Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes
zoster ditandai dengan adanya nyeri radikuler hebat unilateral serta timbulnya lesi
vesikuler (lesi bergerombol) yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut
saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.1
Herpes Zoster merupakan infeksi akut dikarenakan reaktivasi virus Varicella-
Zoster (VZV) yang menyerang kulit dan mukosa, yang bersifat localized dan
unilateral. Penyakit ini tersebar merata di seluruh dunia dan dapat mengenai semua
bangsa dan ras. Angka kejadian pada pria dan wanita sama, 66% terjadi pada usia
dewasa. Tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per
1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari
10% kasus berusia di bawah 20 tahun.1,7
Herpes Zoster ditandai dengan gambaran vesikel yang bergerombol di atas
kulit yang eritematus, sementara kulit diantara gerombolan satu dengan yang lain
normal. Juga sering didapatkan krusta berwarana kuning kecoklatan sampai
kehitaman jika perjalanan penyakit telah sampai pada stadium krustasi. Lokasi lesi
dari Herpes zoster sering didapatkan pada wajah bagian dahi atau mata (herpes zoster
oftalmikus), pada wajah (herpes zoster fasialis), pada daerah dada (herpes zoster
torakalis), pada daerah pundak (herpes zoster brakialis) tergantung pada ganglion
dimana virus menginfeksi secara laten. Lokasi tersering adalah pada bagian torakal.
Tersering kedua adalah pada bagian kranial atau wajah sisi dahi yaitu Herpes zoster
Oftalmikus. Pada jenis ini yang terkena adalah ganglion Gasseri.1,2,7
Proses reaktivasi virus dapat dicetuskan oleh antara lain usia lanjut dengan
penurunan imunitas, keganasan, radioterapi, pengobatan imunosupresif dan
penggunaan kortikosteroid yang lama. Setelah lebih dari 1 bulan paska infeksi

1
postherpetik neuralgia dapat terjadi pada 13%-35% pasien yang berumur di atas 60
tahun.1,2
Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi dari Varisela
Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang dari nervus
tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V merupakan yang
paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua struktur okular dan
periokular. Secara global, beberapa kasus herpes zoster, dilaporkan terdapat sekitar 8-
56% kasus herpes zoster oftalmikus. Sekitar 50-72% pasien dengan zoster periokular
akan terjadi gangguan pada mata dan kehilangan visualnya dari derajat sedang sampai
berat.2
Pada kasus herpes zoster oftalmikus perlu untuk konsul pada ahli mata atau
dapat diberikan antivirus lokal. Beberapa literatur menyebutkan pemberian
kortikosteroid. Namun, ini hanya diberikan pada kasus sindroma Ramsay-Hunt.
Penyulit pada penyakit ini adalah bila didapatkan infeksi sekunder pada penderita
antara lain misalnya keratokonjuctivitis, neuralgia pasca herpetika, otalgia, zoster
generalisata, dan sindroma Ramsay-Hunt.2,4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Herpes Zoster atau shingles adalah penyakit neurokutan dengan manifestasi
erupsi vesicular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radicular
unilateral yang umumnya terbatas pada satu dermatom.1,2
Herpes zoster adalah radang kulit akut, yang mempunyai sifat khas yaitu
vesikel-vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit
sesuai dermatom. Herpes zoster merupakan manifestasi reaktivasi infeksi laten
endogen virus varisela zoster di dalam neuron ganglion sensorik radiks dorsalis,
ganglion saraf kranialis atau ganglion saraf autonomi yang menyebar ke jaringan
saraf dan kulit dengan segmen yang sama.1
Sedangkan, Herpes Zoster Oftalmikus (HZO) merupakan hasil reaktivasi
dari Varisela Zoster Virus (VZV) pada Nervus Trigeminal (N.V). Semua cabang
dari nervus tersebut bisa terpengaruh, dan cabang frontal divisi pertama N.V
merupakan yang paling umum terlibat. Cabang ini menginervasi hampir semua
struktur okular dan periokular. Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus
herpes yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang oftalmika saraf tirgeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetic
unilateral yang terjadi pada wajah dan sekitar mata. Beberapa komplikasi serius
dapat terjadi jika mengenai mata.2,8

2.2 Epidemiologi
Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang
diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis.

3
Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara
aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.2
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa mengenali
musim. Insidennya 2-3 kasus per 1000 orang/tahun. Insiden dan keparahan
penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah jumlah
keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan
komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini (anak
dan deasa muda), bila terjadi kemungkinan dihubungkan dengan varisela
maternal saat kehamilan. Risiko penyakit meningkat dengan adanya keganasan,
atau dengan transplantasi sumsum tulang atau ginjal atau infeksi HIV. Tidak
terdapat predileksi gender. Penyakit ini bersifat menular namun daya tularnya
kecil bila dibandingkan dengan varisela.2,4
Virus varicella Zoster menyebabkan dua sindrom yang berbeda. Infeksi
primer muncul sebagai varicella (cacar atau), penyakit ini menular dan biasanya
terjadi pada anak-anak. Reaktivasi virus varicella-zoster laten di serabut ganglia
dorsalis menyebabkan erupsi kulit yang disebut "herpes zoster" (atau "shingles").
Penurunan virus-specific cell-mediated immune(CMI) responses terjadi alamiah
pada proses penuaan yang menyebabkan immunosuppressive illness atau
perawatan medis, yang meningkatkan terjadinya shingles.7,8
Lebih dari 90 persen orang dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti
serologis terinfeksi virus varicella-zoster dan beresiko untuk terjadinya herpes
zoster. Kejadian tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5 sampai 3,0 kasus per
1000 orang. Sebuah kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan diartikan terdapat
lebih dari 500.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat. Bertambahnya usia
adalah faktor risiko utama untuk terjadinya herpes zoster, kejadian herpes zoster
pada orang tua dari usia 75 tahun melebihi 10 kasus per 1000 orang/ tahun.
Selama hidup risiko terkena herpes zoster diperkirakan 10 sampai 20 persen.7
Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity (CMI).
Pasien dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker lymphoproliferative),

4
pengguna obat imunosupresif (termasuk kortikosteroid), dan penerima
transplantasi organ berada di risiko tinggi untuk terjadinya herpes zoster.
Namun, hal yang mendasari terjadinya kanker tidak dibenarkan pada orang sehat
yang mengalami herpes zoster.2,4
Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-
orang yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari
kalangan mereka yang seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan suatu
kejadian 29,4 kasus herpes zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-seropositif
orang, seperti dibandingkan dengan 2,0 kasus per 1000 orang-tahun di antara
HIV-seronegatif kontrol. Karena herpes zoster mungkin terjadi pada orang yang
terinfeksi HIV yang dinyatakan asimtomatik, pengujian serologi mungkin tepat
pada pasien tanpa faktor risiko jelas untuk herpes zoster (Misalnya, orang sehat
yang lebih muda dari usia 50 tahun).7
Secara global, beberapa kasus herpes zoster, dilaporkan terdapat sekitar 8-
56% kasus herpes zoster oftalmika. Sekitar 50-72% pasien dengan zoster
periokular akan terjadi gangguan pada mata dan kehilangan visualnya dari
derajat sedang sampai berat.4,7

2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh Varisela Zoster Virus (VZV). VZV
mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 sub unit protein dan berbentuk simetri
isohedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm,
dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus ini
dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, deterjen, enzim proteolitik,
panas, dan lingkungan dengan pH yang tinggi. Herpes Zoster Oftalmikus
merupakan reaktivasi dari VZV di N.V divisi oftalmik (N.V1).1,2
Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air)
dan zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifikasi dan
terbukti memiliki variasi geografis.3 Virus varisela zoster merupakan salah satu

5
dari 8 jenis herpes virus dari family herpes viridae yang dapat menyerang
manusia dan primate, merupakan virus DNA alfa herpesvirus, mempunyai
125.000 pasangan basa yang mengandung 70 gen. Virus ini mempunyai 3 tipe
liar (wild type) Dumas di Eropa dan Oka di Jepang mengumumkan rangkaian
genetic virus varisela yang ditelitinya.3,7
Masa inkubasi varicella 10 - 21 hari (rata - rata 14 - 17 hari) dan pada anak
yang imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari.1,8

2.4 Patogenesis
Varicella Zoster Virus masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara inhalasi
dari sekresi pernafasan (droplet infection) ataupun kontak langsung dengan lesi
kulit. Droplet infection dapat terjadi 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbul
lesi dikulit.1,2,7
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan
bagian atas, orofaring ataupun konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi
pada hari ke 2-4 yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti
penyebaran virus dalam jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang
mengakibatkan terjadinya viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6
setelah infeksi pertama). Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi
virus tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus ke dua yang terjadi
di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia sekunder. Pada fase
ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan mencapai epidermis pada
hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi dikulit yang khas. Seorang
anak yang menderita varicella akan dapat menularkan kepada yang lain yaitu 2
hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya lesi di kulit.1,5,7
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadinya varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan
mukosa ke ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui

6
serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi
infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi
infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi virus tersebut dapat
diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti pada
penderita karsinoma, penderita yang mendapat pengobatan immunosuppressive
termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima organ transplantasi. Pada saat
terjadi reaktivasi, virus akan kembali bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi
radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan menyebar ke
sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan sampai kekulit
dan kemudian akan timbul gejala klinis.7,8

Gambar 1. Varicella dan herpes zoster A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer varicella-
zoster virus (VZV), virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam fase laten dalam
ganglia untuk kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan tubuh berkurang, VZV aktif
kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan direplikasi di kulit. 7

Pada anak-anak, infeksi VZV ini ditandai dengan adanya demam, malaise,
dermatitis vesikuler selama 7-10 hari, kecuali pada infeksi primer yang mengenai

7
mata (berupa vesikel kelopak mata dan konjungtivitis vesikuler). VZV laten
mengenai ganglion saraf dan rata-rata 20% terinfeksi dan bereaktivasi di
kemudian hari. Herpes Zoster Oftalmikus timbul akibat infeksi N.V1. Kondisi ini
akibat reaktivasi VZV yang diperoleh selama masa anak-anak. Nervus
Trigeminus adalah saraf kranial terbesar dan merupakan saraf otak motorik dan
sensorik. Serabut motoriknya mempersarafi muskulus masseter, temporalis,
pterigoideus internus dan eksternus, tensor timpani, dan bagian anterior dari
muskulus digastrikus. Inti motoriknya terletak di pons. Serabut-serabut
motoriknya bergabung dengan serabut-serabut sensorik nervus trigeminus yang
berasal dari ganglion Gasseri. Serabut-serabut sensoriknya menghantarkan
impuls nyeri, suhu, raba, dan perasaan proprioseptif. Kawasannya adalah wajah,
dan selaput lendir lidah dan rongga mulut serta gusi dan rongga hidung. Nervus
Trigeminus memiliki 3 cabang perifer yaitu cabang oftalmik, cabang maksilaris,
dan cabang mandibular.1,8
Tanda-tanda dan gejala HZO terjadi ketika N.V1 diserang virus, dan
akhirnya akan mengakibatkan ruam, vesikel pada ujung hidung (dikenal sebagai
tanda Hutchinson), yang merupakan indikasi untuk resiko lebih tinggi terkena
gangguan penglihatan. Dalam suatu studi, 76% pasien dengan tanda Hutchinson
mempunyai gangguan penglihatan.7,8

2.5 Gejala klinis


Terbagi menjadi tiga stadium antara lain : 1,7
a. Stadium prodromal
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Dapat juga
dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise dan demam. Gejala
prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).
Tanda-tanda predektif pada herpes zoster ialah adanya hyperesthesia pada

8
daerah kutaneus pre erupsi yang lunak sejajar dengan dermatom. Nyeri
segmental dan gejala lain secara bertahap mereda apabila erupsi mulai
tumbul.1,5,7
b. Stadium erupsi
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok dengan distribusi segmental unilateral selama 3-5 hari. Biasanya
pada lansia dan penderita yang memiliki imunitas rendah, masa perbaikan
lebih lama. Bagian yang sering terkena adalah dada (55%), kranial (20%
dengan keterlibatan N. trigeminal),lumbal (15%), dan sacral (5%). Erupsi
yang sedikit dapat mencapai keseluruhan dermatom.1,7
c. Stadium krustasi
Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu
1-2 minggu. Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi –
lesi baru yang tetap timbul brlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa
resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga
dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini
adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan.
Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan
saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis
memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi
gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena
gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus
fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).1,7,8

9
Gambar 2. Peta Dermatom Tubuh.6

Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan


otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan. 1,8

10
Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang
singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.1
Herpes zoster generalisata kelainan kulitnya unilateral dan
segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar secara generalisata
berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi
pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,
misalnya pada penderita limfoma malignum.1
Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah
bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri
ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan sehari-hari.
Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat herpes zoster
diatas usia 40 tahun.1,2
Pada herpes zoster oftalmikus ditandai dengan erupsi herpetic
unilateral pada kulit. Gejala prodromal berupa nyeri lateral sampai
mengenai mata, demam, malaise, sakit kepala, nyeri pada mata,
hiperlakrimasi, perubahan visual, dan mata merah unilateral. HZO sering
mengenai kelopak mata. Hal ini ditandai dengan adanya pembengkakan
kelopak mata, dan akhirnya timbul radang kelopak, yang disebut blefaritis,

11
dan bisa timbul ptosis. Kebanyakan pasien akan memiliki lesi vesikuler
pada kelopak mata, ptosis, disertai edema dan inflamasi. Lesi pada
palpebra mirip lesi kulit di tempat lain. Selain itu, HZO juga dapat
menyerang konjungtiva yang akan menyebabkan konjungtivitis, yang
merupakan salah satu komplikasi terbanyak pada HZO. Gambaran dapat
berupa injeksi konjungtiva dan edema, dan kadang disertai timbulnya
petechie. Selain palpebra dan konjungtiva, HZO juga dapat menyerang
hingga ke retina.3,8

2.6 Diagnosis
Diagnosis penyakit herpes zoster sangat jelas, karena gambaran klinisnya
memiliki karakteristik tersendiri. Pada anamnesis, didapatkan keluhan berupa
neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan
kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal
seperti nyeri lateral sampai mengenai mata, demam, malaise, dan sakit kepala.
Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang
menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga
terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari akan menjadi
keruh dan dapat pula bercampur darah. Terdapat karakteristik dari erupsi kulit
herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom.1,7
Pada Herpes zoster yang mengenai mata, ditandai erupsi herpetic unilateral
pada kulit. Gejala prodromal berupa : nyeri lateral sampai mengenai mata,
demam, malaise, sakit kepala, nyeri pada mata, hiperlakrimasi, perubahan visual,
dan mata merah unilateral.8
Untuk kasus-kasus yang tidak jelas, deteksi antigen atau nucleic acid
varicella zoster virus, isolasi virus dari sediaan apus lesi atau pemeriksaan
antibodi IgM spesifik diperlukan. Pemeriksaan dengan teknik polymerase chain

12
reaction (PCR) merupakan tes diagnostik yang paling sensitif dan spesifik (dapat
mendeteksi DNA virus varisela zoster dari cairan vesikel).1,8
Pemeriksaan kultur virus mempunyai sensitivitas yang rendah karena virus
herpes lebih labil dan sulit to recover dari cairan vesikel. Pemeriksaan direct
immunofluorecent antigen-staining lebih cepat serta mempunyai sensitivitas yang
lebih tinggi daripada kultur dan dipakai sebagai tes diagnostik alternatif bila
pemeriksaan PCR tidak tersedia. Pada kasus dengan herpes zoster oftalmikus,
dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan langsung secara
mikroskopik dengan kerokan palpebral diwarnai dengan Giemsa (Tes Tzanck)
untuk melihat adanya sel-sel raksasa berinti banyak.2,7,8

2.7 Diagnosa banding


Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan
timbulnya vesikula yang berkelompok diatas dasar
eritema, berulang, mengenai permukaan mukokutaneus.
Etiologi : Disebabkan oleh virus herpes simplex.
Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal
berupa rasa panas ( terbakar ) dan gatal. Setelah timbul
lesi dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.
Predileksi : mukosa
Status dermatologi : berupa vesikel yang mudah
pecah, erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar
eritema dan disertai rasa nyeri. Predileksi pada wanita
antara lain labium mayor, labium minor, klitoris,
vagina, serviks dan anus. Pada laki-laki antara lain di
batang penis, glans penis dan anus. Ekstragenital yaitu
hidung, bibir, lidah, palatum dan faring.1

13
(1)

Varisella Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang


anak-anak, bersifat mudah menular
Etiologi : virus Varisela zoster.
Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka,
kepala dan ekstremitas.
Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak
makula atau papula yang cepat berubah menjadi
vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit
sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak
dengan penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada
infeksi virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi
(delle) yaitu vesikula yang ditengah nya cekung
kedalam. Distribusinya bersifat sentripetal.

14
(1)

Dermatitis Kontak Definisi : Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit


Alergika dengan bahan yang bersifat sebagai alergen. Disini ada
riwayat alergi dan merupakan paparan ulang.
Predileksi : Seluruh tubuh
Status dermatologis : Dapat akut, subakut dan kronis.
Lesi akut berupa lesi polimorf yaitu tampak makula
yang eritematus, batas tidak jelas pada efloresensi dan
diatas makula yang eritematus terdapat papul, vesikel,
bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.(9)

(1)

15
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip dasar pengobatan pada kasus herpes zoster oftalmikus adalah
dengan prinsip pengobatan herpes zoster pada umumnya, yaitu menghilangkan
nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga
mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.7,8
A. Non medikamentosa
Pasien dengan herpes zoster, dianjurkan untuk tidak menggunakan handuk
bersama-sama dengan keluarga, agar tidak terjadi penularan. Lesi
diperbolehkan untuk dibersihkan menggunakan air bersih, namun jangan
digaruk atau digosok agar bintil-bintil tidak pecah, untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Pasien dianjurkan untuk secara teratur
meminum obat, konsumsi makanan bergizi, dan istirahat yang cukup.1,2
B. Medikamentosa
1. Sistemik
- Obat anti virus
Obat anti virus terbukti menurunkan durasi lesi herpes
zoster dan derajat keparahan nyeri herpes zoster akut.1,2,8
Tiga jenis anti virus oral yang disetujui oleh Food and Drug
Administration(FDA) untuk terapi herpes zoster adalah famsiklovir,
valasiklovir hidrokhlorida dan asiklovir. Bioavailabilitas asiklovir
hanya 15-20%, lebih rendah dibandingkan valasiklovir (65%) dan
famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3 x 500 mg atau
valasiklovir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg diberikan
sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari. Penelitian menunjukkan
pemakaian Acyclovir, terutama dalam 3 hari setelah gejala muncul,
dapat mengurangi nyeri pada herpes zoster oftalmikus. Onset
Acyclovir dalam 72 jam pertama menunjukkan mampu
mempercepat penyembuhan lesi kulit, menekan jumlah virus, dan
mengurangi kemungkinan terjadinya dendritis, stromal keratitis,

16
serta uveitis anterior. Terapi lain dengan menggunakan
Valacyclovir yang memiliki bioavaibilitas yang lebih tinggi,
menunjukkan efektivitas yang sama terhadap herpes zoster
oftalmikus pada dosis 3 x 1000 mg sehari. Pemakaian Valacyclovir
dalam 7 hari menunjukkan mampu mencegah komplikasi herpes
zoster oftalmikus, seperti konjungtivitis, keratitis, dan nyeri. Pada
pasien imunocompromise dapat digunakan Valacyclovir dengan
dosis 100mg setiap 8 jam selama 7 hari.1,7,8
- Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid oral sering dilakukan, walaupun
berbagai penelitian menunjukkan hasil beragam. Prednison yang
digunakan bersama asiklovir dapat mengurangi nyeri akut. Hal ini
disebabkan penurunan derajat neuritis akibat infeksi virus dan
kemungkinan juga menurunkan derajat kerusakan pada saraf yang
terlibat.1,7
Akan tetapi pada penelitian lain, penambahan kortikosteroid
hanya memberikan sedikit manfaat dalam memperbaiki nyeri dan
tidak bermanfaat untuk mencegah NPH (Neuralgia Pasca Herpes),
walaupun memberikan perbaikan kualitas hidup.1,2
- Analgetik
Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respon baik
terhadap AINS (asetosal, piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau
analgetik non opioid (parasetamol, asam mefenamat). Kadang-
kadang dibutuhkan opioid (kodein, morfin atau oksikodon) untuk
pasien dengan nyeri kronik hebat. Pernah dicoba pemakaian
kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg. Untuk
mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster oftalmikus dapat
digunakan analgetik oral sesuai dengan pemberian pada kasus
herpes zoster pada umumnya.1

17
- Antibiotik
Pada kasus HZO dengan kemungkinan infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotic sistemik penisilin maupun tetrasiklin.
Dapat pula diberikan antibiotik golongan lainnya.1,8
2. Topikal
- Analgetik topikal
Kompres
Untuk mengobati berbagai komplikasi yang ditimbulkan
oleh herpes zoster oftalmikus disesuaikan dengan gejala yang
ditimbulkan. Pada blefarokonjungtivitis, untuk blefaritis dan
konjungtivitisnya, diterapi secara paliatif, yaitu dengan kompres
dingin dan topikal lubrikasi, serta pada indikasi infeksi sekunder
oleh bakteri (biasanya S. aureus).1,2,8
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan Solusio
Calamin dapat digunakan pada lesi akut untuk mengurangi nyeri
dan pruritus. Kompres dengan solusio Burowi (aluminium asetat
5%) dilakukan 4-6x/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin dan
menggunakan NaCl 0,9% juga sering digunakan.1,2
- Anti inflamasi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam
kloroform atau etil eter, krim indomeasin dan diklofenak banyak
dipakai. Aspirin dalam etil eter atau kloroform dilaporkan aman dan
bermanfaat menghilangkan nyeri untuk beberapa jam. Krim
indometasin sama efektitifnya dengan aspirin, dan aplikasinya lebih
nyaman. Penggunaannya pada area luas dapat menyebabkan
gangguan gastrointetinal akibat absorpsi per kutan. Penelitian lain
melaporka bahwa krim indometasin dan diklofenak tidak lebih baik
dari plasebo.1,2,7

18
- Kortikosteroid
Krim/losio yang mengandung kortikosteroid tidak
digunakan pada lesi akut herpes zoster dan juga tidak dpat
mengurangi risiko terjadinya NPH.1,2
- Antibiotik topikal
Pada kasus herpes zoster oftalmikus, dapat diberikan
pengobatan topical dengan salep mata tetrasiklin 1%, atau dengan
gentamicin sulfate 0,1%.1,2,8

2.9 Komplikasi
- Neuralgia pasca herpetic
Adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih
dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Neuralgia ini dapat berlangsung
selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Nyeri bisa dirasakan terus-
menerus atau hilang timbulndan bisa semakin memburuk pada malam hari
atau jika terkena panas maupun dingin. Keadaan ini cenderung timbul pada
umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang
bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.9
- Infeksi sekunder.
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V.,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering
manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.1,2
- Kelainan pada mata
Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama
pada nervus trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan kelainan
pada mata. Selain itu, virus dapat menyerang cabang kedua (N.Maxilaris) dan
cabang ketiga (N.Mandibularis) yang menyebabkan kelainan kulit pada

19
daerah persarafannya. Kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik,
keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optic.1,2,8
- Ramsay Hunt Sindrom
Paralisis wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus herpes
zoster pada kulit telinga, liang telinga ataupun keduanya, diakibatkan oleh
gangguan nervus fasialis dan nervus optikus, sehingga memberikan gejala
paralisa otot muka ( paralisa bell ), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat
;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea
juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes zoster ini terjadi bila mengenai
ganglion genikulatum.1,7
- Paralisis motoric
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf
yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh
spontan.1,2

2.10 Prognosis
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.2,8
Pemberian booster vaksin varisela terhadap orang tua harus dipikirkan
untuk meningkatkan kekebalan spesifik terhadap VVZ sehingga dapat
memodifikasi perjalanan penyakit herpes zoster.8

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : NKSM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 65 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Tidak bekerja
Suku/Kebangsaan : Bali/Indonesia
Pendidikan : SD
Agama : Hindu
Alamat : Ds. Sastra Kintamani
CM : 281163
Tgl. Masuk RS : 7 Januari 2019

3.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : bintil-bintil merah
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien sadar datang diantar keluarga ke Poli Kulit dan Kelamin RSU
Bangli dengan keluhan muncul bintil-bintil merah pada wajah, yang telah
membaik. Keluhan hanya didapatkan pada daerah wajah bagian kanan,
tepatnya pada daerah sekitar mata kanan dan daerah dahi bagian kanan
yang dirasakan sejak ±1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan
sebelumnya pernah muncul bintil-bintil putih berisi cairan,yang jumlahnya
semakin lama semakin banyak, membesar, dan memerah. Keluhan juga
disertai dengan demam yang dialami sebelum bintil-bintil muncul, dan
disertai dengan wajah sebelah kanan yang memerah, terasa gatal yang

21
berkurang jika digaruk. Selain itu, saat ini pasien juga mengeluh nyeri
pada mata kanannya, beberapa hari setelah bintil-bintil merah tersebut
muncul. Rasa nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul,
dan menjalar ke kepala bagian kanan. Pasien juga mengeluhkan matanya
memerah, bengkak, gatal, mata berair, dan terdapat kotoran mata yang
banyak ketika di pagi hari. Keluhan mati rasa pada wajah bagian kanan
disangkal, dan tidak terdapat adanya gangguan penglihatan. BAB dan
BAK dalam batas normal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, asma,
penyakit jantung, dan alergi makanan, maupun obat-obatan. Riwayat
mengalami cacar (+), namun pasien lupa waktu kejadiannya.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit yang sama pada keluarga.
Riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit
jantung, keganasan, dan alergi makanan, maupun obat-obatan juga
disangkal oleh pasien dan keluarga.
 Riwayat Pengobatan
Pasien sebelumnya sudah mendapat pengobatan Acyclovir 5 x 800mg
selama 7 hari. Pasien mengaku membaik dengan obat tersebut.
 Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, dan
suhu.
 Riwayat Sosial
Pasien saat ini sudah tidak bekerja. Pasien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol.

22
3.3 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaraan : Compos mentis
 GCS : E4 V5 M6
 Tanda vital
o Tekanan darah : tidak dilakukan pemeriksaan
o Nadi : tidak dilakukan pemeriksaan
o RR : tidak dilakukan pemeriksaan
o Suhu : tidak dilakukan pemeriksaan
 Status generalis
o Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah tercabut,
ruam merah kehitaman pada wajah bagian kanan (+)
o Mata : Anemis (-), ikterus (-), reflek pupil (+/+) isokor kiri
dan kanan, edema pada kelopak mata kanan, mata merah (+/-).
o THT : Otorhea (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), rinorhea (-/-),
mukosa hiperemis (-), tonsil T1/T1.
o Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-/-), deviasi trakea
(-), ruam merah pada leher (-)
o Toraks :
 Pulmo
 Inspeksi : dada tampak simetris, sikatrik (-), ruam merah
pada dada dan punggung (-), pengembangan dinding dada
simetris.
 Palpasi : nyeri tekan (-/-), fremitus vocal (+) hantaran
sama kiri dan kanan
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)

23
 Cor
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 mid clavicula
sinistra
 Perkusi
o Atas : ICS 2 sternalis line sinistra
o Kiri : ICS 5 mid clavicula sinistra
o Kanan : ICS 5 mid clavicula dekstra
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
o Abdomen
 Inspeksi : distensi (-), massa (-), sikatrik (-)
 Auskultasi : bising usus (+) normal 10x/menit
 Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
 Palpasi : nyeri tekan (-)
o Ekstremitas : akral hangat (+/+), edema (-/-), ruam merah (-/-)

 Status dermatologis
o Lokalisata :
 regio ocular dextra, dan
 regio frontal dextra
o Efloresensi :
Didapatkan gambaran krusta kuning kecoklatan, serta didapatkan
gambaran erosi di beberapa lokasi.

24
Status Ophtalmikus
Status Ophtalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi 5/5 5/5
Visus dengan koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Silia/ Supersilia Madarosis (-),Trikiasis(-) Madarosis (-),Trikiasis (-),
krusta (-) krusta (-)
Palpebra superior Oedem (+), hiperemis Oedem (-), hiperemis (-),
(+), nyeri tekan (+), nyeri tekan (-), krusta (-)
krusta (-)
Palpebra inferior Oedem (+), hiperemis Oedem (-), hiperemis (-),
(+), nyeri tekan (+), nyeri tekan (-), krusta (-)
krusta (-)
Margo palpebra Blefaritis (+) Blefaritis (-)
Hordeolum (-) Hordeolum (-)
Khalazion (-) Khalazion (-)
Sistem lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva tarsalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
Sclera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera okuli anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Iris Rugae (+), coklat Rugae (+), Coklat
Pupil Bulat, diameter 3 mm, Bulat, diameter 3 mm,
reflex (+) reflek (+)
Lensa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

25
Korpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Papil optikus
Retina
Macula
Aa/Vv retina
Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi
Gerakan bulbus okuli Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah

26
3.4 Diagnosis Banding
- Herpes Zoster Oftalmikus
- Herpes simpleks
- Varisella
- Dermatitis Kontak Alergika

27
3.5 Usulan pemeriksaan penunjang
1. Biakan jaringan
2. Imunofluoresensi
3. Apusan Tzanck

3.6 Diagnosa Kerja


Herpes Zoster Oftalmikus Ocular Dextra

3.7 Penatalaksanaan
 Fusycom 2 x 500mg
 Cindo lyters eye drop 4 x 1 OD
 Gentamycin salep 3 x 1 OD

3.8. Edukasi
o Kontrol ke poliklinik 7 hari lagi dan minum obat teratur.
o Menjaga higiene perorangan dan lingkungan serta hidari menggaruk-garuk
diarea lesi.
o Istirahat yang cukup, jangan stres dan kurangi aktivitas berlebih.
o Jauhkan dari jangkauan anak-anak dan orang sekitar karena dapat menular

3.9. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan usia 65 tahun diantar keluarganya dalam keadaan sadar ke


Poli Kulit dan Kelamin RSU Bangli dengan keluhan muncul bintil-bintil merah pada
wajah kanannya sejak ±1 minggu yang lalu, yang saat ini telah membaik. Bintil-bintil
tersebut tepatnya pada mata dan dahi bagian kanan. Pasien mengatakan sebelumnya
muncul bintil-bintil putih berisi cairan, yang jumlahnya semakin lama semakin
banyak, membesar, dan memerah. Keluhan juga disertai dengan demam yang dialami
sebelum bintil-bintil muncul, dan disertai dengan wajah sebelah kanan yang merah,
terasa gatal yang berkurang jika digaruk. Selain itu, saat ini pasien juga mengeluh
nyeri pada mata kanannya, beberapa hari setelah bintil-bintil merah tersebut muncul.
Rasa nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, hilang timbul, dan menjalar ke
kepala bagian kanan. Pasien juga mengeluhkan matanya merah, bengkak, gatal, dan
mata berair.
Berdasarkan teori, diagnosis Herpes Zoster Oftalmikus ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien
Herpes Zoster Oftalmikus sebelumnya memiliki riwayat muncul bintil-bintil berisi
cairan seukuran biji kacang hijau, disekitarnya terdapat daerah eritematosa, selain itu
pasien akan mengeluhkan gejala non-spesifik seperti demam, anoreksia, dan malaise
selama 1-2 hari, kemudian lesi yang sudah terbentuk pecah, dan akan muncul lesi
yang baru. Lesi kulit dapat membesar dan semakin menyebar, sehingga akan tampak
lesi multipel.
Herpes Zoster Oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster pada ganglion
gaseri yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V),
ditandai dengan erupsi herpetic unilateral pada kulit. Infeksi biasanya diawali dengan
nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai dengan gejala konstitusi seperti
lesu, lemas, dan demam ringan. Pasien juga akan mengeluh fotofobia, banyak keluar
air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. Pada pemeriksaan fisik akan

29
didapatkan gambaran daerah eritematosa dan edematosa, yang diatasnya terdapat
vesikula, pustule, dan krusta yang berwarna kekuningan, dan jaringan parut.
Pada kasus ini, pasien memiliki keluhan yang sesuai dengan teori yaitu riwayat
sebelumnya muncul bintil-bintil berisi cairan, yang semakin membesar dan menyebar
seperti bergerombol pada wajah sebelah kanan sejak ±1 minggu yang lalu. Bintil-
bintil muncul tepatnya pada mata kanan dan dahi kanan. Saat ini pasien mengeluh
terasa nyeri dan tampak memerah pada mata kanannya, yang muncul beberapa hari
setelah bintil-bintil tersebut muncul. Pasien mengaku sebelumnya sempat demam.
Pasien sempat berobat ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Bangli, diberikan Asiklovir
5x800mg, dan pasien mengatakan membaik dengan obat tersebut.
Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan didapatkan gambaran vesikel yang
sudah pecah dan krusta kuning kecoklatan sampai merah kehitaman, serta didapatkan
gambaran erosi di beberapa lokasi. Pada pemeriksaan status oftalmikus, didapatkan
visus OD/OS 5/5, palpebral superior dan inferior tampak oedema (+), hiperemis (+),
nyeri tekan (+), dan pada margo palpebral blefaritis (+). Kelopak mata atas sulit
diangkat.
Berdasarkan teori prinsip penatalaksanaan Herpes Zoster Oftalmikus menurut
National Guidelines Clearing House, adalah diterapi dengan Acyclovir 5x800mg
sehari, selama 7-10 hari. Pada kasus di atas, sebelumnya pasien telah mendapatkan
pengobatan Acyclovir 5 x 800mg, selama 7 hari. Saat ini pasien diberikan pengobatan
thiamycin 2 x 500mg, gentamycin salep mata 2 x sehari, dan cyndo liters 4 x 1 tetes
sehari. Berdasarkan kesesuaian teori dan kasus, penatalaksanaan pasien sudah
diberikan sesuai dengan teori. Pasien disarankan untuk kontrol ke poliklinik 7 hari
lagi dan minum obat teratur, menjaga higiene perorangan dan lingkungan serta
hindari menggaruk-garuk diarea lesi, istirahat yang cukup, jangan stres dan kurangi
aktivitas berlebih, dan menjauh dari anak-anak dan orang sekitar karena dapat
menular.
Prognosis pada pasien ini cenderung baik dengan adanya pengobatan segera
sebelum terjadinya infeksi sekunder atau komplikasi.

30
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus Herpes Zoster Oftalmikus pada seorang perempuan


usia 65 tahun dengan herpes oster oftalmikus ocular dextra. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis berupa munculnya bintil-bintil berisi cairan pada daerah
wajah tepatnya pada mata kanan dan dahi kanan, pada pemeriksaan fisik didapatkan
gambaran vesikel yang sudah pecah dan krusta kuning kecoklatan sampai merah
kehitaman, serta didapatkan gambaran erosi di beberapa lokasi.
Pemeriksaan penunjang seperti sitology dan kultur virus tidak dilakukan karena
keterbatasan sarana. Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi sistemik
dan topical. Pasien sebelumnya telah mendapatkan terapi Acyclovir 5 x 800mg.
Terapi yang diberikan saat ini yaitu thiamycin 2x500mg, gentamycin salep mata 2 x
sehari, dan cyndo liters 4 x 1 tetes sehari. Pasien disarankan untuk kontrol ke
poliklinik 7 hari lagi dan minum obat teratur, menjaga higiene perorangan dan
lingkungan serta hindari menggaruk-garuk diarea lesi, istirahat yang cukup, jangan
stres dan kurangi aktivitas berlebih, dan menjauh dari anak-anak dan orang sekitar
karena dapat menular.
Prognosis pada pasien ini cenderung baik, namun ada kemungkinan muncul
penyakit yang sama jika pasien berada pada lingkungan dengan risiko tinggi
penularan penyakit tersebut.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi., dkk. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Siregar, R.S. 2015. Atlas Berwarna : Saripati Penyakit Kulit Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
3. Burns, Tony, Breathnach, Cox, et al, 2010, Rook’s textbook of Dermatology Eight
Edition Volume 1 Chapter 33 (pages 33.22), Wiley Blackwell
4. D.James.William, et al, 10th edition © 2006, Saunders Elsevier, Andrews’ Diseases
of the Skin Clinical Dermatology, (pages 372 – 377) Philadelphia, Pennsylvanian,
USA
5. Wolff, Goldsmith, Katz, et al, 2008, Fitz Patrick’ Dermatology in General Medicine
Seventh Edition Volumes 1&2 Chapter 194 (pages 1885 – 1889), United States of
America, The McGraw – Hill Companies
6. Drugs and diseases reference index. di unduh dari
http://drugline.org/medic/term/dermatome/ pada tanggal 14 Januari 2019
7. Gnann, John W, Witley, Richard J, 2002, Journal of Herpes Zoster, New England,
New England Journal of Medicine
8. Ivan, Vreck., Eileen, Choudury., Vikram, Durairaj. 2017. Herpes Zoster Ophtalmicus
: A Review for the Internist. United States of America, The American Journal of
Medicine.

32

Anda mungkin juga menyukai