Anda di halaman 1dari 23

MEMAHAMI PENGURUSAN JENAZAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata kuliah Pembelajaran Fikih
Dosen Pengampu : Dra. Siti Johariyah, M.Pd

Disusun oleh :
1. Isnaini Putri Rosyida (15480040)
2. Deni Setya Pratiwi (15480076)
3. Evita Nela Rizqi (15480083)
4. Isni’ul Inna Zahroh (15480099)

PGMI B
SEMESTER 2

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
PERIODE 2015-2016
KATA PENGANTAR

Bismilahirahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Alhamdulillahirrabil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah


SWT yang telah memberikan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Memahami Pengurusan Jenazah” dengan sebaik-baiknya.
Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu
menjadi suri tauladan bagi umatnya. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada
Ibu Siti Johariyah selaku dosen matakuliah Pembelajaran Fikih.
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran Fikih adalah sebagai bacaan alternatif bagi para pembaca agar dapat
lebih memahami tentang Fikih, khususnya dalam pengurusan jenazah.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca dibutuhkan agar penyusunan makalah selanjutnya lebih baik lagi. Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Yogyakarta, 25 Februari 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................i


KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1


A. Latar Belakang...........................................................................................1
B.Rumusan Masalah.......................................................................................1
C.Tujuan Penulisan Makalah .........................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3


A. Pengertian Jenazah ....................................................................................3
B. Kewajiban Memandikan Jenazah ..............................................................3
C. Orang yang Memandikan Jenazah .............................................................3
D. Tata Cara Memandikan Jenazah ................................................................5
E. Tata Cara Mengkafani Jenazah..................................................................7
F. Syarat dan Rukun Sholat Jenazah..............................................................10
G. Tata Cara Menguburkan Jenazah ..............................................................13

BAB III PENUTUP ................................................................................................17


A. Kesimpulan ................................................................................................17
B. Saran ..........................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam syariat Islam diajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami
kematian yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-
baik ciptaan Allah SWT dan ditempatkan pada derajat yang tinggi, maka Islam
sangat menghormati orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu,
menjelang menghadapi kehariban Allah SWT orang yang telah meninggal dunia
mendapatkan perhatian khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.
Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan 4 perkara, yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan dan
menguburkan orang yang telah meninggal tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang berkaitan dengan
pengurusan jenazah, antara lain :
1. Apa pengertian jenazah ?
2. Apa kewajiban memandikan jenazah ?
3. Siapa saja orang yang memandikan jenazah ?
4. Bagaimana tata cara memandikan jenazah ?
5. Bagaimana tata cara mengkafani jenazah ?
6. Apa syarat dan rukun dalam shalat jenazah ?
7. Bagaimana tata cara menguburkan jenazah ?

1
C, TUJUAN PENULISAN MAKALAH

Tujuan dari penulisan makalah Kepemimpinan Pendidikan yaitu untuk


mengetahui :

1. Pengertian jenazah
2. Kewajiban memandikan jenazah
3. Orang yang memandikan jenazah
4. Tata cara memandikan jenazah
5. Tata cara mengkafani jenazah
6. Syarat dan rukun dalam shalat jenazah
7. Tata cara menguburkan jenazah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab yang beararti tubuh mayat dan berarti
menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh mayat yang
tertutup.1
B. Kewajiban memandikan jenazah

Yang wajib dalam memandikan jenazah itu ialah menyampaikan air satu kali
ke seluruh tubuhnya, walaupun ia sedang junub atau haidh sekalipun. Lebih
utama meletakan mayat di tempat yang ketinggian, di tinggalkan pakaiannya dan
ditaruh diatasnya sesuatu yang dapat menutupi auratnya. Ini jika mayat itu bukan
mayat seorang anak kecil. 2

C. Orang yang Memandikan Jenazah

Mayat laki-laki dimandikan oleh orang laki-laki.

Utamanya untuk memandikan jenazah dengan orang yang terpercaya dan


mengerti hukum-hukum dan tata cara memandikan mayit karena memandikan
mayit memiliki hukum syar’i dan sifat (tata cara) yang khusus

Diutamakan dalam memandikan mayit adalah orang yang disebutkan dalam


wasiatnya jika mayit telah berwasiat agar dimandikan oleh orang tertentu

Stelah wasiat itu orang berikutnya adalah ayah mayit. Dia adalah orang yang
paling utama untuk memandikan anaknya karena dia memiliki hal yang khusus
dalam menyayangi dan belas kasih (lembut) kepada anaknya

1
M. Rizal Qasim, 2000, Pengamalan Fikih I, (Jakarta: Tiga Serangkai, 2000), hlm 209
2
Mahmud Abdul Lathif Uwaidah, Al-Jami ‘u al-Akhamash-shalat,(Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2008), hlm 117

3
Kemudian berkutnya adalah kakeknya karena ia sama dengan seorang ayah hal-
hal sebagai yang telah disebutkandisusul kemudian oleh orang yang lebih dekat
dan lebih dekat dari kerabatnya yang menerima ashabah dalam warisan baru
kemudian orang asing di luar kerabatnya

Massing2 dari sepasang suami istri boleh saling memandikkan. Suami boleh
memandikan istrinya dan istri boleh memandikan istrinya. Dikarenakan abu bakar
Radhiallahu anhu berwasiat agar jasadnya dimandikan oleh istrinya

Pria maupun wanita boleh memandikan mayit anak dibawah umur tujuh tahun,
baik mayit laki-laki maupun perempuan.3

Jika seorang perempuan meninggal sedangkan yang masih hidup semuanya


hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai suami, atau sebaliknya seorang laki-laki
meninggal sementara yang masih hidup hanya perempuan saja dan dia tidak
mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak dimandikan tetapi cukup
ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan memakai lapis tangan. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yakninya:
‫اذ ما تت ا لمر أ ة مع ا لر جا ل ليس معحم ا مر أ ة غير ها و ا لر جل مع النسا ء ليس معهن ر جل غيره فأ‬
)‫نهما ييممان و يد فنا ن و هما بمنز لة من لم يجد ا لما ء (رواه ه بو داود و ا لبيحقى‬
Artinya: “Jika seorang perempuan meninggal di tempat laki-laki dan tidak ada
perempuan lain atau laki-laki meninggal di tempat perempuan-perempuan dan tidak
ada laki-laki selainnya maka kedua mayat itu ditayamumkan, lalu dikuburkan,
karena kedudukannya sama seperti tidak mendapat air.” (H.R Abu Daud dan
Baihaqi)4

3
Zeld Husein, as Salatu “alal Mazahibil Arba’’ah, (Bogor: PT Pustaka Utera Antar Nusa, 1994), hlm.
429
4
Abdul Karim, Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah.(Jakarta: Amzah, 2004), hlm 120

4
D. Tata Cara Memandikan Jenazah
Setiap orang muslimyang meninggal dunia harus dimandikan, dikafani dan
dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan terkecuali bagi orang-orang
yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang muslim menurut jumhur
ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh
mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf. Adapun dalil yang menjelaskan kewajiban
memandikan jenazah ini terdapat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW,
yakninya:

‫ فى ا لذ ي سقط عن ر ا حلته فما ت ا غسلو ه بما ء و سد‬:‫عن ا بن عبا س ا ن ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم قا ل‬
)‫ر (رواه ا لبخرو مسلم‬
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW telah bersabda tentang orang
yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “mandikanlah ia dengan air dan daun
bidara.” (H.R Bukhari dan Muslim)
2. Syarat bagi orang yang memandikan jenazah
a. Muslim, berakal, dan baligh
b. Berniat memandikan jenazah
c. Jujur dan sholeh
d. Terpercaya, amanah, mengetahui hukum memandikan mayat dan
memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta mampu menutupi
aib si mayat.

3. Mayat yang wajib untuk dimandikan


a. Mayat seorang muslim dan bukan kafir
b. Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir dalam keadaan sudah meninggal
tidak dimandikan
c. Ada sebahagian tubuh mayat yang dapat dimandikan
d. Bukan mayat yang mati syahid

5
4. Tatacara memandikan jenazah
Berikut beberapa cara memandiakan jenazah orang muslim, yaitu:
a. Perlu diingat, sebelum mayat dimandikan siapkan terlebih dahulu segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan mandinya, seperti:
1. Tempat memandikan pada ruangan yang tertutup.
2. Air secukupnya.
3. Sabun, air kapur barus dan wangi-wangian.
4. Sarung tangan untuk memandikan.
5. Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
6. Kain basahan, handuk, dll.
b. Ambil kain penutup dan gantikan kain basahan sehingga aurat utamanya tidak
kelihatan.
c. Mandikan jenazah pada tempat yang tertutup.
d. Pakailah sarung tangan dan bersihkan jenazah dari segala kotoran.
e. Ganti sarung tangan yang baru, lalu bersihkan seluruh badannya dan tekan
perutnya perlahan-lahan.
f. Tinggikan kepala jenazah agar air tidak mengalir kearah kepala.
g. Masukkan jari tangan yang telah dibalut dengan kain basah ke mulut jenazah,
gosok giginya dan bersihkan hidungnya, kemudiankan wudhukan.
h. Siramkan air kesebelah kanan dahulu kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
i. Mandikan jenazah dengan air sabun dan air mandinya yang terakhir dicampur
dengan wangi-wangian.
j. Perlakukan jenazah dengan lembut ketika membalik dan menggosok anggota
tubuhnya.
k. Memandikan jenazah satu kali jika dapat membasuh ke seluruh tubuhnya
itulah yang wajib. Disunnahkan mengulanginya beberapa kali dalam bilangan
ganjil.

6
l. Jika keluar dari jenazah itu najis setelah dimandikan dan mengenai badannya,
wajid dibuang dan dimandikan lagi. Jika keluar najis setelah di atas kafan
tidak perlu diulangi mandinya, cukup hanya dengan membuang najis itu saja.
m. Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya harus dilepaskan dan dibiarkan
menyulur kebelakang, setelah disirim dan dibersihkan lalu dikeringkan
dengan handuk dan dikepang.
n. Keringkan tubuh jenazah setelah dimandikan dengan kain sehingga tidak
membasahi kain kafannya.
o. Selesai mandi, sebelum dikafani berilah wangi-wangian yang tidak
mengandung alkohol.

E. Tata Cara Mengkafani Jenazah

Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus jenazah dengan


sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain. Hukum mengkafani
jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah fardhu kifayah. Dalam sebuah hadist
diriwayatkan sebagai berikut:
‫ها جر نا سع ر سو ل ا هلل صلى ا هلل عليه و سلم كلتمس و جه ا هلل فو قع ا جرنا على هللا فمنا من ما ت لم يأ كل‬
‫ ا ذا غطينا بها ر أ سه خر جت‬,‫من ا جر ه شأ منهم مصعب ا بن عمير قتل يو م ا حد فلم نجد ما لكفنه ا ال بر د ة‬
‫ و ا ذا غطينا به ا ر جليه حر ج ر أ سه فأ مر نا ا لنبي صلى ا هلل عليه و سلم ا ن نغطي ر أ سه و ا ن‬,‫ر جال ه‬
)‫نجعل على ر جليه من ا ال ذ خر (رواه ا لبخا ر ى‬
Artinya: “Kami hijrah bersama Rasulullah SAW dengan mengharapkan keridhaan
Allah SWT, maka tentulah akan kami terima pahalanya dari Allah, karena diantara
kami ada yang meninggal sebelum memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga.
Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat
kain kafannya kecuali selembar kain burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah
kakinya dan jika kakinya tertutup, maka tersembul kepalanya. Maka Nabi SAW

7
menyuruh kami untuk menutupi kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua
kakinya.” (H.R Bukhari)
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih dan
menutupi seluruh tubuh mayat.
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah,
kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
a. Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar
dan luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
b. Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas
kain kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
c. Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang
mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
d. Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung
lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar
dengan cara yang lembut.
e. Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan
tiga atau lima ikatan.
f. Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka
tutuplah bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup
dengan daun kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan
kecuali sekedar menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang
ada.

8
2. Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lemabar kain putih, yang
terdiri dari:
a. Lembar pertama berfungsi untuk menutupi seluruh badan.
b. Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung kepala.
c. Lembar ketiga berfungsi sebagai baju kurung.
d. Lembar keempat berfungsi untuk menutup pinggang hingga kaki.
e. Lembar kelima berfungsi untuk menutup pinggul dan paha.
Adapun tata cara mengkafani mayat perempuan yaitu:
a. Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing
bagian dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup
dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan
wangi-wangian atau dengan kapur barus.
b. Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan
kapas.
c. Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.
d. Pakaikan sarung.
e. Pakaikan baju kurung.
f. Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
g. Pakaikan kerudung.
h. Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua
ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
i. Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.

9
F. Syarat dan Rukun dalam Shalat Jenazah

Menurut ijma ulama hukum penyelenggaraan shalat jenazah adalah fardhu


kifayah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yang berbunyi:
)‫صلو ا على مو تا كم (رواه ابن ما جه‬
Artinya: “Shalatilah orang yang meninggal dunia diantara kamu”
Orang paling utana untuk melaksanakan shalat jenazah yaitu:
a. Orang yang diwasiatkan si mayat dengan syarat tidak fasik atau tidak ahli
bid’ah.
b. Ulama atau pemimpin terkemuka ditempat itu.
c. Orang tua si mayat dan seterusnya ke atas.
d. Anak-anak si mayat dan seterusnya ke bawah.
e. Keluarga terdekat.
f. Kaum muslimim seluruhnya.

Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka disyaratkan padanya


syarat-syarat yang telah diwajibkan pada shalat-shalat fardhu lainnya, baik berupa
kesucian yang sempurna dan bersih dari hadats besar maupun kecil, menghadap
kiblat dan menutup aurat. Diriwayatkan dari Nafi oleh Malik bahwa Abdullah bin
Umar ra. Mengatakan “Tidak boleh seseorang menyembahyangkan jenazah kecuali
dalam keadaan suci”. Hanya terdapat perbedaan di antaranya dengan shalat-shalat
fardhu yang lain mengenai waktu, karena pada shalat jenazah ini tidaklah disyaratkan,
tetapi ia dapat dilakukan pada sembarang waktu bila ada jenazah.

Shalat jenazah mempunyai rukun-rukun yang mewujudkan hakikatnya,


hingga bila salah satu di antaranya tidak dipenuhi maka ia batal dan tidak dianggap
oleh syara. Rukun-rukun shalat jenazah sebagai berikut :

a. Berniat, berdasarkan firman Allah swt yang artinya : “Dan tidaklah mereka
dititah kecuali untuk mengabdikan diri kepada Allah, dengan mengikhlaskan

10
agama, khusus bagi-Nya semata”. Juga sabda Rasulullah saw yang artinya :
“semua amal perbuatan itu hanyalah dengan niat, dan masing-masing manusia
akan beroleh hasil menurut apa yang diniatkannya”. Niat tempatnya adalah di
dalam hati, dan mengucapkannya tidaklah disyari’atkan.
Lafal niat shalat jenazah:
a. Untuk mayat laki-laki
‫ ا ما ما هلل تعا لى‬/‫ ا صلى على هذ اا لميت ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬.b
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat laki-laki empat takbir fardhu kifayah
menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”
b. Untuk mayat perempuan
‫ ا ما ما هلل تعا لى‬/‫ ا صلى على هذ اا لميتة ار بع تكبير ا ت فر ض كفا ية مأ مو ما‬.c
“Sengaja aku berniat shalat atas mayat perempuan empat takbir fardhu
kifayah menjadi makmun/imam karena Allah ta’ala”

d. Berdiri bagi yang kuasa. Ini merupakan rukun menurut jumhur ulama. Maka
tidaklah sah menyembayangka jenazah sambil berkendara atau duduk tanpa
uzur.
e. Empat kali takbir. Takbir yang pertama membaca surat Al- Fatihah, kemudian
takbir yang ke dua membaca doa sholawat atas Nabi.

‫ا للهم صل على محمد و على ا ل محمد كما صليت على ا بر ا هيم و على ا ل ا براهيم و با رك‬
‫على محمد و على ا ل محمد كما با ر كت على ا بر ا هيم و على ا ل ا بر هيم فى ا لعا لمين ا نك‬
.‫حميد مجيد‬
Artinya: “Ya Allah berikanlah kesejahteraan kepada Muhammad dan
keluarganya, sebagaimana engkau telah memberikan kesejahteraan kepada
Ibrahim dan keluarganya. Berkatilah Muhammad dan keluarganya,
sebagaimana engkau telah memberkati Ibrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi bijaksana”
- Takbir ketiga dan membaca do’a untuk si mayat

11
‫ا للحم ا غفر له (ها) و ا ر حمه (ها) و عا فه(ها) و ا عف عنه (ها) و ا كر م نز له (ها) ووسع‬
‫مد خله (ها) و ا غسله (ها) بما ء و ثلج و بر د و نقه (ها) من ا لخطا يا كم ينقى ا لثو ب من ا لد‬
‫نس و ا بد له (ها) دا را خيرا من دا ر ه (ها) و ا هال خيرا من ا هله (ها) و ادخله (ها) ا لجنة و‬
.‫ا عنذ ه (ها) من عذا ب ا لقبر و عذا ب ا لنا ر‬
Artinya: “Ya Allah, ampunilah dia, kasihilah dia, maafkanlah dia dan
sentosakanlah dia, muliakan tempatnya, lapangkanlah kuburnya, sucikanlah
dia dengan air embun dan es, sucikanlah dia dari kesalahannya,
sebagaimana sucinya kain putih dari kotoran. Gantikanlah rumahnya dengan
rumah yang lebih baik daripada rumahnya, dan gantikan keluarganya dengan
keluarga yang lebih baik, masukkan ia kedalam syurga, dan jauhkan ia dari
siksa kubur dan siksa neraka.”
- Takbir keempat lalu diam sejenak dan membaca do’a
)‫ا للحم ال تحر منا ا جر ه (ها) وال تفتنا بعد ه (ها) و ا غفر لنا و له (ها‬
Artinya: “ Ya Allah janganlah Engkau tahan untuk kami pahalanya dan
janganlah engkau tinggalkan fitnah untuk kami setelah kepergiannya”5
Sesudah itu, kita memberi salam ke kanan dan ke kiri dengan menolehkan
kepala.6
f. Mengangkat dua tangan waktu takbir. Menurut sunnah tidaklah diangkat
kedua tangan pada shalat jenazah , kecuali waktu takbir pertama saja.
g. Membaca Al-Fatihah dan Shalawat Nabi secara sir (bisik-bisik).
h. Berdoa’a ini juga merupakan rukun atas kesepakatan para fukaha. 7
G. Menguburkan Jenazah
Disunnahkan membawa jenazah dengan usungan jenazah yang di panggul di
atas pundak dari keempat sudut usungan.

5
Abd. Ghoni Asyukur. Shalat Dan Merawat Jenazah. (Bandung: Sayyidah, 1989), hlm 110

6
Maftuh Ahnan, Risalah Shalat Lengkap, (Surabaya : Bintang Usaha Jaya, 2002), hlm 119-123
7
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 4, ( Bandung : PT Alma’arif, 1988), hlm 96-101

12
Disunnahkan menyegerakan mengusungnya ke pemakaman tanpa harus tergesa-gesa.
Bagi para pengiring, boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya, di samping
kanan atau kirinya. Semua cara ada tuntunannya dalam sunnah Nabi.

Para pengiring tidak dibenarkan untuk duduk sebelum jenazah diletakkan, sebab
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarangnya.

Disunnahkan mendalamkan lubang kubur, agar jasad si mayit terjaga dari jangkauan
binatang buas, dan agar baunya tidak merebak keluar.

Lubang kubur yang dilengkapi liang lahad lebih baik daripada syaq. Dalam masalah
ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Liang lahad itu adalah bagi kita (kaum muslimin), sedangkan syaq bagi selain kita
(non muslim).” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani
dalam “Ahkamul Janaaiz” hal. 145)

13
Lahad adalah liang (membentuk huruf U memanjang) yang dibuat khusus di dasar
kubur pada bagian arah kiblat untuk meletakkan jenazah di dalamnya.
Syaq adalah liang yang dibuat khusus di dasar kubur pada bagian tengahnya
(membentuk huruf U memanjang).

- Jenazah siap untuk dikubur. Allahul musta’an.

- Jenazah diangkat di atas tangan untuk diletakkan di dalam kubur.

- Jenazah dimasukkan ke dalam kubur. Disunnahkan memasukkan jenazah ke liang


lahat dari arah kaki kuburan lalu diturunkan ke dalam liang kubur secara perlahan.
Jika tidak memungkinkan, boleh menurunkannya dari arah kiblat.
- Petugas yang memasukkan jenazah ke lubang kubur hendaklah
mengucapkan: “BISMILLAHI WA ‘ALA MILLATI RASULILLAHI (Dengan

14
menyebut Asma Allah dan berjalan di atas millah Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wassalam).” ketika menurunkan jenazah ke lubang kubur. Demikianlah yang
dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam.

Disunnahkan membaringkan jenazah dengan bertumpu pada sisi kanan jasadnya


(dalam posisi miring) dan menghadap kiblat sambil dilepas tali-talinya selain tali
kepala dan kedua kaki.
- Tidak perlu meletakkan bantalan dari tanah ataupun batu di bawah kepalanya, sebab
tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya. Dan tidak perlu menyingkap wajahnya,
kecuali bila si mayit meninggal dunia saat mengenakan kain ihram sebagaimana yang
telah dijelaskan.

- Setelah jenazah diletakkan di dalam rongga liang lahad dan tali-tali selain kepala
dan kaki dilepas, maka rongga liang lahad tersebut ditutup dengan batu bata atau
papan kayu/bambu dari atasnya (agak samping).

15
- Lalu sela-sela batu bata-batu bata itu ditutup dengan tanah liat agar menghalangi
sesuatu yang masuk sekaligus untuk menguatkannya.

- Disunnahkan bagi para pengiring untuk menabur tiga genggaman tanah ke dalam
liang kubur setelah jenazah diletakkan di dalamnya. Demikianlah yang dilakukan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Setelah itu ditumpahkan (diuruk) tanah ke
atas jenazah tersebut.
- Hendaklah meninggikan makam kira-kira sejengkal sebagai tanda agar tidak
dilanggar kehormatannya, dibuat gundukan seperti punuk unta, demikianlah bentuk
makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam (HR. Bukhari).

- Kemudian ditaburi dengan batu kerikil sebagai tanda sebuah makam dan diperciki
air, berdasarkan tuntunan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam (dalam masalah
ini terdapat riwayat-riwayat mursal yang shahih, silakan lihat “Irwa’ul Ghalil”
II/206). Lalu diletakkan batu pada makam bagian kepalanya agar mudah dikenali.
- Haram hukumnya menyemen dan membangun kuburan. Demikian pula menulisi
batu nisan. Dan diharamkan juga duduk di atas kuburan, menginjaknya serta

16
bersandar padanya. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam telah melarang
dari hal tersebut. (HR. Muslim)

- Kemudian pengiring jenazah mendoakan keteguhan bagi si mayit (dalam menjawab


pertanyaan dua malaikat yang disebut dengan fitnah kubur). Karena ketika itu ruhnya
dikembalikan dan ia ditanya di dalam kuburnya. Maka disunnahkan agar setelah
selesai menguburkannya orang-orang itu berhenti sebentar untuk mendoakan
kebaikan bagi si mayit (dan doa ini tidak dilakukan secara berjamaah, tetapi sendiri-
sendiri!). Sesungguhnya mayit bisa mendapatkan manfaat dari doa mereka.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Berdasarkan uraian mengenai tata cara pengurusan jenazah dapat diambil


beberapa hikmah, antara lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati
dan masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia,
sehingga apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus
dengan sebaik-baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.8

8
Cara Penguburan Jenazah. http://novia2.blogspot.co.id/2014/06/makalah-agama-tata-cara-
pengurusan.html. Diakses pada tanggal 24 Februari 2016

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sepanjang uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya manusia
sebagi makhluk yang mulia di sisi Allah SWT dan untuk menghormati
kemuliannya itu perlu mendapat perhatian khusus dalam hal penyelenggaraan
jenazahnya. Dimana, penyelengaraan jenazah seorang muslim itu hukumnya
adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan kepada seluruh
mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh sebagian orang maka
gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun 4 perkara yang menjadi kewajiban itu ialah:
a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Menguburkan
Adapun hikmah yang dapat diambil dari tata cara pengurusan jenazah, antara
lain:
a. Memperoleh pahala yang besar.
b. Menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi diantara sesame muslim.
c. Membantu meringankan beban kelurga jenazah dan sebagai ungkapan
belasungkawa atas musibah yang dideritanya.
d. Mengingatkan dan menyadarkan manusia bahwa setiap manusia akan mati dan
masing-masing supaya mempersiapkan bekal untuk hidup setelah mati.
e. Sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia, sehingga
apabila salah seorang manusia meninggal dihormati dan diurus dengan sebaik-
baiknya menurut aturan Allah SWT dan RasulNya.

17
B. SARAN
Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini, pemakalah
berharap kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri
untuk menyambut kematian itu. Selain itu, pemakalah juga berharap agar
pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita semua serta dapat
mengajarkannya dengan baik ketika telah menjadi seorang guru di masa yang akan
datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Qasim M. Rizal. 2000. Pengamalan Fikih I. Jakarta: Tiga Serangkai

Lathif Uwaidah Mahmud Abdul. 2008. Al-Jami ‘u al-Akhamash-shalat. Bogor:


Pustaka Thariqul Izzah

Zeld Husein. 1994. as Salatu “alal Mazahibil Arba’’ah. Bogor: PT Pustaka Utera
Antar Nusa

Karim Abdul. 2004. Petunjuk Merawat Jenazah Dan Shalat Jenazah. Jakarta: Amzah

Ghoni Asyukur Abd. 1989. Shalat Dan Merawat Jenazah. Bandung: Sayyidah

Ahnan Maftuh. 2002. Risalah Shalat Lengkap. Surabaya : Bintang Usaha Jaya

Sabiq Sayyid. 1988. Fikih Sunnah 4. Bandung : PT Alma’arif

http://novia2.blogspot.co.id/2014/06/makalah-agama-tata-cara-pengurusan.html.
Diakses pada tanggal 24 Februari 2016

19

Anda mungkin juga menyukai