Oleh :
Ratih Rukmana
1110111000029
JAKARTA
1435/ 2014
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua surnber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UfN)
Syarif Hidayatullah J akarta.
J. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari katya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
lakarta,24 Jum2014
Ratih Rukmana
PERSETUruAI.I PEMBIMB ING SKRIPSI
Nama : RatihRuhnana
}IIM :1110111000029
Mengetatrui, Menyetujui
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb
ii
Supriyadi, serta para petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang,
terima kasih atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.
7. Kedua orang tua tercinta,Bapak Rukmani dan MamaRohena yang selalu
mendoakan, memberikan kasih sayang yang luar biasa dan mendukung
penulis baik moril maupun materil. I love you both.
8. Mulki Hafizhan Muslim yang selalu membantu, mendengarkan keluh
kesah, dan memberikan semangat kepada penulis. Thank you love.
9. Anak Kosan Ceria No. 2A yang selalu ceria Mega Yunita a.k.a Yati, Riza
Afriani a.k.a Isee, Saskya Andriyani a.k.a Surti, Sufi Alfida dan Tammy
NKJ, terima kasih teman senasib dan seperjuangan yang mengawali
langkah pertama perkuliahan hingga akhir perkuliahan. Terima kasih atas
persahabatan yang terjalin. Kalian luar biasa!
10. Mba Putri Ochtavianie yang selalu membantu dan memberi masukan untuk
penulis. Farah, Nurul, Izza, Liana, terima kasih untuk dukungan dan
semangat yang diberikan untuk penulis. Thank you girls!
11. Sepupuh-sepupuh, saudara-saudara, dan teman-teman yang selalu
mendoakan dan menyemangati penulis.
12. Teman-teman sesama mahasiswa khususnya Sosiologi 2010, terima kasih
atas pertemanan yang terjalin selama ini. Sukses selalu untuk kita!
13. Para informan yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya dan
memberikan informasi yang sangat dibutuhkan untuk penulis.
14. Pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung berjasa bagi
penulisan skripsi ini.
Semoga kalian semua selalu dalam lindungan Allah SWT. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan para pembaca dan memberikan
kontribusi yang positif bagi ilmu Sosiologi kriminalitasterutama yang berkaitan
dengan perspektif sosiologis dalam menganalisa pemerkosaan terhadap
perempuan.Amin Ya Robbal alamin.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Penulis
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK......................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL........................................................................................................vi
DAFTAR GRAFIK.....................................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah.........................................................................1
B. Pertanyaan Penelitian.......................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................4
D. Tinjauan Pustaka..............................................................................5
E. Batasan Konsep...............................................................................8
F. Kerangka Teori..............................................................................11
G. Metodologi Penelitian....................................................................17
H. Sistematika Penulisan....................................................................26
A. Faktor Internal...............................................................................43
1. Kebutuhan Biologis.................................................................44
iv
2. Penyaluran Kasih Sayang yang Salah......................................45
3. Emosi yang tidak dapat Dikendalikan.....................................47
B. Faktor Eksternal……….................................................................48
1. Lemahnya Kontrol dan Kasih Sayang Keluarga.....................49
2. Rendahnya Kontrol Masyarakat Sekitar..................................50
3. Tidak Tercapainya Tujuan yang Positif dari Masyarakat atau
Orang Lain...............................................................................52
4. Terpancing oleh Perilaku Korban............................................57
A. Kesimpulan....................................................................................65
B. Saran..............................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................ix
LAMPIRAN-LAMPIRAN.........................................................................................xiii
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GRAFIK
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia.....................................................................................................................xvii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini ingin mengkaji tentang pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku
pemerkosaan.
perjalanan sejarah Indonesia, tercatat bahwa Operasi militer yang diterapkan di Aceh
sejak 1989 sampai dengan awal Agustus 1998 telah menyebabkan 102 perempuan
tentang besarnya angka kekerasan seksual di wilayah Timtim (Timtim sudah merdeka
dan terlepas dari Indonesia, terhitung sejak tahun 1999). Dalam laporan Amnesti
Beijing (1995) tercatat korban pemerkosaan oleh aparat militer Jakarta (Indonesia)
1
Kasus pemerkosaan lain yang amat menghebohkan dunia internasional tapi
sampai sekarang belum terungkap adalah kasus pemerkosaan massal 13-15 Mei 1998
di Jakarta. Dari hasil investigasi yang dilakukan Tim Relawan Untuk Kemanusiaan
korban pemerkosaan murni ada 103 orang (1 mati), pemerkosaan dan penganiayaan
seksual 14 orang (1 mati). Jumlah korban adalah wanita keturunan Tionghoa (etnis
korban pemerkosaan banyak yang dialami oleh anak di bawah umur, peneliti
mengutip artikel dari kompas yang mengatakan bahwa kasus pemerkosaan anak di
Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, pada tahun 2011 bertambah hingga 400 persen
kasus pemerkosaan yang menimpa pada anak ada 41 kasus. Sementara pada tahun
2010 ada sembilan kasus. Usia korban rata-rata sekitar 13-18 tahun (Priyatin, 2012).
yang terjadi di ranah publik, seperti angkutan umum. Kasus pemerkosaan yang terjadi
di angkutan umum menjadi suatu hal yang sangat mengerikan. Contoh kasus yang
peneliti ambil dari Kompas yaitu pemerkosaan di angkutan umum yang dialami Livia
2
Pavita Soelistio, Ia diperkosa di dalam angkutan umum M24 jurusan Srengseng-Slipi,
yang dilakukan oleh 6 pelaku. Hal ini terjadi pada siang hari tanggal 16 Agustus 2011
(Asril, 2011).
Selanjutnya, terjadi hal yang serupa di angkutan umum D02 jurusan Pondok
Labu-Ciputat, peristiwa ini menimpa RS warga Pondok Gede saat pulang bekerja
pukul 00.30 tanggal 1 September 2011. Pemerkosaan berlangsung selama mikrolet itu
Dalam lingkungan UIN Jakarta sendiri pun terjadi, yakni hal yang menimpa
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia
Moor dan Sinclair (1995) menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan. Pada
berusia muda, oleh orang yang telah dikenal. Korbannya adalah seperti tetangga,
Dari pemaparan kasus di atas, terlihat bahwa tindak pemerkosaan masih sangat
sering di Indonesia dan ini menunjukan bahwa perempuan dan anak masih berada
dalam posisi yang rentan menjadi korban tindak kekerasan dan kejahatan terutama
pemerkosaan. Pada kenyataannya pelaku pemerkosaan bukan hanya orang yang tidak
3
dikenal atau orang asing saja, tetapi orang terdekat korbanpun dapat menjadi
pelakunya. Padahal tindak pemerkosaan jelas-jelas dilarang dan tertulis pada “pasal
285 KUHP, yang mana dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia
Tangerang.
B. Pertanyaan Masalah
4
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah baru bagi
ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya sosiologi kriminalitas dan sosiologi
ketegangan umum (general strain theory), teori kontrol sosial dan personal dalam
pemerkosaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja dan juga menjaga perilaku mereka
pemerkosaan.
D. Tinjauan Pustaka
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Yoyo Waluyo pada tahun 1991.
metodelogi kualitatif, dengan metode studi kasus dengan 8 narapidana yang berada di
Lapas pemuda. Teknik pengumpulan data menggunakan studi dokumen dari Polda
Metro Jaya untuk data tentang usia pelaku perkosaan di wilayah Jakarta dan data
sekunder berasal dari berkas vonis pengadilan yang ada di lapas Pemuda untuk
5
menentukan responden, lalu wawancara dengan narapidana. Teori yang digunakan
adalah teori Steven Box yang membagi perkosaan menjadi 5 jenis, yaitu Sadistic
Rape, Anger Rape, Domination Rape, Seductive Rape, dan Exploitation Rape. Lalu
pengakuan dari kelompok atau untuk mendapat pengakuan dari pihak orang tua
korban. Faktor penarik, rangsangan yang menyebabkan timbulnya hasrat seksual dari
subyek (korban, korban dan pelaku, pornografi). Cara berpakaian dan perilaku korban
dalam beberapa kasus ternyata membangkitkan hasrat seksual dari pelaku, hasrat
seksual pelaku muncul karena suasana rangsangan yang diciptakan oleh kedua belah
Pornografi juga hal yang dapat membangkitkan seksual. Faktor pendukung, korban
adanya ketergantungan pihak korban terhadap subyek yang pada akhirnya terjadi
Kedua, penelitian yang ditulis oleh Yani Nur Handayani pada tahun 2004
mengenai Classic Rape pada Pelopor Kasus Perkosaan. Teori yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Classic Rape Situation oleh Weis dan Bonger. Classic rape itu
adalah stereotype umum tentang perkosaan yang terdiri dari beberapa karateristik,
yaitu korban perkosaan diserang ditempat umum oleh orang yang tidak dikenal
6
dengan menggunakan senjata, pelaku melukai tubuh korban dengan tujuan untuk
metode kuantitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa berkas berita acara pemeriksaan (BAP) perkosaan polres metro Jakarta Timur
periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2003. Dari 57 kasus perkosaan, hanya
35 BAP yang dapat diteliti. Hasilnya 37% tempat kejadian perkara di tempat umum
dan 63% di tempat private yaitu rumah korban dan rumah pelaku. Hubungan sosial
antara pelaku dan korban perkosaan 67% pelaku adalah orang yang dikenal (teman,
guru, tetangga, orang yang dikenal), 12 % pelakunya adalah orang yang tidak dikenal,
14% adalah orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengan korban (bapak
kandung, bapak tiri, paman, kaka ipar), dan 7% pelakunya adalah pacar korban. 86%
tidak menggunakan derajat pemaksaan yang tinggi dan sedikit yang menggunakan
pemaksaan yang tinggi (14%). 29% korban mengalami luka-luka dan 71% korban
tidak mengalami luka-luka. 69% korban tidak mengalami perlawanan dan 31%
korban mengalami perlawanan secara fisik kepada pelakunya. 60% korban tidak
melakukan perlawanan secara verbal dan 40% melakukan perlawanan secara verbal
(Handayani, 2004).
sekarang yaitu sama-sama meneliti dengan fokus penelitian yang sama yaitu
mengenai pemerkosaan. Namun, dengan sudut pandang yang berbeda yaitu penelitian
7
terdahulu melihat pemerkosaan yang dilakukan oleh pemuda dan classic rape pada
wawancara terhadap informan, akan tetapi penelitian yang sekarang selain melakukan
wawancara juga melakukan pengumpulan data sekunder berupa salinan putusan dari
pendekatan kuantitatif dengan mengumpulkan data sekunder berupa BAP dari Polres
Metro Jakarta Timur. Selanjutnya yang terakhir terdapat persamaan dan perbedaan
menggunakan teori Steven Box classic rape situation, sedangkan penelitian yang
E. Batasan Konsep
Pelaku kejahatan adalah orang yang telah melakukan kejahatan yang sering
8
Pemerkosaan menurut kamus sosiologi yaitu tindakan pemaksaan dengan
kekerasan pada orang lain untuk melakukan hubungan seksual (Priyatna 2013:124).
rayuan.
Pelaku kejahatan ini menjawab apa yang menyebabkan mereka melakukan tindak
1. Kesusilaan
pernikahan.” (Poural, 2013: 1) dan KUHP (pasal 287) yaitu “barang siapa
umumnya belum jelas, bahwa belum waktunya kawin, diancam dengan pindana
9
2. Perlindungan Anak
pasal 81 ayat (1) yaitu setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan
atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun dan paling singkat tiga tahun dan denda paling banyak tiga ratus juta
rupiah dan paling sedikit enam puluh juta rupiah. Pasal 81 ayat (2) ketentuan
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang
hanya pada pasal 285 saja tetapi pada pasal 287 dan pasal 81 tentang perlindungan
anak juga termasuk dalam pemerkosaan. Hal ini dibedakan karena jenis usia korban.
atas umur 18 tahun atau dewasa akan dikenakan pasal 285. Sedangkan seseorang
yang melakukan tindak kejahatan terhadap perempuan di bawah umur 18 tahun atau
anak-anak maka akan dikenakan pasal 287 atau pasal 81 tentang perlindungan anak.
10
Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang yang melakukan
remaja. Bukan lagi anak-anak. Peneliti berasumsi bahwa anak di atas 12 tahun dapat
dikategorikan remaja.
F. Kerangka Teori
dalam kriminologi dapat dilihat pada artikel Hans von Hentig, pada tahun 1941.
Menurut von Hentig kejahatan merupakan "interaksi antara pelaku dan korban"
kriminal atau dengan menciptakan atau membangun situasi yang mengarah pada
Michael Gottfredson, dan James Garofalo pada tahun 1978. Teori ini berpendapat,
karena perubahan peran (seperti dari ibu rumah tangga menjadi ibu pekerja) dan
jadwal (kalendar sekolah anak), dapat mengarahkan pada perbedaan gaya hidup
(bekerja dan aktifitas waktu luang). Variasi gaya hidup ini mempengaruhi situasi
11
dengan resiko viktimisasi yang tinggi. Gaya hidup yang dilakukan seseorang dapat
James Tedeschi dan Richard Felson mengajukan teori "tindakan koersif", yang
menekankan pada cara interaksi korban dan pelaku memainkan peran yang besar
kejahatan dengan tujuan bukan karena mereka kehilangan kontrol dan membuat
keputusan untuk melakukan tindakan kekerasan dan memilih target yang jauh lebih
(tidak dikenal).
12
4. Orang yang single cenderung memiliki resiko viktimisasi yang tinggi.
dimana korban memiliki peran dalam proses kejahatan. Misalnya karena terlalu
mempercayai seseorang tanpa adanya rasa curiga. Padahal dalam teori ini perempuan
lebih rentan mengalami tindak kejahatan dari orang terdekatnya dan perempuan lebih
rentan mengalami tindak kejahatan pemerkosaan. Namun dalam penggunaan teori ini
pemerkosaan terjadi karena perilaku korbannya itu sendiri. Teori ini akan tetap
digunakan tapi untuk melihat perspektif yang lebih adil maka digunakan juga teori
feminisme radikal. Teori viktimisasi digunakan dalam penelitian untuk melihat sejauh
mana pelaku melakukan tindak pemerkosaan tersebut. Akan tetapi teori ini saja tidak
cukup karena pengalaman pelaku pemerkosaan pasti akan menyudutkan korban maka
bermula pada tahun 1960an terutama dikenal luas di Amerika dan Inggris. Aliran ini
muncul sebagai reaksi atas kultur sekisme atau dominasi social berdasarkan jenis
kelamin di Barat pada tahun 1960an. Kegiatan utamanya melawan kekerasan seksual
13
diyakini sebagai satu fakta dalam sistem masyarakat. Gerakan ini sesuai dengan
perempuan terjadi akibat system patriarki (Rosyidah, dan Hermawati, 2013: 62).
Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh laki-laki. Oleh karena itu,
reproduksi, seksualitas, seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi
privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan (Rosyidah
ganjen, genit, dan lain-lain. Gagasannya didasarkan pada ide bahwa perempuan
laki-laki sebagai penguasa dan perempuan yang dikuasai bahwa perempuan mudah
Teori). Robert Agnew berpendapat bahwa kegagalan untuk mencapai tujuan materi
(titik fokus dari teori Merton) bukan satu-satunya alasan untuk melakukan kejahatan.
Perilaku kriminal juga dapat terkait dengan kemarahan dan frustrasi yang terjadi
14
ketika seseorang diperlakukan dengan cara yang tidak dia ingin dalam hubungan
al. 2008:126):
yang dinilai positif. Pandangan Merton dalam hal ini lebih ke ekonomi
yang legal. Jika Agnew tidak hanya dalam ekonomi, ketegangan dapat
(drugs).
15
verbal. Perilaku kriminal dalam situasi ini dapat terjadi ketika seseorang
mencoba untuk melarikan diri dari situasi itu, mengakhiri masalah, atau
membalas dendam.
Peneliti beranggapan bahwa suatu tindak kejahatan juga dapat terjadi akibat
adanya perlakuan yang tidak diinginkan oleh seseorang. Misalnya untuk mencapai
tujuan yang positif dalam suatu masyarakat, ia justru tidak mendapatkan apresiasi
dari masyarakat sekitar atas tindakannya tersebut. Hal inilah yang membuat peneliti
untuk menggunakan teori ini dalam melihat penyebab pelaku melakukan tindak
pemerkosaan.
kontrol personal (internal) yang merupakan kekuatan penting dalam menjaga atau
pemikir sekolah klasik seperti Cesare Beccaria dan Jeremy Bentham, teori kontrol
sosial menekankan sifat rasional manusia. Teori ini menunjukkan pentingnya analisa
Dalam sistem kontrol sosial dan personal peneliti lebih menggunakan teori
16
Reckless menunjukkan bahwa penyimpangan, secara langsung berkaitan
dengan sejauh mana inner containment (pertahanan dari dalam diri) (seperti
kebutuhan untuk kepuasan sesaat, gelisah, dan permusuhan), dan outer containment
(pertahanan dari luar diri) (seperti kemiskinan, pengangguran, dan peluang yang
dihalangi). Peneliti lain melihat kontrol orangtua, misalnya, mungkin tergantung pada
faktor-faktor seperti broken home, pekerjaan ibu, dan jumlah anak dalam keluarga
terjadi karena kurangnya penahanan dalam diri seseorang dan juga luar diri
melakukan tindak pemerkosaan. Hal ini yang membuat peneliti menggunakan teori
ini untuk melihat apakah kejahatan terjadi karena kurangnya penahanan diri dalam
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
17
dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu
metode kualitatif.
2. Subjek Penelitian
peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan
a. Narapidana
18
Tabel I.G.2.a.1 Kategori Jenis Kejahatan
A. Pasal 81 91
B. Pasal 285 6
C. Pasal 287 3
dengan kriteria:
19
Tabel 1.G.2.a.2 Profil Informan
1 EN 49 46 Kategori A 19 Pacar
2 HE 47 45 Kategori B 30 Tetangga
6 DE 25 23 Kategori B 21 Tetangga
8 GL 25 23 Kategori A 17 Pacar
9 AL 28 25 Kategori C 16 Pacar
10 RA 39 35 Kategori C 16 Tetangga
kriteria:
20
LAPAS. Sedangkan, petugas registrasi merupakan petugas
3. Lokasi Penelitian
Tangerang. Jalan Veteran Raya No. 2. Alasan memilih lokasi penelitian tersebut
21
pelaku pemerkosaan dengan jumlah 100 narapidana, 91 narapidana pelaku
pelaku pemerkosaan.
4. Waktu Penelitian
data-data yang berkaitan dengan penelitian ini dan dilakukan pada bulan
5. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder.
22
kemudian peneliti tabulasi dengan cara melihat poin-poin penting
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari
primer.
a. Wawancara
23
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai
1999:234).
agar tidak ada satupun jawaban informan yang terlewat, dilakukan dalam
waktu yang tidak ditentukan. Hal ini untuk menggali informasi yang lebih
I.G.6.a.4)
24
Tabel I.G.6.a.4 Waktu Wawancara
1 IR 13 Januari 2014
2 GL 13 Januari 2014
3 EN 15 Januari 2014
4 AH 15 Januari 2014
5 DE 16 Januari 2014
6 SL 16 Januari 2014
7 HE 16 Januari 2014
8 AD 16 Januari 2014
9 RA 13 Januari 2014
10 AL 15 Januari 2014
dengan cara menelaah data-data yang ada kemudian langkah pertama yang
246).
25
Penganalisaan data dalam penelitian ini dilakukan setelah hasil penelitian
data diperoleh dari hasil wawancara, catatan, data-data lapangan, dan data
salinan putusan dari Pengadilan Negeri Tangerang. Hal ini dilakukan dengan
cara:
uraian singkat.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab yang meliputi:
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, kerangka teori,
26
Bab II Gambaran Lokasi Penelitian, membahas mengenai pemasyarakatan, sejarah
dan Pasal atau KUHP, jenis kejahatan dan tingkat tinggi rendahnya kejahatan, dan
tindak pemerkosaan. Faktor-faktor tersebut dilihat dari faktor internal dan juga faktor
eksternal.
27
BAB II
GAMBARAN UMUM
Sahardjo, SH. Pada tanggal 5 Juli 1963 (ditjenpas, 7 Januari 2014). Pemasyarakatan
oleh beliau dinyatakan sebagai tujuan dari pidana penjara (ditjenpas, 7 Januari 2014).
Pemasyarakatan ini maka makin kokoh usaha-usaha untuk mewujudkan visi Sistem
Pemasyarakatan, sebagai tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan
terpadu antara Pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar
28
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomer: 12 Tahun 1995, Lembaga
Desember 2013).
Tangerang, LAPAS ini dibangun sejak tahun 1977 dari dana anggaran proyek secara
bertahap sampai dengan tahun 1980. Kemudian pada tanggal 6 Desember 1982
narapidana kasus korupsi (White Collar Crime) sehingga model struktur bangunan
dibentuk menyerupai cottage, yang pada akhirnya digunakan untuk LAPAS Pria
Tangerang hanya terdapat LAPAS anak yang berada di Tanah Tinggi Tangerang.
Lalu pada waktu periode awal kemerdekaan Indonesia sedang marak korupsi yang
untuk dibangunnya LAPAS khusus korupsi. Akan tetapi semakin lama tindak pidana
29
semakin meningkat jadi LAPAS Klas 1 Tangerang tidak jadi Lapas khusus korupsi
lagi.
presentase LAPAS didominasi kasus narkoba enam puluh persen dan sisanya empat
Kapasitas daya tampung narapidana hanya sebanyak 600 orang, namun pada bulan
Desember 2012 isi LAPAS melebihi kapastiasnya yakni sebanyak 1479 (Lembaga
02 Kota Tangerang. Di bangun di atas tanah seluas lima hektar dengan luas bangunan
d. Blok A Pengasingan
b. Blok C (Blok C Pengasingan, Blok C1, Blok C2, dan Blok C3)
30
3. Blok Kasus Kriminal:
a. Blok D (Blok D Pengasingan, Blok D1, Blok D2, dan Blok D3)
c. Blok F (Blok F Pengasingan, Blok F1, Blok F2, dan Blok F3)
C. Golongan Narapidana
tahun.
31
Selain narapidana terdapat juga tahanan, tahanan terbagi lagi ke dalam lima
1 A1 Tahanan Kepolisian
2 A II Tahanan Kejaksaan
Pada tahun 2013 tahanan dari Kepolisian dan Kejaksaan tidak lagi berada di
2014).
Peneliti menerima data berupa ekspirasi harian mengenai jenis kejahatan dan
pasal atau KUHP yang terdapat di LAPAS Klas 1 Tangerang, yaitu (Lihat Tabel
II.D.1):
32
Table II.D.1 Jenis Kejahatan dan Pasal atau KUHP
politik, kejahatan terhadap kepala negara, dan subversi merupakan pasal khusus.
33
Sedangkan jenis kejahatan korupsi, sejak bulan Februari 2013 dengan keputusan
Undang-undang Nomer: 35 Tahun 2009 itu merupakan urusan Jaksa dan Hakim,
dan disesuaikan dengan ayat 111, 112, 113, dan 114. Ayat 114 hukumannya lebih
berat karena dianggap pengedar, sedangkan 111, 112, 113 itu pemakai narkotika
Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada akhir tahun 2010 terdapat banyak jenis
kejahatan yang ada yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata uang,
perlindungan anak, dan lain-lain. Jumlah narapidana pada akhir tahun 2010 terdapat
1.053 narapidana. Jenis kejahatan yang paling banyak yaitu jenis kejahatan narkotika,
237 narapidana. Selain itu pembunuhan terdapat 105 narapidana dan perlindungan
anak terdapat 100 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling sedikit terdapat
pada kejahatan merusak barang, yaitu hanya ada satu narapidan (Ekspirasi Harian, 31
Desember 2010). Berikut ini peneliti tampilkan grafik tinggi rendahnya jenis
34
kejahatan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada tahun
2010
300
250
200
150
100
50
2010
0
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang pada akhir tahun 2011 terdapat banyak
jenis kejahatan yang terjadi, yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata
pada tahun 2011 sebanyak 1.599 narapidana. Jenis kejahatan yang paling banyak
pada tahun 2011 yaitu narkotika pada Undang-undang Nomer: 35 Tahun 2009
35
sebanyak 925 narapidana. Selanjutnya narkotika pada Undang-undang Nomer: 22
Tahun 1997 sebanyak 156 narapidana. Lalu jenis kejahatan yang paling banyak selain
narkotika yaitu jenis kejahatan perlindungan anak terdapat 132 narapidana dan
pembunuhan terdapat 106 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling sedikit
terdapat pada jenis kejahatan pembakaran, memalsu materai/ surat, dan pemerasan
yaitu sebanyak satu narapidana (Ekspirasi Harian, 31 Desember 2011). Berikut ini
peneliti tampilkan grafik tinggi rendahnya jenis kejahatan yang terjadi di Lembaga
2011
1000
900
800
700
600
500
400
300
200 2011
100
0
Selanjutnya melihat jenis kejahatan di tahun 2012, menurut data yang peneliti
akhir tahun 2012 terdapat banyak jenis kejahatan yang terjadi, jenis kejahatan yang
36
ada yaitu kejahatan terhadap ketertiban, pembakaran, mata uang, kesusilaan,
dan lain-lain. Jumlah narapidana pada tahun 2012 sebanyak 1.479 narapidana. Jenis
kejahatan yang paling tinggi ditahun 2012 masih tetap dengan tahun-tahun
narapidana. Selanjutnya jenis kejahatan yang paling banyak setelah narkotika yaitu
perlindungan anak sebanyak 127 narapidana. Sedangkan jenis kejahatan yang paling
sedikit pada tahun 2012 yaitu kejahatan pembakaran, penadahan, dan trafficking yaitu
sebanyak satu narapidana (Ekspirasi Harian, 31 Desember 2012). Berikut ini peneliti
2012
1200
1000
800
600
400
200
2012
0
37
Berikut ini peneliti tampilkan naik turunnya jumlah Narapidana yang ada di
Lembaga Pemasyarakatan dari tahun 2010 sampai dengan 2012 (Lihat grafik II.E.4):
hingga 2011 mengalami peningkatan yang cukup banyak, yakni 1.053 narapidana
pada tahun 2010 menjadi 1.599 narapidana pada tahun 2011. Selisih jumlah
narapidana dari tahun 2010 sampai 2011 yaitu 546 narapidana. Namun, pada tahun
2012 jumlah narapidana mengalami penurunan sebanyak 120 narapidana dari jumlah
narapidana pada tahun 2011. Jika dibandingkan dengan tahun 2010, jumlah
Selanjutnya, peneliti melihat jenis kejahatan dan tingkat kejahatan pada tahun
akhir bulan dari bulan Januari 2013 sampai November 2013. (Lihat Lampiran 1)
38
Jenis kejahatan yang paling banyak sepanjang tahun 2013 dari bulan Januari
Tahun 2009. Setiap bulannya jenis kejahatan ini mengalami naik turun. Namun tiga
bulan terakhir mengalami penurunan dari bulan September sampai dengan bulan
November. Sehingga jumlah narapidana yang paling sedikit untuk jenis kejahatan ini
terdapat pada bulan November sebanyak 868 narapidan dan jumlah narapidan yang
kenaikan dan penurunan jumlah narapidana. Jumlah narapidana yang paling banyak
terdapat pada bulan Juli sebanyak 127 narapidana. Sedangkan narapidana yang paling
Sedangkan jenis kejahatan yang tidak pernah terjadi sepanjang tahun 2013 dari
bulan Januari sampai bulan November adalah jenis kejahatan politik, jenis kejahatan
mengalami naik turun. Lonjakan jumlah narapidana terjadi pada bulan Juni sebanyak
selalu mengalami penurunan sampai bulan November. Jumlah narapidana pada bulan
Untuk narapidana yang mendapatkan hukuman mati yang paling sedikit terjadi
pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei sebanyak 5 narapidana. Sedangkan
39
yang paling banyak terjadi pada bulan Agustus sampai dengan bulan November
sebanyak 7 narapidana. Selain itu, untuk narapidana yang mendapat hukuman seumur
hidup mengalami kenaikan. Dari bulan Januari sebanyak 8 narapidana hingga bulan
terdapat pada jenis kejahatan kesusilaan dan jenis kejahatan perlindungan anak di
Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang dari tahun 2010 hingga 2012 (Lihat
Grafik II.E.5):
140
120
100
80
Kesusilaan
60
Perlindungan anak
40
20
0
2010 2011 2012
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pemerkosaan yang paling banyak
dilakukan pada perempuan di bawah umur. Hal ini dapat dilihat pada jenis kejahatan
perlindungan anak sangat tinggi dari tahun ketahun dibandingkan dengan jenis
40
kejahatan kesusilaan. Pemerkosaan di bawah umur paling tinggi terjadi pada tahun
2011 sebanyak 132 narapidana dan paling rendah pada tahun 2010 sebanyak 100
narapidana. Sedangkan pada jenis kejahatan kesusilaan paling tinggi pada tahun 2010
yaitu sebanyak 33 narapidana dan paling sedikit pada tahun 2012 sebanyak 9
narapidana.
Berikut ini peneliti tampilkan profil narapidana yang menjadi informan dalam
penelitian ini lengkap dengan pekerjaan, pendidikan terakhir, usia, agama, asal
41
Dari data di atas dapat diketahui rata-rata pekerjaan informan merupakan
pekerjaan kelas bawah yaitu buruh, petani, dll. Pendidikan mereka rata-rata
berpendidikan rendah, ada dua narapidana yang tidak bersekolah dan hanya satu
orang yang pendidikan tinggi yaitu SMA. Umur mereka rata-rata di atas 25 tahun.
hukuman paling lama adalah 10 tahun dan yang paling sebentar hanya 1 narapidana
42
BAB III
TINDAK PEMERKOSAAN
tindak kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan disebabkan oleh dua faktor yaitu,
A. Faktor Internal
Faktor internal merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam individu itu
sendiri. Pandangan peneliti dalam hal ini yaitu setiap tindakan pelaku kejahatan
pemerkosaan terhadap perempuan dapat diakibatkan dari dirinya sendiri. Seperti yang
dijelaskan oleh Reckless kontrol pribadi, dijamin oleh konsep diri yang baik,
pengendalian diri, ego yang kuat, berkembang dengan baik. Menurut Reckless
kebutuhan untuk kepuasan sesaat, kegelisahan, dan permusuhan) (Adler et al., 2008:
175).
kuat akibat untuk kepuasan sesaat, penyaluran rasa kasih sayang yang salah, dan
43
memilki emosi yang tidak dapat dikendalikan akibat dari permusuhan. Hal ini dapat
1. Kebutuhan Biologis
dari faktor internal dalam melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Hal ini dapat
kita lihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan.
Seperti yang diungkapkan oleh EN: “…emang istri lagi gak ada. Jauh di
Arab…karna jauh dari istri…apalagi laki-laki gitu digoda sama perempuan yang
Hal ini juga diperjelas oleh petugas narapidana dalam wawancara. Seperti yang
pemerkosaan adalah karena adanya dorongan biologis yang tidak dapat disalurkan
oleh informan. Terdapat dua kategori yaitu yang pertama pada dasarnya informan
44
tinggal tidak dengan istrinya. Hal inilah yang membuat mereka melakukan tindak
kejahatan pemerkosaan.
Kategori kedua karena belum menikah. Seseorang yang belum menikah dan
memiliki dorongan biologis yang kuat untuk melakukan hubungan seksual juga
Hal ini dikarenakan seseorang tersebut tidak dapat menahan dorongan biologisnya
Temuan dari penelitian ini sama halnya seperti yang dijelaskan oleh
Peneliti menemukan bahwa penyaluran rasa kasih sayang yang salah juga
rasa memiliki dan rasa cinta menyebabkan seseorang menganggap bahwa yang
dilakukannya bukan kejahatan tapi justru karena rasa sayang yang dirasakan oleh
seseorang. Hal ini ditemui oleh peneliti dari beberapa informan yang
diwawancarai, seperti yang dijelaskan oleh IR: “Yang jelas mungkin kenakalan
saya... Tiba-tiba saya tu suka dengan dia…” (IR, Tangerang, 13 Januari 2014).
45
Lalu dipertegas oleh RA: “Saya inikan hubungan sama dia udah satu tahun
lebih…cuma mungkin rasa sayang sama dia, dia sayang sama saya…”
Hal lain juga ditemukan dalam penelitian ini yaitu, rasa kasih sayang yang
sayangnya terhadap korban. Menurut peneliti hal ini merupakan kesalahan karena
pada dasarnya korban merupakan adik ipar IR yang tidak seharusnya IR memiliki
rasa sayang yang lebih terhadap korban dan dapat dikatakan juga karena untuk
memenuhi untuk kepuasan sesaat. Selain itu, seperti penjelasan dari pak Jajang
yang merupakan kepala sie. Registrasi LAPAS Klas 1 Tangerang bahwa segala
sesuatunya berawal dari niat. Jika tidak ada niat maka tidak akan terjadi hal-hal
tersebut. Peneliti berasumsi bahwa niat itu berasal dari diri sendiri dan merupakan
46
saksi korban masuk sip dua pulang jam 23.00 wib dan saksi tidak ada
curiga sama sekali.” (Putusan Nomor: ***/PID.SUS/2012/PN TNG).
hubungan yang baik. Namun dibalik kebaikkan IR justru memiliki rasa sayang
yang seharusnya tidak IR miliki terhadap adik iparnya tersebut. Lalu IR justru
pemerkosaan tersebut.
dilakukan untuk memenuhi kepuasaannya saja. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh
biologis, penyaluran rasa kasih sayang yang salah juga salah satu dari pemenuhan
akibat dari permusuhan. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan
oleh peneliti yaitu seperti yang dijelaskan oleh AH: “Cuman disitu yang ada
bukan mau ngelakuin seks, enggak karna saya jengkel dengan orang tua-orang
47
Selain faktor biologis, secara emosional juga dapat mempengaruhi
tidak dapat mengontrol rasa marah dalam dirinya kepada keluarga korban.
orang lain.
Hal ini didukung oleh containment theory yang dijelaskan oleh Reckelss
bahwa penyimpangan dapat terjadi akibat dari permusuhan. Emosi yang tidak
B. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor pendorong yang berasal dari luar individu.
melakukan tindak kejahatan pemerkosaan. Hal ini dapat dilihat dari faktor sosialnya,
Seperti yang dijelaskan oleh Reckless dalam teori penahanan (containment theory),
Peneliti lain melihat kontrol orangtua, misalnya, mungkin tergantung pada faktor-
48
faktor seperti broken home, pekerjaan ibu, dan jumlah anak dalam keluarga (Adler et
al. 2008:175).
dorongan yang berasal dari luar dirinya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
Peneliti menemukan lemahnya kontrol dan kasih sayang dari keluarga dapat
kasih sayang, kurangnya perhatian, dan juga pengertian dari orang tua. Selain itu
komunikasi yang tidak baik juga dapat mempengaruhi hal tersebut. Hal ini dapat
“Mungkin ada karena broken homenya satu. Jadi saya waktu sering
ngenalin pacar kekeluarga saya tapi keluarga saya tetep gak setuju.
Alesannya kenapa padahal saya udah punya pekerjaan tetep aja gak
disetujuin” (GL, Tangerang, 13 Januari 2014).
tinggal bersama neneknya sejak kecil, bukan dengan orang tuanya. Selain jarang
49
karena ingin orang tuanya sadar bahwa ia bukan anak kecil lagi. Seperti yang
dituturkan oleh GL: “Ya, karna ingin buat keluarga sadar aja. Ya kalo saya
ibaratnya udah besar dan juga saya udah siap untuk berumah tangga” (GL,
kejahatan pemerkosaan. Selain itu kurangnya kontrol orang tua juga dapat
tinggal bersama dengan neneknya sejak kecil dan mengakui bahwa justru GL
sendiri yang tidak ingin tinggal bersama orang tuanya karena merasa malas dan
terbiasa tinggal bersama neneknya. Hal ini sama halnya dengan yang dijelaskan
oleh peneliti lain dalam containment theory yaitu kontrol orang tua salah satunya
mungkin tergantung pada faktor-faktor seperti broken home. (Adler et al., 2008:
175)
melakukan tindak kejahatan. Masyarakat lingkungan sekitar yang kurang baik dan
melakukan tindak kejahatan. Seperti yang diungkapkan oleh IR: “Saya jujur aja
50
saya melakukannya di tempat kontrakan temen” (IR, Tangerang, 13 Januari
2014).
kontrakannya tersebut dan diam saja saat IR melakukan hal itu. Hal tersebut
Menurut peneliti teman yang diam saja saat temannya melakukan tindak
melakukan tindak kejahatan dapat dikatakan sebagai penjahat juga. Disisi lain
seperti yang dijelaskan oleh HE: “Ngelakuinnya di rumah saya. Istri lagi
nganterin anak saya sekolah” (HE, Tangerang, 16 Januari 2014). Lalu dipertegas
lagi oleh SL: “…karnakan saya tinggal bareng sama dia. Saya ngontrak sama dia
itu, lingkungan SL dan HE juga dapat dibilang sangat lemah dalam menjaga
korban tidak memiliki ikatan darah maupun resmi seperti suami istri. Korban
hanya anak temannya yang dititipkan untuk sementara begitu penjelasan SL.
51
dengan lawan jenis yang bukan keluarganya. Hal-hal seperti inilah yang membuat
siang hari. Tidak ada kecurigaan masyarakat saat laki-laki dengan perempuan
berada dalam satu rumah. Sehingga hal ini menjadi kesempatan HE untuk
3. Tidak Tercapainya Tujuan yang Positif dari Masyarakat atau Orang Lain
tidak mendapatkan respon yang positif dari masyarakat atau orang lain juga dapat
Salah satunya seperti yang terjadi pada kasus AH. Dari hasil wawancara
kubu yaitu kubu kiyai, MUI, dan warga sekitar. Diantara kubu yang ada, terjadi
bentrokan antara kubu kiyai dengan MUI. Pada awalnya, di lingkungan tempat
tinggal AH terdapat masjid namun masjid tersebut tidak memiliki tempat wudhu.
lingkungannya:
52
“…masalahnya itu masjid juga rame masa tempat wudhunya gak
ada… Saya ambil proposal, saya langsung ke camat, ke dewan dan
Alhamdulillah dapet gitukan, berapa, berapa, berapa. Alhamdulillah
terbentuklah itu tower air jetpam” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014)
Selanjutnya, AH membuat jalanan ke masjid karena jalanan tersebut becek
saat hujan dan AH merasa kasian dengan ibu-ibu yang ingin melakukan pengajian
akses jalan yang baik untuk berjalan ke mesjid. AH juga membuat tempat duduk
di depan masjid yang juga dihiasi pohon palem. Hal ini dilakukan agar para
pekerjaan. Sampai akhirnya AH tidak melakukan pekerjaan itu lagi. Seperti yang
disambut baik oleh kiyai dan MUI. AH merasa para kiyai dan MUI disitu
mencoba merobohkannya. Karena menurut AH yang tadinya kiyai dan MUI tidak
53
AH mengaku bahwa ada gerakan-gerakan MUI dan kiyai semacam penyakit
kiriman. Selain itu tempat duduk yang dibuat di depan masjid dirobohkan oleh
para kiyai dan MUI tersebut. Sehingga membuat AH marah dan kecewa. Banyak
hal-hal positif yang dilakukan AH yang justru ditolak serta dikecewakan oleh
masyarakat sekitar. Padahal AH yang warga pendatang justru lebih respect dalam
mendapat respon yang baik dari tetangganya. Seperti yang dijelaskan AH:
kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak para kiyai dan MUI. Seperti yang
“Jadi karna memang mereka suka bercanda sama saya cuman mereka
tidak tau kalo saya sudah sakit hati sama orang tuanya karna yang
pada saat membangun tower itu ada juga saya membangun tempat
duduk di samping masjid, sampe saya juga beli palem, ya maksud saya
supaya keliatan indah. Nah saya bikin tempat duduk dari keramik
54
maksudnya apa, ya pada saat sore hari banyak anak-anak muda
nongkrong. Kalo lama-lama nongkrongkan ya mudah-mudahan dapet
hidayah. Itu tujuan saya, dan itu semua dibongkar sama bapak-
bapaknya mereka. Nah abis itu, memang mereka-mereka juga pernah
nantang, cuman saya gak berani” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014).
AH melakukan tindak kejahatan pemerkosaan karena AH merasa jerih
melakukan hal tersebut dengan bermaksud baik tapi justru malah dihancurkan
begitu saja. Selain itu AH yang awalnya beniat untuk membantu tetangganya
mendapatkan pekerjaan tapi justru malah mengakibatkan kerugian. Hal ini sesuai
dengan teori ketegangan umum (general starin theory) yang dijelaskan oleh
kriminal juga dapat terkait dengan kemarahan dan frustrasi yang terjadi ketika
seseorang diperlakukan dengan cara yang tidak dia inginkan dalam hubungan
dan kecewa.
55
AH frustasi dan dirugikan karena motor yang sudah AH DP dan membayar
angsuran 8 kali justru harus ditarik kembali oleh dealernya, karena cicilan motor
jelaskan:
“Karna sampe sebulan, dua bulan, tiga bulan gak kesetor karna
posisinya saya selalu ada di rumah, di kontrakan gak ada kegiatan
terpaksa motor itu ditarik. Nah, disitulah kerugian saya. Udah DP 3
juta, udah setoran motor 700 dikali 8 bulan udah berapa, 56 ya. 56
udah berapa udah hampir sembilan sama yang satu aja, udah 10 juta.
Kerugian mutlak itukan. Tapi saya yaudahlah mungkin udah jalan
saya. Akhirnya dari situ saya berfikir aduh pusing amat. Nah, akhirnya
kejadian ini.” (AH, Tangerang, 15 Januari 2014)
56
kejahatan pemerkosaan terhadap perempuan. Perempuan yang menjadi korban
AH merupakan anak-anak dari para kiyai dan MUI tersebut. Hal ini juga serupa
dengan teori ketegangan umum yang dijelaskan oleh Robert Agnew bahwa
negatif yang dialami oleh AH adalah ancaman verbal yang merupakan salah satu
Peneliti menemukan sisi lain dari faktor eksternal yaitu informan mengaku
korban. Selain itu interaksi antara korban dan pelaku juga mempengaruhi
terjadinya tindak kejahatan seperti yang dijelaskan oleh Hans von Hentig yaitu
kejahatan merupakan interaksi antara pelaku dan korban (Adler et al. 2008:228).
“Saya pulang kerja sekitar hari sabtu jam delapan malam dia memaksa
minta dianter saya ke daerah Malimping. Saya anter dan berangkat
malem itu juga… “udah kalo kaka mau, yang tau ini cuma kita
berdua” yang penting jangan ketauan sama istri saya gitukan.” (AD,
Tangerang, 16 Januari 2014)
Dari hasil penjelasan AD, interaksi antara AD dengan korban sangat baik.
malam hari. Selain itu, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa korban menghasut
yang dijelaslan oleh Ezzat Fattah yang mana suatu tindak kejahatan terjadi karena
57
adanya kontribusi dari korban dengan memprovokasi kriminal atau menciptakan
suasana yang mengarah pada kejahatan tersebut (Adler et al. 2008:228). Hal ini
dapat dilihat dari beberapa kutipan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.
“Dia ngontek sekitar hari jumat. (korban) “mau pulang gak mang?”
manggilnya mamang (napi) “Pulang” (korban) “entar sebelum
kerumah kesini dulu” (napi) “emang ada apaan dep?” (korban) “udah
kesini aja mumpung emak gak ada”.” dirapihin kamarnya, saya tidur”
(AD, Tangerang, 16 Januari 2014).
“Waktu itu kan jam 9 saya lagi tidur sama istri, dia telpon saya jam
setengah 9 dia minta dijemput, saya ajak mainlah ke Pantai Carita
waktu itu. Dia yang ngajakin maen, bukan saya. Dia yang ngajak”
(RA, Tangerang, 13 Januari 2014).
“Ya, satu kontrakan berdua... Saya sampe dikatain banci sama dia.
maksudnyakan kita tinggal berdua masa saya gak berani apa-apa.
Cewe itu sampe ngatain banci sama saya” (SL, Tangerang, 16 Januari
2014).
58
Peneliti menemukan bahwa dalam tindak kejahatan pemerkosaan terjadi
karena adanya situasi yang dibangun oleh korban. Situasi yang dibangun seperti
terlalu percaya pada orang lain sehingga tidak ada curiga, korban yang dianggap
Selanjutnya selain situasi yang dibangun oleh korban. Gaya hidup atau
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Michael Hindelang, Michael Gottfredson, dan
James Garofalo yaitu teori gaya hidup viktimisasi. Teori ini berpendapat bahwa
terjadinya perubahan peran yang terjadi dalam masyarakat seperti ibu rumah
tangga yang menjadi ibu pekerja dan kegiatan sehari-hari dapat menjadi
perbedaan gaya hidup pada setiap individu. Perbedaan gaya hidup ini sebagai
Hal ini sama seperti yang peneliti temukan dari beberapa penjelasan
“kita orang Jawakan kalem, diem. Dia kan orang gaul gitu, orang
kotalah gitu, pengalaman juga gitu jadi saya dibilang “mas kok kaya
banci si gitu” maksudnya apa gitu? “ya maksudnya kok gak berani
macem-macem” gitu tadinya waktu awal-awalnya, waktu belum
kejadian… tapi emang orangnya ganjen gitu” (SL, Tangerang, 16
Januari).
59
Dalam penjelasan di atas peneliti menemukan bahwa korban juga berperan
atas kejadian pemerkosaan. Seperti halnya SL yang dianggap banci oleh korban
karena tidak berani melakukan apa-apa sampai akhirnya SL merasa panas dan
ikut berperan dalam proses kejahatan. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan
merasa kalau korban juga menginginkan hal tersebut. Namun berbeda bila dilihat
dari teori feminisme radikal yang memiliki pandangan bahwa penindasan laki-laki
60
Peneliti memaparkan hasil dari salinan putusan yang diperoleh dari
salinan putusan yang masing-masing bertolak belakang dari pengakuan dari para
pelaku. Hal ini dapat dilihat pada salinan putusan SL yaitu SL merupakan dukun
cabul yang menipu dan membohongi korban untuk mau disetubuhi dengan
dipaksa oleh pelaku dan mengancam akan membunuh korban dan orang tua
Hal ini diperkuat dengan salinan putusan dari IR bahwa IR memaksa dan
orang lain. Lalu korban kabur dari kontrakan IR dan pergi kerumah kakaknya lalu
***/PID.SUS/2012/PN. TNG)
Dari pemaparan di atas sama halnya yang dijelaskan oleh feminisme radikal
bahwa perempuan merupakan suatu objek yang ditindas oleh laki-laki salah
mana laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari perempuan. Banyak
sekali persepsi masyarakat bahwa jika ada perempuan yang diperkosa oleh laki-
laki pasti yang akan disudutkan adalah perempuan tersebut karena dianggap
61
yang mana hampir semua informan mengakui bahwa korbanlah yang
tetapi dalam sudut pandang feminis radikal hal ini tentu saja sangat bertentangan.
kekuatan yang lebih besar dari pada laki-laki. Selain itu jika korban berkontribusi
dalam proses kejahatan mengapa korban juga tiodak ikut dalam proses peradilan?
menjadi korban bukan orang yang ikut berkontribusi dalam proses kejahatan.
sebenarnya tidak seluruhnya dibenarkan dan jika perempuan ganjen atau genit
Peneliti berasumsi jika dilihat dari sudut pandang pelaku maka pelaku akan
memancing dan para pelaku juga memiliki pemikirannya sendiri yaitu jika
seorang perempuan tidak ingin melakukan hubungan seks bukan berarti benar-
benar tidak mau. Akan tetapi karena perempuan tidak ingin terlihat murahan.
62
Pola-pola viktimisasi yaitu usia korban dalam penelitian ini memiliki usia
yang rentan menjadi korban kejahatan. Dapat dilihat bahwa korban kejahatan
yang melakukan tindak kejahatan pemerkosaan terhadap anak-anak dan hanya ada
dewasa. Hal ini merupakan termasuk dalam pola viktimisasi dimana pada usia
anak-anak lebih rentan menjadi korban kejahatan. Karena hal ini dianggap korban
“Iya, di rumah dia” (AD, Tangerang, 16 Januari 2014). Dipertegas oleh HE: “Di
dilakukan di rumah korban atau di rumah informan. Dalam penelitian ini peneliti
publik seperti saung yang ada di perkebunan timun seperti yang dijelaskan AD:
“Iya, di rumah dia. Kalo di saung cuma untuk semi doang itukan gak dilakuin”
63
(AD, Tangerang, 16 Januari 2014). Akan tetapi pada saat itu AD mengaku
Selain itu, pola viktimisasi pada jenis kelamin juga ditemukan bahwa
perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan dari orang terdekatnya. Seperti
yang ditemukan oleh peneliti, korban merupakan orang yang dikenal oleh pelaku
yang dijelaskan oleh SL: “Ya bukan kenal lagilah. Orang tuanya yang nitipin.”
Dipertegas oleh IR: “Dia gak ada hubungan dengan saya, Cuma dia masih ada
kaitan dengan keluarga istri saya.” (IR, Tangerang 13 Januari 2014). Dipertegas
oleh HE: “… Tetangga cuma bukan di Serang, di Pasar kemis” (HE. Tangerang,
16 Januari 2014).
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa terdapat pola viktimisasi dari
jenis kelamin yaitu perempuan lebih rentan menjadi korban kejahatan dari orang
hubungan yang dekat seperti tetangga, pacar, adik sepupuh ipar, dan anak teman
pelaku kejahatan
64
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
pada kebutuhan biologis dan penyaluran rasa kasih sayang yang salah.
3. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang.
kontrol keluarga yang lemah dan kurangnya kasih sayang keluarga dapat
65
seseorang yang melakukan tindakan positif juga dapat mempengaruhi
pada interaksi yang terjadi antara pelaku dan korban. Karena semua
tersebut.
2. Saran
66
penguat analisa hasil penelitian. Selain itu disarankan pula untuk
pada malam hari dan memberikan fasilitas yang responsif gender dan
nilai-nilai kemanusiaan.
67
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Mueller, Laufer, dan Grekul. 2008. Cryminologi, 1st Canadian Edition. United
State:McGraw-Hill.
Adi, Rianto. 2012. Sosiologi Hukum: Kajian Hukum Secara Sosiologis. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Asril. 2011. Livia Tewas dan Diperkosa dalam Angkot. Diunduh 3 November 2013
(http://megapolitan.kompas.com/read/2011/08/26/20210087/Livia.Tewas.dan.
Diperkosa.dalam.Angkot)
Ekotama, Suryono, ST. Harum Pudjiarto RS, dan Widiartana. 2001. Abortus
Provocatus BagiKorban Perkosaan Perspektif Vitimologi Kriminologi dan
Hukum Pidana. Yogyakarta:Andi Offset.
ix
Ekspirasi Harian 31 Januari 2013
Handayani, Yani Nur. 2004. Classic Rape Pada Pelopor Kasus Pemerkosaan Analisa
Isi 35Berkas Berita Acara Pemeriksaan Polres Metro Jakarta Timur Periode
Januari 2003 s/dDesember 2003. Jakarta: Skripsi Program Studi Kriminologi,
Universitas Indonesia.
x
Jajang. Tangerang. 1 April 2014. Wawancara Pribadi dengan Kepala Sie. Registrasi
Prasetyo, Teguh. 2010. Kriminalisasi dalam Hukum Pidana. Bandung: Nusa Media.
Priyatna, Haris. 2013. Kamus Sosiologi: Deskriptif dan Mudah Dipahami. Bandung:
NuansaCendekia.
xi
Waluyo, Yoyo. 1991. Perkosaan oleh Pemuda Studi Kasus Terhadap Narapidana Di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Pemuda Tangerang. Jakarta: Skripsi
Program KriminologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Indonesia.
xii
Lampiran 1: Rekap Tingkat Kejahatan Bulan Januari sampai November 2013
Kejahatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Okt Nov
1 Politik - - - - - - - - - - -
2 Thd Kepala - - - - - - - - - - -
Negara
3 Thd Ketertiban 5 5 5 6 9 19 19 19 16 16 16
4 Pembakaran 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5 Penyuapan - - - - - - - - - - -
6 Mata Uang 8 8 8 8 8 8 8 7 7 8 7
7 Memalsu 3 3 3 3 5 5 5 4 2 2 2
Materai/ Surat
8 Kesusilaan 9 10 8 8 9 9 9 8 8 8 8
9 Perjudian - - - - - - - - - - -
10 Penculikan - - - - - - - - - - -
11 Pembunuhan 102 105 99 100 98 102 111 114 116 109 109
12 Penganiayaan 11 11 10 10 8 7 5 4 4 4 4
13 Pencurian 14 16 15 14 15 3 12 11 10 8 7
14 Perampokan 48 50 50 50 50 49 52 50 48 54 51
15 Pemerasan/ - - - - - - - - - - -
Pengancaman
xiii
16 Penggelapan 7 6 5 3 9 2 2 - - - -
17 Penipuan 6 7 7 7 - 9 9 6 5 6 5
18 Merusak - - - - - - - - - - -
Barang
19 Dalam Jabatan - - - - - - - - - - -
20 Penadahan 1 1 - - - - - - - - -
21 Ekonomi - - - - - - - - - - -
22 Subversi - - - - - - - - - - -
23 Psikotropika 35 35 33 33 9 31 29 27 27 27 28
24 Narkotika UU 95 93 94 91 107 85 80 69 66 64 61
No. 22/ 97
25 Narkorika UU 983 988 984 972 986 1.001 983 944 936 906 868
26 Korupsi - - - - - - 1 1 1 1 1
27 Penyelundupan - - - - - - - - - - -
28 Pelanggaran - - - - - - - - - - -
29 Perlindungan 126 125 124 121 120 121 127 122 122 126 113
Anak
30 Illegal Logging - - - - - - - - - - -
31 Teroris 16 16 21 21 29 29 29 29 28 21 26
32 Trafficking 1 1 1 1 - 1 1 1 1 1 1
33 Lain-lain 15 14 12 11 11 9 9 9 10 10 10
Total Narapidana 1.486 1.495 1.480 1.460 1.474 1.501 1.492 1.426 1.408 1.372 1.318
xiv
Narapidana HM 6 5 5 5 5 6 6 7 7 7 7
Narapidana SH 8 9 9 9 9 11 11 11 11 16 17
xv
Lampiran 2: Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas 1 Tangerang
KEPALA
Dedi Handoko, Bc.IP, S.sos
KASIE PRTATIB
Regu Pengamanan KASIE BIMKES KASIE BIMB.
KERJA Dedy Cahyadi,
Andry Ferly, Amd.IP, Amd.IP. SH, Msi
S.sos, M.Si Prayitno, Bc.IP, S.sos
I II III IV KASIE
KASIE KASIE LOHASKER KEAMANAN
REGISTRASI
Agus Sadewo Kumbang Suanie,
Drs. Jajang Supriyadi Amd.IP, SH, MH
xvi
Lampiran 3: Surat Ijin Penelitian dari Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
xvii
xviii
Lampiran 4: Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas 1
Tangerang
xix
xx
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KANTOR WILAYAH BANTEN
]1. Brigjend KH. Syam'un No. 44D Ttp. (025a) 21ZOZ5 Serang
Fax : (0254) 217029 email : kumha.m-banten@),ahoo.com
1. Metakukan koordinasi tertebih dahutu dengan Kepata Lapas menyangkut waktu dan
substansi kegiatan;
2. Tidak diperkenankan me[akukan kegiatan pengambitan gambar / shooting / rekaman
pada sel / btok hunian tahanan dan atau sekitarnya;
3. Teknis petaksanaannya kami serahkan kepada Kepata Lapas sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada dan tetap memperhatikan surat edaran Dirjen pas No. pAS HM.O1.O2-
29 Tanggat 22 Juli 2011;
4. Tidak diperkenankan untuk menggandakan data ( arsip negara
);
5. Mengirim 1 ( satu ) Laporan ke Kantor Witayah Kementerian Hukum dan HAM Banten
setetah setesai metakukan kegiatan;
la Kantor Wilayah,
Pemasyarakatan
Tembusan Yth :
1- Direktur Jenderal Pemasyar.akatan Kementerian Hukum dan Ham Rl di - Jakarta
2. Kepata Kantor witayah Kementerian Hukumdan HAM Banten (sebagai Laporan)
3. Kepata Lembaga Pemasyarakatan Ktas I Tangerang di- Tangeiang
KEMENTERIAN }IUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
KANTOR WILAYAH BANTEN
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS T TANGERANG
Jl. VeteranNo .02 Kota Tangerang I Telp.AZl-SSZ4lBl
NPM 1 110111000029/Vr
Benar Mahasiswi tersebut telah melalrukan wawancara dengan Kepala Bidang pembinaan
Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tangerang guna menca1- data dan informasi lain
sebagai bahan penelitian datam rangka menyusuo karya ilmiah atau skripsi yang berjudul :
Dikeluarkan di : Tangerang
Padatanggal : 5 April 2014
xg-ssu.\o
14N6gg.tr)