagai bakteri


seperti escherichia coli, pseudomonas pyocyaneus, klebsielia, staphylococcus
aureus, dan coccus gonococcus. Infeksi ini juga bisa terjadi pada saat antenatal,
intranatal, dan postnatal.

a) Infeksi antenatal
Infeksi yang terjadi pada masa kehamilan saat kuman masuk ke tubuh
janin melalui sirkulasi darah ibu, lalu masuk melewati plasenta dan
akhirnya ke dalam sirkulasi darah umbilikus. Berikut adalah kuman yang
menginvasi ke dalam janin.
 Virus: rubella, poliomielitis, variola,vaccinia,coxsackie,dan
cytomegalic inclusio.
 Spirochaeta: terponema palidum
 Bakteri : E.coli dan listeria monocytoganes

b) Infeksi intranatal
Infeksi terjadi pada masa persalinan. Infeksi ini sering terjadi ketika
mikroorganisme masuk dari vagina, kemudian naik dan lalu masuk ke
dalam rongga amnion, biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban
yang pecah lebih dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis
dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi pula walaupun air ketuban belum
pecah, yaitu pada partus lama yang sering dilakukan manipulasi vagina,
termasuk periksa dalam dan kromilage (melebarkan jalan lahir dengan jari
tangan penolong). infeksi bisa pula terjadi melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasal dari vagina, seperti pada blennorhoe.

c) Infeksi postnatal
Infeksi pada periode ini dapat terjadi setelah bayi lahir lengkap, misalnya
melalui kontaminasi langsung dengan alat-alat yang tidak steril, tindakan
yang tidak antiseptik atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya
pada neonatus neonatorum, omfalitis dan lain-lain.

C. Tanda dan Gejala

Gejala ini yang umumnya terjadi pada bayi yang mengalami infeksi
perinatal adalah sebagai berikut.
a. Bayi malas minum
b. Gelisah dan mungkin juga terjadi letargi
c. Frekuensi pernapasan meningkat
d. Berat badan menurun
e. Pergerakan kurang
f. Muntah
g. Diare
h. Sklerema dan udema
i. Perdarahan, ikterus, dan kejang
j. Suhu tubuh dapat normal, hipotermi atau hipertermi

Menifestasi klinis non-spesifik pada Bayi Baru Lahir


a) Umum
Gejala demam, hipotermia, “tidak merasa baik”, tidak mau makan, dan
sklerema
b) Sistem Gastrointenstinal
Perut kembung, muntah, diare, hepatomegaly
c) Sistem Pernafasan
Apnea, disapnea, takipnea, retraksi flsring, grunting sianosis
d) Sistem Ginjal
Oliguria
e) Sistem Kardiovaskuler
Pucat, mottling, dingin, kulit lembab, takikardi, hipotensi, bradikardi
f) Sistem saraf pusat
Iritabilitas, lesu, tremor, kejang-kejang, hiporefleksia, hipotania, reflex
moro abnormal pernafasan tidak teratur, fontanela menonjol, tangisan
nada tinggi.
g) System hematologis
Ikterus, splenomegali, pucat, petekie, purpura perdarahan

Gejala dari infeksi neonatus juga tergantung kepada sumber infeksi dan
penyebarannya:
a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar.
b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan
koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau
penonjolan pada ubun-ubun.
c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkena.
d. Infeksi pada persendian mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, nyeri
tekan dan sendi yang terkena teraba hangat.
e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) mengakibatkan pembengkakan
perut serta diare berdarah.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum
berasal dari tiga kelompok, diantaranya yaitu :

1. Faktor Maternal
a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya penyakit infeksi dengan alasan yang tidak
diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah
mungkin nutrisinya buruk dan juga tempat tinggalnya padat serta tidak
higienis. Bayi kulit hitam kemungkinan lebih banyak mengalami infeksi
dari pada bayi berkulit putih.
b. Status paritas (yakni wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan
umur ibu (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun.
c. Kurangnya perawatan prenatal
d. Ketuban pecah dini (KPD)
e. Prosedur selama persalinan

2. Faktor Neonatatal
a. Prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan
faktor resiko utama untuk infeksi neonatal. Biasanya imunitas bayi
kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor
imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus
menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit
juga melemahkan pertahanan kulit.
b. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki
empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan, menegaskan
kemungkinan adanya faktor-faktor seks dan kerentanan hospes.
Resusitasi saat lahir, terutama jika melibatkan intubasi endotrakea,
pemasukan kateter pembuluh darah umbilicus, atau keduanya,
dihubungkan dengan peningkatan risiko infeksi bakteri, hal ini
kemungkinan berkaitan dengan prematuritas atau infeksi pada saat lahir

3. Faktor Lingkungan
a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga pada
biasanya memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri
maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi
mikroorganisme melalui kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi
akibat alat yang terkontaminasi.
b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan
resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik
spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas,
sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda.
b. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran
mikroorganisme yang berasal dari petugas ( infeksi nosokomial), paling
sering akibat kontak tangan.
c. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan
dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya
didominasi olehE.colli.

 Komplikasi
a) Meningitis
b) Hipoglikemia, asidosis metabolic
c) Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial
d) ikterus/kernicterus

 Faktor Resiko
a) BBLR
b) Ketuban pecah dini (12 jam)
c) Ibu demam
d) Cairan amnion keruh, berbau
e) Resusitasi
f) Kembar
g) Prosedur invasif
h) Sosio-ekonomi rendah

D. Penatalaksanaan
a. Berikan posisi semifowler agar sesak berkurang
b. Apabila suhu tinggi, lakukan kompres dingin
c. Berikan ASI perlahan-lahan, sedikit demi sedikit
d. Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring
ke kiri atau kanan
e. Apabila diare, perhatikan personal higine dan keadaan lingkungan
f. Rujuk segera ke rumah sakit, lakukan informed consent pada keluarga

Penanganan Dan Penatalaksanaan Medis :


a. Pertahankan tubuh bayi tetap hangat
b. ASI tetap diberikan
c. Diberi injeksi antibiotika berspektrum luas
d. Penggunaan antibiotika yang banyak dan tidak terarah dapat
e. menyebabkan tumbuhnya jenis mikroorganisme yang tahan terhadap
antibiotika dan mengakibatkan tumbuhnya jamur yang berlebihan,
misalnya jenis candida albicans.
f. Perawatan sumber infeksi, misalnya pada infeksi tunggal tali pusat
(omfalitis) diberi salep yang mengandung neomisin dan basitrasin.

Jenis Antibiotika Dosis Frekuensi Pemberian


Injeksi Benzil Penisilin 50.000 IU/kg/kali i.m Tiap 12 jam
atau 50 mg/kg/kali i.m/i.v Tiap 8 jam
Injeksi Ampisilin
Dikombinasikan dengan
Injeksi Aminoglikosida 2,5 mg/kg/ kali i.m/i.v Tiap 12 jam
(Gentamisin)
Eritromisin 50 mg/kg/hari Dalam 3 dosis
PENANGANAN INFEKSI ATAU SEPSIS
TANDA-TANDA Suhu tubuh panas atau disebut hipotermia, sesak
napas, merintih, menangis lemah atau tidak ada
tangis, susah minum, fontanel cembung, serta tali
pusat memerah.
KATEGORI Sepsis Infeksi Lokal
Tanda-tanda tersebut di Biasanya hanya
atas disertai: ditemukan:

1. Kadang-kadang 1. Panas
kejang 2. Tali pusat merah
PENILAIAN
2. Tali pusat merah atau kotor atau
atau kotor atau bau bau
3. Kulit ikterik 3. Nanah di telinga
4. Bisul atau pustule
di kulit
 PENANGANAN
1. Pertahankan tubuh
bayi tetap hangat
(tidak hipotermia)
2. ASI tetap diberikan
atau diberi air gula
3. Injeksi antibiotika 1
PUSKESMAS kali
4. Rujuk ke rumah
sakit
5. Diberi injeksi
antibiotika
6. Dilanjutkan dengan
antibiotika oral
7. Nasehat perawatan
infeksi
8. Kontrol kembali
dalam 2 hari
1. Sama seperti di atas
2. Diberi antibiotika ampisilin + gentamisin i.v.
RUMAH SAKIT 3. Bila perlu diberikan oksigen
4. Infus untuk mencegah dehidrasi
ASI tetap diberikan

E. Pencegahan Dan Pengobatan

Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonates.


Tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ini dapat menyebabkan kematian
dalam waktu singkat. Oleh karena itu tindakan pencegahan memiliki arti
penting karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian. Tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan adalah:

a) Pada masa antenatal


Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala,
imunisai, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan
gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat
menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan
yang memadai bila diperlukan.
b) Pada masa intranatal
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptic, dalam arti
persalinan diperlukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada
ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila bemar-benar
diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses
persalinan. Melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan
menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
c) Sesudah masa postnatal
Perawatan sesudah pesalinan meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi
normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan
peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri.
Perawatan luka umbilicus secara steril. Tindakan invasive harus dilakukan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Mengindari perlukaan
selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan
desinfektan sebelum dan sesudah memgang setiap bayi. Pemantauan
keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang baik
dan benar.

 Infeksi Tali Pusat

Tali pusat biasanya puput 1 minggu setelah lahir dan luka sembuh dalam
15 hari. Sebelum luka sembuh merupakan jalan masuk untuk infeksi, yang bisa
dengan cepat menyebabkan sepsis. Pengenalan serta pengobatan secara dini
infeksi tali pusat sangat penting dengan tujuan untuk mencegah sepsis. Faktor-
faktor yang mengakibatkan terjadinya infeksi tali pusat pada bayi baru lahir
adalah sebagai berikut :
a) Faktor kuman
Staphylococcus aereus ada dimana-mana dan didapat pada masa awal
kehidupan hampir semua bayi, saat lahir atau selama masa
perawatan. Biasanya Staphylococcus aereus sering dijumpai pada kulit,
saluran pernafasan, dan saluran cerna terkolonisasi. Untuk pencegahan
terjadinya infeksi tali pusat maka sebaiknya tali pusat untuk tetap dijaga
kebersihannya, upayakan tali pusat agar tetap kering dan bersih, pada
saat memandikan di minggu pertama sebaiknya jangan merendam bayi
langsung ke dalam air mandinya karena akan menyebabkan basahnya tali
pusat dan memperlambat proses pengeringan tali pusat. Dan masih banyak
faktor penyebab lain yang dapat memperbesar peluang terjadinya infeksi
pada tali pusat seperti penolong persalinan yang kurang menjaga
kebersihan terutama pada alat-alat yang digunakan pada saat menolong
persalinan serta khususnya pada saat pemotongan tali pusat. Dalam
penanganan, biasakan mencuci tangan untuk pencegahan terjadinya
infeksi (Danuatmadja, 2003).
b) Proses persalinan
Persalinan yang tidak sehat atau pula yang dibantu oleh tenaga non
medis. Kematian bayi yang diakibatkan oleh tetanus ini terjadi saat
pertolongan persalinan oleh dukun pandai, terjadi pada saat
memotong tali pusat menggunakan alat yang tidak steril dan tidak
diberikan obat antiseptik.
c) Faktor tradisi
Untuk perawatan tali pusat juga tidak terlepas dari masih adanya
tradisi yang berlaku di sebagian masyarakat contohnyaa dengan
memberikan berbagai ramuan-ramuan atau serbuk-serbuk yang dipercaya
bisa membantu mempercepat kering dan lepasnya potongan tali
pusat. Ada yang mengatakan tali pusat bayi itu harus diberi abu-abu
pandangan seperti inilah yang seharusnya tidak boleh dilakukan karena
justru dengan diberikannya berbagai ramuan tersebut kemungkinan
terjangkitnya tetanus lebih besar biasanya penyakit tetanus
neonatorum ini cepat menyerang bayi, pada keadaan infeksi berat hanya
beberapa hari setelah persalinan jika tidak ditangani biasa menyebabkan
meninggal dunia (Mieke,2006). Masalahnya yaitu tali pusat merah dan
bengkak, mengeluarkan nanah atau berbau busuk (terinfeksi).

Penanganan Infeksi tali pusat local atau terbatas


a) Bersihkan tali pusat menggunakan larutan antiseptic (missal klorheksidin
atau iodium povidon 2,5%) dengan kain kasa yang bersih.
b) Olesi tali pusat dan daerah sekitarnya dengan larutan antiseptic (missal
gential violet 0,5% atau iodium povidon 2,5%) 8 kali sehari sampai tidak
ada nanah lagi pada tali pusat. Anjurkan ibu melakukan ini kapan saja bila
memungkinkan.
c) Jika kemerahan atau bengkak pada tali pusat meluas melebihi area 1 cm,
obati seperti sebagai infeksi tali pusat berat atau meluas.
Penanganan Infeksi tali pusat atau meluas
a) Ambil sampel darah dan kirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kultur
dan sensitivitas.
b) Beri kloksasilin per oral sesuai selama 5 hari.
c) Jika terdapat pustula atau lekuk kulit
d) Cari tanda-tanda sepsis.
e) Lakukan perawatan umum seperti dijelaskan untuk tali pusat local atau
terbatas.

 Tetanus Neonatorum

Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada


neonates (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani
yaitu kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat.

Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui pintu masuk
satu-satunya, yaitu tali pusat, yang dapat terjadi pada saat pemotongan tali pusat
ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya sebelum puput. Masa inkubasi
3-28 hari, rata-rata 6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, maka
biasanya penyakit lebih parah dan angka kematiannya tinggi.

Angka kematian kasus (case Fatality Rate atau CFR) yaitu sangat tinggi.
Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat, angkanya mendekati 100%,
terutama yang memiliki masa inkubasi kurang dari 7 hari. Angka kematian
kasus tetanus neonatorum yang dirawat di rumah sakit di Indonesia bervariasi
dengan angka kisaran 10,8-55%.

Faktor resiko untuk terjadinya tetanus neonatorum:


a. Pemberian imunisasi tetanus toksoid pada ibu hamil tidak dilakukan, atau
tidak lengkap atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
b. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat “3 bersih”.
c. Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
Kekebalan terhadap tetanus hanya bisa diperoleh melalui imunisasi TT.
Sembuh dari penyakit tetanus bukan berarti seseorang/bayi selanjutnya kebal
terhadap tetanus. Toksin tetanus dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan
penyakit tetanus, tidak cukup untuk merangsang tubuh penderita dalam
membentuk zat anti (anti bodi) terhadap tetanus. Itulah sebabnya seorang/bayi
penderita tetanus mesti menerima imunisasi TT pada waktu diagnosis dan/atau
setelah sembuh.

TT akan merangsang pembentukan antibody spesifik yang mempunyai


perannan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu hamil yang
mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya maka akan membentuk antibody
tetanus. Masuk dan menyebar melalui aliran darah janin ke seluruh tubuh janin,
yang akan mnecegah terjadinya tetanus neonatorum.

Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan sebanyak 2 kali (2 dosis). Jarak


pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT ke 2 dengan saat
kelahiran, sangat menetukan kadar antibody ttanus dalam darah bayi. Semakin
lama interval anatara TT pertama dan kedua, serta antara TT ke 2 dengan
kelahiran bayi maka kadar antibody tetanus dalam darah bayi akan semakin
tinggi, karena interval yang panjang mempertinggi respon imuonologik dan
diperoleh cukup waktu untuk menyebrangkan antibody tetanus dalam jumlah
yang cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya. Imunisasi TT pada
kehamilan sedini mungkin akan memberikan cukup waktu anatara dosis
pertama dan dosis kedua, seta anatar dosis kedua dengan kelahiran. Interval
imunisasi TT dosis pertama dengan dosis kedua minimla 4 minggu.

TT adalah anti gen yang sangat aman untuk wanita hamil. Tidak ada
bahaya bagi janin jika ibu hamil mendapatkan imunisasi TT. Pada ibu hamil
yang mendapatkan imunisasi TT tidk didapatkan perebedaan resiko cacat
bawaan ataupun abortus dengan mereka yang tidak mendapatkan imunisasi.

Gejala klinik tetanus neonaturum anatara lain sebagai berikut :


a. Bayi yang semula yang dapat menetek menjadi tidak menetek karena
kejang otot rahang dan faring (tenggorok).
b. Mulut bayi mencucu sepert mulut ikan.
c. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara, dan sentuhan.
d. Kadang-kadang disertai dengan sesak napas dan wajah bayi membiru.
e. Sering timbul komplikasi terutama bronckhopneumonia, asfiksia dan
sianosis akibat obstruksi jakan napas oleh lendir/secret, dan sepsis.

TANDA-TANDA Tiba-tiba bayi demam atau panas, mendadak bayi


tidak mau/ tidak bisa menetek (mulut tertutup
atau trismus), mulut mencucu seperti ikan, mudah
sekali kejang (misalnya kalau dipegang, kena
sinar, atau kaget-kaget), disertai sianosis, kuduk
menjadi kaku, posisi punggung melengkung,
kepala mendongak ke atas (atau opistotonus)
KATEGORI Tetanus neonatorum Tetanus neonatorum
sedang berat
PENILAIAN
>7 hari 0-7 hari
1. Umur bayi
2. Frekuensi
Kadang-kadang Sering
kejang
 Mulut mencucu  Mulut mencucu
3. Bentuk kejang

1. Posisi badan  Trismus  Trismus terus menerus

2. Kesadaran  Kejang rangsang (+)  Kejang rangsang (+)

3. Tanda-tanda  Opistotonus 
kadang- Selau opistotonus
infeksi kadang  Masih sadar
 Masih sadar  Tali pusat kotor
 
Tali pusat kotorLubang Lubang telinga
telinga bersih/kotor bersih/kotor
PENANGANAN
PUSKESMAS 1. Bersihkan jalan napas
2. Masukkan sendok atau spatel dibungkus kain
untuk menekan lidah
3. Beri oksigen
4. Atasi kejang dengan
 Diazepam 0,5 mg/kg/i.m atau supositoria
 Apabila masih kejang ulangi tiap 30 menit
 Ditambah luminal 30 mg/i.m sampai kejang berhenti

5. Infus glucose 10% sebanyak 80 ml/kg/hari


6. Antibiotika 1 kali (Penisilin Prokain 50.000
kg/hari/i.m)
7. Bersihkan tali pusat
8. Rujuk ke rumah sakit
1. Umur lebih dari 24 jam ditambah bikarbonas
natrikus 1,5 % (4:1)
2. Dosis anti kejang i.v.dengan dosis rumat
3. Diazepam 8-10 mg/kg i.v. di ganti tiap 6 jam
RUMAH SAKIT
4. ATS 10.000 U/hari i.m.
5. Ampisilin 100 mg/kg i.v. atau prokain
penisilin 50.000 U/kg i.m. selama 3 hari
6. Ruang perwatan tenang

Perawatan Lanjut Bayi Tetanus


a. Rawat bayi di ruang tenang dan gelap untuk menguragi rangsangan yang
tidak perlu, tetapi harus yakin bahwa bayi tidak terlantar.
b. Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan.
c. Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri asi peras diantara
peiode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan perhari dan
dinaikkan secara perlahan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai
jumlah yang diperlukan dalam dua hari.
d. Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan anjurkan untuk menyusu
ASI secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk menghisap.
e. Jelaskan kepada ibu bahwa angka kematian tetanus neonatorum masih
sangat tinggi (50% atau lebih), tetapi kalau bayi bisa bertahan hidup tidak
akan mempunyai dampak penyakitnya dimasa datang.
f. Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari, bayi minum baik dan
tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan dirumah sakit, maka
bayi dapat dipulangkan.

F. Asuhan Neonatus Pencegahan Infeksi


Berikan perawatan rutin bayi baru lahir :
a) Setelah enam jam pertama kehidupan atau setelah suhu tubuh bayi sudah
stabil, gunakan kain katun yang direndam dalam air hangat untuk
membersihkan darah dan cairan tubuh lain ( misal: dari kelahiran ) dari
kulit bayi, kemudian keringkan kulit. Tunda memandikan bayi kecil (
kurang dari 2,5 kg pada saat lahir atau sebelum usia gestasi 37 minggu )
hingga minimal hari kedua kehidupan.
b) Bersihkan bokong dan area perineum bayi setiap kali mengganti popok
bayi, atau sesering yang dibutuhan dengan menggunakan kapas yang
direndam dalam air hangat bersabun, kemudian keringkan area tersebut
secara cermat.
c) Pastikan bahwa ibu mengetahui peraturan posisi penempatan yang benar
untuk meyusui untuk mencegah mastitis dan kerusakan puting.

Pencegahan infeksi

Pencegahan infeksi adalah bagian terpenting dari setiap komponen perawatan


bayi baru lahir yang sangat rentan terhadap infeksi karena sistem imunitasnya
yang masih belum sempurna.
Kewaspadaan pencegahan infeksi

Disarankan bagi ibu atau siapapun yang kontak dengan bayi harus mempunyai
kewaspadaan akan terjadinya penularan infeksi. Kewaspadaan tersebut dapat
dapat dibangun melalui hal-hal berikut :
a) Anggaplah setiap orang yang kontak dengan bayi berpotensi menulatkan
infeksi
b) Cuci tangan atau gunakan cairan cuci tangan dengan basis alkohol
sebelum dan / atau sesudah merawat bayi
c) Gunakan sarung tangan bila melakukan tindakan
d) Gunakan pakaian pelindung, seperti celemek atau gaun lainnya bila
diperkirakan akan terjadikontak dengan darah dan cairan tubuh lainnya
e) Bersihkan dan jika perlu lakukan desinfeksi peralatan serta barang -
barang yang telah digunakan sebelum daur ulang
f) Bersihkan ruang perawatan pasien secara rutin
g) Letakkan bayi yang mungkin dapat terkontaminasi lingkungan, misalnya
bayi dengan diare yang terinfeksi di dalam ruangan khusus

Cara pencegahan infeksi


Berikut adalah beberapa cara untuk melakukan perncegahan infeksi
a) Cuci tangan dengan sabun dan air atau untuk lebih efektif gunakan cairan
pembersih tangan berbasis alkohol, pada saat sebelum dan sesudah
merawat bayi, sesudah melepas sarung tangan, dan sesudah memegang
instrumen atau baran kotor
b) Beri petunjuk pada ibu dan anggota keluarga lainnya untuk cuci tngan
sebelum dan sesduah memegang bayi
c) Basahi ke 2 dengan mencuci tangan selama 10-15 detik dengan sabun
dan air mengalir, setelah itu biarkan tangan kering di udara atau
dikeringkan dengan kertas bersih/handuk pribadi
d) Membersihkan tangan dengan cairan alkohol uang dibuat dari 2ml
gliserin dan 100ml alkohol 60%. Caranya basahilah seluruh permukaan
tangan dan jari dengan cairan pembersih tangan dan basuh atau gosok
cairan ke tangan sampai kering
e) Gunakan alat-alat perlindungan pribadi
f) Bila memungkinkan pakailah sepatu tertutup, jangab bertelanjang kaki
g) Gunakan sarung tangan untuk melakukan tindakan berikut
a. Memegang atau kontak dengan kulit yang lecet, jaringan dibawah
kulit atau darah (gunakan sarung tangan steril atau sarung tangan
DTT)
b. Memegang atau kontak dengan membran mukosa atau cairan
tubuh (wajib gunakan sarung tangan bersih )
b) Memegang atau kontak dengan barang yang terkontaminasi serta
akan membersihkan atau membuang kotoran (wajib gunakan
sarung tangan tebal dari bahan karet atau lateks)
h) Sarung tangan sekali pakai sangat dianjurkan, tetapi dapat juga dipakai
ulang
a) Dekontaminasi dengan merendam didalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
b) Cuci dan bilas
c) Sterilkan dengan autoclaf atau DTT lalu di rebus atau dikukus
d) Sarung tangan tidak boleh dipakai ulang lebih dari 3 kali
e) Jangan menggunakan sarung tangan yang robek, terkelupas, atau
berlubang

Perawatan umum
a) Gunakan sarung tangan dan celemek saat memegang BBL sampai dengan
memandikan bayi minimal 6 jam, dan tidak perlu memakai masker atau
gaun penutup dalam perawatan BBL
b) Bersihkam darah dan cairan bayi dengan menggunakan kapas yang
direndam dalam air hangat kemudian keringkan
c) Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok
atau setiap diperlukan dengan menggunakan kapas yang direndam air
hangat atau air sabun lali keringkan dengan hati-hati
d) Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sepsis adalah respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui
darah dan jaringan lain. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir
namun merupakan penyebab darI 30% kematian pada bayi yang baru lahir.
Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat
badannya yaitu kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi
laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai muncul dalam waktu 6 jam
setelah bayi lahir, namun kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah
lahir. Sepsis yang baru muncul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan
akibatkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini jika ada kesalahan yang tidak disengaja
maupun yang disengaja kami mohon saran dan kritik untuk menyempurnakan
dalam penulisan dan susunan kata – kata yang telah dijadikan dalam bentuk
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah S.SiT. 2010 .AsuhanNeonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta :
Trans info

Media Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta:
Infomedika.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta:
Infomedika.

Sudarti,M.Kes. 2010. Kelainanan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak. Yogyakarta
: Medical books

Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV.

Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai