PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental atau
kesehatan mental yang disebabkan oleh kegagalan mereaksinya mekanisme adaptasi
dari fungsi-fungsi kejiwaan terhadap stimulus ekstern dan ketegangan-ketegangan
sehingga muncul gangguan fungsi atau gangguan struktur dari suatu bagian, suatu
organ, atau sistem kejiwaan mental (Erlinafsiah, 2010).
Dalam hal ini peran fungsi dan tanggung jawab perawat psikiatri dalam
meningkatkan derajat kesehatan jiwa, dalam kaitannya dengan menarik diri adalah
meningkatkan percaya diri pasien dan mengajarkan untuk berinteraksi dengan orang
lain, misalnya berkenalan dan bercakap-cakap dengan pasien lain, memberikan
pengertian tentang kerugian menyendiri dan keuntungan dari berinteraksi dengan
orang lain sehingga diharapkan mampu terjadi peningkatan interaksi sosial pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari isolasi sosial menarik diri ?
2. Bagaimana penyebab dari gangguan isolasi sosial ?
3. Bagaimana tanda dan gejala isolasi sosial ?
4. Apa Akibat Yang Ditimbulkan dari gangguan isolasi sosial ?
5. Bagaimana penatalaksanaan dari gangguan isolasi sosial ?
6. Bagaimana penerapan proses keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa
isolasi sosial di ruang Wiajaya Kusuma?
7. Bagaiman asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa isolasi social di
ruang Wijaya Kusuma ?
8. Bagaimana strategi pelaksanaan komunikasi pada pasien dengan gangguan jiwa
isolasi sosial ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Untuk memberikan gambaran tentang penerapan asuhan keperawatan pada
pasien gangguan jiwa dengan masalah utama isolasi sosial dengan metode
komunikasi terapeutik.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian, analisa data, merumuskan
masalah keperawatan, membuat pohon masalah pada klien gangguan
jiwa dengan isolasi sosial : menarik diri.
b. Menerapkan diagnosa keperawatan pada klien gangguan jiwa dengan
isolasi sosial : menarik diri.
c. Mahasiswa dapat menyusun perencanaan tindakan keperawatan untuk
memenuhi kebutuhan klien dan mengatasi masalah klien.
d. Mahasiswa dapat mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan yang nyata sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
ditegakkan.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat mengembangkan proses asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
isolasi sosial : menarik diri dan diharapkan menjadi informasi dalam saran dan
evaluasi untuk peningkatan mutu pelayanan yang lebih kepada pesien yang
akan datang.
2. Bagi Peneliti
a. Sebagai ilmu pengetahuan tentang masalah isolasi sosial : menarik diri dan
bagaimana untuk melakukan asuhan keperawatanya.
b. Sebagai tambahan pengalaman bagi penulis dalam penerapan ilmu yang
didapatkan selama pendidikan.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan pada kepustakaan institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan yang akan datang di bidang keperawatan.
4. Bagi Klien dan keluarga
Sebagai bahan masukan bagi klien dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapinya, dan juga dapat memberikan kepuasan bagi keluarga klien atas
asuhan keperawatan yang dilakukan.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Masalah Utama
Isolasi Sosial : Menarik diri.
B. Konsep Terjadinya Masalah
1. Definisi
2. Etiologi
1.Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi
yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa ini akan
mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-
temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal
ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi
individu yang interdependen, Orang tua harus dapat memberikan pengarahan
terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem nilai yang harus
diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia
harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan
mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan
intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan
jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih berarti
daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak
dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan
kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang
lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan. Karakteristik hubungan
interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan
aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat
diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang
tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan
adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun
kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan
gangguan tingkah laku.
1. Sikap bermusuhan/hostilitas
2. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
5. Ekspresi emosi yang tinggi
6. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma
yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan
dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel,
penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat
menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai,
kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah
sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon
adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan
menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik. Menurut
teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien
psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan
dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik
sehingga perkembangan psikologis individu terhambat. Menurut Purba, dkk. (2008)
strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.
3. Manifestasi klinis
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom
parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan
jantung (Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur ,
tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine.
Memiliki efek samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing,
mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma
sudut sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian
apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang
lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal
kegiatan harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada
SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan
pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008).
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti
pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan
setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan
kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan,
rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat
yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur.
Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan
karena sering merupakan gejala primer yang muncul padagangguan jiwa.
Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia (gangguan tidur) tetapi
bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara
dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu
ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban
yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah
sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
6. Penerapan Proses Keperawatan
1) Memenuhi kebutuhan biologis
Monitor intake dan output
Memerhatikan kebersihan diri
2) Komunikasi verbal dan non verbal
Sikap empati
Pilih topic pembicaraan dari klien
Kontak mata
Sentuhan halus
3) Melibatkan orang lain
Awal hubungan perawaat klien kemudian lanjut dengan orang lain
4) Intervensi keluarga
Bantu untuk mengerti kebutuhan klien
Bantu untuk selalu berkomunikasi dengan klien
Beri penjelasan proses pengobatan
7. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa isolasi sosial
A. Pengkajian Keperawatan
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian, tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang
lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
3. Factor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi
, kecelakaan dicerai suami , putus sekolah , PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan .
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua , putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai
diri, dan kurang percaya diri.
a) Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat.
b) Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
6. Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,
kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
7. Kebutuhan persiapan pulang
a) Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
b) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian.
c) Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
d) Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
e) Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
8. Mekanisme koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya
pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
9. Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
3. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
C. Strategi pelaksanaan
Sp 1 pasien
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan/masalah/keluhan utama
3. Validasi kemampuan klien
4. Kontrak waktu, tempat
5. Topik / tindakan yang akan dilakukan
6. Tujuan pertemuan
FASE KERJA
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala, penyebab (siapa yang serumah, siapa yang
dekat, siapa yang tidak dekat dan apa sebabnya) dan akibat isolasi sosial.
2. Mendiskusikan keuntungan memiliki teman dan bercakap-cakap.
3. Mendiskusikan kerugian tidak berteman dan tidak bercakap-cakap.
4. Melatih klien berkenalan dengan klien dan perawat dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian.
5. Melatih klien memasukkan latihan berkenalan pada jadwal kegiatan harian
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif)
3. Rencana latihan klien
- Latihan berkenalan dengan klien atau perawat 2 x sehari
- Latihan berbicara saat melakukan kegiatan harian 2x sehari
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan
- Latihan berbicara dengan orang lain saat melakukan 2 kegiatan harian
Sp 2 pasien
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan
3. Kontrak waktu, tempat
4. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
5. Validasi kemampuan klien dalam latihan berkenalan dan berbicara saat
melakukan kegiatan harian.
6. Topik / tindakan yang akan dilakukan
7. Tujuan pertemuan
FASE KERJA
1. Menjelaskan cara berbicara dengan 2-3 orang saat melakukan kegiatan.
2. Melatih klien berbicara dengan 2-3 orang saat melakukan kegiatan.
3. Melatih klien berkenalan dengan 2-3 orang atau perawat.
4. Melatih klien memasukkan kegiatan berkenalan dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian dalam jadual kegiatan harian.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Evaluasi kemampuan klien (objektif)
3. Rencana latihan klien
- Latihan berkenalan 2-3 orang 2 x sehari
- Latihan berbicara saat melakukan 2-3 aktvitas harian 2 x sehari
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan
- Latihan berkenalan 4-5 orang dan berbicara saat melakukan 2 aktivitas baru
lainnya.
Sp 3 pasien
FASE ORIENTASI
1. Salam
2. Evaluasi perasaan
3. Kontrak waktu, tempat
4. Evaluasi tanda dan gejala isolasi sosial
5. Validasi kemampuan klien latihan berkenalan 2-3 orang dan berbicara saat
melakukan 2-3 kegiatan harian.
6. Topik / tindakan yang akan dilakukan
7. Tujuan pertemuan
FASE KERJA
1. Menjelaskan cara berbicara dengan 4-5 orang saat melakukan kegiatan.
2. Melatih klien berbicara dengan 4-5 orang saat melakukan kegiatan.
3. Melatih klien berkenalan dengan 4-5 orang atau perawat.
4. Melatih klien memasukkan kegiatan berkenalan dan berbicara saat melakukan
kegiatan harian dalam jadual kegiatan harian.
FASE TERMINASI
1. Evaluasi perasaan (subjektif)
2. Validasi kemampuan klien (objektif)
3. Rencana latihan klien
- Latihan berkenalan 4-5 orang 2 x sehari
- Latihan berbicara saat melakukan 4-5 aktvitas harian 2 x sehari
4. Rencana tindakan keperawatan lanjutan
- Latihan berbicara social.