Anda di halaman 1dari 93

PEMERKOSAAN TERHADAP PEREMPUAN: STUDI ATAS

NARAPIDANA PELAKU PEMERKOSAAN DI LEMBAGA


PEMASYARAKATAN (LAPAS) KLAS 1 TANGERANG
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Ratih Rukmana

1110111000029

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435/ 2014
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:


t
PEMERKOSAAN TERHADAP PEREMPUAN: STUDI ATAS NARAPIDANA
PELAKU PEMERKOSAAN DI LEMBAGA PEMASARAKATAN (LAPAS) KLAS
1 TANGERANG

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua surnber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UfN)
Syarif Hidayatullah J akarta.
J. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari katya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

lakarta,24 Jum2014

Ratih Rukmana
PERSETUruAI.I PEMBIMB ING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Slaipsi menyatakan mahasiswa:

Nama : RatihRuhnana

}IIM :1110111000029

Program Studi : Sosiologr

Telah menyelesaikan pe,lrulisan skripsi dengan judul:

PEMERKOSAA}.I TERHADAP PEREMPUA}I: STI.JDI ATAS NARAPIDAI{A PELAKU


PEMERKOSAAI{ DI LEMBAGAPE},IASARAKATAI{ (LAPAS) KLAS 1 TA}IGERANG

Dan telah memenuhi persyaratan uotukdiuji.

Jakarta, Juni 2014

Mengetatrui, Menyetujui

Ketua Prodi Studi Pembimbing,

Prof. Dr. Zulkifli, MA

NrP.19660813 199103 I 004 NrP. 19810112201102 1 009


ABSTRAKSI

Skripsi ini mengkaji tentang tindak kejahatan pemerkosaan terhadap


perempuan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami penyebab yang
melatarbelakangi seseorang melakukan pemerkosaan. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang.
Metode ini dilakukan dengan wawancara dan data pendukung berupa salinan putusan
dari Pengadilan Negeri Tangerang. Terdapat dua kategori informan yaitu narapidana
yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan dan petugas LAPAS. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori viktimisasi, general strain theory, teori
kontrol sosial dan personal dalam containment theory dan teori feminisme radikal.

Hasil penelitian menemukan bahwa tindak kejahatan pemerkosaan dapat terjadi


karena dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi
kebutuhan biologis dan penyaluran rasa kasih sayang yang salah, dan emosi yang
tidak dapat dikendalikan akibat permusuhan. Faktor internal dapat terjadi karena
kurangnya kontrol personal dalam diri individu. Sehingga seseorang tidak dapat
mengendalikan dirinya sendiri untuk tidak melakukan tindak pemerkosaan.
Sedangkan, faktor eksternal terjadi akibat adanya dorongan yang berasal dari luar
individu itu sendiri. Seseorang terdorong atas dasar faktor keluarga, ekonomi, sosial,
dan korban yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut meliputi lemahnya kontrol
dan kasih sayang dari keluarga, rendahnya kontrol masyarakat sekitar yang
menyebabkan adanya peluang seseorang untuk melakukan tindak pemerkosaan, lalu
tidak tercapainya tujuan yang positif dari masyarakat atau orang lain, sehingga
membuat seseorang melakukan pemerkosaan, dan terakhir terpancing oleh perilaku
korban, dimana perilaku korban membangun atau mempengaruhi situasi untuk
terjadinya pemerkosaan. Namun hal ini dibantah oleh teori feminisme radikal bahwa
sistem patriarkilah yang membuat perempuan seolah-olah menjadi penyebab
terjadinya proses kejahatan ini.

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum. Wr. Wb

Puji syukurAlhamdulillahi rabbil alaminpenulis panjatkan kehadirat Allah


SWT atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW berserta
keluarga, para sahabat serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini membahas tentang perspektif sosiologis dalam menganalisa


pemerkosaan terhadap perempuan yang dilakukan oleh narapidana pelaku
pemerkosaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Penelitian ini dilakukan
untuk memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaku melakukan tindakan
pemerkosaan. Terdapat dua kategori informan yaitu narapidana pelaku pemerkosaan
di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang dan petugas di Lembaga
Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Kerangka teori yang digunakan adalah teori
viktimisasi (theories of victimization), teori ketegangan umum (general strain
theory), dan teori personal dan kontrol sosial dalam teori penahanan (containment
theory).

Selanjutnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak atas doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan
terima kasih ini ditujukan kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Bapak Prof. Dr. Bachtiar
Effendy, MA.
2. Ketua dan Sekretaris Program Studi Sosiologi yaitu Bapak Prof. Dr.Zulkifli,
MA. dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA.
3. Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing dan
memberikan motivasi untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Ida Rosyidah selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan selama penulis kuliah.
5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
memberikan ilmu pengetahuannya kepada mahasiswa.
6. Kepala Bapak Dedi Handoko, Bc.IP, S.sos, Kepala Bidang Pembinaan
Bapak M. Ridwantoro, Bc.IP, SH, Kasie Registrasi Bapak Drs. Jajang

ii
Supriyadi, serta para petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang,
terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.
7. Kedua orang tua tercinta,Bapak Rukmani dan MamaRohena yang selalu
mendoakan, memberikan kasih sayang yang luar biasa dan mendukung
penulis baik moril maupun materil. I love you both.
8. Mulki Hafizhan Muslim yang selalu membantu, mendengarkan keluh
kesah, dan memberikan semangat kepada penulis. Thank you love.
9. Anak Kosan Ceria No. 2A yang selalu ceria Mega Yunita a.k.a Yati, Riza
Afriani a.k.a Isee, Saskya Andriyani a.k.a Surti, Sufi Alfida dan Tammy
NKJ, terima kasih teman senasib dan seperjuangan yang mengawali
langkah pertama perkuliahan hingga akhir perkuliahan. Terima kasih atas
persahabatan yang terjalin. Kalian luar biasa!
10. Mba Putri Ochtavianie yang selalu membantu dan memberi masukan untuk
penulis. Farah, Nurul, Izza, Liana, terima kasih untuk dukungan dan
semangat yang diberikan untuk penulis. Thank you girls!
11. Sepupuh-sepupuh, saudara-saudara, dan teman-teman yang selalu
mendoakan dan menyemangati penulis.
12. Teman-teman sesama mahasiswa khususnya Sosiologi 2010, terima kasih
atas pertemanan yang terjalin selama ini. Sukses selalu untuk kita!
13. Para informan yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya dan
memberikan informasi yang sangat dibutuhkan untuk penulis.
14. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi
penulisan skripsi ini.

Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah SWT. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan memberikan
kontribusi yang positif bagi ilmu Sosiologi kriminalitasterutama yang berkaitan
dengan perspektif sosiologis dalam menganalisa pemerkosaan terhadap
perempuan.Amin Ya Robbal alamin.

Wassalamualaikum. Wr. Wb

Tangerang, 3 Juni 2014

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iv

DAFTAR TABEL........................................................................................................vi

DAFTAR GRAFIK.....................................................................................................vii

DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah.........................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian.......................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................4
D. Tinjauan Pustaka..............................................................................5
E. Batasan Konsep...............................................................................8
F. Kerangka Teori..............................................................................11
G. Metodologi Penelitian....................................................................17
H. Sistematika Penulisan....................................................................26

BAB II GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Lembaga Pemasyarakatan............................................28


B. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang...................29
C. Golongan Narapidana....................................................................31
D. Jenis Kejahatan dan Pasal atau KUHP..........................................32
E. Jenis Kejahatan dan tingkat tinggi rendahnya kejahatan...............34
F. Profil Informan Penelitian….........................................................41

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI PELAKU

MELAKUKAN TINDAK PEMERKOSAAN

A. Faktor Internal...............................................................................43
1. Kebutuhan Biologis.................................................................44

iv
2. Penyaluran Kasih Sayang yang Salah......................................45
3. Emosi yang tidak dapat Dikendalikan.....................................47
B. Faktor Eksternal……….................................................................48
1. Lemahnya Kontrol dan Kasih Sayang Keluarga.....................49
2. Rendahnya Kontrol Masyarakat Sekitar..................................50
3. Tidak Tercapainya Tujuan yang Positif dari Masyarakat atau
Orang Lain...............................................................................52
4. Terpancing oleh Perilaku Korban............................................57

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan....................................................................................65
B. Saran..............................................................................................66

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................ix

LAMPIRAN-LAMPIRAN.........................................................................................xiii

v
DAFTAR TABEL

Tabel I.G.2.a.1 Kategori Jenis Kejahatan....................................................................19


Tabel I.G.2.a.2 Profil Informan...................................................................................20
Tabel I.G.2.b.3 Profil Informan...................................................................................21
Tabel I.G.6.a.4 Waktu Wawancara..............................................................................25
Tabel II.C.1 Golongan Narapidana Sesuai dengan Lamanya Hukuman.....................31
Tabel II.C.2 Golongan Tahanan..................................................................................32
Tabel II.D.1 Jenis Kejahatan dan Pasal atau KUHP...................................................33
Tabel II.F.1 Profil Informan Narapidana Pemerkosaan...............................................41

vi
DAFTAR GRAFIK

Grafik II.E.1 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2010...............................................35

Grafik II.E.2 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2011...............................................36

Grafik II.E.3 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2012...............................................37

Grafik II.E.4 Jumlah Narapidana Pertahun 2010-2012...............................................38

Grafik II.E.5 Naik Turunnya Jumlah Narapidana Pelaku Pemerkosaan dari


Tahun 2010-2012.........................................................................................................40

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Rekap Tingkat Kejahatan Bulan Januari sampai November 2013.........xii

Lampiran 2: Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang........xvi

Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.....................................................................................................................xvii

Lampiran 4: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Lembaga


Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang...........................................................................xviii

viii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Penelitian ini ingin mengkaji tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku

pemerkosaan.

Pemerkosaan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang seringkali terjadi

dalam masyarakat. Di Indonesia sendiri, ada beberapa moment sejarah yang

melibatkan sisi gelap pemerkosaan terhadap perempuan. Misalnya, dilihat dari

perjalanan sejarah Indonesia, tercatat bahwa Operasi militer yang diterapkan di Aceh

sejak 1989 sampai dengan awal Agustus 1998 telah menyebabkan 102 perempuan

Aceh menjadi korban perkosaan (Ekotama et al., 2001: 115).

Selain itu, dalam seminar “Perempuan Timtim dalam perbincangan” di

Yogyakarta 19 September 1998, aktivis Timtim Micha Bareto mengungkapkan

tentang besarnya angka kekerasan seksual di wilayah Timtim (Timtim sudah merdeka

dan terlepas dari Indonesia, terhitung sejak tahun 1999). Dalam laporan Amnesti

Internasional yang disampaikan dalam Konferensi Perempuan International IV di

Beijing (1995) tercatat korban pemerkosaan oleh aparat militer Jakarta (Indonesia)

mencapai 1600 orang (Ekotama et al., 2001: 115-116).

1
Kasus pemerkosaan lain yang amat menghebohkan dunia internasional tapi

sampai sekarang belum terungkap adalah kasus pemerkosaan massal 13-15 Mei 1998

di Jakarta. Dari hasil investigasi yang dilakukan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan

pimpinan 1. Sandiawan Sumardi, SJ. (Romo Sandiawan) diperoleh fakta bahwa

korban pemerkosaan murni ada 103 orang (1 mati), pemerkosaan dan penganiayaan

26 orang (9 mati), perkosaan dan pembakaran 9 orang (semua mati), pelecehan

seksual 14 orang (1 mati). Jumlah korban adalah wanita keturunan Tionghoa (etnis

China) (Ekotama et al., 2001:116).

Kasus pemerkosaan di Indonesia masih berlangsung hingga saat ini, bahkan

korban pemerkosaan banyak yang dialami oleh anak di bawah umur, peneliti

mengutip artikel dari kompas yang mengatakan bahwa kasus pemerkosaan anak di

Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada tahun 2011 bertambah hingga 400 persen

dibanding tahun sebelumnya (Priyatin, 2012). Data dari Badan Pemberdayaan

Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Kendal menyebutkan,

kasus pemerkosaan yang menimpa pada anak ada 41 kasus. Sementara pada tahun

2010 ada sembilan kasus. Usia korban rata-rata sekitar 13-18 tahun (Priyatin, 2012).

Permasalahan yang tak kalah pentingnya yaitu mengenai kasus pemerkosaan

yang terjadi di ranah publik, seperti angkutan umum. Kasus pemerkosaan yang terjadi

di angkutan umum menjadi suatu hal yang sangat mengerikan. Contoh kasus yang

peneliti ambil dari Kompas yaitu pemerkosaan di angkutan umum yang dialami Livia

2
Pavita Soelistio, Ia diperkosa di dalam angkutan umum M24 jurusan Srengseng-Slipi,

yang dilakukan oleh 6 pelaku. Hal ini terjadi pada siang hari tanggal 16 Agustus 2011

(Asril, 2011).

Selanjutnya, terjadi hal yang serupa di angkutan umum D02 jurusan Pondok

Labu-Ciputat, peristiwa ini menimpa RS warga Pondok Gede saat pulang bekerja

pukul 00.30 tanggal 1 September 2011. Pemerkosaan berlangsung selama mikrolet itu

berjalan dan memutar-mutar di wilayah Trakindo hingga Cilandak (Asril, 2011).

Dalam lingkungan UIN Jakarta sendiri pun terjadi, yakni hal yang menimpa

Izzun Nahdiyah, mahasiswi semester 12 jurusan Hubungan Internasional, Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia

menjadi korban pemerkosaan serta pembunuhan.

Moor dan Sinclair (1995) menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan. Pada

umumnya, data menunjukan bahwa perkosaan sering dilakukan pada perempuan

berusia muda, oleh orang yang telah dikenal. Korbannya adalah seperti tetangga,

teman kencan, pacar, atau kerabat. (Sunarto, 2004:118)

Dari pemaparan kasus di atas, terlihat bahwa tindak pemerkosaan masih sangat

sering di Indonesia dan ini menunjukan bahwa perempuan dan anak masih berada

dalam posisi yang rentan menjadi korban tindak kekerasan dan kejahatan terutama

pemerkosaan. Pada kenyataannya pelaku pemerkosaan bukan hanya orang yang tidak

3
dikenal atau orang asing saja, tetapi orang terdekat korbanpun dapat menjadi

pelakunya. Padahal tindak pemerkosaan jelas-jelas dilarang dan tertulis pada “pasal

285 KUHP, yang mana dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia

di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara

selama-lamanya dua belas tahun” (Ekotama et al., 2001: 96).

Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengkaji tentang pemerkosaan yang

dilakukan oleh pelaku pemerkosaan yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang.

B. Pertanyaan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan pertanyaan

masalah sebagai berikut:

1. Mengapa pelaku melakukan tindak pemerkosaan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

Untuk memahami penyebab pelaku dalam melakukan tindak pemerkosaan

Manfaat dari penelitian ini yaitu:

4
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah baru bagi

ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya sosiologi kriminalitas dan sosiologi

gender. Terutama terkait dengan teori viktimisasi (theories of victimization), teori

ketegangan umum (general strain theory), teori kontrol sosial dan personal dalam

teori penahanan (containment theory), dan teori feminisme radikal.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

masyarakat khususnya perempuan untuk lebih mewaspadai tindak kejahatan

pemerkosaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan juga menjaga perilaku mereka

agar tidak mendorong pelaku untuk melakukan pemerkosaan. Kemudian dapat

menjadi referensi untuk mencegah, menanggulangi dan menurunkan jumlah kasus

pemerkosaan.

D. Tinjauan Pustaka

Sudah banyak penelitian mengenai tindak kejahatan perempuan seperti

pemerkosaan. Penelitian tersebut antara lain:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Yoyo Waluyo pada tahun 1991.

Penelitian ini mengenai perkosaan oleh pemuda. Penelitian ini menggunakan

metodelogi kualitatif, dengan metode studi kasus dengan 8 narapidana yang berada di

Lapas pemuda. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen dari Polda

Metro Jaya untuk data tentang usia pelaku perkosaan di wilayah Jakarta dan data

sekunder berasal dari berkas vonis pengadilan yang ada di lapas Pemuda untuk

5
menentukan responden, lalu wawancara dengan narapidana. Teori yang digunakan

adalah teori Steven Box yang membagi perkosaan menjadi 5 jenis, yaitu Sadistic

Rape, Anger Rape, Domination Rape, Seductive Rape, dan Exploitation Rape. Lalu

penelitian ini juga menggunakan Teori containment (Reckless). Hasil penelitiannya

menemukan bahwa terdapat faktor pendorong, penarik, dan pendukung. Faktor

pendorong, pemenuhan kebutuhan biologis, balas dendam, untuk mendapat

pengakuan dari kelompok atau untuk mendapat pengakuan dari pihak orang tua

korban. Faktor penarik, rangsangan yang menyebabkan timbulnya hasrat seksual dari

subyek (korban, korban dan pelaku, pornografi). Cara berpakaian dan perilaku korban

dalam beberapa kasus ternyata membangkitkan hasrat seksual dari pelaku, hasrat

seksual pelaku muncul karena suasana rangsangan yang diciptakan oleh kedua belah

pihak, dimana korban bersedia melakukan kegiatan seksual (precipitated rape).

Pornografi juga hal yang dapat membangkitkan seksual. Faktor pendukung, korban

sedang berduaan dengan pelaku, kurangnya kewaspadaan korban terhadap pelaku,

adanya ketergantungan pihak korban terhadap subyek yang pada akhirnya terjadi

eksploitasi seksual (Waluyo, 1991).

Kedua, penelitian yang ditulis oleh Yani Nur Handayani pada tahun 2004

mengenai Classic Rape pada Pelopor Kasus Perkosaan. Teori yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu Classic Rape Situation oleh Weis dan Bonger. Classic rape itu

adalah stereotype umum tentang perkosaan yang terdiri dari beberapa karateristik,

yaitu korban perkosaan diserang ditempat umum oleh orang yang tidak dikenal

6
dengan menggunakan senjata, pelaku melukai tubuh korban dengan tujuan untuk

mendapat kesempatan seksual, korban melakukan perlawanan, dan korban menjalani

perawatan medis akibat luka-luka yang dideritanya. Penelitian ini menggunakan

metode kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa berkas berita acara pemeriksaan (BAP) perkosaan polres metro Jakarta Timur

periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2003. Dari 57 kasus perkosaan, hanya

35 BAP yang dapat diteliti. Hasilnya 37% tempat kejadian perkara di tempat umum

dan 63% di tempat private yaitu rumah korban dan rumah pelaku. Hubungan sosial

antara pelaku dan korban perkosaan 67% pelaku adalah orang yang dikenal (teman,

guru, tetangga, orang yang dikenal), 12 % pelakunya adalah orang yang tidak dikenal,

14% adalah orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan korban (bapak

kandung, bapak tiri, paman, kaka ipar), dan 7% pelakunya adalah pacar korban. 86%

tidak menggunakan derajat pemaksaan yang tinggi dan sedikit yang menggunakan

pemaksaan yang tinggi (14%). 29% korban mengalami luka-luka dan 71% korban

tidak mengalami luka-luka. 69% korban tidak mengalami perlawanan dan 31%

korban mengalami perlawanan secara fisik kepada pelakunya. 60% korban tidak

melakukan perlawanan secara verbal dan 40% melakukan perlawanan secara verbal

(Handayani, 2004).

Persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian terdahulu dengan yang

sekarang yaitu sama-sama meneliti dengan fokus penelitian yang sama yaitu

mengenai pemerkosaan. Namun, dengan sudut pandang yang berbeda yaitu penelitian

7
terdahulu melihat pemerkosaan yang dilakukan oleh pemuda dan classic rape pada

pelopor kasus perkosaan, sedangkan penelitian sekarang melihat pemerkosaan yang

dilakukan oleh pria dewasa. Selanjutnya, sama-sama melakukan penelitian di

Lembaga Pemasyarakatan. Bedanya penelitian terdahulu dilakukan di Lembaga

Pemasyarakatan Pemuda dan penelitian sekarang di Lembaga Pemasyarakatan Pria

Dewasa. Lalu, terdapat persamaan pendekatan penelitian yaitu sama-sama

menggunakan pendekatan kualitatif. Pada penelitian terdahulu hanya melakukan

wawancara terhadap informan, akan tetapi penelitian yang sekarang selain melakukan

wawancara juga melakukan pengumpulan data sekunder berupa salinan putusan dari

Pengadilan Negeri. Selain itu penelitian terdahulu ada yang menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data sekunder berupa BAP dari Polres

Metro Jakarta Timur. Selanjutnya yang terakhir terdapat persamaan dan perbedaan

pada teori yang digunakan. Persamaannya yaitu sama-sama menggunakan

containment theory. Sedangkan perbedaannya penelitia terdahulu ada yang

menggunakan teori Steven Box classic rape situation, sedangkan penelitian yang

sekarang terdapat general strain theory dan teori feminism radikal.

E. Batasan Konsep

Pelaku kejahatan adalah orang yang telah melakukan kejahatan yang sering

pula disebut “Penjahat” (Prasety, 2010: 11).

8
Pemerkosaan menurut kamus sosiologi yaitu tindakan pemaksaan dengan

kekerasan pada orang lain untuk melakukan hubungan seksual (Priyatna 2013:124).

Pelaku pemerkosaan menurut peneliti adalah seseorang yang melakukan tindak

kejahatan memaksa seseorang melakukan hubungan seksual baik dengan

menggunakan kekerasan atau ancamana maupun secara halus dengan menggunakan

rayuan.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari sebab-sebab terjadinya kejahatan.

Pelaku kejahatan ini menjawab apa yang menyebabkan mereka melakukan tindak

kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan.

Jenis kejahatan pemerkosaan dalam kacamata hukum di Indonesia dibagi 2:

1. Kesusilaan

Pada jenis kejahatan kesusilaan, pemerkosaan terdapat dalam KUHP

(pasal 285) yaitu “perkosaan adalah kekerasan atau ancaman kekerasan,

memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) di luar

pernikahan.” (Poural, 2013: 1) dan KUHP (pasal 287) yaitu “barang siapa

bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya

atau sepatutnya harus diduganya bahwa umumnya belum 15 tahun, atau

umumnya belum jelas, bahwa belum waktunya kawin, diancam dengan pindana

penjara paling lama 9 tahun.” (Antonio, 2014: 75).

9
2. Perlindungan Anak

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

tetang perlindungan anak. Pada perlindungan anak, pemerkosaan terdapat pada

pasal 81 ayat (1) yaitu setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan

atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya

atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta

rupiah dan paling sedikit enam puluh juta rupiah. Pasal 81 ayat (2) ketentuan

pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang

yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau

membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain

(Adi, 2012: 131).

Pada penelitian ini peneliti mengasumsikan bahwa tindak pemerkosaan bukan

hanya pada pasal 285 saja tetapi pada pasal 287 dan pasal 81 tentang perlindungan

anak juga termasuk dalam pemerkosaan. Hal ini dibedakan karena jenis usia korban.

Seseorang yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan di

atas umur 18 tahun atau dewasa akan dikenakan pasal 285. Sedangkan seseorang

yang melakukan tindak kejahatan terhadap perempuan di bawah umur 18 tahun atau

anak-anak maka akan dikenakan pasal 287 atau pasal 81 tentang perlindungan anak.

10
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang yang melakukan

tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak rata-rata usia korban berusia

remaja. Bukan lagi anak-anak. Peneliti berasumsi bahwa anak di atas 12 tahun dapat

dikategorikan remaja.

F. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori viktimisasi. Teori ini

dikembangkan untuk memahami kejahatan dari perspektif korban. Sejarah viktim

dalam kriminologi dapat dilihat pada artikel Hans von Hentig, pada tahun 1941.

Menurut von Hentig kejahatan merupakan "interaksi antara pelaku dan korban"

(Adler et al. 2008:228).

Menurut Ezzat Fattah, kriminolog Kanada "von Hentig menyatakan bahwa

banyak korban kejahatan berkontribusi dengan menghasut atau memprovokasi

kriminal atau dengan menciptakan atau membangun situasi yang mengarah pada

kejahatan tersebut (Adler et al. 2008:228).

"Teori gaya hidup viktimisasi" dikembangkan oleh Michael Hindelang,

Michael Gottfredson, dan James Garofalo pada tahun 1978. Teori ini berpendapat,

karena perubahan peran (seperti dari ibu rumah tangga menjadi ibu pekerja) dan

jadwal (kalendar sekolah anak), dapat mengarahkan pada perbedaan gaya hidup

(bekerja dan aktifitas waktu luang). Variasi gaya hidup ini mempengaruhi situasi

11
dengan resiko viktimisasi yang tinggi. Gaya hidup yang dilakukan seseorang dapat

mempengaruhinya menjadi korban. (Adler et al. 2008:229).

James Tedeschi dan Richard Felson mengajukan teori "tindakan koersif", yang

menekankan pada cara interaksi korban dan pelaku memainkan peran yang besar

dalam tindakan kriminal. Menurut mereka pelaku selalu melakukan tindakan

kejahatan dengan tujuan bukan karena mereka kehilangan kontrol dan membuat

keputusan untuk melakukan tindakan kekerasan dan memilih target yang jauh lebih

lemah dari diri mereka sendiri (Adler et al. 2008:230).

Menurut Adler pola-pola viktimisasi meliputi (Adler et al. 2008:230-231):

1. Laki-laki cenderung menjadi korban perampokan dan penyerangan,

sementara perempuan cenderung menjadi korban kekerasan seksual dan

pencurian. Perempuan cenderung menjadi korban oleh orang yang

dikenal, sedangkan laki-laki cenderung menjadi korban oleh orang asing

(tidak dikenal).

2. Umur mempengaruhi korban juga; orang-orang muda cenderung menjadi

korban dibandingkan orang yang usianya lebih dewasa.

3. Status sosial, pemuda jalanan cenderung mengalami viktimisasi lebih

tinggi karena gaya hidupnya.

12
4. Orang yang single cenderung memiliki resiko viktimisasi yang tinggi.

Akan tetapi perempuan yang memiliki hubungan (pacar) cenderung

memiliki resiko viktimisasi lebih dari pada laki-laki. Perempuan lebih

beresiko untuk dibunuh oleh pasangannya.

Peneliti melihat kejahatan pemerkosaan dapat dilihat dari teori viktimisasi

dimana korban memiliki peran dalam proses kejahatan. Misalnya karena terlalu

mempercayai seseorang tanpa adanya rasa curiga. Padahal dalam teori ini perempuan

lebih rentan mengalami tindak kejahatan dari orang terdekatnya dan perempuan lebih

rentan mengalami tindak kejahatan pemerkosaan. Namun dalam penggunaan teori ini

akan menimbulkan ketidakadilan untuk perempuan itu sendiri karena seolah-olah

pemerkosaan terjadi karena perilaku korbannya itu sendiri. Teori ini akan tetap

digunakan tapi untuk melihat perspektif yang lebih adil maka digunakan juga teori

feminisme radikal. Teori viktimisasi digunakan dalam penelitian untuk melihat sejauh

mana pelaku melakukan tindak pemerkosaan tersebut. Akan tetapi teori ini saja tidak

cukup karena pengalaman pelaku pemerkosaan pasti akan menyudutkan korban maka

dari itulah dibutuhkan perspektif lain yaitu teori feminisme radikal.

Gerakan feminis radikal termasuk gerakan feminis gelombang kedua yang

bermula pada tahun 1960an terutama dikenal luas di Amerika dan Inggris. Aliran ini

muncul sebagai reaksi atas kultur sekisme atau dominasi social berdasarkan jenis

kelamin di Barat pada tahun 1960an. Kegiatan utamanya melawan kekerasan seksual

dan industry pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan

13
diyakini sebagai satu fakta dalam sistem masyarakat. Gerakan ini sesuai dengan

namanya yang “radikal” bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap

perempuan terjadi akibat system patriarki (Rosyidah, dan Hermawati, 2013: 62).

Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh laki-laki. Oleh karena itu,

feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh perempuan serta hak-hak

reproduksi, seksualitas, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi

privat-publik. “The Personal is political” (yang pribadi adalah politis) menjadi

gagasan yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai pada ranah

privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan (Rosyidah

dan Hermawati, 2013: 62-63).

Kalangan feminisme radikal menolak anggapan bahwa penyebab kekerasan

pada perempuan seperti pemerkosaan disebabkan oleh perilaku perempuan seperti:

ganjen, genit, dan lain-lain. Gagasannya didasarkan pada ide bahwa perempuan

sebagai penggoda sehingga pemerkosaan itu penyebabnya perempuan itu sendiri

karena adanya stereotype. Terjadinya pemerkosaan karena adanya kekuasaan. Image

laki-laki sebagai penguasa dan perempuan yang dikuasai bahwa perempuan mudah

untuk diperkosa atau dilecehkan.

Selanjutnya penulis menggunakan Teori Ketegangan Umum (General Strain

Teori). Robert Agnew berpendapat bahwa kegagalan untuk mencapai tujuan materi

(titik fokus dari teori Merton) bukan satu-satunya alasan untuk melakukan kejahatan.

Perilaku kriminal juga dapat terkait dengan kemarahan dan frustrasi yang terjadi

14
ketika seseorang diperlakukan dengan cara yang tidak dia ingin dalam hubungan

sosial (Adler et al. 2008:126).

Teori ketegangan Umum menjelaskan berbagai peristiwa ketegangan (Adler et

al. 2008:126):

1. Ketegangan disebabkan oleh kegagalan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang dinilai positif. Pandangan Merton dalam hal ini lebih ke ekonomi

mengenai kelas bawah yang sering dicegah dalam mencapai tujuan-tujuan

yang legal. Jika Agnew tidak hanya dalam ekonomi, ketegangan dapat

disebabkan oleh tidak adanya pengakuan dari masyarakat sekitar,

masyarakat yang tidak respect, dan respon masyarakat yang diharapkan

tidak sesuai dengan keinginan individu.

2. Stres yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang berharga dalam

dirinya. Seperti, kematian orang yang dicintai, putus hubungan dengan

pacar, perceraian orang tua, pindah ke sekolah baru. Perilaku kriminal

terjadi ketika individu membalas dendam pada orang yang berkontribusi

pada proses kehilangan yang dia alami, dilakukan untuk mencegah

kehilangan, atau melarikan diri dari masalah seperti ke obat-obatan

(drugs).

3. Ketegangan yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman yang negatif.

Situasi buruk dan peristiwa seperti pelecehan anak, korban kejahatan,

pengalaman buruk dengan teman sebaya, masalah sekolah, atau ancaman

15
verbal. Perilaku kriminal dalam situasi ini dapat terjadi ketika seseorang

mencoba untuk melarikan diri dari situasi itu, mengakhiri masalah, atau

membalas dendam.

Peneliti beranggapan bahwa suatu tindak kejahatan juga dapat terjadi akibat

adanya perlakuan yang tidak diinginkan oleh seseorang. Misalnya untuk mencapai

tujuan yang positif dalam suatu masyarakat, ia justru tidak mendapatkan apresiasi

dari masyarakat sekitar atas tindakannya tersebut. Hal inilah yang membuat peneliti

untuk menggunakan teori ini dalam melihat penyebab pelaku melakukan tindak

pemerkosaan.

Selanjutnya penulis menggunakan sistem kontrol sosial (eksternal), dan sistem

kontrol personal (internal) yang merupakan kekuatan penting dalam menjaga atau

mencegah individu untuk melakukan kejahatan. Dipengaruhi oleh karya-karya

pemikir sekolah klasik seperti Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham, teori kontrol

sosial menekankan sifat rasional manusia. Teori ini menunjukkan pentingnya analisa

“untung-rugi” dalam perilaku manusia (Adler et al. 2008:174).

Dalam sistem kontrol sosial dan personal peneliti lebih menggunakan teori

penahanan (containment theory). Teori penahanan (containment theory)

mengasumsikan bahwa setiap individu memiliki struktur eksternal dan struktur

internal sebagai pelindung. Keduanya memberikan pertahanan, perlindungan, atau

isolasi terhadap kenakalan/kejahatan (Adler et al. 2008:175).

16
Reckless menunjukkan bahwa penyimpangan, secara langsung berkaitan

dengan sejauh mana inner containment (pertahanan dari dalam diri) (seperti

kebutuhan untuk kepuasan sesaat, gelisah, dan permusuhan), dan outer containment

(pertahanan dari luar diri) (seperti kemiskinan, pengangguran, dan peluang yang

dihalangi). Peneliti lain melihat kontrol orangtua, misalnya, mungkin tergantung pada

faktor-faktor seperti broken home, pekerjaan ibu, dan jumlah anak dalam keluarga

(Adler et al. 2008:175).

Peneliti beranggapan bahwa tindak kejahatan termasuk pemeroksaan dapat

terjadi karena kurangnya penahanan dalam diri seseorang dan juga luar diri

seseorang. Sehingga kurangnya penahan tersebut yang mengakibatkan seseorang

melakukan tindak pemerkosaan. Hal ini yang membuat peneliti menggunakan teori

ini untuk melihat apakah kejahatan terjadi karena kurangnya penahanan diri dalam

diri seseorang atau yang disebut dengan inner containment.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif dan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu

penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik

17
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu

konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah (Tohirin, 2012: 3).

Peneliti ini menggunakan metode kualitatif karena ingin mengetahui

subjek penelitian mengenai motivasi dan persepsi mereka mengenai tindak

kejahatan pemerkosaan yang telah mereka lakukan. Subjek penelitian juga

merupakan orang yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Sehingga

peneliti mendapatkan informasi yang lebih mendalam jika menggunakan

metode kualitatif.

2. Subjek Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah narapidana pelaku pemerkosaan dan

petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Informan dalam

penelitian ini menggunakan prosedur purposif, yaitu menentukan kelompok

peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan

dengan masalah penelitian tertentu (Bungin 2007: 107).

Kriteria informan tertentu itu, yaitu:

a. Narapidana

Pelaku pemerkosaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang. Jumlah narapidana pemerkosaan terbagi ke dalam 3 kategori,

yaitu (Lihat Tabel I.G.2.a.1):

18
Tabel I.G.2.a.1 Kategori Jenis Kejahatan

Kategori Jenis Kejahatan Jumlah

A. Pasal 81 91

B. Pasal 285 6

C. Pasal 287 3

Sumber: Wawancara Pribadi dengan Bapak Toro

Informan narapidana dalam penelitian ini sebanyak 10 narapidana

dengan kriteria:

1) Informan termasuk dalam kategori A, katagori B, dan

kategori C (Lihat table I.G.2.a.1), karena dalam kategori ini

informan merupakan pelaku pemerkosaan yang sudah

melakukan persetubuhan dengan korban.

2) Usia informan di atas 22 tahun, karena Lembaga

Pemasyarakatan yang menjadi tempat penelitian merupakan

LAPAS pria dewasa.

3) Informan merupakan orang terdekat korban karena dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan teori viktimisasi yang

mana perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan

seksual dari orang terdekatnya karena dianggap lemah.

Berikut ini peneliti tampilkan profil informan pelaku kejahatan

dalam bentuk tabel (Lihat tabel I.G.2.a.2):

19
Tabel 1.G.2.a.2 Profil Informan

No Nama Usia Usia saat Kategori Usia Hubungan dengan


saat ini kejadian Jenis Korban Korban
Kejahatan

1 EN 49 46 Kategori A 19 Pacar

2 HE 47 45 Kategori B 30 Tetangga

3 AD 27 24 Kategori B 24 Mantan Pacar

4 IR 31 30 Kategori B 19 Adik (sepupuh) Ipar

5 AH 40 35 Kategori A 13, 14, Tetangga


16

6 DE 25 23 Kategori B 21 Tetangga

7 SL 43 40 Kategori A 16 Anak Teman

8 GL 25 23 Kategori A 17 Pacar

9 AL 28 25 Kategori C 16 Pacar

10 RA 39 35 Kategori C 16 Tetangga

Sumber: Wawancara Pribadi dengan Informan

b. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

Informan petugas dalam penelitian ini sebanyak 2 petugas dengan

kriteria:

1) Petugas bagian pembinaan dan registrasi. Hal ini, karena

petugas dianggap mengetahui narapidana berkata jujur atau

tidak. Petugas bagian pembinaan merupakan petugas yang

sering berkomunikasi dan membina narapidana saat berada di

20
LAPAS. Sedangkan, petugas registrasi merupakan petugas

yang pertama kali melakukan pendataan dan mewawancarai

narapidana saat mereka masuk LAPAS.

2) Petugas harus dengan masa kerja di atas 10 tahun. Hal ini

dikarenakan petugas sudah banyak mengetahui tentang

narapidana yang berada di Lemabaga Pemasyarakatan.

Berikut ini peneliti tampilkan profil informan petugas Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang (Lihat tabel I.G.2.b.3)

Tabel I.G.2.b.3 Profil Informan

No Nama Agama Pendidik- Pangkat/ Jabatan Masa


an Golongan Kerja

1 Firdaus, Amd Islam S1 Penata Staff 2001-


IP, SH Muda, IIIa Bimkemas sekarang

2 Drs. Jajang Islam S1 Penata TKI, Kapala Sie. 1986-


Supriyadi IIId Registrasi sekarang

Sumber: Data dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Klas 1

Tangerang. Jalan Veteran Raya No. 2. Alasan memilih lokasi penelitian tersebut

karena di LAPAS ini terdapat narapidana yang melakukan tindakan

pemerkosaan sebagai sumber informasi. Selain itu terdapat banyak narapidana

21
pelaku pemerkosaan dengan jumlah 100 narapidana, 91 narapidana pelaku

pemerkosaan pada anak dan 9 narapidana pelaku pemerkosaan pada perempuan

dewasa. Hal ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang melakukan

penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Pemuda yaitu hanya ada 8 narapidana

pelaku pemerkosaan.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. Dimulai dari pengumpulan

data-data yang berkaitan dengan penelitian ini dan dilakukan pada bulan

Desember 2013 sampai dengan Mei 2014

5. Jenis Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan

data sekunder.

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari penelitian secara

langsung dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer

yang dimaksud adalah data yang dikumpulkan melalui metode

wawancara. Saat melangsungkan wawancara peneliti menggunakan

voice note recorder untuk merekam langsung data atau informasi

dari para informan. Data yang berbentuk rekaman tersebut

kemudian, peneliti tuliskan kembali dalam bentuk transkip yang

22
kemudian peneliti tabulasi dengan cara melihat poin-poin penting

yang mendukung untuk analisis hasil penelitian.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari

sumbernya. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa

salinan putusan jenis kejahatan pemerkosaan yang didapat dari

Pengadilan Negeri. Hal ini digunakan untuk memverifikasi

kebenaran hasil wawancara. Selain itu, peneliti menggunakan teknik

studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari literatur-

literatur yang relevan dengan permasalahan penelitian antara lain:

buku-buku mengenai teori, laporan penelitian, skripsi, tesis, artikel,

jurnal, data internet, dan sumber-sumber lain. Tujuan menggunakan

teknik tersebut yaitu untuk menghimpun semua data/informasi yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Data yang telah

terhimpun dipergunakan untuk mendukung dan melengkapi data

primer.

6. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk

mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, motivasi, perasaan

dan sebagainya, yang dilakkukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

23
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai

(interviewee) (Bungin 2013:108).

Wawancara berarti proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatapan muka antara si

penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau narasummber dengan

menggunakan alat yang dinamakan (pedoman wawancara) (Nazir

1999:234).

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan alat perekam suara

agar tidak ada satupun jawaban informan yang terlewat, dilakukan dalam

waktu yang tidak ditentukan. Hal ini untuk menggali informasi yang lebih

mendalam, terdapat pertanyaan namun tidak terpaku pada pertanyaannya,

dapat berubah-ubah sesuai dengan jawaban dari informan. Hal ini

dilakukan agar hasilnya lebih akurat.

Semua wawancara dalam penelitian ini dilakukan hanya dalam satu

kali wawancara. Waktu wawancara tersebut dilakukan pada (Lihat Tabel

I.G.6.a.4)

24
Tabel I.G.6.a.4 Waktu Wawancara

No Nama Waktu Wawancara

1 IR 13 Januari 2014

2 GL 13 Januari 2014

3 EN 15 Januari 2014

4 AH 15 Januari 2014

5 DE 16 Januari 2014

6 SL 16 Januari 2014

7 HE 16 Januari 2014

8 AD 16 Januari 2014

9 RA 13 Januari 2014

10 AL 15 Januari 2014

11 Pak Firdaus 16 Januari 2014

12 Pak Jajang 1 April 2014

Sumber: Wawancara pribadi dengan informan

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penganalisaan data dilakukan setelah hasil penelitian data diperoleh dari

hasil wawancara, catatan dan data-data lapangan. Pengolahan ini dilakukan

dengan cara menelaah data-data yang ada kemudian langkah pertama yang

dilakukan adalah reduksi data. Selanjutnya data display (penyajian data).

Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono 2013:

246).

25
Penganalisaan data dalam penelitian ini dilakukan setelah hasil penelitian

data diperoleh dari hasil wawancara, catatan, data-data lapangan, dan data

salinan putusan dari Pengadilan Negeri Tangerang. Hal ini dilakukan dengan

cara:

a. Pengolahan dilakukan setelah menganalisa data-data yang ada.

Kemudia langkah pertama dilakukan reduksi data dengan

merangkum data, memilih data yang pokok pada masalah penelitian,

memfokuskan pada hasil penelitian yang penting-penting, dan dicari

tema dan polanya.

b. Setelah melakukan reduksi data, langkah selanjutnya yang dilakukan

adalah data display (penyajian data) yang dilakukan dalam bentuk

uraian singkat dan kutipan wawancara informan untuk mempertegas

uraian singkat.

c. Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan. Kesimpulan yang

disajikan peneliti diambil dari hasil penemuan penelitian yang

didukung oleh data-data penelitian.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab yang meliputi:

Bab I Pendahuluan, membahas mengenai pernyataan masalah, pertanyaan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, kerangka teori,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

26
Bab II Gambaran Lokasi Penelitian, membahas mengenai pemasyarakatan, sejarah

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, golongan narapidana, jenis kejahatan

dan Pasal atau KUHP, jenis kejahatan dan tingkat tinggi rendahnya kejahatan, dan

profil informan pemerkosaan.

Bab III Analisis/Pembahasan, faktor-faktor yang melatar belakangi pelaku melakukan

tindak pemerkosaan. Faktor-faktor tersebut dilihat dari faktor internal dan juga faktor

eksternal.

Bab IV Penutupan, memaparkan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian.

27
BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Gambaran Lembaga Pemasyarakatan

Istilah pemasyarakatan untuk pertama kali disampaikan oleh Almarhum Bapak

Sahardjo, SH. Pada tanggal 5 Juli 1963 (ditjenpas, 7 Januari 2014). Pemasyarakatan

oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara (ditjenpas, 7 Januari 2014).

Selanjutnya pada tanggal 27 April 1964 Pemasyarakatan dibakukan sebagai

pengganti kepenjaraan dalam Konperensi Jawatan Kepenjaraan (ditjenpas, 7 Januari

2014). Dalam perkembangan selanjutnya, pelaksanaan sistem pemasyarakatan

semakin mantap dengan diundangkannya Undang Undang Nomor: 12 Tahun 1995

tentang Pemasyarakatan (ditjenpas, 7 Januari 2014). Dengan adanya Undang Undang

Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-usaha untuk mewujudkan visi Sistem

Pemasyarakatan, sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan

Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara

terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas

Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan

tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar

sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (ditjenpas, 7 Januari 2014).

28
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomer: 12 Tahun 1995, Lembaga

Pemasyarakatan yang disebut juga dengan LAPAS adalah tempat untuk

melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Pada Pasal 4

ayat 1 Undang-Undang Nomer: 12 Tahun 1995 disebutkan bahwa LAPAS dan

BAPAS didirikan di setiap ibukota Kabupaten atau Kotamadya (kemenkumham, 14

Desember 2013).

B. Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

Menurut data yang peneliti terima dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang, LAPAS ini dibangun sejak tahun 1977 dari dana anggaran proyek secara

bertahap sampai dengan tahun 1980. Kemudian pada tanggal 6 Desember 1982

diresmikan oleh Bapak Direktur Jendral Pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan

Klas 1 Tangerang, 2014).

Pembangunan Lapas tersebut diperuntukkan sebagai LAPAS khusus bagi

narapidana kasus korupsi (White Collar Crime) sehingga model struktur bangunan

dibentuk menyerupai cottage, yang pada akhirnya digunakan untuk LAPAS Pria

Dewasa dengan berbagai macam kasus kejahatan (Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang, 2014). Hal ini dikarenakan Mentri Kehakiman membuat pemisahan

narapidana berdasarkan umur, kejahatan, dan masa pidana. Pada awalnya di

Tangerang hanya terdapat LAPAS anak yang berada di Tanah Tinggi Tangerang.

Lalu pada waktu periode awal kemerdekaan Indonesia sedang marak korupsi yang

merupakan peninggalan kebiasaan kolonial Belanda. Hal inilah yang menyebabkan

untuk dibangunnya LAPAS khusus korupsi. Akan tetapi semakin lama tindak pidana

29
semakin meningkat jadi LAPAS Klas 1 Tangerang tidak jadi Lapas khusus korupsi

lagi.

Pada perkembangannya, tahun 2008 terjadi lonjakan kasus narkoba sehingga

presentase LAPAS didominasi kasus narkoba enam puluh persen dan sisanya empat

puluh persen kasus kriminal biasa. (Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang)

Kapasitas daya tampung narapidana hanya sebanyak 600 orang, namun pada bulan

Desember 2012 isi LAPAS melebihi kapastiasnya yakni sebanyak 1479 (Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014).

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang terletak di Jalan Veteran Raya No.

02 Kota Tangerang. Di bangun di atas tanah seluas lima hektar dengan luas bangunan

seluruhnya seluas 2,5 hektar (Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014).

Terdapat bangunan hunian untuk narapidana yang terdiri dari (Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014):

1. Blok Admisi Orientasi

a. Blok Menara sebagai blok penempatan tahap awal Admisi Orientasi

b. Blok A1 untuk kasus kriminal

c. Blok A2 dan A3 untuk kasus narkoba

d. Blok A Pengasingan

2. Blok Khusus Kasus Narkoba:

a. Blok B (Blok B Pengasingan, Blok B1 dan Blok B2)

b. Blok C (Blok C Pengasingan, Blok C1, Blok C2, dan Blok C3)

30
3. Blok Kasus Kriminal:

a. Blok D (Blok D Pengasingan, Blok D1, Blok D2, dan Blok D3)

b. Blok E (Blok E Pengasingan, Blok E1 dan Blok E2)

c. Blok F (Blok F Pengasingan, Blok F1, Blok F2, dan Blok F3)

C. Golongan Narapidana

Menurut data yang peneliti peroleh dari Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang, narapidana yang terdapat di LAPAS Klas 1 Tangerang merupakan

narapidana laki-laki yang berusia di atas 22 tahun. Terdapat banyak golongan

narapidana sesuai dengan lamanya hukuman (Lembaga Pemasyarakatan Klas 1

Tangerang, 2014). Detail golongan narapidana sesuai dengan lamanya hukuman

dapat dilihat pada tabel II.C.1:

Tabel II.C.1 Golongan Narapidana Sesuai dengan Lamanya Hukuman

No. Golongan Keterangan

1 BI Narapidana dengan putusan hukuman pidana lebih dari satu

tahun.

2 B IIa Narapidana dengan putusan hukuman pidana tiga bulan

sampai dengan satu tahun.

3 B IIb Narapidana dengan putusan hukuman pidana satu hari sampai

dengan tiga bulan.

4 B III Narapidana yang sedang menjalani subside.

5 SH Narapidana dengan putusan seumur hidup.

6 HM Narapidana dengan putusan hukuman mati.

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014

31
Selain narapidana terdapat juga tahanan, tahanan terbagi lagi ke dalam lima

golongan. Golongan tersebut dapat dilihat pada tabel II.C.2 (Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014):

Tabel II.C.2 Golongan Tahanan

No. Golongan Keterangan

1 A1 Tahanan Kepolisian

2 A II Tahanan Kejaksaan

3 A III Tahanan Pengadilan Negeri

4 A IV Tahanan Pengadilan Tinggi

5 AV Tahanan Mahkamah Agung

Sumber: Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014

Pada tahun 2013 tahanan dari Kepolisian dan Kejaksaan tidak lagi berada di

LAPAS melainkan di Rumah Tahanan (Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang,

2014).

D. Jenis Kejahatan dan Pasal atau KUHP

Peneliti menerima data berupa ekspirasi harian mengenai jenis kejahatan dan

pasal atau KUHP yang terdapat di LAPAS Klas 1 Tangerang, yaitu (Lihat Tabel

II.D.1):

32
Table II.D.1 Jenis Kejahatan dan Pasal atau KUHP

No Jenis Kejahatan Pasal/ KUHP


1 Politik 104-129
2 Terhadap Kepala Negara 130-139
3 Terhadap Ketertiban 154-181
4 Pembakaran 154-181
5 Penyuapan 209-210
6 Mata Uang 244-251
7 Memalsu Materai/ Surat 253-275
8 Kesusilaan 281-297
9 Perjudian 303
10 Penculikan 324-336
11 Pembunuhan 338-350
12 Penganiayaan 351-356
13 Pencurian 362-362
14 Perampokan 365
15 Pemerasan/ Pengancaman 368-369
16 Penggelapan 372-375
17 Penipuan 378-395
18 Merusak Barang 406-410
19 Dalam Jabatan 413-438
20 Penadahan 480-481
21 Ekonomi UU Dar. 7/55
22 Subversi PNPS 11/63
23 Psikotropika UU. No. 5/97
24 Narkotika UU No. 22/97
25 Narkotika UU No. 35/2009
26 Korupsi UU No. 20/2001
27 Penyelundupan Ps. 26 b.RO
28 Pelanggaran 489-569
29 Perlindungan Anak UU No. 23/2002
30 Illegal Logging UU No. 41/1999
31 Teroris UU No. 15/2003
32 Trafficking UU No. 15/2002
33 Lain-lain
Sumber: Ekspirasi Harian Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang 2013

Menurut Bapak Toro selaku Kepala Bidang Pembinaan jenis kejahatan

politik, kejahatan terhadap kepala negara, dan subversi merupakan pasal khusus.

33
Sedangkan jenis kejahatan korupsi, sejak bulan Februari 2013 dengan keputusan

kebijakan pemerintah lewat Menteri Hukum dan HAM di pindahkan ke

Sukamiskin Bandung (Toro, Tangerang, 13 Januari 2014). Selain itu untuk

perbedaan narkotika pada pasal Undang-undang Nomer: 22 Tahun 1997 dan

Undang-undang Nomer: 35 Tahun 2009 itu merupakan urusan Jaksa dan Hakim,

dan disesuaikan dengan ayat 111, 112, 113, dan 114. Ayat 114 hukumannya lebih

berat karena dianggap pengedar, sedangkan 111, 112, 113 itu pemakai narkotika

(Toro, 13 Januari 2014).

E. Jenis Kejahatan dan Tingkat Tinggi Rendahnya Kejahatan

Menurut data yang peneliti peroleh berupa ekspirasi harian Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada akhir tahun 2010 terdapat banyak jenis

kejahatan yang ada yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata uang,

kesusilaan, penculikan, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan,

penggelapan, penipuan, merusak barang, psikotropika, narkotika, korupsi,

perlindungan anak, dan lain-lain. Jumlah narapidana pada akhir tahun 2010 terdapat

1.053 narapidana. Jenis kejahatan yang paling banyak yaitu jenis kejahatan narkotika,

terutama narkotika Undang-undang Nomor: 22 Tahun 1997 yaitu sebanyak 283

narapidana, sedangkan narkotika Undang-undang Nomor: 35 Tahun 2009 sebanyak

237 narapidana. Selain itu pembunuhan terdapat 105 narapidana dan perlindungan

anak terdapat 100 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling sedikit terdapat

pada kejahatan merusak barang, yaitu hanya ada satu narapidan (Ekspirasi Harian, 31

Desember 2010). Berikut ini peneliti tampilkan grafik tinggi rendahnya jenis

34
kejahatan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada tahun

2010 (Lihat grafik II.E.1):

Grafik II.E.1 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2010

2010
300
250
200
150
100
50
2010
0

Sumber: Data Eksipirasi 2010 Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

Selanjutnya menurut data yang peneliti peroleh berupa ekspirasi harian

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada akhir tahun 2011 terdapat banyak

jenis kejahatan yang terjadi, yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata

uang, memalsu materai/ surat, kesusilaan, penculikan, pembunuhan, penganiayaan,

pencurian, perampokan, pemerasan/ pengancaman, penggelapan, penipuan,

psikotropika, narkotika, korupsi, perlindungan anak, dan lain-lain. Jumlah narapidana

pada tahun 2011 sebanyak 1.599 narapidana. Jenis kejahatan yang paling banyak

pada tahun 2011 yaitu narkotika pada Undang-undang Nomer: 35 Tahun 2009

35
sebanyak 925 narapidana. Selanjutnya narkotika pada Undang-undang Nomer: 22

Tahun 1997 sebanyak 156 narapidana. Lalu jenis kejahatan yang paling banyak selain

narkotika yaitu jenis kejahatan perlindungan anak terdapat 132 narapidana dan

pembunuhan terdapat 106 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling sedikit

terdapat pada jenis kejahatan pembakaran, memalsu materai/ surat, dan pemerasan

yaitu sebanyak satu narapidana (Ekspirasi Harian, 31 Desember 2011). Berikut ini

peneliti tampilkan grafik tinggi rendahnya jenis kejahatan yang terjadi di Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada tahun 2011 (Lihat grafik II.E.2):

Grafik II.E.2 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2011

2011
1000
900
800
700
600
500
400
300
200 2011
100
0

Sumber: Data Ekspirasi Harian 2011 Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

Selanjutnya melihat jenis kejahatan di tahun 2012, menurut data yang peneliti

peroleh berupa ekspirasi harian Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada

akhir tahun 2012 terdapat banyak jenis kejahatan yang terjadi, jenis kejahatan yang

36
ada yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata uang, kesusilaan,

pembunuhan, penganiayaan, pencurian, perampokan, penggelapan, penipuan,

penadahan, psikotropika, narkotika, korupsi, perlindungan anak, teroris, trafficking,

dan lain-lain. Jumlah narapidana pada tahun 2012 sebanyak 1.479 narapidana. Jenis

kejahatan yang paling tinggi ditahun 2012 masih tetap dengan tahun-tahun

sebelumnya yaitu narkotika Undang-undang Nomer: 35 Tahun 2009 sebanyak 972

narapidana. Selanjutnya jenis kejahatan yang paling banyak setelah narkotika yaitu

perlindungan anak sebanyak 127 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling

sedikit pada tahun 2012 yaitu kejahatan pembakaran, penadahan, dan trafficking yaitu

sebanyak satu narapidana (Ekspirasi Harian, 31 Desember 2012). Berikut ini peneliti

tampilkan grafik tinggi rendahnya jenis kejahatan yang terjadi di Lembaga

Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada tahun 2012 (Lihat grafik II.E.3):

Grafik II.E.3 Tinggi Rendahnya Jenis Kejahatan 2012

2012
1200
1000
800
600
400
200
2012
0

Sumber: Data Ekspirasi Harian 2012 Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

37
Berikut ini peneliti tampilkan naik turunnya jumlah Narapidana yang ada di

Lembaga Pemasyarakatan dari tahun 2010 sampai dengan 2012 (Lihat grafik II.E.4):

Grafik II.E.4 Jumlah Narapidana Pertahun 2010-2012

Jumlah Narapidana Pertahun


2000
1500
1000
500 Jumlah Narapidana Pertahun
0
2010 2011 2012

Sumber: Data Ekspirasi Harian 2010-2012 Lembaga Pemasyarakatan Klas 1


Tangerang
Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah narapidana dari tahun 2010

hingga 2011 mengalami peningkatan yang cukup banyak, yakni 1.053 narapidana

pada tahun 2010 menjadi 1.599 narapidana pada tahun 2011. Selisih jumlah

narapidana dari tahun 2010 sampai 2011 yaitu 546 narapidana. Namun, pada tahun

2012 jumlah narapidana mengalami penurunan sebanyak 120 narapidana dari jumlah

narapidana pada tahun 2011. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah

narapidana pada tahun 2012 tetap mengalami kenaikan.

Selanjutnya, peneliti melihat jenis kejahatan dan tingkat kejahatan pada tahun

2013 yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang. Data yang

diambil berupa ekspirasi harian Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang setiap

akhir bulan dari bulan Januari 2013 sampai November 2013. (Lihat Lampiran 1)

38
Jenis kejahatan yang paling banyak sepanjang tahun 2013 dari bulan Januari

sampai bulan November adalah jenis kejahatan narkotika Undang-undang Nomer 35

Tahun 2009. Setiap bulannya jenis kejahatan ini mengalami naik turun. Namun tiga

bulan terakhir mengalami penurunan dari bulan September sampai dengan bulan

November. Sehingga jumlah narapidana yang paling sedikit untuk jenis kejahatan ini

terdapat pada bulan November sebanyak 868 narapidan dan jumlah narapidan yang

paling banyak terjadi pada bulan Juni sebanyak 1.001 narapidana.

Selanjutnya jenis kejahatan perlindungan anak setiap bulannya mengalami

kenaikan dan penurunan jumlah narapidana. Jumlah narapidana yang paling banyak

terdapat pada bulan Juli sebanyak 127 narapidana. Sedangkan narapidana yang paling

sedikit terdapat pada bulan November yaitu sebanyak 113 narapidana.

Sedangkan jenis kejahatan yang tidak pernah terjadi sepanjang tahun 2013 dari

bulan Januari sampai bulan November adalah jenis kejahatan politik, jenis kejahatan

terhadap kepala negara, penyuapan, merusak barang, dalam jabatan, ekonomi,

subversi, penyelundupan, pelanggaran, illegal logging.

Jika dilihat dari total keseluruhan jumlah narapidana setiap bulannya

mengalami naik turun. Lonjakan jumlah narapidana terjadi pada bulan Juni sebanyak

1.501 narapidana. Tetapi semenjak terjadinya lonjakanan, untuk bulan berikutnya

selalu mengalami penurunan sampai bulan November. Jumlah narapidana pada bulan

November sebanyak 1.318 narapidana.

Untuk narapidana yang mendapatkan hukuman mati yang paling sedikit terjadi

pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei sebanyak 5 narapidana. Sedangkan

39
yang paling banyak terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan November

sebanyak 7 narapidana. Selain itu, untuk narapidana yang mendapat hukuman seumur

hidup mengalami kenaikan. Dari bulan Januari sebanyak 8 narapidana hingga bulan

November sebanyak 17 narapidana.

Selanjutnya, peneliti tampilkan grafik naik-turunnya pemerkosaan yang

terdapat pada jenis kejahatan kesusilaan dan jenis kejahatan perlindungan anak di

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang dari tahun 2010 hingga 2012 (Lihat

Grafik II.E.5):

Grafik II.E.5 Naik Turunnya Jumlah Narapidana Pelaku Pemerkosaan

dari Tahun 2010-2012

140
120
100
80
Kesusilaan
60
Perlindungan anak
40
20
0
2010 2011 2012

Sumber: Data Ekspirasi Harian 2010-2012 Lembaga Pemasyarakatan Klas 1


Tangerang

Dari data di atas dapat dilihat bahwa pemerkosaan yang paling banyak

dilakukan pada perempuan di bawah umur. Hal ini dapat dilihat pada jenis kejahatan

perlindungan anak sangat tinggi dari tahun ketahun dibandingkan dengan jenis

40
kejahatan kesusilaan. Pemerkosaan di bawah umur paling tinggi terjadi pada tahun

2011 sebanyak 132 narapidana dan paling rendah pada tahun 2010 sebanyak 100

narapidana. Sedangkan pada jenis kejahatan kesusilaan paling tinggi pada tahun 2010

yaitu sebanyak 33 narapidana dan paling sedikit pada tahun 2012 sebanyak 9

narapidana.

F. Profil Informan Penelitian

Berikut ini peneliti tampilkan profil narapidana yang menjadi informan dalam

penelitian ini lengkap dengan pekerjaan, pendidikan terakhir, usia, agama, asal

daerah, tempat tinggal, dan lamanya hukuman (Lihat tabel II.F.3):

Tabel II.F.3 Profil Informan Narapidana Pemerkosaan

No Nama Pekerjaan Pendidikan Usia Agama Asal Daerah Tempat Hukuman


Tinggal
1 EN Supir SD 49 Islam Pandeglang Tangerang 5 tahun
2 HE Petani Tidak 47 Islam Padarencang Padarencang 5 tahun
Sekolah
3 AD Supir SD 27 Islam Subang Legok, Ciangir 10 tahun
4 IR Buruh SMA 30 Islam Lampung Balaraja 4 tahun
5 AH Penganggura MTS 40 Islam Banten Balaraja 10 tahun
n
6 DE Satpam SMP 25 Islam Cikupa Cikupa 6 tahun
7 SL Supir Tidak 44 Islam Kebumen, Bintaro 5 tahun
Sekolah Jateng

8 GL Satgas Partai SMP 25 Islam Jakarta Perumnas, 7 tahun


Demokrat Jakarta Timur

9 AL Penjaga SMP 28 Islam Bandung Cengkareng 10 tahun


Malam
Empang
10 RA Wiraswasta Tidak 39 Islam Banten Desa 8 tahun
Sekolah Margagiri

Sumber: Wawancara dengan informan

41
Dari data di atas dapat diketahui rata-rata pekerjaan informan merupakan

pekerjaan kelas bawah yaitu buruh, petani, dll. Pendidikan mereka rata-rata

berpendidikan rendah, ada dua narapidana yang tidak bersekolah dan hanya satu

orang yang pendidikan tinggi yaitu SMA. Umur mereka rata-rata di atas 25 tahun.

Lalu semua informan beragama Islam. Terdapat 4 informan yang merupakan

penduduk asli, sedangkan yang lainnya pendatang. Mereka yang mendapatkan

hukuman paling lama adalah 10 tahun dan yang paling sebentar hanya 1 narapidana

selama 4 tahun (Wawancara dengan semua narapidana, 13,15,16 Januari 2013).

42
BAB III

HAL-HAL YANG MELATARBELAKANGI PELAKU MELAKUKAN

TINDAK PEMERKOSAAN

Penelitian yang dilakukan terhadap narapidana pelaku pemerkosaan yang

berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang menemukan bahwa terjadinya

tindak kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan disebabkan oleh dua faktor yaitu,

faktor internal dan faktor eksternal.

A. Faktor Internal

Faktor internal merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam individu itu

sendiri. Pandangan peneliti dalam hal ini yaitu setiap tindakan pelaku kejahatan

pemerkosaan terhadap perempuan dapat diakibatkan dari dirinya sendiri. Seperti yang

dijelaskan oleh Reckless kontrol pribadi, dijamin oleh konsep diri yang baik,

pengendalian diri, ego yang kuat, berkembang dengan baik. Menurut Reckless

terjadinya penyimpangan dapat berkaitan langsung dengan dorongan internal (seperti

kebutuhan untuk kepuasan sesaat, kegelisahan, dan permusuhan) (Adler et al., 2008:

175).

Peneliti menemukan faktor internal yang melatarbelakangi terjadinya tindak

kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan diantaranya, dorongan biologis yang

kuat akibat untuk kepuasan sesaat, penyaluran rasa kasih sayang yang salah, dan

43
memilki emosi yang tidak dapat dikendalikan akibat dari permusuhan. Hal ini dapat

dilihat sebagai berikut:

1. Kebutuhan Biologis

Peneliti menemukan kebutuhan biologis merupakan salah satu penyebab

dari faktor internal dalam melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Hal ini dapat

kita lihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan.

Seperti yang diungkapkan oleh EN: “…emang istri lagi gak ada. Jauh di

Arab…karna jauh dari istri…apalagi laki-laki gitu digoda sama perempuan yang

muda” (EN, Tangerang, 15 Januari 2014). Selanjutnya dipertegas oleh SL:

“…tinggal sendiri…istri di kampung…” (SL, Tangerang, 16 Januari 2014).

“Belum punya istri” (GL, Tangerang, 13 Januari 2014)

Hal ini juga diperjelas oleh petugas narapidana dalam wawancara. Seperti yang

diungkapkan oleh pak Jajang:

“Mungkin biologis yang tidak tersalurkan… Tapi disinikan kita bilang


ada niat gak, lingkungan bisa mempengaruhi orang berbuat kriminal
tapi kalo niat gak ada gak terjadi” (Jajang, Tangerang, 1 April 2014).
Dari pemaparan di atas, salah satu penyebab terjadinya tindak kejahatan

pemerkosaan adalah karena adanya dorongan biologis yang tidak dapat disalurkan

oleh informan. Terdapat dua kategori yaitu yang pertama pada dasarnya informan

dapat menyalurkan dorongan biologis terhadap istrinya. Akan tetapi mereka

44
tinggal tidak dengan istrinya. Hal inilah yang membuat mereka melakukan tindak

kejahatan pemerkosaan.

Kategori kedua karena belum menikah. Seseorang yang belum menikah dan

memiliki dorongan biologis yang kuat untuk melakukan hubungan seksual juga

dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan tindak kejahatan pemerkosaan.

Hal ini dikarenakan seseorang tersebut tidak dapat menahan dorongan biologisnya

yang kuat dan tidak dapat menyalurkannya.

Temuan dari penelitian ini sama halnya seperti yang dijelaskan oleh

Reckless pada containment theory bahwa penyimpangan dapat berkaitan dengan

dorongan internal salah satunya adalah kebutuhan untuk kepuasan sesaat.

Kebutuhan biologis merupakan akibat dari kebutuhan untuk kepuasaan sesaat

(Adler et al., 2008: 175)

2. Penyaluran Rasa Kasih Sayang yang Salah

Peneliti menemukan bahwa penyaluran rasa kasih sayang yang salah juga

dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Seperti

rasa memiliki dan rasa cinta menyebabkan seseorang menganggap bahwa yang

dilakukannya bukan kejahatan tapi justru karena rasa sayang yang dirasakan oleh

seseorang. Hal ini ditemui oleh peneliti dari beberapa informan yang

diwawancarai, seperti yang dijelaskan oleh IR: “Yang jelas mungkin kenakalan

saya... Tiba-tiba saya tu suka dengan dia…” (IR, Tangerang, 13 Januari 2014).

45
Lalu dipertegas oleh RA: “Saya inikan hubungan sama dia udah satu tahun

lebih…cuma mungkin rasa sayang sama dia, dia sayang sama saya…”

Hal lain juga ditemukan dalam penelitian ini yaitu, rasa kasih sayang yang

salah juga dapat menyebabkan terjadinya tindak kejahatan pemerkosaan. Seperti

yang dijelaskan oleh IR bahwa ia melakukan tindakannya berdasarkan rasa

sayangnya terhadap korban. Menurut peneliti hal ini merupakan kesalahan karena

pada dasarnya korban merupakan adik ipar IR yang tidak seharusnya IR memiliki

rasa sayang yang lebih terhadap korban dan dapat dikatakan juga karena untuk

memenuhi untuk kepuasan sesaat. Selain itu, seperti penjelasan dari pak Jajang

yang merupakan kepala sie. Registrasi LAPAS Klas 1 Tangerang bahwa segala

sesuatunya berawal dari niat. Jika tidak ada niat maka tidak akan terjadi hal-hal

tersebut. Peneliti berasumsi bahwa niat itu berasal dari diri sendiri dan merupakan

faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap tindak kejahatan.

Peneliti memiliki salinan putusan IR dari Pengadilan Negeri Tangerang.

Kesaksian istri IR dalam persidangan membenarkan bahwa IR melakukan

tindakan tersebut karena IR mengaku bahwa ia menyayangi adik iparnya. Seperti

yang saya kutip dari salinan putusan Pengadilan Negeri Tangerang:

“Bahwa yang saksi ketahui hubungan saksi korban dengan terdakwa


sebelumnya baik-baik saja dan saksi kira pelaku sangat perhatian sama
saksi korban tidak mempunyai pikiran lain karena saksi korban masih
keponakan saksi adapun terdakwa sebelumnya sering antar jemput
saksi korban saat pergi dan pulang kerja hampir tiap malam selama

46
saksi korban masuk sip dua pulang jam 23.00 wib dan saksi tidak ada
curiga sama sekali.” (Putusan Nomor: ***/PID.SUS/2012/PN TNG).

Dari pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa IR dan korban memiliki

hubungan yang baik. Namun dibalik kebaikkan IR justru memiliki rasa sayang

yang seharusnya tidak IR miliki terhadap adik iparnya tersebut. Lalu IR justru

menyalah gunakan rasa sayangnya untuk melakukan tindak kejahatan

pemerkosaan tersebut.

Hasil penelitian di atas dapat dikatakan juga dengan kebutuhan untuk

memenuhi kepuasaan sesaat. Rasa sayang yang dimiliki seseorang merupakan

kebutuhannya dan melakukan tindak kejahatan merupakan suatu hal yang

dilakukan untuk memenuhi kepuasaannya saja. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh

Reckless dalam containment theory pada dorongan internal. Selain kebutuhan

biologis, penyaluran rasa kasih sayang yang salah juga salah satu dari pemenuhan

kebutuhan untuk kepuasan sesaat. (Adler et al., 2008: 175)

3. Emosi yang tidak dapat Dikendalikan Akibat Permusuhan

Peneliti juga menemukan salah satu penyebab seseorang melakukan tindak

kejahatan pemerkosaan adalah emosi yang tidak dapat dikendalikan seseorang

akibat dari permusuhan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan

oleh peneliti yaitu seperti yang dijelaskan oleh AH: “Cuman disitu yang ada

bukan mau ngelakuin seks, enggak karna saya jengkel dengan orang tua-orang

tuanya” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014).

47
Selain faktor biologis, secara emosional juga dapat mempengaruhi

seseorang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan, seperti tidak bisa

mengontrol kemarahan akibat permusuhan. Hal ini yang mendorong AH dalam

melakukan tindak pemerkosaan terhadap perempuan. AH melakukannya karena

tidak dapat mengontrol rasa marah dalam dirinya kepada keluarga korban.

Sehingga AH melampiaskan emosinya dengan cara yang salah dan merugikan

orang lain.

Hal ini didukung oleh containment theory yang dijelaskan oleh Reckelss

bahwa penyimpangan dapat terjadi akibat dari permusuhan. Emosi yang tidak

dapat dikendalikan seseorang akibat dari permusuhan merupakan salah satu

temuan serupa. (Adler et al., 2008: 175)

B. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor pendorong yang berasal dari luar individu.

Peneliti menemukan bawa faktor eksternal juga mempengaruhi seseorang dalam

melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Hal ini dapat dilihat dari faktor sosialnya,

faktor keluarganya, lingkungan sekitarnya, teman, atau dari korbannya sendiri.

Seperti yang dijelaskan oleh Reckless dalam teori penahanan (containment theory),

dorongan eksternal (seperti kemiskinan, pengangguran, dan peluang yang dihalangi).

Peneliti lain melihat kontrol orangtua, misalnya, mungkin tergantung pada faktor-

48
faktor seperti broken home, pekerjaan ibu, dan jumlah anak dalam keluarga (Adler et

al. 2008:175).

Peneliti banyak menemukan faktor eksternal dalam penelitian ini,yakni,

narapidana yang melakukan tindak pemerkosaan dipengaruhi oleh faktor-faktor atau

dorongan yang berasal dari luar dirinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Lemahnya Kontrol dan Kasih Sayang dari Keluarga

Peneliti menemukan lemahnya kontrol dan kasih sayang dari keluarga dapat

mempengaruhi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan. Seperti kurangnya

kasih sayang, kurangnya perhatian, dan juga pengertian dari orang tua. Selain itu

komunikasi yang tidak baik juga dapat mempengaruhi hal tersebut. Hal ini dapat

kita lihat dari pengakuan GL:

“Mungkin ada karena broken homenya satu. Jadi saya waktu sering
ngenalin pacar kekeluarga saya tapi keluarga saya tetep gak setuju.
Alesannya kenapa padahal saya udah punya pekerjaan tetep aja gak
disetujuin” (GL, Tangerang, 13 Januari 2014).

GL menjelaskan bahwa ia melakukan tindak pemerkosaan itu disebabkan

faktor orang tuanya. Saat melakakukan wawancara dengan GL, ia mengaku

tinggal bersama neneknya sejak kecil, bukan dengan orang tuanya. Selain jarang

bertemu dengan keluarga GL juga sering diacuhkan jika ia mengenalkan

perempuan ke orang tuanya. GL mengakui bahwa ia sudah ingin menikah tetapi

keluarganya selalu menganggap GL masih muda. Sehingga GL melakukan hal ini

49
karena ingin orang tuanya sadar bahwa ia bukan anak kecil lagi. Seperti yang

dituturkan oleh GL: “Ya, karna ingin buat keluarga sadar aja. Ya kalo saya

ibaratnya udah besar dan juga saya udah siap untuk berumah tangga” (GL,

Tangerang, 13 April 2014).

Peneliti menemukan bahwa kurangnya komunikasi yang terjadi antara

seseorang dengan orang tuanya dapat mengakibatkan seseorang melakukan tindak

kejahatan pemerkosaan. Selain itu kurangnya kontrol orang tua juga dapat

mempengarui hal tersebut. Seperti yang dijelaskan oleh GL bahwa ia mengaku

tinggal bersama dengan neneknya sejak kecil dan mengakui bahwa justru GL

sendiri yang tidak ingin tinggal bersama orang tuanya karena merasa malas dan

terbiasa tinggal bersama neneknya. Hal ini sama halnya dengan yang dijelaskan

oleh peneliti lain dalam containment theory yaitu kontrol orang tua salah satunya

mungkin tergantung pada faktor-faktor seperti broken home. (Adler et al., 2008:

175)

2. Rendahnya Kontrol Masyarakat Sekitar

Lingkungan merupakan hal yang sangat mempengaruhi seseorang dalam

melakukan tindak kejahatan. Masyarakat lingkungan sekitar yang kurang baik dan

pengkontrolan yang kurang juga dapat dijadikan peluang seseorang dalam

melakukan tindak kejahatan. Seperti yang diungkapkan oleh IR: “Saya jujur aja

50
saya melakukannya di tempat kontrakan temen” (IR, Tangerang, 13 Januari

2014).

Menurut peneliti, teman sendiri dapat mempengaruhi seseorang dalam

melakukan tindak kejahatan. IR mengaku temannya terkadang ada di dalam

kontrakannya tersebut dan diam saja saat IR melakukan hal itu. Hal tersebut

menjadi peluang IR untuk melakukan tindakan tersebut dan temannya

membiarkan IR melakukan kejahatan tersebut.

Menurut peneliti teman yang diam saja saat temannya melakukan tindak

kejahatan merupakan suatu hal yang salah. Karena membiarkan seseorang

melakukan tindak kejahatan dapat dikatakan sebagai penjahat juga. Disisi lain

seperti yang dijelaskan oleh HE: “Ngelakuinnya di rumah saya. Istri lagi

nganterin anak saya sekolah” (HE, Tangerang, 16 Januari 2014). Lalu dipertegas

lagi oleh SL: “…karnakan saya tinggal bareng sama dia. Saya ngontrak sama dia

gitu.” (SL, Tangerang, 16 Januari 2014).

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol sosial yang kurang

dalam masyarakat juga dapat mempengaruhi suatu tindak pemerkosaan. Selain

itu, lingkungan SL dan HE juga dapat dibilang sangat lemah dalam menjaga

keamanan. Seperti SL yang tinggal serumah dengan korban. Padahal SL dan

korban tidak memiliki ikatan darah maupun resmi seperti suami istri. Korban

hanya anak temannya yang dititipkan untuk sementara begitu penjelasan SL.

Seharusnya RT setempat melarang jika ada warganya yang tinggal serumah

51
dengan lawan jenis yang bukan keluarganya. Hal-hal seperti inilah yang membuat

peluang bagi narapidana untuk melakukan tindak kejahatan.

Selain itu, HE yang tinggal serumah dengan istrinya justru melakukan

kejahatan pemerkosaan dengan korban di rumahnya. Kontrol sosial dalam

masyarakat sekitar sangatlah kurang. Apalagi kejadian tersebut berlangsung pada

siang hari. Tidak ada kecurigaan masyarakat saat laki-laki dengan perempuan

berada dalam satu rumah. Sehingga hal ini menjadi kesempatan HE untuk

melakukan tindak kejahatan tersebut. Kesempatan juga merupakan faktor

pendukung untuk melakukan suatu tindak kejahatan.

3. Tidak Tercapainya Tujuan yang Positif dari Masyarakat atau Orang Lain

Peneliti menemukan bahwa seseorang yang memiliki tujuan positif namun

tidak mendapatkan respon yang positif dari masyarakat atau orang lain juga dapat

membuat seseorang melakukan tindak kejahatan.

Salah satunya seperti yang terjadi pada kasus AH. Dari hasil wawancara

dengan AH ditemukan bahwa di lingkungan tempat tinggalnya terdapat beberapa

kubu yaitu kubu kiyai, MUI, dan warga sekitar. Diantara kubu yang ada, terjadi

bentrokan antara kubu kiyai dengan MUI. Pada awalnya, di lingkungan tempat

tinggal AH terdapat masjid namun masjid tersebut tidak memiliki tempat wudhu.

Berikut penjelasan AH dalam melakukan hal-hal yang positif dalam

lingkungannya:

52
“…masalahnya itu masjid juga rame masa tempat wudhunya gak
ada… Saya ambil proposal, saya langsung ke camat, ke dewan dan
Alhamdulillah dapet gitukan, berapa, berapa, berapa. Alhamdulillah
terbentuklah itu tower air jetpam” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014)
Selanjutnya, AH membuat jalanan ke masjid karena jalanan tersebut becek

saat hujan dan AH merasa kasian dengan ibu-ibu yang ingin melakukan pengajian

ke masjid jika hujan turun. AH melakukan inisiatif lagi dan melakukan

musyawarah dengan RT setempat untuk membuat jalanan. Hingga terbentuklah

akses jalan yang baik untuk berjalan ke mesjid. AH juga membuat tempat duduk

di depan masjid yang juga dihiasi pohon palem. Hal ini dilakukan agar para

remaja yang awalnya duduk-duduk di masjid menjadi lebih sering melakukan

ibadah di masjid (AH, Tangerang, 15 Januari 2014).

Lalu, AH juga suka membantu para tetangganya untuk mencarikan

pekerjaan. Sampai akhirnya AH tidak melakukan pekerjaan itu lagi. Seperti yang

dijelaskan oleh AH:

“…anaknya sama ponakannya minta tolong saya… Saya udah gak


maen karyawan lagi. Karna itungannya kalo masalah karyawan gak
begitu bagus. Tapi dia dateng lagi dateng lagi sampe tiga kali… dia
bilang pokoknya pak kalo yang lain berapa saya juga berapa, sama
saya juga bayar”(AH, Tangerang, 25 Januari 2014).

Ternyata keberhasilan AH untuk membuatkan tempat wudhu justru tidak

disambut baik oleh kiyai dan MUI. AH merasa para kiyai dan MUI disitu

mencoba merobohkannya. Karena menurut AH yang tadinya kiyai dan MUI tidak

baik hubungannya menjadi baik (AH, Tangerang, 15 Januari 2014).

53
AH mengaku bahwa ada gerakan-gerakan MUI dan kiyai semacam penyakit

kiriman. Selain itu tempat duduk yang dibuat di depan masjid dirobohkan oleh

para kiyai dan MUI tersebut. Sehingga membuat AH marah dan kecewa. Banyak

hal-hal positif yang dilakukan AH yang justru ditolak serta dikecewakan oleh

masyarakat sekitar. Padahal AH yang warga pendatang justru lebih respect dalam

permasalahan masjid di sekitar kontrakannya (AH, Tangerang, 15 Januari)

Selanjutnya, usaha AH agar tetangganya mendapatkan pekerjaan juga tidak

mendapat respon yang baik dari tetangganya. Seperti yang dijelaskan AH:

“…nah perjanjian dia, orang-orang mau ngasih orang-orang berapa


saya berapa, berartikan cuman di situ emang gak nyebutin nominal…
inikan bukan bisnis cuma nolong doang. Ya tapikan saya punya dana
dulu, jadi sebelumnya saya punya setoran motor sudah 8 bulan DP 3
juta, karna orang itu sudah masuk jadi pake duit saya dulu buat aman.
Setelah pake duit saya dulu ternyata sudah masuk kerja satu minggu,
ya otomatis dong biar bagaimanapun juga saya datengin. Tapi apa
yang dijawab “Oh, kirain saya mah cuman uang rokok doang”.” (AH,
Tangerang, 15 Januari 2014)

AH merasa marah, kecewa, dan merasa dirugikan atas perlakuan

masyarakat dan tetangganya tersebut. Sehingga membuat AH melakukan tindak

kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak para kiyai dan MUI. Seperti yang

yang diungkapkan AH:

“Jadi karna memang mereka suka bercanda sama saya cuman mereka
tidak tau kalo saya sudah sakit hati sama orang tuanya karna yang
pada saat membangun tower itu ada juga saya membangun tempat
duduk di samping masjid, sampe saya juga beli palem, ya maksud saya
supaya keliatan indah. Nah saya bikin tempat duduk dari keramik

54
maksudnya apa, ya pada saat sore hari banyak anak-anak muda
nongkrong. Kalo lama-lama nongkrongkan ya mudah-mudahan dapet
hidayah. Itu tujuan saya, dan itu semua dibongkar sama bapak-
bapaknya mereka. Nah abis itu, memang mereka-mereka juga pernah
nantang, cuman saya gak berani” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014).
AH melakukan tindak kejahatan pemerkosaan karena AH merasa jerih

payah yang ia lakukan justru dihancurkan kembali oleh warga sekitar. AH

melakukan hal tersebut dengan bermaksud baik tapi justru malah dihancurkan

begitu saja. Selain itu AH yang awalnya beniat untuk membantu tetangganya

mendapatkan pekerjaan tapi justru malah mengakibatkan kerugian. Hal ini sesuai

dengan teori ketegangan umum (general starin theory) yang dijelaskan oleh

Robert Agnew. Robert Agnew berpendapat bahwa kegagalan untuk mencapai

tujuan materi bukan satu-satunya alasan untuk melakukan kejahatan. Perilaku

kriminal juga dapat terkait dengan kemarahan dan frustrasi yang terjadi ketika

seseorang diperlakukan dengan cara yang tidak dia inginkan dalam hubungan

sosial (Adler et al. 2008:126).

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa AH melakukan hal

tersebut karena peristiwa ketegangan yang disebabkan oleh kegagalan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang bernilai positif. Ketika AH sebagai warga pendatang

melakukan sesuatu untuk kebaikkan di tempat tinggalnya. Justru warga asli

setempat malah menghancurkannya dan membuat AH merasa frustasi, dirugikan

dan kecewa.

55
AH frustasi dan dirugikan karena motor yang sudah AH DP dan membayar

angsuran 8 kali justru harus ditarik kembali oleh dealernya, karena cicilan motor

AH gunakan untuk membayar tetangganya masuk kerja. Seperti yang AH

jelaskan:

“Karna sampe sebulan, dua bulan, tiga bulan gak kesetor karna
posisinya saya selalu ada di rumah, di kontrakan gak ada kegiatan
terpaksa motor itu ditarik. Nah, disitulah kerugian saya. Udah DP 3
juta, udah setoran motor 700 dikali 8 bulan udah berapa, 56 ya. 56
udah berapa udah hampir sembilan sama yang satu aja, udah 10 juta.
Kerugian mutlak itukan. Tapi saya yaudahlah mungkin udah jalan
saya. Akhirnya dari situ saya berfikir aduh pusing amat. Nah, akhirnya
kejadian ini.” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014)

Hal-hal tersebutlah yang membuat AH melakukan tindak kejahatan

pemerkosaan. AH mengaku awalnya AH mendapat tantangan. Seperti yang

diterangkan oleh AH:

“Bapaknya si korban. Nantang-nantang berantem gitu aja kali ya,


secara langsung kesaya. Cuman saya anggep angin lalu aja. Nah
bahkan Kiyaipun pernah ibaratnya marahin sayakan cuman gak berani,
jauh-jauhan… Akhirnya saya berpikir juga, pada saat malem kalo
seandainya saya berantem, kalo saya lewatin bapak-bapaknya
mungkin kayanya 20 tahun lagi, tapi bahkan hukuman mati. Cuma
saya berfikir lagi gimana caranya. Nah, dari situlah makanya terjadi”
(AH, Tangerang 15 Januari 2014).

Dari sinilah yang membuat AH melakukan tindak kejahatan pemerkosaan.

Karena menurutnya melakukan tindak kejahatan pemerkosaan tidak terlalu berat

dalam menerima hukumannya. AH sudah memikirkan matang-matang dan

merencanakan perbuatannya tersebut. Sampai akhirnya AH melakukan tindak

56
kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan. Perempuan yang menjadi korban

AH merupakan anak-anak dari para kiyai dan MUI tersebut. Hal ini juga serupa

dengan teori ketegangan umum yang dijelaskan oleh Robert Agnew bahwa

ketegangan yang disebabkan oleh pengalaman-pengalaman negatif. Pengalaman

negatif yang dialami oleh AH adalah ancaman verbal yang merupakan salah satu

pengalaman negatif pada teori ini. (Adler et al., 2008: 126)

4. Terpancing oleh Perilaku Korban

Peneliti menemukan sisi lain dari faktor eksternal yaitu informan mengaku

bahwa ia melakukan tindak kejahatan pemerkosaan karena terpancing oleh

korban. Selain itu interaksi antara korban dan pelaku juga mempengaruhi

terjadinya tindak kejahatan seperti yang dijelaskan oleh Hans von Hentig yaitu

kejahatan merupakan interaksi antara pelaku dan korban (Adler et al. 2008:228).

seperti yang dijelaskan oleh AD:

“Saya pulang kerja sekitar hari sabtu jam delapan malam dia memaksa
minta dianter saya ke daerah Malimping. Saya anter dan berangkat
malem itu juga… “udah kalo kaka mau, yang tau ini cuma kita
berdua” yang penting jangan ketauan sama istri saya gitukan.” (AD,
Tangerang, 16 Januari 2014)
Dari hasil penjelasan AD, interaksi antara AD dengan korban sangat baik.

Bahkan korban begitu mempercayai AD untuk mengantarnya ke Malimping pada

malam hari. Selain itu, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa korban menghasut

atau membangun situasi hingga terjadinya tindak kejahatan pemerkosaan. Seperti

yang dijelaslan oleh Ezzat Fattah yang mana suatu tindak kejahatan terjadi karena

57
adanya kontribusi dari korban dengan memprovokasi kriminal atau menciptakan

suasana yang mengarah pada kejahatan tersebut (Adler et al. 2008:228). Hal ini

dapat dilihat dari beberapa kutipan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Seperti yang dijelaskan oleh AD:

“Dia ngontek sekitar hari jumat. (korban) “mau pulang gak mang?”
manggilnya mamang (napi) “Pulang” (korban) “entar sebelum
kerumah kesini dulu” (napi) “emang ada apaan dep?” (korban) “udah
kesini aja mumpung emak gak ada”.” dirapihin kamarnya, saya tidur”
(AD, Tangerang, 16 Januari 2014).

Lalu hal ini dipertegas oleh RA:

“Waktu itu kan jam 9 saya lagi tidur sama istri, dia telpon saya jam
setengah 9 dia minta dijemput, saya ajak mainlah ke Pantai Carita
waktu itu. Dia yang ngajakin maen, bukan saya. Dia yang ngajak”
(RA, Tangerang, 13 Januari 2014).

Dipertegas lagi oleh HE:

“Kalo masalah kenal ya namanya tetangga walaupun agak jauh. Trus


sampe terjadi, tapi gak memperkosalah. Orang itunya di rumah saya.
Saya memang dua kali memperkejakan itu, ya tetapi enggak ada saya
itu dipegang, dicekek, gak diapa-apain. (HE, Tangerang, 16 Januari
2014).

Dipertegas lagi oleh SL:

“Ya, satu kontrakan berdua... Saya sampe dikatain banci sama dia.
maksudnyakan kita tinggal berdua masa saya gak berani apa-apa.
Cewe itu sampe ngatain banci sama saya” (SL, Tangerang, 16 Januari
2014).

58
Peneliti menemukan bahwa dalam tindak kejahatan pemerkosaan terjadi

karena adanya situasi yang dibangun oleh korban. Situasi yang dibangun seperti

terlalu percaya pada orang lain sehingga tidak ada curiga, korban yang dianggap

ganjen sehingga mendorong seseorang dalam melakukan tindak kejahatan

Selanjutnya selain situasi yang dibangun oleh korban. Gaya hidup atau

perilaku korban juga dapat mempengaruhi suatu tindak kejahatan pemerkosaan.

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Michael Hindelang, Michael Gottfredson, dan

James Garofalo yaitu teori gaya hidup viktimisasi. Teori ini berpendapat bahwa

terjadinya perubahan peran yang terjadi dalam masyarakat seperti ibu rumah

tangga yang menjadi ibu pekerja dan kegiatan sehari-hari dapat menjadi

perbedaan gaya hidup pada setiap individu. Perbedaan gaya hidup ini sebagai

situasi yang mempengaruhi tingginya tingkat resiko viktimisasi pada setiap

individu (Adler et al. 2008:229).

Hal ini sama seperti yang peneliti temukan dari beberapa penjelasan

informan. Seperti yang dijelaskan oleh SL:

“kita orang Jawakan kalem, diem. Dia kan orang gaul gitu, orang
kotalah gitu, pengalaman juga gitu jadi saya dibilang “mas kok kaya
banci si gitu” maksudnya apa gitu? “ya maksudnya kok gak berani
macem-macem” gitu tadinya waktu awal-awalnya, waktu belum
kejadian… tapi emang orangnya ganjen gitu” (SL, Tangerang, 16
Januari).

59
Dalam penjelasan di atas peneliti menemukan bahwa korban juga berperan

atas kejadian pemerkosaan. Seperti halnya SL yang dianggap banci oleh korban

karena tidak berani melakukan apa-apa sampai akhirnya SL merasa panas dan

melakukan tindakan tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa persepsi prilaku korban

ikut berperan dalam proses kejahatan. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan

informan bahwa kebanyakan dari korban yang justru mengawalinya. Informan

suka menggoda dan korban selalu meladeninya. Sehingga membuat informan

merasa kalau korban juga menginginkan hal tersebut. Namun berbeda bila dilihat

dari teori feminisme radikal yang memiliki pandangan bahwa penindasan laki-laki

terhadap perempuan terjadi akibat dari sistem patriarki. Tubuh perempuan

merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Salah satunya

adalah masalah seksualitas dimana perkosaan, pelecehan seksual, dan lain-lain

(Rosyidah dan Hermawati, 2013: 62-63). Pada intinya kalangan feminisme

radikal menolak karena anggapan bahwa penyebab kekerasan pada perempuan

disebabkan oleh perilaku korban seperti ganjen, genit, dan sebagainya.

Gagasannya didasarkan pada ide bahwa perempuan sebagai penggoda sehingga

pemerkosaan penyebabnya adalah perempuan itu sendiri karena adanya

stereotype. Sehingga terjadinya pemerkosaan karena adanya kekuasaan. Image

laki-laki sebagai penguasa dan perempuan yang dikuasai membuat perempuan

mudah untuk diperkosa atau dilecehkan.

60
Peneliti memaparkan hasil dari salinan putusan yang diperoleh dari

Pengadilan Negeri Tangerang untuk memverifikasi hasil wawancara. Terdapat 2

salinan putusan yang masing-masing bertolak belakang dari pengakuan dari para

pelaku. Hal ini dapat dilihat pada salinan putusan SL yaitu SL merupakan dukun

cabul yang menipu dan membohongi korban untuk mau disetubuhi dengan

ancaman verbal dan menakut-nakutinya. Korban memberontak dan menangis saat

dipaksa oleh pelaku dan mengancam akan membunuh korban dan orang tua

korban jika tidak mau (Putusan Nomor: ***/PID.B/2011/PN. TNG)

Hal ini diperkuat dengan salinan putusan dari IR bahwa IR memaksa dan

mengancam korban untuk tidak berontak dan memberitahukan hal tersebut ke

orang lain. Lalu korban kabur dari kontrakan IR dan pergi kerumah kakaknya lalu

menceritakan semua kejadian dan melaporkannya ke Polres. (Putusan Nomor:

***/PID.SUS/2012/PN. TNG)

Dari pemaparan di atas sama halnya yang dijelaskan oleh feminisme radikal

bahwa perempuan merupakan suatu objek yang ditindas oleh laki-laki salah

satunya adalah perkosaan. Indonesia merupakan Negara yang memiliki mayoritas

masyarakatnya menganut sistem patriarki, sistem patriarki merupakan sistem di

mana laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan. Banyak

sekali persepsi masyarakat bahwa jika ada perempuan yang diperkosa oleh laki-

laki pasti yang akan disudutkan adalah perempuan tersebut karena dianggap

perempuan tersebutlah penyebabnya. Hal ini serupa dengan pengakuan pelaku

61
yang mana hampir semua informan mengakui bahwa korbanlah yang

berkontribusi dan mendorong pelaku untuk melakukan tindak pemerkosaan. Akan

tetapi dalam sudut pandang feminis radikal hal ini tentu saja sangat bertentangan.

Perempuan menjadi korban kejahatan karena ia secara fisik tidak memiliki

kekuatan yang lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu jika korban berkontribusi

dalam proses kejahatan mengapa korban juga tiodak ikut dalam proses peradilan?

asumsi bahMaka dari sinilah peneliti menganggap bahwa perempuan hanyalah

menjadi korban bukan orang yang ikut berkontribusi dalam proses kejahatan.

Asumsi bahwa perempuan berkontribusi atau menjadi penyebab pemerkosaan

sebenarnya tidak seluruhnya dibenarkan dan jika perempuan ganjen atau genit

bukan berarti perempuan itu berhak untuk diperkosa.

Peneliti berasumsi jika dilihat dari sudut pandang pelaku maka pelaku akan

menyalahkan korban. Karena mereka menganggap bahwa korbanlah yang telah

memancing dan para pelaku juga memiliki pemikirannya sendiri yaitu jika

seorang perempuan tidak ingin melakukan hubungan seks bukan berarti benar-

benar tidak mau. Akan tetapi karena perempuan tidak ingin terlihat murahan.

Pandangan seperti inilah yang membuat terjadinya pemerkosaan dan menganggap

hal tersebut dilakukan karena atas dasar ‘suka sama suka’.

Selain itu dalam penelitian ini peneliti menemukan pola-pola viktimisasi

dalam tingginya tingkat kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan yaitu usia

dan jenis kelamin.

62
Pola-pola viktimisasi yaitu usia korban dalam penelitian ini memiliki usia

yang rentan menjadi korban kejahatan. Dapat dilihat bahwa korban kejahatan

pemerkosaan di Lembaga Pemasyarakatan paling banyak dialami oleh anak-anak

yang terjerat pada pasal 81 tentang perlindungan anak. Terdapat 91 narapidana

yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak dan hanya ada

6 narapidana yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap orang

dewasa. Hal ini merupakan termasuk dalam pola viktimisasi dimana pada usia

anak-anak lebih rentan menjadi korban kejahatan. Karena hal ini dianggap korban

tidak memiliki kekuatan atau dianggap lemah jika melawan.

Selanjutnya pola viktimisasi pada jenis kelamin yaitu perempuan lebih

rentan menjadi korban di rumah. Terutama dalam korban kekerasan seksual.

Dalam penelitian ini peneliti menemukan bahwa rata-rata tindak kejahatan

pemerkosaan dilakukan di rumah korban atau di rumah informan. Seperti yang

dijelaskan oleh AD saat diwawancarai di mana ia melakukan kejahatan tersebut:

“Iya, di rumah dia” (AD, Tangerang, 16 Januari 2014). Dipertegas oleh HE: “Di

Pasar Kemis, di rumah saya.” (HE, Tangerang, 16 Januari).

Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa tindakan tersebut memang

dilakukan di rumah korban atau di rumah informan. Dalam penelitian ini peneliti

hanya menemukan satu informan yang melakukan tindak kejahatan di ranah

publik seperti saung yang ada di perkebunan timun seperti yang dijelaskan AD:

“Iya, di rumah dia. Kalo di saung cuma untuk semi doang itukan gak dilakuin”

63
(AD, Tangerang, 16 Januari 2014). Akan tetapi pada saat itu AD mengaku

melakukannya hanya sebatas semi tidak sampai melakukan hubungan seksual.

Lalu AD melakukannya lagi pada saat di rumah korban.

Selain itu, pola viktimisasi pada jenis kelamin juga ditemukan bahwa

perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan dari orang terdekatnya. Seperti

yang ditemukan oleh peneliti, korban merupakan orang yang dikenal oleh pelaku

kejahatan, bahkan korban merupakan orang terdekat pelaku kejahatan. Seperti

yang dijelaskan oleh SL: “Ya bukan kenal lagilah. Orang tuanya yang nitipin.”

(SL, Tangerang, 16 Januari 2014). Dipertegas oleh GL: “Yaa, melakukan

persetubuhan sama pacar saya sendiri” (GL, Tangerang, 13 Januari 2014).

Dipertegas oleh IR: “Dia gak ada hubungan dengan saya, Cuma dia masih ada

kaitan dengan keluarga istri saya.” (IR, Tangerang 13 Januari 2014). Dipertegas

oleh HE: “… Tetangga cuma bukan di Serang, di Pasar kemis” (HE. Tangerang,

16 Januari 2014).

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa terdapat pola viktimisasi dari

jenis kelamin yaitu perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan dari orang

terdekatnya. Peneliti menemukan bahwa korban dan pelaku kejahatan memiliki

hubungan yang dekat seperti tetangga, pacar, adik sepupuh ipar, dan anak teman

pelaku kejahatan

64
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan antara lain

1. Tindak kejahatan pemerkosaan dapat terjadi diakibatkan oleh dua faktor

yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

2. Fakor internal yang mempengaruhi adalah kebutuhan untuk kepuasan

sesaat dan permusuhan. Kebutuhan untuk kepuasaan sesaat dapat dilihat

pada kebutuhan biologis dan penyaluran rasa kasih sayang yang salah.

Sedangkan permusuhan dapat dilihat pada emosi yang tidak dapat

dikendalikan akibat dari permusuhan.

3. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang.

Seseorang terdorong atas dasar faktor keluarga, sosial, ekonomi, dan

korban yang juga mempengaruhi terjadinya tindak kejahatan

pemerkosaan. Faktor tersebut meliputi: Faktor keluarga ditemukan bahwa

kontrol keluarga yang lemah dan kurangnya kasih sayang keluarga dapat

mempengaruhi seseorang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan.

Faktor sosial ditemukan bahwa rendahnya kontrol masyarakat sekitar

dapat dijadikan peluang seseorang dalam melakukan tindak kejahatan

pemerkosaan. Selain itu, respon masyarakat yang kurang baik terhadap

65
seseorang yang melakukan tindakan positif juga dapat mempengaruhi

adanya tindak pemerkosaan. Faktor korban yang mempengaruhi

merupakan hasil temuan yang banyak sekali ditemui. Sebagian besar

mereka mengakui bahwa korbanlah yang mempengaruhi dan membangun

situasi untuk melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Hal ini terlihat

pada interaksi yang terjadi antara pelaku dan korban. Karena semua

korban dalam penelitian ini merupakan orang terdekat seperti pacar,

tetangga, dan adik ipar. Selanjutnya, perilaku korban yang memancing

seperti mengolok-olok dan meladeni seseorang jika digoda juga dapat

menimbulkan terjadinya dorongan untuk melakukan tindak kejahatan

seseorang. Akan tetapi dalam penemuan data kedua berupa salinan

putusan tidak sama dengan hasil wawancara yang menyudutkan korban

dalam permasalahan ini. Akibat dari sistem patriarkilah yang membuat

perempuan seolah-olah menjadi “tersangka” pula dalam kejahatan

tersebut.

2. Saran

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti lebih mendalam

mengenai kejahatan pemerkosaan dan dengan sudut pandang yang

berbeda seperti pemerkosaan terhadap laki-laki yang belum banyak yang

melakukan penelitian tersebut. Selain itu diharapkan untuk mendapatkan

salinan putusan yang lebih lengkap agar menjadi pertimbangan dan

66
penguat analisa hasil penelitian. Selain itu disarankan pula untuk

mengambil tindak kejahatan pemerkosaan yang terbaru agar mendapatkan

semua salinan putusan yang dibutuhkaan.

2. Pemerintah harus membuat peraturan atau kebijakan yang mendukung

bagi keamanan baik laki-laki dan perempuan yang rentan mengalami

kekerasan. Contohnya pemerintah harus memaksa perusaan untuk

menyediakan transportasi seperti antar-jemput jika pegawainya pulang

pada malam hari dan memberikan fasilitas yang responsif gender dan

nilai-nilai kemanusiaan.

3. Pelaku atau masyarakat harus memiliki perspektif gender dapat dilakukan

oleh pemerintah atau tokoh agama dan masyarakat sekitar untuk

menganggap perempuan adalah makhluk yang lemah. Tokoh agama dan

masyarakat dapat melakukan sosialisasi dengan masyarakat dan

pemerintahan dapat melakukan seminar-seminar yang mengangkat topik-

topik bagaimana melindungi perempuan.

67
DAFTAR PUSTAKA

Adler, Mueller, Laufer, dan Grekul. 2008. Cryminologi, 1st Canadian Edition. United
State:McGraw-Hill.

AD. Tangerang. 16 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

Adi, Rianto. 2012. Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia

AH. Tangerang. 15 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

Antonio, Cesar. 2014. KUHP & KUHAP. Yogyakarta: Certe Posse

Asril. 2011. Livia Tewas dan Diperkosa dalam Angkot. Diunduh 3 November 2013
(http://megapolitan.kompas.com/read/2011/08/26/20210087/Livia.Tewas.dan.
Diperkosa.dalam.Angkot)

------. 2011. Korban Pemerkosaan di Angkot Tak Sengaja Bertemu Pelaku.


Diunduh 3 November 2013
(http://megapolitan.kompas.com/read/2011/09/14/18371922/Korban.Pemerko
saan.di.Angkot.Tak.Sengaja.Bertemu.Pelaku)

Bungin, Burhan, (ed.), 2007. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana,


Prenada MediaGroup.

------. 2013. Metodelogi Penelitian Sosial & Ekonomi. Jakarta: Kencana,


PranadaMedia Group.

DE. Tangerang. 16 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

Ekotama, Suryono, ST. Harum Pudjiarto RS, dan Widiartana. 2001. Abortus
Provocatus BagiKorban Perkosaan Perspektif Vitimologi Kriminologi dan
Hukum Pidana. Yogyakarta:Andi Offset.

Ekspirasi Harian 31 Desember 2010

Ekspirasi Harian 31 Desember 2011

Ekspirasi Harian 31 Desember 2012

ix
Ekspirasi Harian 31 Januari 2013

Ekspirasi Harian 28 Februari 2013

Ekspirasi Harian 31 Maret 2013

Ekspirasi Harian 30 April 2013

Ekspirasi Harian 31 Mei 2013

Ekspirasi Harian 30 Juni 2013

Ekspirasi Harian 31 Juli 2013

Ekspirasi Harian 31 Agustus 2013

Ekspirasi Harian 30 September 2013

Ekspirasi Harian 31 Oktober 2013

Ekspirasi Harian 30 November 2013

EN. Tangerang. 15 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

Firdaus. Tangerang. 16 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Staff Bagiaan


Pembinaan

GL. Tangerang. 13 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

Handayani, Yani Nur. 2004. Classic Rape Pada Pelopor Kasus Pemerkosaan Analisa
Isi 35Berkas Berita Acara Pemeriksaan Polres Metro Jakarta Timur Periode
Januari 2003 s/dDesember 2003. Jakarta: Skripsi Program Studi Kriminologi,
Universitas Indonesia.

HE. Tangerang. 16 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

IR. Tangerang. 13 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Narapidana


Pemerkosaan

x
Jajang. Tangerang. 1 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Kepala Sie. Registrasi

Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang, 2014.

Nazir , Moh.1999. Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia.

Prasetyo, Teguh. 2010. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media.

Presiden Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 12 Tahun


1995, Tentang Pemasyarakatan. Diunduh 14 Desember 2013
(http://www.kemenkumham.go.id/attachments/article/167/uu12_1995.pdf)

Priyatna, Haris. 2013. Kamus Sosiologi: Deskriptif dan Mudah Dipahami. Bandung:
NuansaCendekia.

Priyatin. 2012. Kasus Perkosaan Anak Melonjak 400%.Diunduh 3 November 2013


(http://internasional.kompas.com/read/2012/02/29/12225746/Kasus.Perkosaan
.Anak.Melonjak.400.Persen)

Putusan Nomor: ***/PID.SUS/2012/PN TNG

Putusan Nomor: ***/PID.B/2011/PN TNG

Register B1, Seksi Registrasi Lapas Klas 1 Tangerang. 2014

Rosyidah dan Hermawati. 2013. Relasi Gender dalam Agama-agama. Tangerang


Selatan: UIN Jakarta Press.

Sejarah Periode Kemerdekaan. Diunduh tanggal 7 Januari 2014


(http://www.ditjenpas.go.id/sejarah)

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi (Edisi Revisi). Jakarta: Lembaga


Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indoensia.

Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Pendidikan dan Bimbingan


Konseling.Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Toro. Tangerang. 13 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan KALAPAS Bagian


Pembinaan

xi
Waluyo, Yoyo. 1991. Perkosaan oleh Pemuda Studi Kasus Terhadap Narapidana Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Jakarta: Skripsi
Program KriminologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia.

xii
Lampiran 1: Rekap Tingkat Kejahatan Bulan Januari sampai November 2013

Tingkat Kejahatan Bulan Januari Sampai November 2013

No Jenis Jumlah Narapidana Tiap Bulannya

Kejahatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov

1 Politik - - - - - - - - - - -

2 Thd Kepala - - - - - - - - - - -

Negara

3 Thd Ketertiban 5 5 5 6 9 19 19 19 16 16 16

4 Pembakaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

5 Penyuapan - - - - - - - - - - -

6 Mata Uang 8 8 8 8 8 8 8 7 7 8 7

7 Memalsu 3 3 3 3 5 5 5 4 2 2 2

Materai/ Surat

8 Kesusilaan 9 10 8 8 9 9 9 8 8 8 8

9 Perjudian - - - - - - - - - - -

10 Penculikan - - - - - - - - - - -

11 Pembunuhan 102 105 99 100 98 102 111 114 116 109 109

12 Penganiayaan 11 11 10 10 8 7 5 4 4 4 4

13 Pencurian 14 16 15 14 15 3 12 11 10 8 7

14 Perampokan 48 50 50 50 50 49 52 50 48 54 51

15 Pemerasan/ - - - - - - - - - - -

Pengancaman

xiii
16 Penggelapan 7 6 5 3 9 2 2 - - - -

17 Penipuan 6 7 7 7 - 9 9 6 5 6 5

18 Merusak - - - - - - - - - - -

Barang

19 Dalam Jabatan - - - - - - - - - - -

20 Penadahan 1 1 - - - - - - - - -

21 Ekonomi - - - - - - - - - - -

22 Subversi - - - - - - - - - - -

23 Psikotropika 35 35 33 33 9 31 29 27 27 27 28

24 Narkotika UU 95 93 94 91 107 85 80 69 66 64 61

No. 22/ 97

25 Narkorika UU 983 988 984 972 986 1.001 983 944 936 906 868

No. 35/ 2009

26 Korupsi - - - - - - 1 1 1 1 1

27 Penyelundupan - - - - - - - - - - -

28 Pelanggaran - - - - - - - - - - -

29 Perlindungan 126 125 124 121 120 121 127 122 122 126 113

Anak

30 Illegal Logging - - - - - - - - - - -

31 Teroris 16 16 21 21 29 29 29 29 28 21 26

32 Trafficking 1 1 1 1 - 1 1 1 1 1 1

33 Lain-lain 15 14 12 11 11 9 9 9 10 10 10

Total Narapidana 1.486 1.495 1.480 1.460 1.474 1.501 1.492 1.426 1.408 1.372 1.318

xiv
Narapidana HM 6 5 5 5 5 6 6 7 7 7 7

Narapidana SH 8 9 9 9 9 11 11 11 11 16 17

xv
Lampiran 2: Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang

KEPALA
Dedi Handoko, Bc.IP, S.sos

KEPALA BAGIAN TATA USAHA


Sapto Winarno, Bc.IP, SH, MH

KASUBAG KASUBAG KASUBAG


KEPEGAWAIAN KEUANGAN UMUM

Budi Sutrisno, SH Saebani, SIP, M.Si Sulan Atmojo

KEPALA KPLP KEPALA BIDANG KEPALA BIDANG KEPALA


PEMBINAAN GIATJA BIDANG
Sutarno, Bc.IP, SH, MH MINKAMTIB
M. Ridwantoro, Arief Gunawan,
Bc.IP, SH Bc.IP, SH, MH Maizal Arifin, SH

KASIE PRTATIB
Regu Pengamanan KASIE BIMKES KASIE BIMB.
KERJA Dedy Cahyadi,
Andry Ferly, Amd.IP, Amd.IP. SH, Msi
S.sos, M.Si Prayitno, Bc.IP, S.sos

I II III IV KASIE
KASIE KASIE LOHASKER KEAMANAN
REGISTRASI
Agus Sadewo Kumbang Suanie,
Drs. Jajang Supriyadi Amd.IP, SH, MH

KASIE KASIE SARANA P2U


PERAWATAN KERJA

Drs. Ratno Budi Drs. Bambang Hadi I II III IV


Cahyo

xvi
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI

xvii
xviii
Lampiran 4: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang

xix
xx
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KANTOR WILAYAH BANTEN
]1. Brigjend KH. Syam'un No. 44D Ttp. (025a) 21ZOZ5 Serang
Fax : (0254) 217029 email : kumha.m-banten@),ahoo.com

Nomor: W12. PK.01.06.01 -Bgot Serang, 01 Agustus 2013


Lam :-
Ha[ : Permohonan ljin Penetitian
Kepada Yth,
PUDEK Bidang Akademik
Fakultas llmu sosial dan llmu politik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
di-
JAKARTA
Sehubungan dengan surat saudari tanggal 13 Juni 2013 Nomor : Un.01/
F.11lKM.01 .3/0779/2013, perihat sebagaimana tersebut pada pokok surat, bersama ini di
sampaikan bahwa pada prinsipnya kami mengizinkan saudara/i :

Nama : Ratih Rukmana


NPM : 1110111O00A29 lYt
Jurusan : Fakuttas ltmu SosiaI dan ltmu Potitik
Untuk mengadakan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan Ktas I Tangerang guna
metakukan wawancara dan mencari data untuk kepertuan penyusunan skripsi yang
berjudul " Motifosi Pelaku Pemerkosoan,, .
Setanjutnya demi ketancaran petaksanaannya di harapkan Saudara/i memperhatikan
hat - hat sebagdi berikut :

1. Metakukan koordinasi tertebih dahutu dengan Kepata Lapas menyangkut waktu dan
substansi kegiatan;
2. Tidak diperkenankan me[akukan kegiatan pengambitan gambar / shooting / rekaman
pada sel / btok hunian tahanan dan atau sekitarnya;
3. Teknis petaksanaannya kami serahkan kepada Kepata Lapas sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada dan tetap memperhatikan surat edaran Dirjen pas No. pAS HM.O1.O2-
29 Tanggat 22 Juli 2011;
4. Tidak diperkenankan untuk menggandakan data ( arsip negara
);
5. Mengirim 1 ( satu ) Laporan ke Kantor Witayah Kementerian Hukum dan HAM Banten
setetah setesai metakukan kegiatan;

Demikian izin ini diberikan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

la Kantor Wilayah,
Pemasyarakatan

Tembusan Yth :
1- Direktur Jenderal Pemasyar.akatan Kementerian Hukum dan Ham Rl di - Jakarta
2. Kepata Kantor witayah Kementerian Hukumdan HAM Banten (sebagai Laporan)
3. Kepata Lembaga Pemasyarakatan Ktas I Tangerang di- Tangeiang
KEMENTERIAN }IUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KANTOR WILAYAH BANTEN
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS T TANGERANG
Jl. VeteranNo .02 Kota Tangerang I Telp.AZl-SSZ4lBl

Nomor : Wl 2. LA.UM.O1.A1 - gA,//

Yang i:ertaiida tangarr ,iibaw-ah ii-.,i :

Nama Dedi Handoko, Bo.IP, S.Sos

1\lr Iyol.uyu5 ryi')u5 r uui.

Pangkat/Gol Pembina TK.I ( IV/b )

iabatan Kepaia Lembaga Pemasyarakatan Kias i Tangerang

Dengan ini menyatakan bahwa :

Nama Ratih Rukmana

NPM 1 110111000029/Vr

Fakultas Ilmu Soshl dan Ilmu Politik

Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Jakafia

Benar Mahasiswi tersebut telah melalrukan wawancara dengan Kepala Bidang pembinaan

Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang guna menca1- data dan informasi lain

sebagai bahan penelitian datam rangka menyusuo karya ilmiah atau skripsi yang berjudul :

"MOTIFASI PELAKU PEMERKOSAAIf', di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang pada

tanggat 13 s/d 15 Januari 2014.

Demikian surat keterangan ini.dibuat untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Dikeluarkan di : Tangerang
Padatanggal : 5 April 2014

xg-ssu.\o
14N6gg.tr)

Anda mungkin juga menyukai