Anda di halaman 1dari 10

SETUJU PENERAPAN RELIGIOUS CULTURE di SEKOLAH

PRO

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang pendidikan menyebutkan antara lain pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Hal ini menunjukkan pendidikan berorientasi ke
masa depan dengan bertumpu pada potensi sumber daya manusia dan kekuatan budaya masyarakat,
sehingga meningkatkan mutu manusia dan masyarakat

Pembangunan pendidikan di Indonesia mengacu pada sistem pendidikan nasional yang didalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama dan mata pelajaran lainnya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang ini
dinyatakan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional
ini berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan jaman.

Di dalam Bab II Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan, dinyatakan bahwa pengelolaan pendidikan agama dilaksanakan oleh Menteri Agama, dan
bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan
mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni.

“Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas: (a) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, (b) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, (c) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, (d)
kelompok mata pelajaran estetika, (e) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan. ” (PP.
19/2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 6).

“Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B,
SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahun dan teknologi, estetika,
jasmani, olah raga, dann kesehatan.” (PP. 19/2005, pasal 7/1).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 5 tentang Standar Nasional Pendidikan
dijelaskan bahwa pendidikan agama mendorong peserta didik untuk taat menjalankan ajaran agamanya
dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Prinsip Pendidikan Agama lainnya adalah interkoneksitas antara ilmu agama, ilmu pengetahuan, dan
teknologi. Untuk itu kurikulum pembelajaran dalam pendidikan agama Islam lebih banyak mengenai dasar
pembentukan intelek dan komunikasi dengan dunia luar, karena hal ini dianggap sebagai upaya
“memanusiakan manusia.”

Selama ini masih berlaku sekolah dengan basis keagamaan hanya memberikan pelajaran agama sesuai
dengan ciri khas keagamaan sekolah tersebut. Di sekolah umum tidak menjadi persoalan, walaupun
pemerintah belum sepenuhnya secara merata menyediakan pengajar dan fasilitas yang memadai. Memang
konsekuensinya adalah sekolah harus menyediakan guru agama sesuai dengan agama siswanya,
menyediakan fasilitas pelajaran agama.
KONTRA

Menurut kami religious culture yang diadakan di sekolah umum tidaklah efisien dimana jam mata pelajaran
agama sendiri saja hanya 1 kali pertemuan dalam seminggu hal itu tidaklah cukup untuk membentuk
karakter anak yang sesuai dengan religious culture, jadi disini kami lebih setuju dengan penerapan religius
culture yang diterapkan di sekolah atau sebuah lembaga pendidikan / edukasi berbasis agama. Contohnya
saja SDI, MI, MA, Madin, Pesantren, SDK, SMPK, SMAK, Universitas agama, dan sebuah lembaga yang
mengajarkan peserta didiknya untuk lebih mendalami religius culture. Kegiatan-kegiatan ini dimaksudkan
untuk meningkatkan Emotional Quotient (EQ) adalah kecerdasan emosional dan Spiritual Quotient (SQ)
adalah kecerdasan berkaitan dengan keberagamaan (religious), dan ada pula gabungan dari EQ dan SQ ini
yaitu ESQ (Emotional Spiritual Quotient. Di dalam lembaga ini terdapat banyak sekali wadah bagi peserta
didik yang memiliki bakat atau minat di bidang agama yang dimana ini membutikan bahwa peserta didik ini
tidak dibatasi untuk berkarya dan mengeksplor dirinya. Peserta didik pun dapat menjadi sosok yang aktif
namun tetap pada jalan yang lurus.

Sistem Pendidikan Agama Dalam Pendidikan Nasional

(1) Pengertian pendidikan agama.

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian
dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-
kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. ” (Pasal 1/1, PP.
55/2007, tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan).

Kelembagaan pendidikan agama. Selain pendidikan agama, di dalam sistem pendidikan nasional
pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan keagamaan yang
berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (UU 20/2003, pasal 30/2).

Untuk buktinya kami mengambil salah satu dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, oleh Imran
Arifin, menunjukkan bahwa alasan yang mendasari pilihan masyarakat menyekolahkan anaknya ke salah
satu sekolah berbasis agama, berdasarkan dari hasil angket yang disebarkan tahun 1996, dapat diperoleh
keterangan bahwa alasan orang tua menyekolahkan anaknya secara berurutan adalah; (a) sitem pendidikan
yang mengkombinasikan mata pelajaran umum dan mata pelajaran keagamaan, (b) disiplin tinggi dan
dedikasi para guru cukup tinggi, (c) prestasi lulusannya cukup tinggi, (d) metode pengajaranya cukup baik
dan mudah diterima

25/03/18 ~ Madrasah dan lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, diniyah, dan perguruan tinggi Islam
adalah garda terdepan kampanye moderasi Islam di Indonesia. Sekolah berbasis agama ini harusnya jadi
bagian kebijakan strategis pendidikan nasional. "Bukan lagi sebagai subsistem," kata Kepala Biro Humas
Data dan Informasi, Mastuki, dalam siaran persnya belum lama ini.

Sebab, Madrasah memiliki banyak kelebihan yang tak dimiliki sistem pendidikan lain. Di antaranya, memiliki
keunggulan dalam integrasi agama dan sains yang dibutuhkan generasi bangsa ini.
MENOLAK PRAKTIK KEKERASAN DALAM MELAKSANAKAN DAKWAH

PRO

Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E
ayat (1) UUD '45: “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama
merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Jakarta, NU Online | Rabu, 12 April 2017 03:02 ~Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil
Siroj mengatakan, orang yang beragama itu seharusnya memiliki sifat dan sikap yang baik, berbudaya, dan
beradab. Baginya, agama adalah nilai-nilai universal. Ia meminta kepada seluruh umat Islam untuk
membangun persaudaraan (ukhuwwah) dan meninggalkan cara-cara kekerasan dan radikalisme dalam
berdakwah. “Cara-cara radikalisme itu akan mencoreng kesempurnaan, kemuliaan Islam itu sendiri, ”
jelasnya.

Abu Abdurrahman Al-Thalibi, tokoh islam Salafi, dalam rangka meluruskan beberapa kekeliruan para da ’I
salafi, menyebutkan beberapa latar belakang sikap keras yang terkesan dari para da ’i, diantaranya:

a. Kekerasan yang ditimbulkan oleh seorang da’i karena kurangnya keikhlasan dalam berdakwah
b. Kekerasan dari para pemuda-pemuda yang trelalu bersemangat dan tidak sabar untuk mencapai tujuan
dakwahnya
c. Kekerasan dakwah dari orang-orang yang tersisih dari pergaulan, tidak memiliki kebanggaan, dan tidak
memiliki pengakuan dari masyarakatnya
d. Kekerasan dari orang-orang yang pemikirannya sudah rancu
e. Kekerasan dari orang-orang yang memiliki kepentingan sempit dibalik dakwahnya
f. Kekerasan yang muncul sebagai bentuk respon atau reaksi orang-orang atas tekanan-tekanan politik,
ekonomi, maupun ketidak-adilan yang menimpa mereka.

Secara singkat, penyebab yang paling utama hingga menyebabkan orang melakukan tindakan kekerasan
atas nama agama ialah karena orang tersebut memiliki pandangan yang sangat sempit mengenai agama
tersebut atau dengan kata lain dia hanya melihat agama itu sebatas bentuknya saja tanpa memahami
substansi yang sesungguhnya, sehingga kekerasan yang dia lakukan dipandang sebagai tindakan yang benar
dalam agamanya menurut pandangannya.
KONTRA

Pendapat lain bahwa dakwah dengan cara kekerasan perlu dilakukan karena pelecehan ajaran agama,
fitnah, hasutan provokatif, pengrusakan nilai-nilai agama dan moral bangsa adalah kategori kriminal yang
jauh lebih terkutuk dari kekerasan.

Undang-Undang Nomor 1/PnPs/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama jo.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan
Presiden sebagai Undang-Undang (“UU Penodaan Agama”)

Dalam pasal 2 ayat (1) UU Penodaan Agama dinyatakan, dalam hal ada yang melanggar larangan
penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan
perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam
Negeri.

Kamis, 15/03/2018 10:14 ~ Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis sepakat atas
rencana penerapan hukum pancung (qisas) bagi pembunuh yang tengah digodok oleh Dinas Syariat Islam
Provinsi Aceh."Hukuman itu agar pelakukanya jera dan tak mengulangi lagi. Orang lain jadi takut
melakukannya karena ada hukuman yang setimpal," tutur Cholil. Bahkan Aceh juga menegakkan hukum
cambuk bagi pelanggar syariat agama.

Sistem hukum dan politik di Indonesia yang cenderung sekuler secara nyata telah membuat sebagian dari
nilai-nilai ajaran Islam tidak terakomodasi dalam perangkat hukum negara. Penyakit masyarakat yang
bersifat struktural, misalnya industri pornografi atau perjudian, harus dihadapi secara tegas baik dengan
pendekatan hukum maupun tekanan-tekanan politis. Pembiaran terhadap kejahatan sosial semacam ini
berpotensi membuahkan berbagai bentuk penyakit masyarakat yang pada akhirnya akan merusak berbagai
sendi nilai-nilai moral dan bahkan akidah umat Islam.

1. Islam mengajarkan untuk bersikap keras, tegas, dan lugas dalam dakwah ketika:

(a) Timbulnya pelanggaran terhadap pengharaman-pengharaman Allah dan saat ditegakkan hukum-hukum
had. (b) Timbulnya penentangan dan pelecehan terhadap dakwah. (c) Timbulnya penyimpangan dari
syari’ah yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak pantas hal itu terjadi pada dirinya. Seperti orang yang
paham tentang syari’at kemudian menyelisihinya. Demikian pula orang yang menentang Al Haq padahal
telah ditegakkan hujah atasnya dan lain-lain.

2. Sikap keras, tegas, dan lugas dalam dakwah dibenarkan apabila:

(a) Sikap lemah lembut dan kasih sayang tidak mampu merubah orang yang terus-menerus dalam
kemungkaran. (b) Dilakukan pada orang yang menentang Al Haq dan menampakkan kefasikan beserta
kejelekannya secara terang-terangan. (c) Menimbulkan mashlahat yang lebih besar daripada kerusakan.

3. Telah salah orang yang beranggapan bahwa Islam hanya mengajarkan dakwah dengan sikap lemah
lembut dan kasih sayang saja.

4. Dakwah dengan sikap keras, tegas, dan lugas jika pada tempatnya bukanlah suatu kezhaliman.

5. Dakwah dengan sikap keras, tegas, dan lugas yang pada tempatnya termasuk dakwah Ilallah yang
menggunakan hikmah. Karena Islam mengajarkan untuk berdakwah dengan sikap yang demikian pada
tempatnya. Mustahil Islam mengajarkan sesuatu yang tidak mengandung hikmah.
PRO

Berdasarkan artikel kompasiana seorang blogger melakukan observasi di salah satu SMK mengatakan bahwa kondisi
fisik dan psikologis yang berbeda antara murid perempuan dan murid laki-laki inilah yang mendukung perlu
dipisahnya siswa dan siswi di tempat belajar dalam kelas. Blogger tersebut juga sempat mewawancarai beberapa
murid yang
setuju dengan pemisahan tempat belajar antara siswa dan siswi karena:

- Murid laki-laki bersifat agresif, sering menganggu, cenderung meremehkan pelajaran, dan sulit diatur.
- Sedangkan murid perempuan lebih tenang saat pelajaran berlangsung

Pemisahan tempat belajar ini diklaim mendapat dukungan dari orang tua siswa mereka menilai sistem ini tidak hanya
mengurangi dampak dari disatukannya tempat belajarnya siswa siswi tetapi juga membuat pelajar lebih fokus dalam
belajar.

Pendapat ini didukung dengan pendapat wakil kepala sekolah sebuah SMA bidang kesiswaan Drs. Muzakkir “anak
lebih terarah dalam belajar karena kita tahu siswa SMA tingkat pubertasnya sangat tinggi dan meski ada pemisahan
tempat belajar tidak ada perbedaan proses belajar mengajar bagi siswa-siswa”

Dan juga dapat kita cermati apa yang dikatakan Drs. Muzakkir bahawa tingkat pubertas anak SMA sangat tinggi yang
jika dijabarkan tingkat pubertas inilah yang akan menghambat pembelajaran dikelas dimana bila siswa dan siswi
disatukan maka tidak menutup kemungkinan salah satu dari mereka akan mengalami perubahan perasaan akibat
berdekatan dengan lawan jenis sehingga konsentrasi belajarnya terganggu.

Hal ini sesuai dengan pengertian interaksi sosial menurut seorang psikolog Murdiyatmoko dan Handayani (2004)
Interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang
menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.

Menurut Raehanul Bahraen seorang pengamat mengemukakan pendapat lewat blognya "di tempat kita belum
sepenuhnya terjadi pemisahan yang ideal interaksi laki-laki dan wanita yang sejatinya oleh syariat diatur agar terpisah
semaksimal mungkin. Idealnya, kelas terpisah laki-laki dan wanita, kantor meminimalkan campur aduk dan interkasi
wanita serta diberbagai tempat,kemudian para wanita yang lebih banyak dirumah jika keluar rumah menutup aurat
dengan sempurna. Itulah idealnya, ini tidak aneh justru inilah idealnya dan sempurnanya pengaturan interaksi laki-laki
dan wanita."

Sehingga bisa kita ketahui berdasarkan pendapat ini tindakan minimal yang dapat dilakukan adalah memisahkan
tempat belajar antara siswa dan siswi
KONTRA

Kami tidak setuju terhadap mosi, karena dengan pemisahan tempat belajar akan menyebabkan siswa siswi men jadi
kurang berinteraksi. Sehingga tidak menutup kemungkinan akan ada kecanggungan ketika diperlukannya komunikasi
dan kerjasama antar keduanya. Perlu diperhatikan bahwa dengan munculnya masalah itu akan membuat kepribadian
anak yang harusnya terbuka menjadi tertutup akibat kecanggungan dengan lawan jenis.

Sedangkan menurut psikologi kita sebagai remaja atau manusia dituntut untuk melakukan interaksi sosial dengan
semua orang dan sebagai makhluk sosial kita juga membutuhkan bantuan orang lain dan saling bertimbal balik.

Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara individu, antara kelompok
maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya interaksi sosial :

Adanya kontak sosial (social contact)


Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, antar individu dengan kelompok, antar
kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung (face to face) maupun tidak langsung atau sekunder.
Yakni kontak sosial yang dilakukan melaui perantara, seperti melalui telepon, orang lain, surat kabar, dan lain-lain.
Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah pada
suatu pertentangan atau bahkan sama seali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

Adanya Komunikasi Sosial


yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin disampaikan orang
tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang
tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan
dapat diketahui oleh kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi
apa yang dilakukannya.

Dan kita tidak perlu khawatir tentang kedekatan antara siswa siswi yang dapat menimbulkan dampak negatif karena
pihak sekolah dapat mengembangkan sikap persahabatan dalam pengadaan kegiataan yang mendidik seperti belajar
kelompok dan penyuluhan mengenai pergaulan remaja. Sehingga remaja akan mampu memposisikan dirinya dalam
pergaulan teman sebaya dengan baik dapat mengembangkan identitas dirinya ke arah yang lebih baik dan positi f.
Pengaruh ini tidak hanya diberikan pada aspek kecerdasan sosial namun juga menyentuh aspek lain seperti emosi dan
kognitif.

Sekolah bisa menjadi fasilitator : dalam membantu perkembangan dan pembentukan identitas remaja tersebut
melalui teman-teman sebayanya. Sekolah dapat mengkontrol pergaulan remaja di sekolah, misalnya mengambil
ranah smp yang merupakan masa-masa yang rawan bagi seorang remaja.

Dan dengan dipisahkannya tempat belajar tersebut anak juga akan kurang semangat bersaing dalam meraih prestasi
karena ia cenderung sibuklebih dengan dunianya sendiri
PRO

Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Semangat
yang terkandung dalam sila ini ialah semangat untuk melawan segala bentuk tirani yang terejawantahkan ke dalam
sistem totalitarianisme dan otoritarianisme dalam pemerintahan. Semangat melawan tirani ini jelas semangat yang
quranik, karena Islam menolak dengan tegas kekuasaan yang terpusat kepada individu atau segelintir elit tertentu.
Kekuasaan yang terkumpul pada satu individu tertentu sangat rawan untuk disalahgunakan dan rawan dari kekeliruan
dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Dalam al-Quran ilustrasi tentang pemusatan kekuasaan dan kebenaran
hanya pada satu sosok tertentu terletak pada model kepemimpinan Fir’aun.

Untuk menghindari itu, al-Quran membuka kanal berupa musyawarah dan pembagian tugas dan wewenang
(kullukum ra’in) sebagai solusi agar kekuasaan tidak terpusat kepada satu sosok pemimpin. Nabi dalam QS. Qaf: 45
sering disebut sebagai wa ma anta alayhim bi-jabbar “Kamu bukanlah tipe orang yang bertindak semena-mena
terhadap mereka” dan dalam QS. al-Ghasyiyah: 22 lasta alayhim bi-musaytir “Kamu bukanlah tipe orang yang
otoriter”. Dua ayat ini cukup untuk dijadikan rujukan bahwa dalam Islam, tipe kepemimpinan yang otoriter sangatlah
dilarang. Ditambah lagi dengan penegasan untuk selalu bermusyawarah seperti yang dapat dilihat pada QS. al-
Baqarah: 233, Ali Imran: 159 dan as-Syura: 38 dan semangat pembagian kerja atau perwakilan seperti yang dapat kita
temukan pada QS. an-Nisa: 35 dan QS. Yusuf: 55.

Jika kita menolak sila keempat dari Pancasila ini, berarti dengan sendirinya kita menolak sistem perwakilan dan
musyawarah serta mendukung sistem otoriter dan itu artinya kita mengadopsi sistem otoritarianisme yang kufur.
Semangat perwakilan dan

Sila kelima, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika mereka menolak Pancasila, berarti mereka mengabaikan
keadilan dan membela kezaliman. Sila kelima dalam Pancasila sangat menjunjung tinggi keadilan, semangat yang
selalu digaungkan al-Quran dalam berbagai ayat-ayatnya. Dalam al-Quran, menjunjung tinggi keadilan merupakan
bentuk amal yang dekat dengan ketakwaan. Ayat-ayat yang berbicara mengenai keadilan dapat dilihat pada QS. An-
Nisa: 58, 135, al-Maidah: 8, al-An’am: 152-153, al-A’raf: 29, Hud: 84-86 dan lain-lain.

Dengan pendasaran teologis terhadap Pancasila dan melalui semangatnya yang sangat quranik, jelaslah bahwa tidak
tepat jika dasar sistem kenegaraan kita ini dianggap sebagai tidak Islami.

Meski secara nama, Pancasila tidak ada dalam al-Quran dan as-Sunnah, namun seperti yang ditegaskan imam al-
Ghazali, yang islami itu bukan sekedar ma nataqa an-nash ‘apa yang ada dalam al-Quran dan Sunnah’ tapi lebih dari
itu, yakni ma wafaqa as-syar’a ‘yang sesuai dengan semangat syariat’. Pandangan ini cukup untuk membantah
keyakinan bahwa semua hukum buatan manusia itu produk kekufuran. Selagi hukum tersebut bersesuaian dengan
syariat, tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal, maka jelas Pancasila dan UUD 45
sangatlah islami.

Singkatnya, siapa pun orangnya dan apapun pahamnya yang tegas-tegas menolak keesaan Allah, menentang
kemanusiaan, memecah belah persatuan, mengadopsi otoritarianisme dan menghancurkan sendi-sendi keadilan
itulah thagut sebenarnya. Jika jaringan teroris yang mengatasnamakan Islam melawan ini semua, bukankah dengan
sendirinya mereka itu salah satu thagut yang harus kita perangi?
KONTRA

Penyimpangan Demokrasi Terpimpin = Lembaga-lembaga negara mempunya inti Nasionalisme Agama Komunis
(Nasakom)

Bandung, (Tagar 20/9/2017) - Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Pasundan Tugiman mengatakan, paham
komunis tidak boleh berkembang karena beberapa alasan, antara lain, pertama jelas paham ini sangat bertentangan
dengan ajaran Pancasila, karena dari aspek teologi komunis melawan prinsip ketuhanan.

“Komunisme itu tidak mengenal adanya Tuhan, sedangkan di Indonesia dalam sila pertama Pancasila itu berbunyi
ketuhana yang Maha Esa,” tuturnya kepada tagar.id saat ditemui di kantornya, Bandung, Kamis (21/9).

Lalu, alasan kedua dari aspek ideologi. Jelas komunisme ini sangat berlainan dengan paham Pancasila. Perbedaan itu
nampak pada seluruh sila Pancasila. Sedangkan dari aspek sosial, komunisme mengajarkan kasta, Pancasila tidak,
sehingga jelas sangat bertentangan.

“Misalnya, pertentangan antara kelas buruh dan majikan, kaya dan miskin, tuan dan bawahan. Ini sangat rentan kalau
berkembang di Indonesia yang berbhineka tunggal ika ini,” katanya.

Contoh hal yang bertentangan dengan nilai keislaman :

1. Pemimpin harus laki-laki


Bukti : Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tidak pernah mengangkat pemimpin (amir) dari kaum wanita ; Imam shalat
tidak pernah seorang wanita, tetapi seorang laki-laki. Bahkan beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika sakit tidaklah
menyuruh istrinya untuk menjadi imam.

Mengapa Wanita Bukan Pemimpin?


Alasan Pertama : Akibat dari mengangkat pemimpin wanita

Abu Bakrah berkata,


“Tatkala ada berita sampai kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisro
(gelar raja Persia dahulu) menjadi raja, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda, ”Tidak akan bahagia suatu
kaum apabila mereka menyerahkan kepemimpinan mereka kepada wanita”. ” (HR. Bukhari no. 4425)

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,


“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-
laki) atas sebahagian yang lain (wanita)... (QS. An Nisaa’ : 34)

Allah Ta’ala berfirman,


“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmudan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahuludan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS.
Al Ahzab: 33)

2. Larangan mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara
kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al-Maaidah [5]:51).

Larangan mengangkat pemimpin orang-orang yang mempermainkan agama. Allah SWT berfirman: Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang yang membuat agamamu jadi
buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang
kafir (orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang beriman”. (QS. Al-
Maaidah [5]:57).
PRO

1. Langgar Kesusilaan

Pasal 45 ayat 1: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana

2. Penghinaan Dan/Atau Pencemaran Nama Baik

Pasal 45 ayat 3: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana

3. Pemerasan Dan/Atau Pengancaman

Pasal 45 ayat 4: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
PRO
4. Menyebarkan Berita Bohong dan Menyesatkan Yang Mengakibatkan Kerugian Konsumen

Pasal 45A ayat 1: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
dipidana

5. Menyebarkan Kebencian Atau Permusuhan Individu Dan/Atau Kelompok Masyarakat Tertentu Berdasarkan Atas
Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

Pasal 45A ayat 2: Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/ atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana
KONTRA

Internet merupakan gerbang pertama pengetahuan umat dan anak muda masa kini. Karena informasi yang disajikan
sangat luas, internet menjadi media yang sangat efektif untuk menyebarkan gagasan, mempengaruhi orang lain, dan
berkomunikasi.

Oleh kelompok radikal, internet digunakan untuk menyebarkan informasi mengenai radikalisme. Hal ini sebagaimana
dikutip dari jurnal “The Use of the Internet By Islamic Extremists” oleh Bruce Hoffman (2006) yang menjelaskan
Internet sebagai sarana efektif bagi kelompok radikal untuk mempromosikan “dialektika global” dimana kebangkitan,
kesadaran, aktivisme dan radikalisme dapat dirangsang di tingkat lokal dan dimobilisasi kepada proses yang lebih luas
melalui protes dan perbedaan pendapat.

Dalam kutipan lain pada kegiatan diskusi Membedah Pola Gerakan Radikal di Indonesia di Gedung Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Kamis (18/2/2016) M.Hamdan Basyar menjelaskan, penyebaran gerakan
radikal sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kecenderungan pemberitaan media. Bahkan menurutnya, media sosial
dan internet memiliki peran cukup berpengaruh dalam merubah kondisi sosial masyarakat.

Dari hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet aktif tahun 2015 di
Indonesia sebanyak 88,1 juta dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 252,4 Juta dan pengguna aktif
menggunakan media sosial 87,4%. Data tersebut menunjukkan bahwa, radikalisme sangat rentan disebarkan melalui
pengguna internet atau pengguna media sosial lainnya.

Mengapa paham-paham radikalisme memilih internet sebagai sarana untuk menyebarkan pemikiran dan pesan
mereka?

Pertama, internet memungkinkan kemudahan akses dan publikasinya tanpa memerlukan izin dari pemerintah serta
tidak ada pungutan biaya.

Kedua, sebagian besar pelaku paham radikal adalah masyarakat yang selalu aktif di dunia maya, di mana hal ini
memudahkan penyebaran pesan dengan sangat cepat.

Faktor ketiga adalah lemahnya kontrol pemerintah terhadap dunia maya.

Kelompok-kelompok radikal menggunakan beragam situs seperti Blogger, YouTube, Twitter dan Facebook untuk
tujuan-tujuan seperti penyebaran pemikiran, dorongan, perekrutan dan berbagi informasi.

Kemudahan mengakses internet menjadikan masyarakat aktif pengguna internet tentu akan selalu bertanya, belajar
keagamaan, dan lain sebagainya melalui media tersebut.

Ironisnya, apa yang dibaca langsung dipercaya dan disebarluaskan lagi tanpa mengetahui sumbernya atau mengecek
kembali benar atau tidaknya sebuah tulisan atau informasi yang diperoleh. Hal inilah yang membuat propaganda
radikalisme sering dilakukan lewat media sosial

Anda mungkin juga menyukai