Anda di halaman 1dari 29

MODUL/BAHAN AJAR

PENGANTAR ILMU GEOLOGI

1. Pengertian Geologi

Secara Etimologis Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Geo


yang artinya bumi dan Logos yang artinya ilmu, Jadi geologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang bumi. Bumi merupakan salah satu planet yang
ada di sistem tatasurya kita. Bumi didiskripsikan berbentuk bulat pepat
dan berputar pada poros pendeknya. Jari-jari bumi ± 6.370 km, yang
terdiri dari benda padat (batuan), benda cair, dan gas (udara). Karena
Bumi tersusun oleh batuan, pengetahuan mengenai komposisi,
pembentukan, dan sejarahnya merupakan hal utama dalam memahami
sejarah bumi. Dengan kata lain batuan merupakan objek utama yang
dipelajari dalam geologi.

2. Ruang Lingkup Geologi

Secara keseluruhan bumi ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu :


1. Atmosfer, yaitu lapisan udara yang menyelubungi Bumi
2. Hidrosfer, yaitu lapisan air yang berada di permukaan Bumi
3. Biosfer, yaitu Lapisan tempat makhluk hidup
4. Lithosfer, yaitu lapisan batuan penyusun Bumi

Ruang lingkup pembelajaran geologi yaitu lithosfer yang merupakan


lapisan batuan penyusun bumi dari permukaan sampai inti bumi. Geologi
juga mempelajari benda-benda luar angkasa, dan bukan tak mugkin
suatu saat nanti kita dapat mengetahui keadaan geologi bulan atau
planet lainnya misalnya.

Cabang-cabang ilmu geologi : Kajian geologi memiliki ruang


lingkup yang luas, di dalamnya terdapat kajian-kajian yang kemudian
berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri walaupun sebenarnya ilmu-
ilmu tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling menunjang satu sama
lain. ilmu-ilmu tersebut yaitu :
1. Mineralogi, yaitu ilmu yang mempelajari mineral, berupa
pendeskripsian mineral yang meliputi warna, kilap, goresan, belahan,
pecahan dan sifat lainnya.
2. Petrologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan, didalamnya termasuk
deskripsi, klasifikasi dan originnya.
3. Sedimentologi, yaitu ilmu yang mempelajari batuan sediment,
meliputi deskripsi, klasifikasi dan proses pembentukan batuan
sediment.
4. Stratigrafi, yaitu ilmu tentang urut-urutan perlapisan batuan,
pemeriannya dan proses pembentukannya.
5. Geologi Struktur, adalah ilmu yang mempelajari arsitektur kerak
bumi dan proses pembentukannya.
6. Palentologi, yaitu ilmu yang mempelajari aspek kehidupan masa lalu
yang berupa fosil. Paleontology berguna untuk penentuan umur dan
geologi sejarah.
7. Geomorfologi, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk bentang alam dan
proses-proses pembentukan bentang alam tersebut. Ilmu ini berguna
dalam menentukan struktur geologi dan batuan penyusun suatu
daerah.
8. Geologi Terapan, merupakan ilmu-ilmu yang dikembangkan dari
geologi yang digunakan untuk kepentingan umat manusia, diantaranya
Geologi Migas, Geologi Batubara, Geohidrologi, Geologi Teknik,
Geofisila, Geothermal dan sebagainya.

Secara umum interior bumi terdiri dari daratan (benua, pulau-


pulau, lembah-lembah, dan pegunungan), serta lautan (lembah, palung,
serta pegunungan bawah laut). Puncak gunung tertinggi > 8.000 m dpl
(Pegunungan Himalaya), sedangkan palung yang terdalam mencapai
kedalaman > 10.000 meter di bawah muka laut (Palung Philipina).
Informasi utama dari susunan dalam bumi diketahui berdasarkan
informasi seismologi. Berdasarkan penyelidikan oleh H. Jeffreys dan K.E.
Bullen (1932-1942) yang mengacu pada penyelidikan E. Wiechert (1890-
an) dengan menggunakan cepat rambat gelombang P dan S, didefinisikan
pembagian bentuk dalam (lapisan-lapisan) dari interior bumi, yaitu terdiri
dari inti dalam, inti luar, mantel bawah, dan mantel atas, serta kerak
bumi (Gambar 1 dan 2), dimana :

A. Inti bumi (paling dalam), terdiri dari inti dalam (kedalaman 5.140-
6.371 km, padat, berat, dan sangat panas), inti luar (kedalaman
2.883-5.140 km, cair atau lelehan lebih ringan, dan sangat panas).

B. Mantel, terdiri dari mesosfer (kedalaman 350-2.883 km, padat,


bertekanan tinggi, panas, dan keras), astenosfer (kedalaman 100-350
km, lemah, mudah terdeformasi oleh panas dan tekanan, serta
plastis).

C. Litosfer (kerak bumi), kedalaman 0-100 km, padat, dingin, kaku,


rapuh, dan ringan, yang terdiri dari kerak benua (tebal), dan kerak
samudera (tipis).

Gambar 1. Interior dalam kerak bumi.


Kerak benua didominasi oleh batuan yang kaya Silikat, dekat
permukaan kaya dengan alumunium (SiAl), dan pada kedalaman yang
besar kaya akan magnesium (SiMa), lihat Gambar 2. Pada batas bawah
kerak bumi, terjadi penambahan cepat rambat gelombang dan disebut
dengan bidang diskontinuitas Mohorivicic, dan ini juga berarti terjadinya
perubahan komposisi mineral batuan (spesies mineral), yang
diinterpretasikan sebagai perubahan komposisi dari gabbro menjadi suatu
batuan ultrabasa (mineral dunit atau eklogit).

Kerak bumi yang merupakan bagian teratas dari interior bumi


yang langsung kontak dengan oksigen dan merupakan tempat akumulasi
mineral-mineral batuan merupakan sasaran utama dari ilmu genesa
endapan bahan galian untuk dapat mengetahui sebaran mineral-mineral
berharga. Keterdapatan mineral-mineral berharga tersebut sangat
bergantung pada jumlah (konsentrasi) mineral-mineralnya, serta letak
dan bentuk endapannya.

Gambar 2. Komposisi (susunan) irisan dalam bumi.


3. Kerak Bumi

Kerak bumi (earthcrust) merupakan padatan yang relatif dingin,


rapuh, dan kaku (rigid) dengan BJ lebih rendah sehingga seolah-olah
mengapung di atas mantel. Ini adalah bagian yang berada di permukaan
bumi sampai kedalaman ±100 km.

Karena adanya perbedaan panas yang sangat tinggi antara bagian


bumi yang tengah dengan bagian bumi yang lebih luar, maka akan terjadi
perbedaan tekanan dimana tekanan pada bagian dalam lebih besar,
sehingga pergerakan magma akan menghasilkan aliran konveksi di dalam
mantel. Lelehan magma yang lebih panas akan bergerak ke atas dan
lelehan magma yang lebih dingin tenggelam (seperti gerakan air panas
dan air dingin pada waktu kita menjerang air di atas kompor, Gambar 3).

Gambar 3.
Sketsa aliran panas pada pemanasan air di atas kompor, dan sketsa aliran
konveksi magma.

Akibat aliran konveksi lelehan magma tersebut lapisan kerak bumi


yang padat dan relatif rapuh yang ada di atasnya (mengapung) ikut
bergerak sesuai dengan gerakan lelehan magma. Pada suatu tempat
tertentu lapisan kerak bumi akan retak dan bergerak saling menjauh, dan
rekahan yang ditinggalkannya akan segera terisi oleh lelehan magma
yang kemudian juga akan membeku (disebut sebagai daerah regangan
dimana lempengan kerak bumi yang saling berdekatan menjauh),
contohnya pada laut yang dalam di tengah samudera (Atlantik, Pasifik,
dll).

Pada bagian bumi lain akan terjadi tumbukan antara lempeng-


lempeng yang saling mendekat sehingga akan terjadi penunjaman dari
salah satu lempeng tersebut. Lempeng yang lebih tipis (lempeng
samudera) akan menunjam di bawah lempeng benua yang relatif lebih
tebal, dan sering disebut sebagai sebagai zona subduksi (subduction
zone). Pada bagian yang menunjam akan meleleh menjadi magma dan
bagian dari lempeng yang lain akan mengalami perlipatan, pengangkatan,
dan pensesaran (Gambar 4).

Dengan adanya retakan/bukaan akibat terbentuknya sesar-sesar


tersebut maka pada bagian-bagian tertentu pada zona tersebut kadang-
kadang diterobos oleh lelehan batuan panas dari mantel (magma) dan
membentuk kantong-kantong lelehan batuan panas yang disebut sebagai
dapur magma (magma chamber).

Gambar 4. Sketsa terbentuknya zona subduksi

Kalau penerobosan tersebut berlangsung sampai mencapai


permukaan bumi, maka terjadilah pembentukan deretan gunung berapi.
Magma yang keluar akan menghasilkan material hasil letusan gunung api,
yang berupa tufa, lahar, maupun menghasilkan aliran lava panas yang
akan membentuk batuan lava di permukaan. Magma yang tidak mencapai
permukaan akan membeku di dalam bumi membentuk bermacam-macam
jenis batuan beku.

4. Pembentukan Batuan

Batuan merupakan suatu bentuk padatan alami yang disusun oleh


satu atau lebih mineral, dan kadang-kadang oleh material non-kristalin.
Kebanyakan batuan merupakan heterogen (terbentuk dari beberapa
tipe/jenis mineral), dan hanya beberapa yang merupakan homogen
(disusun oleh satu mineral atau monomineral). Tekstur dari batuan akan
memperlihatkan karakteristik komponen penyusun batuan, sedangkan
struktur batuan akan memperlihatkan proses pembentukannya (dekat
atau jauh dari permukaan).

Batuan kristalin terbentuk dari tiga proses (fisika-kimia) dasar,


yaitu kristalisasi dari suatu larutan panas (magma), presipitasi dari
larutan, serta rekristalisasi dari suatu bentuk padatan. Proses-proses
tersebut akan menghasilkan tipe atau produk akhir dari batuan sesuai
dengan kondisi atau tahapan pembentukannya, dan kadang-kadang
muncul sebagai suatu produk residual. Berdasarkan proses
pembentukannya batuan dapat dikelompokkan sebagai batuan beku,
batuan sedimen, dan batuan metamorf.

4.1 Batuan Beku

Batuan beku merupakan produk akhir dari magma, yang


merupakan suatu massa larutan silikat panas, kaya akan elemen-elemen
volatil, dan terbentuk jauh di bawah permukaan bumi melalui reaksi
panas (fusion) dari massa padatan. Bagian dari pelarutan pada bagian
tengah lapisan kerak bumi (hasil dari magma primer), biasanya
mempunyai komposisi basaltik, dan muncul di permukaan bumi melalui
proses erupsi membentuk batuan volkanik atau ekstrusif, atau melalui
pen-injeksian pada perlapisan atau rekahan-rekahan dalam kerak bumi
pada kedalaman yang bervariasi membentuk batuan hipabissal
(hypabyssal rocks). Magma-magma lain yang berasal dari larutan basaltik
yang melalui proses differensiasi kadang-kadang juga muncul ke
permukaan bumi.

Mineral-mineral yang pertama kali mulai mengkristal dari basalt


(pada temperatur 1100 ᴼC – 1200 ᴼC) membentuk mineral spinels
(kromit) & sulfida, mineral-mineral jarang, serta logam-logam berharga
(spt platinum), yang sering dikenal sebagai mineral-mineral aksesoris
yang terbentuk dalam jumlah yang sedikit pada tipe batuan tersebut.
Kadang-kadang pada temperatur terendah (pada range temperatur
pembentukan), mengkristal silikat yang kaya akan besi & magnesium
(olivin), sodium & kalsium (piroksen), serta kadang-kadang juga
mengandung potasium & air (mika dan amfibol). Seri (reaksi-reaksi)
pembentukan mineral pada batuan beku (basaltis) dipelajari oleh N.L.
Bowen, dan urutannya dikenal dengan Deret (Series) Reaksi Bowen
seperti yang terlihat pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Deret (Series) Reaksi Bowen


Gambar 6.
Deret reaksi Bowen, yang memperlihatkan sekuen kristalisasi dari larutan
magma

Pada deret ini dapat dipresentasikan dua urutan pararel, yaitu :

Seri kontinious, dimana tipe plagioklas berupa feldspar (mineral-mineral


felsik) yang terbentuk setelah kristalisasi, dan dengan proses yang
berkesinambungan dengan turunnya temperatur terbentuk komposisi
yang kaya akan kalsium (anortit) s/d komposisi yang kaya akan sodium
(albit).

Seri diskontinious, dimana mineral-mineral besi dan magnesium


terbentuk pada awal kristalisasi dari larutan dan terendapkan dengan
sempurna membentuk mineral-mineral baru dengan suatu sekuen reaksi
yaitu :

Olivine ® hypersthene ® augit ® hornblende ® biotit

Berdasarkan letak dan bentuknya, batuan beku dapat digambarkan


seperti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Sketsa pembentukan, letak, dan bentuk batuan beku

Batuan beku juga dapat dikelompokkan berdasarkan perbedaan susunan


kimianya, yaitu :

1. Batuan beku asam, dengan kandungan SiO2 > 55% (granit,


monzonit).

2. Batuan beku sedang, dengan kandungan SiO2 50-55% (granodiorit,


diorit, andesit).

3. Batuan beku basa, dengan kandungan SiO2 < 50% (basalt, gabro).

4. Batuan beku sangat basa (ultra basa), tidak mengandung SiO2,


tetapi mengandung banyak plagioklas dan ortoklas (peridotit,
hazburgit).

4.2. Batuan Sedimen

Karena adanya perubahan iklim (panas, dingin, kering, hujan) dan


reaksi dengan zat-zat lain yang ada di permukaan bumi, termasuk juga
pembuatan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka batuan yang ada
di permukaan bumi dapat berubah (terombak) sehingga menjadi tidak
kuat dan kompak lagi. Akibatnya batuan tersebut akan mudah tererosi
dan ter-transport oleh aliran sungai.

Secara umum proses-proses penghancuran pada bagian yang


tinggi (lapuk, longsor, dan erosi), proses-proses pengangkutan dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah oleh media air, serta
proses-proses pengendapan (sedimentasi) pada bagian yang lebih rendah
atau tenang (danau, sungai, lembah, rawa, dan laut), selalu berlangsung
di muka bumi. Kegiatan atau proses-proses tersebut akan terus
berlangsung sampai ribuan atau jutaan tahun, sehingga akan terjadi
pengompakan sehingga membentuk batuan-batuan sedimen yang
kompak (batupasir, batulanau, batulempung, breksi, batugamping, dll),
lihat Gambar 8.

Kekuatan batuan sedimen sangat bervariasi, tergantung dari


tingkat konsolidasi (umur), tingkat pelapukan, dan kandungan
materialnya. Batuan sedimen akan berkekuatan tinggi dan keras jika
terkonsolidasi kuat, berumur sudah tua (tersier atau lebih), masih segar,
mengandung material/mineral keras dan kuat (kuarsa, fragmen batuan
beku, dll). Sedangkan kalau masih muda (belum terkonsolidasi dengan
baik), sudah lapuk, dan mengandung banyak air atau terdiri dari material
lunak, akan bersifat lemah dan mudah digali/dibongkar.
Gambar 8.
Sketsa proses-proses pelapukan, erosi, transportasi, dan pengendapan batuan
sedimen (atas). Sketsa perlapisan pada batuan sedimen (bawah).

Batuan sedimen dapat tersebar sangat luas atau terbatas,


tergantung pada luas cekungan pengendapan dan material pembentuk
yang tersedia, juga pada kestabilan cekungan pada masa yang
bersangkutan, serta dapat juga bersamaan dengan pembentukan
cebakan endapan berharga/bahan tambang misalnya :

1. Pada proses pelapukan ® endapan nikel, laterit, bauksit, dll.

2. Pada proses pengendapan ® pasirbesi, timah, besi, batubara, pasir,


kaolin, batugamping, dll.

4.3. Batuan Hasil Aktivitas Gunung Api

Magma yang merupakan lelehan panas, pijar, dan relatif encer,


dapat bergerak dan menerobos ke permukaan bumi melalui rongga-
rongga yang terbentuk oleh proses tektonik (bidang sesar). Selain berupa
padatan, magma juga mengandung uap air dan gas yang bervariasi
komposisinya.

Pada saat menerobos ke permukaan bumi, magma yang agak


kental dan bertekanan rendah maka akan muncul berupa lelehan lava
panas yang mengalir dari kepundan/kawah ke lereng gunung, dan secara
pelan-pelan membeku mulai dari bagian ujung dan luarnya, sedangkan
bagian tengahnya masih akan mengalir dan meninggalkan rongga-rongga
di dalam lava (lava berongga).

Kalau magma tersebut encer dan bertekanan tinggi, maka akan


terjadi letusan gunung api. Sumbat kepundan akan hancur dan terlempar
ke sekitarnya dan bersamaan dengan itu sebagian magma panas juga
akan terlempar ke udara. Akibat dari letusan tersebut terjadi proses
pendinginan yang cepat, sehingga magma akan membeku dengan cepat
dan membentuk gelas (obsidian), tufa atau abu halus, lapili dan bom
(berupa batuapung dengan rongga-rongga gas). Material yang halus
(tufa) akan terlempar jauh dan terbawa angin ke tempat yang lebih jauh,
sedangkan bom, lapili, dan gelas, dan material-material lain yang
berukuran pasir dan kerikil akan jatuh di sekitar puncak gunung.

4.4. Batuan Metamorf

Batuan yang sudah ada/terbentuk, dapat juga mengalami


perubahan menjadi batuan lain oleh proses metamorfosa (suatu proses
yang dipengaruhi oleh aktivitas panas dan tekanan yang tinggi). Karena
perubahan temperatur, tekanan, atau temperatur dan tekanan (secara
bersama) akan merubah struktur dalam (kristal) dari mineral-mineral
yang menyusun batuan tersebut. Dalam proses metamorfosa ini dianggap
tidak ada penambahan unsur dari luar.

AB + CD ® AC + BD

Misalnya suatu batuan mengandung 2 mineral yang masing-masing


mempunyai unsur AB dan CD. Setalah proses metamorfosa yang
terbentuk adalah mineral baru dengan susunan unsur AC dan BD.

Contoh lain : CaCO3 ¾¾¾® CaCO3

(batugamping) (marmer)
Secara umum pada batuan metamorf dikenal mempunyai 3 macam
struktur, yaitu :

a. gneis, yang terdiri dari gabungan mineral-mineral pipih (mika) dengan


mineral bulat (kuarsa, garnet, silimanit, dll).
b. sekis, yang terdiri dari susunan mineral-mineral pipih (terutama
mika).
c. filit, yang terdiri dari mineral-mineral sangat halus (batu sabak).

4.5. Siklus Batuan

Secara alami semua batuan bisa berubah menjadi batuan lain


seperti yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Skema siklus batuan di alam

Keterangan :

1. Magma membeku membentuk batuan beku pada kerak bagian dalam.

2. Kerak dalam kalau terangkat —> di permukaan bumi.

3. Aktivitas atmosfir akan merubah batuan menjadi lapuk, tererosi,


tertransportasi dan diendapkan menjadi sedimen.

4. Karena beban dan konsolidasi serta penyemenan, sedimen berubah


menjadi batuan sedimen yang kompak dan keras.
5. Batuan sedimen dapat terangkat ke permukaan bumi. Atau
mengalami proses metamorfosa menjadi batuan metamorf. Batuan
sedimen juga bisa tenggelam (penunjaman) dan meleleh menjadi
magma baru (mantel).

6. Batuan metamorf dapat terangkat ke permukaan bumi atau


tenggelam menjadi magma baru (mantel).

7. Batuan beku juga dapat mengalami metamorfosa menjadi batuan


metamorf.

4. Stratigrafi

Secara umum stratigrafi diartikan sebagai suatu kesatuan ciri batuan


yang berbeda dengan di atas dan di bawahnya. Stratum dibatasi dari
stratum lainnya oleh bidang perlapisan atau ciri-ciri lain yang
membedakannya dari yang berbatasan.

Penggolongan batuan berdasarkan lapisan-lapisan batuan di bumi


menjadi satuan-satuan batuan berdasarkan ciri-ciri litologinya disebut
dengan litostratigrafi.

Beberapa konsep stratigrafi yang perlu diketahui antara lain :

1. Superposisi (Steno, 1669), yaitu lapisan yang lebih muda selalu


berada di atas lapisan batuan yang lebih tua.

2. Kedataran (Steno, 1669), yaitu susunan lapisan yang


kedudukannya tidak horizontal berarti telah mengalami proses
geologi lain setelah pengendapannya.

3. Kesinambungan (Steno, 1669), yaitu pada dasarnya batas hasil


suatu pengendapan berupa bidang perlapisan akan menerus sampai
penyebab kejadiannya menghilang pada suatu tempat.
Perubahan-perubahan posisi muka air laut (transgresi dan regresi) sangat
mempengaruhi proses pembentukan batuan sedimen tersebut sehingga
batuan sedimen yang terbentuk sangat tergantung pada kondisi
lingkungan pengendapan pada waktu tersebut (sekuen stratigrafi). Jika
hubungan antar lapisan tidak normal (karena urutannya tidak menerus,
atau karena sebagian lapisan hilang akibat proses geologi) dikenal
dengan istilah ketidakselarasan (unconformity).

Secara umum yang dapat dipelajari dari penampang stratigrafi suatu


daerah antara lain : mengetahui urutan-urutan pengendapan batuan di
daerah tersebut, mengetahui susunan batuan, ketebalan, dan hubungan
setiap lapisan, dapat memberikan gambaran dalam melakukan
interpretasi lingkungan pengendapan daerah tersebut.

5. Mineralogi

Mineral didefinisikan sebagai bahan/zat anorganik padat yang homogen,


terbentuk di alam dan mempunyai susunan kimia dan sistem kristal
tertentu. Beberapa contoh mineral dapat sebagai berikut.

Contoh beberapa mineral

Komposisi kimia
Sistem kristal
Nama mineral

Ca Co3
Rombohedral
Kalsit

Ca Co3
Ortorombik
Aragonit

PbS
Isometrik
Galena
Fe2O3
Rombohedral
Hematit

Fe2O4
Isometrik
Magnetit

NaCl
Isometrik
Halit

CaSO4
Ortorombik
Anhidrit

CaSO4 . 2H2O
Monoklin
Gipsum

C
Isometrik
Intan

C
Heksagonal
Grafit

FeS2
Isometrik
Pyrit

FeS
Heksagonal
Pyrotit
Ada bahan lain yang tidak dapat disebut sebagai mineral, misalnya : SiO2
(opal, karena amorf), C (batubara, karena merupakan bahan organik),
H2O (air, karena bukan benda padat).

Mineral dapat merupakan bahan berharga/bahan tambang seperti :


Cu5FeS4 (bornit, merupakan bijih tembaga), CuFeS4 (kalkopirit,
merupakan bijih tembaga), Fe2O3 (hematit, merupakan bijih besi),
Fe3O4 (magnetit, merupakan bijih besi), dll. Atau dapat merupakan
gangue (pengotor) bahan tambang (dibuang), misalnya : SiO2 (kuarsa,
pada tambang timah), FeS2 (pirit, pada tambang tembaga, emas), Na-Ca
Si3O8 (felspar, pada tambang timah primer), dll.

6. Struktur Geologi

Struktur geologi adalah suatu struktur atau kondisi geologi yang ada di
suatu daerah sebagai akibat dari terjadinya perubahan-perubahan pada
batuan oleh proses tektonik atau proses lainnya. Dengan terjadinya
proses tektonik, maka batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan batuan
metamorf) maupun kerak bumi akan berubah susunannya dari
keadaannya semula. Struktur geologi (makro) yang penting untuk
diketahui antara lain ; bidang perlapisan, sistem sesar, sistem perlipatan,
sistem kekar, dan bidang ketidakselarasan.

6.1 Bidang Perlapisan

Bidang perlapisan hanya ditemukan pada batuan sedimen, yaitu suatu


bidang yang memisahkan antara suatu jenis batuan tertentu dengan
batuan lain yang diendapkan kemudian, misalnya batas antara lapisan
batupasir dengan batugamping, atau batas lapisan batupasir yang satu
dengan batupasir lainnya yang dapat dibedakan (Gambar 10). Biasanya
batuan sedimen terdiri dari banyak sekali lapisan-lapisan yang berurutan
dari tua ke muda, sehingga banyak pula bidang perlapisannya. Bidang
perlapisan tersebut merupakan bagian yang lemah dibandingkan dengan
kekuatan batuan sedimennya, karena itu dalam analisis kemantapan
posisinya menjadi sangat penting.

Gambar 10. Skema susunan perlapisan batuan sedimen

6.2. Sistem Sesar

Sesar atau patahan (fault) adalah suatu bidang yang terbentuk karena
kekuatan batuan tidak dapat menahan lagi tekanan/beban yang ada
sehingga akhirnya batuan tersebut patah. Setelah terjadinya sesar
tersebut, kedua bagian yang tadinya berhubungan dapat bergeser naik,
turun, atau bergeser secara mendatar (Gambar 11).

Sesar yang terbentuk karena proses tektonik yang kuat umumnya tidak
berdiri sendiri (tunggal), tetapi akan menghasilkan sesar-sesar lain yang
lebih kecil di sekitarnya sehingga dapat membentuk suatu sistem sesar
yang kompleks (Gambar 12).
Gambar 11. Sketsa beberapa tipe sesar tunggal

Gambar 12. Sketsa sistem sesar.

6.3. Sistem Perlipatan

Karena aktivitas tektonik, lapisan batuan sedimen yang relatif elastis akan
mengalami tekanan yang tinggi dan terlipat, dan membentuk sistem
sinklin-antiklin. Pada sistem perlipatan maka lapisan batuan yang tadinya
mendatar akan berubah posisinya menjadi miring dengan sudut
kemiringan (dip) dan jurus (strike) yang bervariasi (Gambar 13 dan 14).
Gambar 13. Sketsa sistem perlipatan

Gambar 14. Sketsa bidang perlipatan

Apabila besarnya tegangan yang bekerja pada batuan sedimen tersebut


melampaui batas elastisnya, maka sistem tersebut akan mengalami
penyesaran dan pergeseran (Gambar 15). Sedangkan kalau tidak terlalu
besar, maka pada bagian-bagian tertentu mungkin akan terbentuk sistem
kekar tarik (pada batuan yang rapuh/getas).
Gambar 15. (a). Sketsa macam-macam perlipatan,
(b). Sketsa Perlipatan yang tersesarkan normal

Perlipatan menghasilkan bagian punggungan perlipatan yang disebut


sebagai antiklin dan bagian lembah yang disebut sebagai sinklin. Jarak
antara antiklin dengan sinklin di dekatnya juga bervariasi, tergantung
pada besarnya gaya yang membentuknya. Demikian juga mengenai
kemiringan yang terbentuk pada perlipatan tersebut, yaitu tergantung
pada amplitudo dan frekuensi yang terjadi.

Lapisan batuan yang tidak mendatar lagi (miring) posisinya dinyatakan


dalam jurus dan kemiringannya (strike/dipnya), sehingga dibutuhkan
interpretasi untuk mengkorelasikannya (Gambar 16).

Gambar 16.
Beberapa kemungkinan interpretasi singkapan yang telah mengalami
perlipatan.
6.4. Sistem Kekar

Seperti juga pada sesar dan perlipatan, kekar umumnya terbentuk karena
proses tektonik yang terjadi pada suatu daerah tertentu. Dalam hal ini
kekar merupakan akibat lanjutan dan proses pembentuk sesar atau
perlipatan. Kalau kekuatan suatu batuan (kuat tekan atau kuat tarik)
tidak sanggup lagi melawan tegangan yang ada, maka batuan tersebut
akan pecah atau retak. Jika ukuran dari retakan tersebut besar dan
terjadi pergeseran yang besar disebut terjadi sesar, sedangkan dalam
ukuran retakan tersebut kecil (hanya sampai beberapa meter) dan relatif
tidak terjadi pergeseran disebut sebagai kekar (Gambar 17).

Pada suatu batuan yang sama dalam daerah yang relatif kecil sering
terdapat beberapa pasang kekar yang berbeda (sistem kekar). Kekar-
kekar yang mempunyai orientasi (jurus dan kemiringan) sama disebut
sebagai satu set kekar. Dalam suatu sistem kekar bisa terdapat lebih dari
satu set kekar.

Gambar 17. Sketsa sistem kekar dan bidang kekar.

Permukaan bidang kekar ada yang halus, kasar, bergelombang, licin, dll,
tergantung pada jenis batuan, kekuatan batuan, besarnya gaya, dan jenis
gaya yang bekerja padanya.
Dalam analisis kekar yang perlu diperhatikan adalah : ukuran kekar
(persistensi), kekasaran bidang kekar, bukaan kekar (separation), isi
bukaan kekar (infilling), ada/tidaknya air pada kekar, besar aliran air
pada sistem kekar, orientasi bidang kekar (jurus dan kemiringan), jumlah
set kekar pada daerah yang sama, dan kerapatan/jarak kekar

6.5. Pengaruh Struktur

6.5.1 Terhadap kekuatan/kestabilan batuan

Adanya struktur sangat mempengaruhi kekuatan batuan, karena bidang-


bidang struktur tersebut jelas mengganggu kontinuitas kekuatan batuan,
baik dalam skala besar maupun kecil. Misalnya : batuan beku yang utuh
kuat sekali dan karena itu stabil tetapi apabila ada kekar atau sesar
kekuatannya akan berkurang (Gambar 18), sedimen berlapis (Gambar
19), dan batuan terkekarkan (Gambar 20).

Gambar 18. Pengaruh kekar pada blok batuan.


Gambar 19. Pengaruh kekar pada bidang perlapisan.

Gambar 20.
Batuan yang terkekarkan memberikan indikasi longsoran membaji

6.5.2 Terhadap mineralisasi


Struktur (terutama sesar dan sistem kekar), yang terbentuk sebelum
mineralisasi sangat penting artinya karena merupakan saluran dan
tempat berkumpulnya mineral berharga, terutama dalam pembentukan
endapan hidrothermal (Gambar 21). Contoh : endapan-endapan
hidrothermal Au, Cu, Pb, Zn, dll.
Gambar 21. Sketsa cebakan hidrothermal

Struktur yang terbentuk sesudah mineralisasi atau terbentuknya suatu


cebakan bahan galian akan memindahkan bahan galian tersebut ke
tempat lain, sehingga sulit dicari atau hilang (Gambar 22).

Gambar 22. Sketsa perpindahan cebakan bahan galian


DAFTAR PUSTAKA

Dunham, R.J., 1862, Clasifikasi of Carbonate Rocks According to


Depostional Texture, Amer. Assn. Pet. Geol. Mem. No: 1, pp 108-
121.

Graha, D.S. 1987., Batuan dan Mineral, Bandung.

Koesoemadinata, R.P. 1981. Prinsip-Prinsip Sedimentasi, ITB. Bandung.

Pendowo, B., 1985. Mengenal Batuan Beku, PPPG, Bandung.

Pettijohn, E.J., 1975. Sedimentary Rocks, Third Edition. Harper & Row.

Purbo, M.M., 1975, Peristilahan Geologi dan Ilmu yang berhubungan,


Universitas ITB., Bandung.

Simpson, B., 1966, Rock and Minerals, Pergamon Press.

Turner, F.J., and Verhoogen, J., 1960. Igneous Rock and Metamorphic
Petrology, John Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai