Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memiliki kebebasan beragama. Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak
pernah membeda- bedakan golongan. Hal ini berlaku selama manusia itu mempergunakan akal
pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang diridhoi-Nya. Agama islam sangat
mentoleransi kepada agama-agam lain. Dalam kehidupan sehari hari agama islam berpengaruh
besar terhadap perkembangan diri kita untuk menjadi insan yang lebih baik dan bermanfaat bagi
orang lain. Banyak sekali peran serta fungsi agama islam dalam membentuk akhlak sesorang.
Salah satu contohnya agama islam berperan sebagai pedoman umatnya. Semakin dia dekat
dengan Allah semakin baik akhlak yang tertanam dalam dirinya dan sebaliknya. Oleh karena itu,
agama islam sangat menjunjung tinggi nilai nilai kebajikan dalam kehidupan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, rumusalan masalah dari makalah ini :
1. Apakah pengertian agama secara umum?
2. Apa peran dan funsi agama islam dalam kehidupan?
3. Apa hikmah agama islam dan sikap hidup beragama kepada sesama manusia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini :
1. Untuk menjelaskan pengertian agama secara umum.
2. Untuk menjelaskan peran dan funsi agama islam dalam kehidupan.
3. Untuk menjelaskan hikmah agama islam dan sikap hidup beragama kepada sesama manusia.
1.4 Manfaat Makalah
Manfaat dari penulisan makalah ini :
1. Memberi informasi mengenai pengertian agama secara umum.
2. Memberi informasi mengenai peran dan funsi agama islam dalam kehidupan.
3. Memberi informasi mengenai hak hikmah agama dan sikap hidup beragama kepada sesama
manusia.
1.5 Metode Penyusunan Makalah
1. Metode pustaka

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama Secara Umum

Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan
manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak
mengherankan jika secara internal muncul pendapat-pendapat yang secara apriori menyatakan
bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang
bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi.
Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari
langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan Yahudi.—-dan
agama Wad’i atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh
berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao,
Khonghucu dan berbagai aliran keagamaan lain atau kepercayaan.
Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena
pandangan-pandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab
Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-
pemuka agama itu sendiri merupakan bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri dari
budaya dalam masa kehidupannya, manusia selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia
berpikir dan berperilaku.
Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata “Agama” pada umumnya; berdasarkan
Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-
GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A
bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal”
Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan
UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau
hampa”, GA berarti “genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”,
sehingga agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan
istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan
kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti “angin atau udara” sehingga
dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan sarana air, api,
kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung
arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”,
sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan.

2.2 Peran dan Fungsi Agama Islam dalam Kehidupan


Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia,
antara lain adalah :
 Karena agama merupakan sumber moral
 Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
 Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
 Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala
duka.
Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak
mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan
untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang
mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan
dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri
manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
 Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah
yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
 Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang
menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang
berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan
yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Fungsi Agama Kepada Manusia


Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan hidup.
Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti apa yang
dihuraikan di bawah:

- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.


Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya memberi
penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan manusia di dalam
dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui inderia manusia, melainkan
sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama Islam menerangkan kepada umatnya
bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap manusia harus menaati Allah SWT

-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.


Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak terjawab
oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat menarik dan
untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk menjawab soalan-soalan
ini.

- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.


Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah kerana sistem
agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama, malah tingkah laku,
pandangan dunia dan nilai yang sama.

– Memainkan fungsi kawanan sosial.


Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama sendiri
sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh penganutnya. Maka ini
dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial

Fungsi Sosial Agama


Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat
negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai faktor
integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.

Fungsi Integratif Agama


Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam
masyarakat.

Fungsi Disintegratif Agama.


Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan
peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan
eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan
eksistensi pemeluk agama lain

Tujuan Agama
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat
sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta
dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan
ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu
dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama
Beberapa tujuan agama yaitu :
 Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
 Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat
mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
 Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
 Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger,
agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya
agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek
yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.Masalahnya, di balik
keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk
kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini.
Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk
merebut kekuasaan.Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang
ekspansionis), banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi
(baca, mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama
ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara
sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi proyek
kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang juga mabuk
ekspansi keyakinan.Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi
jauh lebih lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka
tampil (seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah
(misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah politisasi
agama.Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke
jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang mestinya bisa
mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan umat, atau bahkan
dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan sebagai kafir, sesat, dan tuduhan
jahat lainnya,disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya diperhatikan
oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam MUI. Ulama harus
mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda yang harus dimiliki,
melainkan nilai yang melekat dalam hati.Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena
agama kita miliki, bukan kita internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari
ruang batinnya yang hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah
menegaskan bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah
rusak, rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan
kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi, memancarkan
kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena
yang lain: di panggung atau di kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai
hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan
kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi.
Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan
Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama. Pluralisma
agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK bermaksud
menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama rataan dibuat
sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya begitu berbeza. Tidak
mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks
interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim,
kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling kenal
mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan sahaja meliputi
perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang agama adalah seiring
dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan kenal
mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama lain, mereka
memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk menghasilkan persefahaman.
Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue) mengambil tempat. Dialog antara
agama bertujuan untuk menerokai beberapa persamaan yang ada di antara agama. Dan
persamaan itu banyak ditemui di peringkat etika dan nilai

Anda mungkin juga menyukai