Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PENDAHULUAN

TUJUH DIAGNOSA UTAMA


KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT KEPERAWATAN DIRI

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya,
kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan
perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting)
(Nurjannah, 2004).
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis
(Menurut Poter. Perry (2005).
Kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak
mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan
Wartonah 2000 ).

1.2 Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang
perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri
adalah :
Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang
kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan
termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah
kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas,
lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi
personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga
individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak–anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta
gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan
uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan
yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam
perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri
berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

1.3 Jenis – Jenis Perawatan Diri


1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk
melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan
kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan
untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri
(Nurjannah : 2004, 79 ).

1.4 Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan
defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
 Badan bau, pakaian kotor.
 Rambut dan kulit kotor.
 Kuku panjang dan kotor
 Gigi kotor disertai mulut bau
 penampilan tidak rapi
b) Psikologis
 Malas, tidak ada inisiatif.
 Menarik diri, isolasi diri.
 Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
 Interaksi kurang.
 Kegiatan kurang
 Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
 Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat,
gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

1.5 Dampak Yang Sering Timbul Pada Masalah Personal Hygiene


1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik
yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan
membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial.
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah
gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan
mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interakisosial.
Pohon Masalah

Resiko gangguan integritas kulit

Defisit keperawatan diri

Harga diri rendah Isolasi social : menarik diri

Rentang Respon
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat
diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya,
kamar mandi yang dekat dan tertutup.

Mekanisme koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (Stuart
& Sundeen, 2000) yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi
kebutuhan perawatan diri secara mandiri
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategorinya adalah tidak mau merawat diri.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Umur :
Alamat :
Pendidikan :
Agama :
Status :
Pekerjaan ;
Jenis kelamin :
Tanggal dirawat :
Tanggal pengkajian :
Ruang rawat :
Diagnosa medis :

II. ALASAN MASUK


a. Data primer
Px mengatakan malas mandi, gosok gigi.
b. Data sekunder
Baju kotor, Rambut acak acakan, Badan bau, Kulit kotor, Menggaruk tubuh

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG dan FAKTOR PRESIPITASI


Faktor presipitasi :kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

IV. FAKTOR PREDISPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu atau tidak
2. Pengobatan sebelumnya berhasil, kurang berhasil, atau tidak berhasil
3. a.Pernah mengalami penyakit fisisk (termasuk gangguan tumbuh kembang)
b.Pernah ada riwayat NAPZA seperti narkotika, penyalahgunaan
psikotropika, zat aditif (kafein, nikotin, alkohol) atau tidak
4. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan (peristiwa kegagalan,
kematian, perpisahan )
5. Riwayat penyakit keluarga: Ada/tidak Anggota keluarga yang gangguan
jiwa, (kalau ada : hubungan dengan keluarga, gejala, dan riwayat
pengobatan)

V. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : px terlihat kotor, bau, lusuh, kumal.
2. Tanda vital
TD :
N :
S :
P :
3. Ukur :
BB :
TB :
4. Keluhan fisik :

VI. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL (sebelum dan sesudah sakit)


1. Genogram
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
b. Identitas
c. Peran
d. Ideal diri
e. Harga diri
3. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti/terdekat
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
b. Kegiatan ibadah

VII.STATUS MENTAL
1. Penampilan
2. Pembicaraan
3. Aktifitas motorik/psikomotor
Kelambatan : (hipokinesia, hipoaktifitas, katalepsi, sub stupor katatonik,
fleksibilitas area)
Peningkatan : (hiperkinesia, hiperaktifitas, gagap, stereotipi, gaduh gelisah
katatonik, mannarism, katapleksi, tik, ekhopraxia,grimace, tremor,
otomatisma, negativisme, reaksikonversi, verbigerasi, berjalan kaku/rigid)
4. Afek dan emosi
a. Afek (adekuat, tumpul, dangkal/datar, inadekuat, labil, ambivalensi)
b. Emosi (merasa kesepian, apatis, marah, anhedonia, eforia, cemas, sedih,
depresi, keinginan bunuh diri)
5. Interaksi selama wawancara (bermusuhan, tidak kooperatif, mudah
tersinggung, kontak mata kurang, defensif, curiga)
6. Persepsi – Sensorik (Halusinasi, Ilusi, Depersonalisasi, Derealisasi,)
7. Proses Pikir (Arus pikir, isi pikir)
8. Kesadaran (Menurun, Meninggi, Hipnosa, Disosiasi, Gangguan Perhatian)
9. Orientasi (Waktu, Tempat, Orang, Resiko tinggi cidera, Gangguan Proses
Pikir)
10. Memori (Gangguan daya ingat jangka panjang (>1 Bulan), Gangguan daya
ingat jangka pendek (1 hari-1 bulan), Gangguan daya ingat saat ini (<24
jam), Amnesia, Paramnesia, Konfabulasi, Dejavu,Jamaisvu)
11. Tingkat Konsentrasi dan berhitung (mudah beralih, tidak mampu
berkonsentrasi, tidak mampu menghitung sederhana)
12. Kemampuan penilaian
13. Daya Tilik Diri (Mengingkari penderita yang diderita, menyalahkan hal-
hal diluar dirinya )

VIII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan (Mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
2. BAB / BAK (mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
3. Mandi (mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
4. Sikat Gigi (mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
5. Keramas (mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
6. Berpakaian /berhias (mandiri, bantuan minimal, bantuan total)
7. Istirahat dan tidur (lama tidur siang, lama tidur malam)
8. Penggunaan obat (bantuan minimal, bantuan total)
9. Pemeliharaan kesehatan
10. Aktifitas dalam rumah (mempersiapkan makanan, menjaga kerapihan
rumah, mencuci pakaian, pengaturan keuangan)
11. Aktifitas diluar rumah (belanja, transportasi, lain-lain)
IX. MEKANISME KOPING
Skor Keterangan Karakteristik

0 Tidak cukup informasi

1 Sangat berat Menyelesaikan masalah dengan memakai


mekanisme pertahanan ego disertai
perilaku menciderai diri
2 Berat Menyelesaiakan masalah dengan
memakai mekanisme pertahanan ego
3 Sedang Tidak mampu menyelesaiakan masalah
dengan cara adaptif meskipun telah
dibantu orang lain
4 Ringan Mampu menyelesaikan masalah dengan
cara adaptif dengan bantuan orang lain

X. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


o Masalah dengan dukungan kelompok
o Masalah berhubungan dengan lingkungan
o Masalah dengan pendidikan
o Masalah dengan pekerjaan
o Masalah dengan perumahan
o Masalah dengan ekonomi
o Masalah dengan pelayanan kesehatan
o Masalah lainnya

XI. ASPEK PENGETAHUAN


Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang
kurang tentang suatu hal ? seperti : penyakit/gangguan jiwa, sistem pendukung,
faktor presipitasi, mekanisme koping, penyakit fisik, obat-obatan, lainnya.
XII.ASPEK MEDIS
1. Diagnosis medik
2. Terapi medik

XIII. ANALISA DATA


No. DATA DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. DS : px mengatakan malas mandi, Deficit perawatan diri
gosok gigi.
DO : px terlihat kumal, bau, lusuh.

B. Diagnosa
Defisit perawatan diri
C. Rencana Tindakan Keperawatan

No TINDAKAN KEPERAWATAN
A Pasien
SP I
1 Mengidentifikasi penyebab defisit perawatan diri pasien
2 Berdiskusi dengan pasien tentang pentingnya kebersihan diri
3 Berdiskusi dengan pasien tentang cara menjaga kebersihan diri
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara mandi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekkan cara mandi yang baik
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3 Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam
jadual
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2 Menjelaskan cara berdandan
3 Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan
4 Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B Keluarga
SP I
1 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit
perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya
3 Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP II
1 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri
2 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan
diri
SP III
1 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat
(discharge planning)
2 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
A. Pengertian

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca


indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Klasifikasi

Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :


a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Etiologi

Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:


 faktor predisposisi
1. biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
a. penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b. beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang
berlebihan
c. pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.
2. Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang
terisolasi

 faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap
stressor dan maslah koping dapat mengindikasi kemungkinnan
kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
1. biologis
ganngguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

D. Fase halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada
pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien
tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien
sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak
mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika
klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan.

E. Tanda gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
F. Rentan respon Halusinasi
Rentan Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses pikir 1. Gangguan proses pikir


2. Persepsi akurat terganggu (waham)
3. Emosi konsisten dengan 2. Ilusi 2. Halusinasi
pengalaman 3. Emosi 3. Kerusakan proses emosi
4. Perilaku sesuai berlebihan/kurang 4. Perilaku tidak
5. Hubungan sosial 4. Perilaku tidak biasa terorganisir
harmonis 5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

(Stuart dan Laraia 2007)

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social dan
budaya secara umum yang berlaku didalam masyarakat, dimana individu menyelesaikan
masalah dalam batas normal yang meliputi :
1. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan oleh individu sesuai
dengan kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indra perasaan, dimana dapat
membedakan objek yang satu dengan yang lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai
sensasi yang dihasilkan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan individual sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku sesuai dengan cara berskap individu yang sesuai dengan perannya.
5. Hubungan social harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan berkomunkasi dengan
orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah dan tidak senang.
Sedangkan mal adaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku dimasyarakat, dimana
individu dalam menyelesaikan masalah tidak berdasarkan norma yang sesuai
diantaranya :
1. Gangguan proses pikir / waham adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan proses
pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran terkontrol, pikiran
yang terisi dan lain-lain.
2. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus berdasarkan informasi
yang diterima otak dari lima indra seperti suara, raba, bau, dan pengelihatan
3. Kerusakan proses emosi adalah respon yang diberikan Individu tidak sesuai
dengan stimulus yang datang.
4. Prilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang tidak
sesuai dengan peran
5. Isolasi social adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan

G. Patofisiologi
Menurut Trimelia ( 2012 ), pohon masalah pada klien dengan
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendenganran dan perabaan sebagai
beriku:

Resiko Prilaku Kekerasan

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi Sosial
H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :


1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang
data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Halusinasi
A. Identitas klien
Identitas ditulis lengkap seperti nama, usia dalm tahun, alamat,
pendidikan, agama, status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin, nomer
rekam medic dan diagnose medisnya.

B. Alasan Masuk
Menanyakan kepada klien/keluarga/pihak yang berkaitan dan tulis
hasilnya, apa yang menyebabkan klien dating ke rumah sakit, apa yang
sudah dilakukan oleh klien/keluarga sebelumnya atau dirumah untuk
mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
Pasien dengan halusinasi biasanya dilaporkan oleh keluarga bahwa
paien sering melamun, menyendiri dan terlihat berbicara sendiri, tertawa
sendiri.

C. Riwayat Penyakit sekarang dan Faktor Presipitasi


Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saaf ini,
penyebab munculnya gejala, uapaya yang dilakukan keluarga untuk
mengatasi dan bagaimana hasilnya.

D. Factor Predisposisi
Menanyakan apakah pasien perah mengalami gangguan jiwa dimasa
lalu, pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa
lalu, factor genetic dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang
tidak menyenagkan.

E. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan/berat
badan, ada/tidak keluhan fisik seperti nyeri dll.
F. Pengkajian Psikososial
1. Genogram
Membuat genogram beserta keterangannya, untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetic yang menyebabkan/menurunkan
gangguan jiwa
2. Konsep Diri
a. Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian
tubuhnya yang paling/tidak disukai
b. Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien
sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap suatu/ posisi tersebut,
kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.
c. Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran yang harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat
dan bagaimana kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran
tersebut.
d. Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan.
e. Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana
penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan lingkungan klien.
3. Hubungan social
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran
serta dalam kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak
hambatan dalam berhubungan dengan orang lain.
4. Spiritual
Apa agama/keyakinan klien. Bagaimana nilai, norma, pandangan dan
keyakinan diri klien, keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan
jiwa sesuai dengan norma budaya dan agam yang dianut.
G. Status Mental
1. Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara
berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah,
kontak mata.
2. Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat,
keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dll.
3. Aktivitas motorik (Psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicatat dalam
hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (tik,
seringan, tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar.
4. Afek dan emosi
Afek adalah nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relative
lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik seperti bangga,
kecewa.
Emosi adalah manifestasi afek yang ditampilkan/diekspresikan keluar,
disertai banyak komponen fisiologis dan berlangsung relative lebih
singkat/spontan seperti sedih, ketakutan, putus asa, kuatir atau gembira
berlebihan.
5. Interaksi selama wawancara
Bagaimana respon klien saat wawancara, kooperatif/tidak, bagaimana
kontak mata dengan perawat dll.
6. Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “ apakah anda sering
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara orang
yang tidak dapat anda lihat? Apa yang dilakukan oleh suara itu.
Memeriksa ada/ tidak halusinasi, ilusi.
7. Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagai mana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimna isi pikirnya realistis/ tidak.
8. Kesadaran
Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
9. Orientasi
Bagaimna orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang.
10. Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat.
11. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana
kemampuan berhitung klien.
12. Kemampuan penilaian
skor Keterangan karakteristik

0 Tidak ada Tidak cukup informasi

1 Sangat berat Keputusan yang diambil maladaptive


dan prilakunya berisiko
membahayakan diri sendiri dan orang
lain

2 Berat Penilaian yang diambil maladaptif

3 Sedang Tidak mampu membuat penilain


sederhana (konstruktif dan adaptif)
meskipun telah mendapatkan bantuan
orang lain

4 Ringan Mampu membuat penilaian sederhana


dengan bantuan orang lain

13. Daya tilik diri


Apakah klien mengingkari penyakit yang diderita, apakah klien
menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
H. Analisa Data
Data Problem

Subjektif: Gangguan sensori persepsi: halusinasi


 Pasien mengatakan mendengar
bisikan/melihat bayangan
 Pasien menyatakan senang dengan
suara-suara
Objektif:

 Pasien terlihat bicara sendiri, tertawa


sendiri, sering melamun, menyendiri
dan marah tanpa sebab

I. Diagnose keperawatan
Gangguan sensori persepsi: halusinasi

J. Intervensi
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi 1. Mendiskusikan maslah yang
pasien dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi halusinasi merawat pasien
pasien 2. Menjelaskan pengertian, tand
3. Mengidentifikasi waktu gejala dan jenis halusinasi yang
halusinasi pasien dialami pasien beserta proses
4. Mengidentifikasi frekuensi terjadinya
halusinasi pasien 3. Menjelaskan cara-cara merawat
5. Mengidentifikasi situasi yang pasien halusinasi
menimbulkan halusinasi
SP 2
6. Mengidentifikasi respon pasien
terhadap halusinasi 1. Melatih keluarga
7. Mengajarkan pasien menghardik mempraktikkan cara merawat
halusinasi pasien dengan halusinasi
8. Menganjurkan pasien 2. Melatih keluarga melakukan
memasukkan cara menghardik cara merawat langsung kepada
halusinasi dalam jadwal pasien halusinasi
kegiatan harian

SP 2
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien 1. Membantu keluarga membuat
2. Melatih pasien mengendalikan jadwal aktivitas dirumah
halusinasi dengan cara termasuk minum obat
bercakap-cakap dengan oang 2. Menjelaskan follow up pasien
lain setelah pulang
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan yang biasa dilakukan
pasien
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang penggunaan
obat secara teratut
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
Pengertian Isolasi Sosial : Menarik Diri
Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya
secara wajar dalam khalayaknya sendiri yang tidak realistis. Isolasi sosial
adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
mengatakan sikap negatif atau mengancam. (Dalami dkk, 2009).
Gangguan hubungan sosial merupakan suatu ganggguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam
berhubungan sosial. (Riyadi Sujono, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. (Dr.Keliat, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkaan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain di sekitarnya. (Yosep, 2007).
Berdasarkan definisi yang telah disebutkan sebelumnya, jadi dapat
disimpulkan bahwa isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan
interpersonal atau perasaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
akibat penolakan dan sikap negatif serta kepribadian yang tidak fleksibel
sehingga muncul perilaku maladaptif seperti menghindari/kehilangan
hubungan dengan orang, tidak mempunyai kesempatan untuk membagi
perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan, yang dimanifestasikan dengan
sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian sehingga fungsi hubungan sosial
seseorang terganggu.

Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi diantaranya
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu
tidak percaya diri, tidak percaya pada orang lain, tidak mampu merumuskan
keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku
tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri,
menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan. (Farida,
2010).

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial antara lain :
a. Menyendiri dalam ruangan
b. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
c. Sedih, afek datar
d. Perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
e. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak
bermakna
f. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
g. Tidak ad asosiasi antara ide satu dengan yang lainnya
h. Menggunakan kata-kata simbolik (neologisme)
i. Menggunakan kata yang tak berarti
j. Kontak mata kurang/tidak mau menatap lawan bicara Klien cenderung
menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun, berdiam diri.
(Farida, 2010).

Patofisiologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik
diri atau isolasi sosial yang disebabkan oleh perasaan tidak berharga yang
bisa dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangakan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku primitif antara lain pembicaraan yang austik dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi. (Dalami, 2009).

Rentang Respons

Respon Adaptif : Respon Maladaptif :


Solitude Kesepian
Autonom Menarik Diri
Kebersamaan Ketergantungan
Saling Ketergantungan Manipulasi
Implusif
Narkisisme
Keterangan rentang respon :
a. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
Adapun respon rentang adaptif tersebut :
 Solitude atau menyendiri
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan
menentukan langkah berikutnya.
 Otonomi
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-
ide pikiran dan perasaan dalam hubungan sosia. Individu mampu
menetapkan diri untuk inetrdependen dan mengatur diri.
 Mutuality atau Kebersamaan
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk memberi dan menerima.
 Interdependen atau Saling ketergantungan
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
b. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat. Karakteristik diri perilaku maladaptif tersebut
adalah :
 Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk tidak
berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketengan sementara
waktu.
 Manipulasi
Adalah hubungan sosial yang terdapat pada individu yang menganggap
orang lain sebagai objek dan bberorientasi pada diri sendiri atau pada
tujuan, bukan berorientasi pada orang lain. Individu tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
 Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan yang
dimiliki.
 Implusif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk
dan cenderung memaksakan kehendak.
 Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung. (Dalami, 2009).

Faktor penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan social
berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia
bayi sampai usia lanjut untuk dapat mengembangkan hubungan social
yang positif, diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilalui
dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang
perkembangan respon social maladaptif.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan
untuk mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh
satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian
pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita
skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya
8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
Faktor Presipitasi
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua,
kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.
Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
a. Stresor Biokimia
1) Teori dopamine yaitu kelebihan dopamin pada mesokortikal dan
mesolimbik serta tractus saraf dapat merupakan indikasi
terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan
MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka
menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya
skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan
pada pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami
penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical
seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-
gejala psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah
stuktur sel-sel otak.
b. Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
c. Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan
yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan
individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai
masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori
psikoanalisa perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat
menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah
serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga
perkembangan psikologis individu terhambat.

Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail, W
Staurt 2006). Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian
antisosial antara lain proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping
yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang splitting, formasi
reksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan
identifikasi proyeksi.

Perilaku
Pada klien gangguan sosial menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis,
sedih, afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun,
menyendiri, kurang peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri
rendah dan sikap tidur seperti janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada
gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang lain, sikap
bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien
dengan gangguan sosial manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri
dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan
dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2
elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri
dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang
berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan
listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Indikasi :
1) Depresi mayor
 Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada
perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat
badan yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang
menetap.
 Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau
memberikan respon membaik pada ECT.
 Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan
antidepresan atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
2) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain
atau terapi lain berbahaya bagi klien.
3) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi
bermanfaat pada skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini
meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan
lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa
adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya
secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang
dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan
maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga
diri seseorang.

Penatalaksanaan Keperawatan :
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
a. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
1) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat
kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama.
2) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta
mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif.
3) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan
isolasi sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien.
Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal,
kelompok dan massa.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

Pengkajian
a. Data yang dikaji
1. Wawancara :
 Merasa sepi
 Merasa tidak aman
 Hubungan tidak berarti
 Bosan dan waktu terasa lambat
 Tidak mampu konsentrasi
 Merasa tidak berguna
 Tidak yakin hidup
 Merasa ditolak.
2. Observasi
 Banyak diam
 Tidak mau bicara
 Menyendiri
 Tidak mau berinteraksi
 Tampak sedih
 Ekspresi datar dan dangkal
 Kontak mata kurang.

Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi Sosial : Menarik Diri

Intervensi Keperawatan
Intervensi Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

a. Pasien
SP 1 :
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
 Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain
 Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
 Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
 Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-
bincang dengan orang lain dalam kegiatan harian
SP 2 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang
 Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian
SP 3 :
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
 Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua
orang atau lebih
 Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
b. Keluarga
SP 1 :
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
 Menjelaskan cara - cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 :
 Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien isolasi sosial
SP 3 :
 Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat (Discharge planning)
 Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN PROSES PIKIR : WAHAM

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
A. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan, kekerasan, tidak
ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya. (Budi Anna
Keliat,1999).
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,
tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar
belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan
biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak
benar secara umum. (Tim Keperawatan PSIK FK UNSRI, 2005).
Waham adalah keyakinan keliru yang sangat kuat yang tidak dapat
dikurangi dengan menggunakan logika (Ann Isaac, 2004)

B. Tanda dan Gejala :


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung
C. Macam – macam waham yaitu :
1. Waham agama: percaya bahwa seseorang menjadi kesayangan
supranatural atau alat supranatural
2. Waham somatik: percaya adanya gangguan pada bagian tubuh
3. Waham kebesaran: percaya memiliki kehebatan atau kekuatan luar
biasa
4. Waham curiga: kecurigaan yang berlebihan atau irasional dan tidak
percaya dengan orang lain
5. Siar pikir: percaya bahwa pikirannya disiarkan ke dunia luar
6. Sisip pikir: percaya ada pikiran orang lain yang masuk dalam
pikirannya
7. Kontrol pikir: merasa perilakunya dikendalikan oleh pikiran orang lain

D. RENTANG RESPON WAHAM

Respon Adaptif <-----------------------------------> Respon Maladaptif


Pikiran Logis Distorsi Pikiran Gangguan Pikiran
Persepsi akurat Kadang ilusi Sulit berespon
Emosi Konsisten Reaksi Emosi Emosi
Perilaku sesuai Perilaku tidak sesuai Perilaku kacau

Rentang respon waham yaitu ada respon adaptif dan ada respon maladaptif :
Respon adaptif terdapat pikiran yang logis. Dibagi beberapa bagian :
a. Persepsi Kuat : dimana apa yang diyakini seseorang tersebut sangatlah
kuat dan tidak bisa di ganggu gugat, serta dapat dibuktikan kebenarannya.
b. Emosi Konsisten : pengalaman bisa membuat seseorang mengalami atau
mempunyai emosi yang stabil atau tetap.
c. Perilaku sesuai : perilaku tidak menyimpang dari kenyataan yang ada
d. Berhubungan sesuai : dalam berhubungan antar teman dan keluarga
berbeda, jadi seaharusnya dalam berhubungan kita harus dapat
menyesuaikan diri.
Dalam rentang respon ada Distorsi pikiran, terdiri dari :
a. Ilusi : keadaan proses berfikir yang tidak benar tentang mengartikan suatu
benda.
b. Reaksi Emosi : dimana tingkat emosi seseorang meningkat, tidak lagi
stabil atau konstan.
Rentang respon maladaptif terdapat gangguan pikiran. Terbagi beberapa masalah :
a. Sulit Berespon : sesorang yang terganggu pikirannya akan susah sekali
untuk diajak berinteraksi.
b. Emosi : dalam tingkatan ini emosi seseorang sudah tidak lagi bisa
terkontrol, dia mudah marah, dan mudah tersinggung.
c. Perilaku kacau : dimana seseorang berprilaku tidak sesuai dengan
keadaan, mereka menunjukan prilaku yang sesuai dengan pola pikir
mereka tersebut.

E. Penyebab
Faktor presdisposisi
 Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan menggangu hubungan interpersonal seseorang.
Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakir dengan gangguan
presepsi, klien menekankan perasaan nya sehingga pematangan fungsi
intelektual dan emosi tidak efektif
 Faktor sosial budaya
Seseorang yang merasa di asingkan dan kesepian dapat menyebabkan timbul
nya waham
 Faktor psikologis
Hubungan yang tidak harmonis, peran ganda bertentangan dapat menimbulkan
ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan
 Faktor biologis
Waham di yakini terjadi karena ada nya atrofi otak, pembesaran ventrikel di
otak atau perubahan pada sel kortikal dan lindik
 Faktor genetik
Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia

Faktor presipitasi
 Faktor sosial budaya
Waham dapat di picu karena ada nya perpisahan dengan orang yang berarti
atau di asingkan dari kelompok.
 Faktor biokimia
Dopamin, norepinepin, dan zat halusinogen lain nya di duga dapat menjadi
penyebab waham pada seseorang
 Faktor psikologis
Kecemasan yang memanjang dan terbatasan nya kemampuan untuk
mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk
menghindari kenyataan yang menyenagkan.

Salah satu penyebab dari perubahan proses pikir : waham yaitu Gangguan
konsep diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, dan merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda-tanda dan Gejala Waham
a. Menolak makan
b. Tidak ada perhatian pada perawatan diri
c. Ekspresi wajah sedih / gembira / ketakutan
d. Gerakan tidak terkontrol
e. Mudah tersinggung
f. Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Tidak bisa membedakan antara kenyataan dan bukan kenyataan
h. Menghindar dari orang lain
i. Mendominasi pembicaraan
j. Berbicara kasar
k. Menjalankan kegiatan keagamaan secara berlebihan

F. POHON MASALAH

Resiko ----- Resiko Perilaku Kekerasan

CP ---------- Perubahan proses pikir: waham

Etiologi ---- Gangguan konsep diri: harga diri rendah

G. Akibat dari Waham

Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri,


orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
1. Memperlihatkan permusuhan
2. Mendekati orang lain dengan ancaman
3. Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
4. Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
5. Mempunyai rencana untuk melukai

H. Proses Berpikir
Arus Pikir
a. Koheren : Kalimat / pembicaran dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial : Pembicaraan yangberbelit-belit tapi sampai pada tujuan
pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada tujuan
pembicaraan.
e. Asosiasi longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat yang
satu dengan kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik
lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada tujuan.
g. Blocking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali.
h. Perseverasi : Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara
berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum.
k. Irelefansi : Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau
dengan hal yang sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi : Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan
bunyi
m. Main kata-kata : Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi : Bisa sensorik (tidakmengerti pembicaraan orang lain), motorik
(tidak bisa atau sukar berbicara)

Isi Pikir
1. Obsesif : Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha
menghilangkannya
2. Phobia : Ketakutan yang pathologis / tidak logis terhadap obyek / situasi
tertentu
3. Ekstasi : Kegembiraan yang luar biasa
4. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diinginkan
5. Bunuh diri : Ide bunuh diri
6. Ideas of reference : Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu
kejadian yang dihubungkan dengan dirinya.
7. Pikiran magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-hal
yang mustahil / diluar kemampuannya
8. Alienasi : Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau asing
9. Rendah diri : Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan diri
sendiri tentang suatu hal yang pernah atu tidak pernah dilakukan
10. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal
dalam hidupnya

Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistic : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi /
wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut
pautnya dengan kenyataan, logika atau pengalaman.
I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan : Perubahan proses pikir : waham
Data Subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung.
Diagnosa Keperawatan
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Intervensi Keperawatan waham :
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mendiskusikan kebutuhan yang dirasakan keluarga dalam
tidak terpenuhi merawat pasien
3. Membantu pasien memenuhi 2. Menjelaskan pengertian, tanda
kebutuhannya gejala dan jenis waham yang
4. Menganjurkan pasien dialami pasien beserta proses
memasukkan dalam jadwal terjadinya
kegiatan harian 3. Menjelaskan cara-cara merawat
pasien waham

SP 2 SP 2
1. Mejadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga
pasien mempraktikkan cara merawat
2. Berdiskusi tentang kemampuan pasien dengan waham
yang dimiliki 2. Melatih keluarga melakukan
3. Melatih kemampuan yang cara merawat langsung kepada
dimiliki pasien waham

SP 3 SP 3
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. Membantu keluarga membuat
harian pasien jadwal aktivitas dirumah
2. Memberikan pendidikan termasuk minum obat
kesehatan tentang penggunaan 2. Mendiskusikan sumber rujukan
obat secara teratur yang bisa dijangkau keluarga
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN
PRILAKU KEKERASAN

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
A. Pengertian
Prilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan
kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain (Yosep, 2007; hal, 146). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis
(Depkes, RI, 2000).
Sedangkan menurut Carpenito 2000, perilaku kekerasan adalah keadaan
dimana individu-individu beresiko menimbulkan bahaya langsung pada dirinya
sendiri ataupun orang lain.
Jadi, perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan individu yang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan
dapat merusak lingkungan.

B. Etiologi
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri
rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai
tujuan/keinginan yang diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa
terancam dan cemas. Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan
cara lain tanpa mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan
kekerasan.

C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Perilaku Kekerasan


a. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural
yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
a) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi
atau menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan
sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan,
kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik
terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat
otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b) Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,
asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan
fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang
respons terhadap stress.
c) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku
agresif dengan genetik karyotype XYY.
d) Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku
agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis,
dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2. Teori Psikologik
a) Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b) Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru
karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika
perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki
persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap
perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan
orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan
hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah
dewasa.
3. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
1. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
2. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
3. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
6. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.

D. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan yaitu;
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak memiliki kemampuan mencegah atau mengendalikan perilaku
kekerasan

E. Rentang Respon
Rentang adaptif Respon Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Keterangan :
a. Asertif
individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan
memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kupuasan saat marah dan tidak dapat
menemukan alternative
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaanya
d. Agresif
Prilaku yang menyertai marah terhadap dorongan untuk menuntut tetapi
masih terkontrol
e. Kekerasan
Perasan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control

Perbandingan antara prilaku asertif, pasif, agrsif / kekerasan

Pasif Asertif Agresif


Isi Negatif menurun Positif dan Menyombongkan diri,
pembicar menandakan diit, menwarkan diri, memindahkan orang lain
aan contoh contoh : contoh
“dapatkah saya?” “saya dapat…. “ kamu selalu….”
“Dapatkah kamu “saya akan…. “kamu tidak pernah…”
?”
Tekanan Cepat lambat , Sedang Keras dan mengotot
suara mengeluh.
Posisi Menundukan Tegap dan santai Kaku, cenderung
badan kepala
Jarak Menjaga jarak Mempertahankan Siap dengan jarak dan
dengan sikap acuh jarak yang nyaman menyerang orang lain
mengabaikan
Penampil Loyo, tidak dapat Sikap tenang Mengancam posisi
an tenang menyerang
Kontak Sedikit/ sama Mepmpertahankan Mata melotot dan di
mata sekali tidak kontak mata sesuai pertahankan
dengan hubungan
F. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai orang lain, diri sendiri,dan lingkungan

Perilaku kekerasan PPS


Halusinasi

Regimen terapeutik HDR kronis isolasi sosial


Inefektif

Koping keluarga berduka disfungsional


Tdk efektif

G. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Prilaku kekerasan
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penaktalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif

H. Data yang perlu dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu di kaji
Perilaku Kekersan Subjektif
Klien mengancam
Klien mengumpat dengan kata-kata kotor
Klien mengaatkan dendam dan jengkel
Klien mengatakan ingin berkelahi
Klien mengatakan menyalahkan dan menuntut
Klien meremehkan
Objektif
Mata melotot/pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah dan tegang
Postur tubuh kaku
Suara keras

Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain


sebagai berikut:
a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah
b. Stimulus lingkungan
c. Konflik interpersonal
d. Status mental
e. Putus obat
f. Penyalahgunaan narkoba

I. Diagnosa keperawatan.
Perilaku Kekerasan
J. Rencana Tindakan Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1

1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang


2. Mengidentifikasi tand gejala PK dirasaka keluarga dalam
merawat pasien
3. Mengidentifikasi PK yang
2. Menjelaskan pengertian PK,
dilkukan tanda gejala serta proses
4. Menidentifikasi akibat PK tejadinya PK
5. Menyebutkan cara mengontrol 3. Menjelaskan cara merawat
PK pasien dengan PK
6. Membantu pasien
mempraktikkan latihan cara
mengontrol PK
7. Mengnjurkan pasien SP 2
memasukkan dalam kegiatan
1. Melatih keluarga
harian
mempraktikkan cara merawat
SP 2 pasien dengan PK
1. Menevaluasi jadwal kegiatan 2. Melatih keluarga melakukan
cara merawat langsung kepada
harian pesien
pasien PK
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara fisik II
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan SP 3
harian 1. Membantu keluarga membuat
SP 3 jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
1. Menevaluasi jadwal kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
harian pasien setelah pulang
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara verbal
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 4
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Melatih pasien mengontrol PK
dengan cara spiritual
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP 5
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
2. Menjelaskan cara mengontrol
PK dengan minum obat
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
A. Definisi
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri
atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana
Keliat, 1998).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di
ekspresikan.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga
dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.(Stuart dan
Sundeen, 2005).
Harga diri rendah adalah penilaian negative seseorang terhadap diri dan
kemampuan yang diekspresikan secara langsung dan tidak langsung
(Bawlis,2002).
Seseorang yang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini
dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa –
apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan
daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung
bersikap pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Akan
ada dua pihak yang bisa disalahkannya, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara
negatif) atau menyalahkan orang lain (Rini, J.F, 2002).
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa harga diri rendah adalah
sebagai perasaan negative terhadap diri sendiri dalam kepercayaan diri yang gagal
mencapai keinginan.

B. Konsep Diri
Konsep diri terdiri atas komponen-komponen berikut ini :
1. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari
dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa lalu dan
sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi.
Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 1998).
2. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart &
Sundeen, 1998). Sering juga disebut bahwa ideal diri sama dengan cita – cita,
keinginan, harapan tentang diri sendiri.
3. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang bertanggung
jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikkan
individu (Stuart & Sundeen, 1998). Pembentukan identitas dimulai pada masa
bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi merupakan tugas utama
pada masa remaja
4. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran
yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu (Stuart &
Sundeen, 1998).
5. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart & Sundeen, 1998.

C. Rentang HDR
Rentang harga diri rendah :
1. Aktualisasi diri
Pengungkapan pertanyaan atau kepuasan dari konsep diri positif.
2. Konsep diri positif
Dapat menerima kondisi dirinya sesuai dengan yang diharapkannya dan sesuai
dengan kenyataan.
3. Harga diri rendah
Perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal
mencapai keinginan.
4. Kerancunan identitas
Ketidakmampuan individu mengidentifikasi aspek psikologi pada masa
dewasa, sifat kepribadian yang bertentangan perasaan hampa dan lain-lain.
5. Dipersonalisasi
Merasa asing terhadap diri sendiri, kehilangan identitas misalnya malu dan
sedih karena orang lain.
Kepribadian yang sehat mempunyai konsep diri sebagai berikut :
1. Konsep diri posistif
2. Gambaran diri yang tepat dan positif
3. Ideal diri yang realistis
4. Harga diri yang tinggi
5. Penampilan diri yang memuaskan
6. Identitas yang jelas

D. Proses Terjadinya Harga Diri Rendah


Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan
ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,kekalahan, dan
kegagalan, tetapi merasa sebagai seorang yang penting dan berharga.

Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan
diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.Umumnya
disertai oleh evalauasi diri yang negative membenci diri sendiri dan menolak diri
sendiri.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, missal harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, dll. Pada pasien yang
dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena prifasi yang kurang
diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang
tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik
Yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berpikir yang negative. Kejadian sakit
dan dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada
pasien gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa.

E. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak
realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman,
dan kultur sosial yang berubah
a. Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan
orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan
peran kerja, harapan peran kultural.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan
orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial
2. Faktor Presipitasi
a. Ketegangan peran
Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau
posisi
b. Konflik peran
Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
c. Peran yang tidak jelas
Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
d. Peran yang berlebihan
Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
e. Perkembangn transisi
Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
f. Situasi transisi peran
Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
g. Transisi peran sehat-sakit
Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan, prosedur
pengobatan dan perawatan.

F. Manifestasi klinis (Gejala dan Tanda)


Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap tindakan
penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok (botak) karena
pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
1. Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak ke RS
menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
2. Merendahkan martabat misalnya, saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
memang bodoh dan tidak tahu apa – apa.
3. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri, klien tak mau bertemu orang
lain, lebih suka menyendiri.
4. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan yang suram mungkin
memilih alternatif tindakan.
5. Mencederai diri dan akibat HDR disertai dengan harapan yang suram mungin
klien ingin mengakhiri kehidupan.
Menurut Struart & Sundden (1998) perilaku klien HDR ditunjukkan tanda – tanda
sebagai berikut :
1. Produktivitas menurun.
2. Mengukur diri sendiri dan orang lain.
3. Destructif pada orang lain.
4. Gangguan dalam berhubungan.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Rasa bersalah.
7. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
8. Perasaan negatif terhadap tubuhnya sendiri.
9. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
10. Pandangan hidup yang pesimis.
11. Keluhan fisik.
12. Pandangan hidup yang bertentangan.
13. Penolakan terhadap kemampuan personal.
14. Destruktif terhadap diri sendiri.
15. Menolak diri secara sosial.
16. Penyalahgunaan obat.
17. Menarik diri dan realitas.
18. Khawatir.

G. Akibat harga diri rendah berkepanjangan (kronis).


Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku
yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(DEPKES RI, 1998 : 336).

H. Patopsikologi
Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam
konsep diri seseorang yaitu Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung
harga diri rendah meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab
personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis. Faktor
yang mempengaruhi performa peran adalah peran gender, tuntutan peran kerja,
dan harapan peran budaya. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan
struktur sosial. Sedangkan faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi
trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian
yang megancam kehidupan dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran
atau posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak
aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari
lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak
mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif
dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien semakin tidak dapat
melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha mendapatkan rasa aman
tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman
itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan
mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan
diri dengan kenyataan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang
timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri rendah
yaitu mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri,
merasa gagal mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan, penurunan
produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, rasa bersalah,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, adanya keluhan
fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri secara
realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart & Sundeen,
1998, hal. 230).Melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak ditanggulangi secara
intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan proses pikir (curiga),
perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko terjadi amuk.
WOC
Isolasi Sosial Curiga Halusinasi Resiko amuk

Harga Diri Rendah


Distress spiritual Intoleransi aktivitas
Rendah

Defisit perawatan diri Kurang Percaya Diri


Rendah

I. Penatalaksanaan Medis
Menurut hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan
metodenya lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud
meliputi :
1. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup singkat.
b. Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
c. Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik untuk gejala
positif maupun gejala negative skizofrenia.
d. Tidak menyebabkan kantuk
e. Memperbaiki pola tidur
f. Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang hanya
diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan yaitu golongan
generasi pertama (typical) dan golongan kedua (atypical). Obat yang termasuk
golongan generasi pertama misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL,
dan Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone,
Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
2. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama. (Maramis,2005)
3. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall secara artificial
dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode yang dipasang satu atau dua
temples. Therapi kejang listrik diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan
denga terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik. (Maramis, 2005)
4. Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan rencana pengobatan untuk
skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan kekurangan klien. Teknik
perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan
kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan praktis
dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy aktivitas kelompok stimulasi
sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi realita dan therapy aktivitas
kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005). Dari empat jenis therapy
aktivitas kelompok diatas yang paling relevan dilakukan pada individu dengan
gangguan konsep diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok
stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi
adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait dengan
pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok, hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
J. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal
MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit
dan alamat klien.
b. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga
datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi
masalah, dan perkembangan yang dicapai.
c. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa
pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik,
seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
d. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan
keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek psikososial
1) Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2) Konsep diri
3) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan,
kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
f. Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien,
afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1) Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan
kembali.
2) Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta
membersihkan dan merapikan pakaian.
3) Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
4) Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
h. Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus
internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung
jawab kepada orang lain.
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan,
pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
j. Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
k. Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi,
psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Keliat ( 1999 ), diagnosa yang lazzim muncul pada pasien dengan
gangguan konsep diri : harga diri rendah adalah :
a. Gangguan harga diri rendaah
b. Keputus asaan
c. Isolasi sosial : menarik diri
d. Resiko perilaku social
3. Intervensi Keperawatan
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi kemampuan 1. Mendiskusikan masalah ynag
dan aspek positif yang dimiliki dirasakan keluarga dalam
pasien merawat pasien
2. Membantu pasien menilai 2. Menjelaskan pengertian, tanda
kemampuan pasien yang masih gejala harga diri rendah yang
dapat digunakan dialami pasien beserta proses
terjadinya
3. Membantu pasien memilih
kegiatan yang akan dilatih sesuai 3. Menjelaskan cara-cara merawat
dengan kemampuan pasien pasien harga diri rendah
4. Melatih pasien sesuai dengan
kemampuan yang dipilih
SP 2
5. Memberikan pujian yang wajar
1. Melatih keluarga
terhadap keerhasilan klien
mempraktikkan cara merawat
6. Menganjurkan pasien pasien dengan harga diri rendah
memasukkan dalam jadwal
2. Melatih keluarga melakukan
kegiatan harian
cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah
SP 2
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP 3
harian pasien
1. Membantu keluarga membuat
2. Melatih kemampuan kedua jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
3. Menganjurkan pasien
memasukkan kedalam jadwal 2. Menjelaskan follow up pasien
kegiatan harian setelah pulang
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

Disusun Oleh :
RIZAL GINURUL RIZKI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BUDI LUHUR CIMAHI
2019
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk
menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa.
(Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka,
atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah
pada kematian.
(Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
(Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah
Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien
untuk mengakhiri kehidupannya.Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar
(2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain:
1) Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
2) Bunuh diri dilakukan dengan intensi
3) Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
4) Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak
langsung (pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang
menentukan kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel
kereta api.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri
sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a. Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif,
penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b. Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko
bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c. Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan,
kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup,
penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
d. Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan
tinfdakan bunuh diri.
e. Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko
bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak
seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam
bunuh diri, anatara lain:
a. Faktor mood dan biokimia otak.
b. Faktor riwayat gangguan mental.
c. Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d. Faktor isolasi sosial dan human relations.
e. Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f. Faktor religiusitas.

2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan,
melihat atau membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh
diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2. Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4. Impulsif.
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat
dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11. Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami
kegagalan dalam karier).
12. Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14. Pekerjaan.
15. Konflik interpersonal.
16. Latar belakang keluarga.
17. Orientasi seksual.
18. Sumber-sumber personal.
19. Sumber-sumber social.
20. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
D. Akibat
Klien dengan resiko bunuh diri dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya
atau mencederai dirinya, orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang
orang lain, memecahkan perabot, membakar rumah, dll.

E. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Resiko bunuh diri

Harga diri rendah

F. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan
darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan
terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu
menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung
pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan
besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah
dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan
beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik.

Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya.


Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat
terutama anti depresan dan psikoterapi.
G. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Masalah keperawatan
a. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
b. Resiko bunuh diri
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
2. Data yang perlu dikaji
a. Resiko bunuh diri
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya
hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba
bunuhdiri.

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


1) Data subjektif
a) Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b) Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
c) Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
d) Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e) Mengkritik diri sendiri
2) Data objektif
a) Merusak diri sendiri
b) Merusak orang lain
c) Menarik diri dari hubungan sosial
d) Tampak mudah tersinggung
e) Tidak mau makan dan tidak tidur
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
1) Data subyektif
Klien mengatakan marah dan jengkel kepada orang lain, ingin
membunuh, ingin membakar atau mengacak-acak lingkungannya.
2) Data obyektif
Klien mengamuk, merusak dan melempar barang-barang, melakukan
tindakan kekerasan pada orang-orang disekitarnya.
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Core Problem : Resiko bunuh diri
Diaggnosa Penyerta : Gangguan konsep diri : harga diri rendah (HDR)
I. RENCANA TINDAKAN KEPERAWAAN
Pasien Keluarga
SP 1 SP 1
1. Mengidentifikasi benda-benda 1. Mendiskusikan masalah yang
yang dapat membahayakan dirasakan keluarga dalam
pasien merawat pasien
2. Mengamankan benda-benda 2. Menjelaskan pengertian, tanda
yang dapat membahayakan gejala resiko bunuh diri dan
pasien jenis prilaku bunuh diri yang
3. Melakukan kontrak treatment dialami pasien beserta proses
4. Mengajarkan cara terjadinya menjelaskan cara-
mengendalikan dorongan cara merawat pasien resiko
bunuh diri bunuh diri
5. Melatih cara mengendalikan 3. Menjelaskan cara-cara
dorongan bunuh diri merawat pasien resiko bunuh
diri

SP 2
SP 2 1. Melatih keluarga
1. Mengidentifikasi aspek positif mempraktikkan cara merawat
pasien pasien dengan resiko bunuh
2. Mendorong apsien untuk diri
berpikir positif terhadap diri 2. Melatih keluarga melakukan
3. Mendorong pasien untuk cara merawat langsung kepada
menghargai diri sebagai pasien resiko dunuh diri
individu yang berharga
SP 3
1. Membantu keliarga membuat
SP 3 jadwal aktivitas dirumah
1. Mengidentivikasi pola koping termasuk minum obat
yang biasa diterapkan pasien 2. Mendiskusikan sumber
2. Menilai pola koping yang biasa rujukan yang biasa dijangkau
dilakukan oleh keluarga
3. Mengidentifikasi pola koping
yang konstruktif
4. Mendorong pasien memilih
pola koping yang konstruktif
5. Menganjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam kegiatan
harian

SP 4
1. Membuat rencana masa depan
yang realistis bersama pasien
2. Mengidentifikasi cara
mencapai rencana masa depan
yang realistis
3. Memberi dorongan pasien
melakukan kegiatan dalam
rangka meraih masa depan
yang realistis

Anda mungkin juga menyukai