Disusun Oleh :
Kelompok 6
Sonia Fatmala Putri
Turiyani
Yesie
Yula Paska Anjelin
Yussep Aldi
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya
sehingga laporan ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
laporan ini bisa berguna untuk pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penulisan laporan praktikum ilmu pangan tentang Mutu Daging
Sapi, kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daging merupakan salah satu produk peternakan yang mengandung nilai
gizi yang tinggi. Oleh karena itu produk ini cukup digemari oleh manusia. Di
Indonesia sendiri permintaan akan daging akan meningkat drastis pada waktu-
waktu tertentu seperti hari besar.
Saat ini daging yang dihasilkan oleh peternakan yang ada di Indonesia
masih belum bisa mencukupi kebutuhan konsumen. Hal ini mengakibatkan nilai
jual daging cukup tinggi yang berujung pada kecurangan yang dilakukan oleh
pihak yang tidak bertanggung jawab. Kecurangan tersebut berupa daging palsu.
Salah satu untuk menghindari kecurangan ini adalah konsumen mampu
melakukan penilaian terhadapn kualitas daging.
Pengujian kualitas daging sapi yang dilakukan dalam praktikum ini
diantaranya pengujian mutu secara subjektif dan objektif.
B. Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu menentukan mutu dari daging sapi secara
subjektif dan objektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Nilai pH Daging
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dalam penentuan kualitas
daging, khususnya di Rumah Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan
hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses biokimiawi yang sangat
kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen tidak
adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung.
Salah satu proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam
jaringan otot setelah kematian (36 jam pertama setelah kematian atau
postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau glikolisis postmortem.
Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka dihasilkan
juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan
dan mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot. Nilai pH otot (otot
bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan
hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH
dalam otot (pH daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat.
Penurunan nilai pH pada otot hewan yang sehat dan ditangani dengan baik
sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap, yaitu dari nilai pH sekitar
7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0 sampai 5,6
– 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir
sekitar 5,5-5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah
yang dicapai pada otot setelah pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak
akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal ini disebabkan karena pada
nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis anaerob
tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010).
1 2 3
4 5 6
7 8 9
Penilaian warna daging dilakukan dengan melihat warna permukan otot
mata rusuk dengan bantuan cahaya senter dan mencocokannya warna dengan
standar warna. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor standar warna
yang paling sesuai dengan warna daging. Standar warna daging terdiri atas
sembilan skor mulai dari warna merah muda hingga merah tua sebagaimanterlihat
pada tabel 3. Warna daging merah terang dengan skor 1- 5 masuk kedalam tingkatan
mutu daging I, warna daging merah kegelapan dengan skor 6 - 7 masuk kedalam
tingkatan mutu daging II, dan warna daging merah gelap dengan skor 8 - 9 masuk
kedalam tingkatan mutu daging III.
1 2 3
`
4 5 6
7 8 9
Penilaian warna lemak dilakukan dengan melihat warna lemak
subkutis dengan bantuan cahaya senter dan mencocokkannya dengan standar
warna. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor standar warna yang paling
sesuai dengan warna lemak. Standar warna lemak terdiri atas sembilan skor mulai
dari warna putih hingga kuning sebagaimana terlihat pada tabel 4. Warna lemak
putih terang dengan skor 1- 3 masuk kedalam tingkatan mutu daging I, warna lemak
kekuningan dengan skor 4 - 6 masuk kedalam tingkatan mutu daging II, dan warna
warna lemak kuning dengan skor 7 - 9 masuk kedalam tingkatan mutu daging III.
1 2 3
4 5 6
7 8 9
10
Penilaian marbling dilakukan 11 12
dengan melihat intensitas marbling pada
permukaan otot, rusuk dengan bantuan cahaya senter dan mencocokannya dengan
standar marbling. Nilai skor marbling ditentukan berdasarkan skor standar
marbling yang paling sesuai dengan intensitas marbling otot mata rusuk. Standar
marbling terdiri atas dua belas skor mulai dari praktis tidak ada marbling hingga
banyak sebagaimana terlihat pada tabel 5. Standar lemak terdiri atas sembilan skor
mulai dari warna putih hingga kuning sebagaimana terlihat pada tabel 5. Adanya
marbling dengan skor 9 - 12 masuk kedalam tingkatan mutu daging I, marbling dengan
skor 5 - 8 masuk kedalam tingkatan mutu daging II, dan marbling dengan skor 1 - 4
masuk kedalam tingkatan mutu daging III.
BAB III
BAHAN DAN ALAT
A. Alat
1. Wadah (piring)
2. Pisau
3. Telanan
4. Saringan
5. Timbangan Digital
6. Gelas ukur
7. Mortar dan alu
8. Kertas pH universal
9. Sendok
B. Bahan
1. Daging Sapi
2. Aquades
C. Prosedur
1. Amati warna daging.
2. Tekan daging untuk mengetahui tekstur atau keempukan daging dengan cara
dipijit.
D. Diagram Alir
Secara Subjektif
Menyiapkan daging sapi
Menghaluskan daging
Ditambah dengan 20 ml aquades
Mengambil titrannya
A. Hasil
Uji Subjektif Uji Objektif
Sampe
pH pH pH −¿
l Warna Tekstur Aroma Lendir Marbling
1 2 3 x
Daging + Empuk Segar ++ + 5 5 5 5
(merah (lendir (adanya
Sapi
terang) dalam marbling)
jumlah
sedang)
B. Pembahasan
Penentuan mutu daging dalam praktikum inidilakukan secara subjektif dan
objektif. Penentuan mutu daging secara subjektif meliputi warna, tekstur, aroma,
lendir, dan marbling. Sementara itu Penentuan mutu daging secara subjektif
meliputi uji pH dan uji mikrobiologis. Uji mikrobiologis yaitu uji Total Plate
Count, Coliform, Staphylococcus aureus, Salmonella sp, dan Escherichia coli.
Segala penentuan mutu daging secara objektif adalah pengecekan pH dan
uji mikrobiologis meliputi uji Total Plate Count, Coliform, Staphylococcus
aureus, Salmonella sp, dan Escherichia coli. Namun penentuan mutu terhadap uji
mikrobiologis tidak dapat dilakukan karena keterbatasan alat dalam laboratorium.
Berdasarkan hasil praktikum mutu daging masih masuk kedalam tingkatan
mutu daging I. Hal tersebut terlihat dari wara daging sapi merah cerah dan
memiliki skor 4, warna lemak putih dan memiliki skor 3, dan adanya marbling
pada daging sapi yang memiliki skor 2. Selain itu tekstur daging sapi empuk dan
aroma daging sapi segar. Syarat tingakatan mutu daging I yaitu warna daging sapi
merah terang Skor 1 - 5, warna lemak Putih Skor 1- 3, marbling dengan skor 9 – 12, dan
tekstur daging empuk/halus.
BAB V
KESIMPULAN
Mutu daging sapi pada praktikum termasuk ke dalam tingkatan mutu
daging I. Warna daging merah cerah dengan skor warna daging sapi yaitu 4,
warna lemak putih dengan skor warna lemak 3, dan skor marbling 3. Selain itu
aroma daging sapi segar, tekstur empuk, dan jumlah lendir sedang. Jadi setelah
sampel dibandingkan dengan standar mutu daging sapi, dapat disimpulkan bahwa
sampel daging sapi termasuk dalam mutu daging yang berkualitas baik. Namun
pemotongan daging sapi yang tidak beraturan dapat mempersulit penilaian mutu,
terutama pada penilaian mutu marbling.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN