Anda di halaman 1dari 10

SKENARIO 5: Andi dan Karantina

Hari ini Andi sedang menjalani kepaniteraan klinik dokter muda IKM di Kantor Kesehatan
Pelabuhan (KKP) yang merupakan unit pelaksana teknis yang berada dibawah Kementerian
Kesehatan RI yang memiliki tugas melakukan pencegahan terhadap penyebaran penyakit
potensial wabah di pintu masuk negara. Sesuai dengan amanat International Health
Regulation (IHR) 2005 tentang PHEIC atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD) bahwa setiap bandara dan pelabuhan harus memiliki kapasitas
inti apabila terjadi kondisi PHEIC.
Salah satu kegiatan yang dilakukan pihak KKP saat ini adalah melakukaj kegiatan simulasi
penanggulangan PHEIC yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
para stakeholder yang ada dalam mendeteksi dan merespon apabila terjadi PHEIC di Wilayah
Pelabuhan. Penyelenggaraan diawali dengan pendirian tenda isolasi dan pengisian peralatan
medis oleh Tim Gerak Cepat KKP dalam kurun waktu hanya 10 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan simulasi dialog antara kapten kapal dengan Kantor Kesyahbandaran Utama, dialog
Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan dengan KKP Kelas I, hingga pengaktifan Posko KLB
berdasarkan instruksi Kepala Kesyahbandaran Utama.
Dalam simulasi tersebut diperlihatkan proses pemeriksaan dan penjemputan suspek PHEIC
di Kapal Terjangkit oleh Tim Verifikasi dan Tim Evakuasi. Selanjutnya, diperlihatkan bagaimana
Tim rumah sakit rujukan mempersiapkan dan mengaktifkan sistem ruang isolasi, dan
tatalaksana kasus proses dekontaminasi terhadap petugas & mobil ambulance rujukan,
hingga proses tindakan dekontaminasi kapal setelah tim evakuasi menurunkan awak kapal
yang sehat. Setelah suspek berhasil dirujuk, maka dilakukan pula tindakan dekontaminasi
terhadap tenda isolasi, petugas medis dan APD. Dengan melihat begitu pentingnya tindakan
karantina penyakit ini, yang menjadi pertanyaan bagi Andi adalah bagaimana sejarah/latar
belakang peraturan karantina ini serta penyakit apa yang berpotensi sebagai wabah
dan harus dilakukan tindakan karantina. Bagaimana anda menjelaskan kondisi tersebut?

STEP 1
TERMINOLOGI
1. IKM : Definisi ilmu kesehatan masyarakat (bahasa Inggris: public health) menurut
Profesor Winslow dari Universitas Yale (Leavel and Clark, 1958) adalah ilmu dan seni
mencegah penyakit, memperpanjang hidup, meningkatkan kesehatan fisik dan mental,
dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk meningkatkan sanitasi
lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu tentang kebersihan
perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk diagnosa dini,
pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan mendukung agar
setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat untuk menjaga
kesehatannya.
Ikatan Dokter Amerika, AMA, (1948) mendefinisikan Kesehatan Masyarakat adalah ilmu dan seni
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui usaha-usaha
pengorganisasian masyarakat.
2. Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) : Tugas dan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) adalah mencegah masuk dan keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah
(melalui kegiatan surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian dampak
kesehatan lingkungan), pelayanan kesehatan, pengawasan Obat, Makanan, Kosmetika,
Alat Kesehatan dan Bahan Adiktif (OMKABA) serta pengamanan terhadap penyakit baru
dan penyakit yang muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan
radiasi di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara.
Kesehatan Pelabuhan (KKP) setidaknya punya 3 ruang lingkup kerja, yaitu cegah tangkal
penyakit dan masalah kesehatan, pengelolaan kesehatan di lingkungan bandara/pelabuhan,
serta membantu Dinas Kesehatan setempat dalam menangani masalah pengendalian penyakit
dan penyehatan lingkungan yang ada.
3. Kementrian Kesehatan RI : kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang
membidangi urusan kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Sp.M (K) ,
Senin 27 Oktober 2014 dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Kesehatan RI
periode 2014-2019 – Kabinet Kerja.
4. Penyakit Potensial Wabah : Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya adalah :Jenis- jenis penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah sebagai berikut :
1. Kholera,
2. Pes,
3. DBD,
4. Campak,
5. Polio,
6. Difteri,
7. Pertusis
8. Rabies,
9. Malaria,
10. Avian Influenza H5N1,
11. Anthrax.
12. Leptospirosis
13. Hepatitis
14. Influenza A baru (H1N1)/ Pandemi 2009
15. Meningitis,
16. Yellow Fever,
17. Chikungunya
Penyakit menular tertentu lainnya ditetapkan dapat menimbulkan wabah ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan RI.

5. International Health Regulation (IHR) : Suatu instrumen internasional yang secara


resmi mengikat untuk diberlakukan oleh seluruh negara anggota WHO, maupun bukan
negara anggota WHO tetapi setuju untuk dipersamakan dengan negara anggota WHO.
IHR mengatur tata cara dan pengendalian penyakit, baik yang menular maupun tidak
menular, seperti efek dari Nuklir, Biologi dan Kimia (Nubika). Intrumen tersebut untuk
membantu suatu negara mengidentifikasi apakah suatu keadaan merupakan PHEIC
(Public Health Emergency of International Concern), mengarahkan negara untuk
mengkaji suatu kejadian di wilayahnya dan menginformasikan kepada WHO setiap
kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan kriteria sebagai berikut (1)
Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat, (2) KLB atau sifat kejadian tidak
diketahui, (3) Berpotensi menyebar secara internasional, (4) Berisiko terhadap
perjalanan ataupun perdagangan.

6. PHEIC : Public Health Emergency of International Concern kejadian di wilayahnya dan


menginformasikan kepada WHO setiap kejadian yang merupakan PHEIC sesuai dengan
kriteria sebagai berikut.
1. Berdampak/berisiko tinggi bagi kesehatan masyarakat.
2. KLB atau sifat kejadian tidak diketahui.
3. Berpotensi menyebar secara internasional.
4. Berisiko terhadap perjalanan ataupun perdagangan.
PHEIC adalah KLB yang
-dapat merupakan ancaman kesehatan bagi negara lain
-kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam penanggulangannya.

7. Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) :

8. Stakeholder : semua pihak di dalam masyarakat, baik itu individu, komunitas atau
kelompok masyarakat, yang memiliki hubungan dan kepentingan terhadap sebuah
organisasi/ perusahaan dan isu/ permasalahan yang sedang diangkat.

9. Tim Gerak Cepat KKP : Tugas utama tim gerak cepat yakni pengendalian berbagai
potensi bencana alam yang sewaktu-waktu terjadi, serta penanggulangan penyakit
menular berbahaya yang berpotensi sebagai kejadian luar biasa. TGC harus mengawasi
setiap pendatang dari luar negeri. Mereka harus melalui alat termal scanner yang
terpasang di pelabuhan, sebab orang yang terpapar penyakit biasanya suhu badannya
tinggi.

10. Karantina : Pemisahan dan pembatasan ruang gerak orang sehat yang diduga
terpapar sumber infeksi.

11. Isolasi : pemisahan orang sakit, alat angkut, kontainer, bagasi atau barang bawaan
lainnya yang terkontaminasi dengan maksud mencegah penularan atau penyebaran
penyakit atau kontaminasi.

12. Kantor Kesyahbandaraan Utama : Kesyahbandaran adalah unit pelaksana teknis


pemerintahan di bidang kebandaran, perkapalan dan jasa maritim dalam lingkungan
Kemenetrian Perhubungan, yang dipimpin oleh seorang kepala yang disebut
Syahbandar.
Tugas Kesyahbandaran adalah melaksanakan penilikan kebandaran, keselamatan kapal,
pengukuran dan pendaftaran kepal serta kegitan jasa maritim. Selain itu pula mempunyai tugas
melaksanakan ketertiban dan patroli, penyidikan tindak pidana pelayaran di dalam daerah
Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan serta
pengawasan pekerjaan bawah air (PBA), salvage, pemanduan dan penundaan kapal.
Kantor Kesyahbandaran Utama itu berada Pelabuhan Tanjung Priok, Tanjung Perak, Belawan,
dan Makassar.

13. Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan :


Adapun tugas dan tanggungjawab Otoritas Pelabuhan adalah:
1.Menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
2.Menyediakan dan memelihara break water, kolam, alur, dan jaringan jalan;
3.Menyediakan dan memelihara SBNP;
4.Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
5.Menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
6.Menyusun RIP (master plan) serta DLKr dan DLKp pelabuhan;
7.Mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan,
fasilitas pelabuhan serta jasa kepelabuhanan yang disediakan oleh Kantor Pelabuhan;
8.Menjamin kelancaran arus barang.

14. Posko KLB : posko yang berfungsi untuk melaporkan setiap hari jumlah KLB

15. KKP kelas I : Hingga tahun 2008 dengan diterbitkannya Permenkes No


356/MENKES/PER/IV/2008 dan telah diperbaharui dengan Permenkes Nomor
2348/Menkes/Per/XI/2011 yang menyatakan bahwa KKP adalah unit pelaksana teknis
Ditjen PP dan PL Depkes RI, yang mempunyai tugas pokok untuk mencegah masuk dan
keluarnya penyakit, penyakit potensial wabah, surveilan epidemologi, kekarantinaan,
pengendalian dampak risiko lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan OMKABA
serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali,
bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja pelabuhan.
bandara dan pos lintas batas.

Dari klasifikasi yang ada terbagi menjadi 3 kelas yaitu KKP Kelas I, KKP Kelas II dan KKP Kelas III
dan kelas IV. Pelabuhan Tanjung Priok memiliki KKP Kelas I yang dipimpin oleh seorang Kepala
Kantor dengan tingkat eselon II b. Serta membawahi 3 bidang yaitu Bidang Pengendalian
Karantina dan Surveilans Epidemiologi, Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan, Bidang Upaya
Kesehatan dan Lintas Wilayah Serta 1 Bagian Tata Usaha.
16. Suspek : seseorang yang kompatibel atau memenuhi definisi kasus klinis tanpa tes
laboratorium atau kasus dengan tes laboratorium sugestif tanpa informasi klinis

17. Tim Verifikasi : Tim Verifikasi adalah tim yang dibentuk dari anggota masyarakat dan
instansi terkait yang memiliki pengalaman dan keahlian khusus, baik di bidang teknik
prasarana, simpan pinjam, pendidikan, kesehatan dan pelatihan ketrampilan

18. Tim Evakuasi : Evakuasi adalah suatu tindakan memindahkan manusia secara
langsung dan cepat dari satu lokasi ke lokasi yang aman agar menjauh dari ancaman
atau kejadian yang dianggap berbahaya atau berpotensi mengancam nyawa manusia
atau mahluk hidup lainnya. Beberapa tujuan evakuasi lainnya yaitu:
-Untuk mencegah jatuhnya korban jiwa sehingga manusia dipindahkan ke lokasi yang dianggap
aman.
-Untuk menyelamatkan korban yang jatuh pasca kejadian yaitu dengan melakukan pencarian
dan pemindahan ke zona aman.
-Untuk mempertemukan korban bencana dengan keluarganya yang sempat terpisah akibat
kejadian.
-Untuk mengetahui jumlah korban yang meninggal dunia akibat bencana sehingga dapat
diproses lebih lanjut.

19. Tim rumah sakit rujukan :


20. Dekontaminasi : adalah langkah pertama dalam menangani peralatan,
perlengkapan,sarung tangan, dan benda–benda lainnya yang terkontaminasi.
Dekontaminasi membuat benda–benda lebih aman untuk ditangani petugas pada saat
dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan lebih jauh, pakai sarung tangan karet yang
tebal atau sarung tangan rumah tangga dari latex, jika menangani peralatan yang sudah
digunakan atau kotor (niken, 2009)

Tujuan Dekontaminasi (Uliyah, 2008)


 Untuk menurunkan transmisi penyakit dan pencegahan infeksi pada alat-alat instrumen
persalinan yang telah dilakukan pencucian
 Memusnahkan semua bentuk kehidupan mikroorganisme patogen termasuk spora, yang
mungkin telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan yang dipakai.
 Untuk mencegah penyebaran infeksi melalui peralatan pasien atau permukaan
lingkungan.
 Untuk membuang kotoran yang tampak.
 Untuk membuang kotoran yang tidak terlihat (Mikroorganisme).
 Untuk menyiapkan semua permukaan untuk kontak langsung dengan alat pensteril atau
desinfektan.
 Untuk melindungi personal dan pasien.

Cara-cara Dekontaminasi
 lakukan dekontaminasi terhadap alat-alat dengan cara merendamnya dengan larutan
desifektan (klorin 0,5 %) selama 10 menit. langkah ini dapat membunuh virus hepatitis B
dan AIDS.
 Jangan merendam instrument logam yang berlapis elektron (artinya tidak 100 % baja
tahan gores)meski dalam air biasa selama beberapa jam karena akan berkarat.
 Setelah dekontaminasi instrumen harus segera dicuci dengan air dingin untuk
menghilangkan bahan organik sebelum dibersihkan secara menyeluruh.
 Jarum habis pakai da semprit harus diletakkan dalam wadah yang baik untuk dikubur.
 Apabila akan digunakan kembali maka jarum dan semprit harus dibersihkan dan dicuci
secara menyeluruh setelah dekontaminasi.
 Sekali instrumen atau benda lainnya telah didekontaminasi maka selanjutnya di proses
dengan aman.

Dekontaminasi adalah upaya mengurangi dan atau menghilangkan kontaminasi oleh


mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui disinfeksi dan sterilisasi
dengan cara fisik dan kimiawi.
Disinfeksi adalah upaya untuk mengurangi/menghilangkan jumlah mikro-organisme patogen
penyebab penyakit (tidak termasuk spora) dengan cara fisik dan kimiawi.
Sterilisasi adalah upaya untuk menghilangkan semua mikroorganisme dengan cara fisik dan
kimiawi.

Persyaratan
 Suhu pada disinfeksi secara fisik dengan air panas untuk peralatan sanitasi 800C dalam
waktu 45-60 detik, sedangkan untuk peralatan memasak 800C dalam waktu 1 menit.
 Disinfektan harus memenuhi kriteria tidak merusak peralatan maupun orang, disinfektan
mempunyai efek sebagai deterjen dan efektif dalam waktu yang relatif singkat, tidak
terpengaruh oleh kesadahan air atau keberadaan sabun dan protein yang mungkin ada.
 Penggunaan disinfektan harus mengikuti petunjuk pabrik.
 Pada akhir proses disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis (ruang operasi dan ruang
isolasi) tingkat kepadatan kuman pada lantai dan dinding 0-5 cfu/cm2, bebas
mikroorganisme patogen dan gas gangren. Untuk ruang penunjang medis (ruang rawat
inap, ruang ICU/ICCU, kamar bayi, kamar bersalin, ruang perawatan luka bakar, dan
laundry) sebesar 5-10 cfu/cm2
 Sterilisasi peralatan yang berkaitan dengan perawatan pasien secara fisik dengan
pemanasan pada suhu + 121OC selama 30 menit atau pada suhu 134OC selama 13
menit dan harus mengacu pada petunjuk penggunaan alat sterilisasi yang digunakan.
 Sterilisasi harus menggunakan disinfektan yang ramah lingkungan.
 Petugas sterilisasi harus menggunakan alat pelindung diri dan menguasai prosedur
sterilisasi yang aman.
 Hasil akhir proses sterilisasi untuk ruang operasi dan ruang isolasi harus bebas dari
mikroorganisme hidup.
Tata Laksana
 Kamar/ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan disinfeksi dan disterilisasi
sampai aman untuk dipakai pada operasi berikutnya.
 Instrumen dan bahan medis yang dilakukan sterilisasi harus melalui persiapan, meliputi:
 Persiapan sterilisasi bahan dan alat sekali pakai. Penataan – Pengemasan – Pelabelan –
Sterilisas
 Persiapan sterilisasi instrumen baru: Penataan dilengkapi dengan sarana pengikat (bila
diperlukan) – Pelabelan – Sterilisasi.
 Persiapan sterilisasi instrumen dan bahan lama : Desinfeksi – Pencucian (dekontaminasi)
– Pengeringan (pelipatan bila perlu) – Penataan – Pelabelan – Sterilisasi.
 Indikasi kuat untuk tindakan disinfeksi/sterilisasi :
 Semua peralatan medik atau peralatan perawatan pasien yang dimasukkan ke dalam
jaringan tubuh, sistem vaskuler atau melalui saluran darah harus selalu dalam keadaan
steril sebelum digunakan.
 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir seperti endoskopi,
pipa endotracheal harus disterilkan/didisinfeksi dahulu sebelum digunakan.
 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan tubuh, darah atau sekresi
harus selalu dalam keadaan steril sebelum dipergunakan.
 Semua benda atau alat yang akan disterilkan/didisinfeksi harus terlebih dahulu
dibersihkan secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik (darah dan
jaringan tubuh) dan sisa bahan linennya.
 Sterilisasi (132oC selama 3 menit pada grativity displacement steam sterilizier) tidak
dianjurkan untuk implant.
 Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya karena dibersihkan, disterilkan atau
didisinfeksi tidak boleh dipergunakan lagi. Oleh karena itu hindari proses ulang yang
dapat mengakibatkan keadaan toxin atau mengganggu keamanan dan efektivitas
peralatan.
 Jangan menggunakan bahan seperti linen, dan lainnya yang tidak tahan terhadap
sterilisasi, karena akan mengakibatkan kerusakan seperti kemasannya rusak atau
berlubang, bahannya mudah sobek, basah, dan sebagainya.
 Penyimpanan peralatan yang telah disterilkan harus ditempatkan pada tempat (lemari)
khusus setelah dikemas steril pada ruangan:
 Dengan suhu 180C– 22oC dan kelembaban 35%-75%, ventilasi menggunakan sistem
tekanan positif dengan efisiensi partikular antara 90%-95% (untuk particular 0,5
mikron).
 Dinding dan ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat dan mudah dibersihkan.
 Barang yang steril disimpan pada jarak 19 cm -24 cm.
 Lantai minimum 43 cm dari langit-langit dan 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk
menghindari terjadinya penempelan debu kemasan.
 Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan petunjuk
dari pabriknya dan harus dikalibrasi minimal 1 kali satu tahun.
 Peralatan operasi yang telah steril jalur masuk ke ruangan harus terpisah dengan
peralatan yang telah terpakai.
 Sterilisasi dan disinfeksi terhadap ruang pelayanan medis dan peralatan medis dilakukan
sesuai permintaan dari kesatuan kerja pelayanan medis dan penunjang medis.

21. Ambulance : kendaraan transportasi orang sakit atau cidera, dari satu tempat
ketempat lain guna perawatan medis. Istilah Ambulance digunakan menerangakan
kendaraan yang digunakan untuk membawa peralatan medis kepada pasien diluar
rumahsakit atau memindahkan pasien kerumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.

STEP 2
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa saja fungsi KKP?
2. Mengapa dibentuk PHEIC?
3. Apa saja IHR yang menyangkut kesehatan dunia?
4. Mengapa tenda isolasi harus didirikan dengan cepat?
5. Apa fungsi dalog anatara kapten kapal, syahbandar, KOP dan KKP kelas 1?
6.Bagaimana proses menurunkan penumpang PHEIC?
7. Bagaimana cara dekontaminasi tenda isolasi, petugas medis, dan APD?
8. Bagaimana sejarah PHEIC?
9. Apa saja penyakit berpotensi PHEIC?
10. Bagaimana gejala utama penyakit Suspek PHEIC?
11. Bagaimana peran Indonesia?

STEP 3
BRAINSTORMING
SEJARAH PERKEMBANGAN KARANTINA DUNIA
 Kata Karantina (Quarantine) berasal dan kata QUADRAGINTA/QUARANTUM/QUARANTA
(bahasa Latin)/QUARANTA (bahasa Italia) yang artinya adalah 40, zaman dahulu semua
orang yang menderita diisolasi selama 40 hari.
 Sekitar 60 juta orang penduduk dunia meninggal akibat wabah penyakit Pes (Black
Death) pada tahun 1348. (Tahun 1348-1359 telah menyebabkan kematian sekitar 30%
dari penduduk Eropa pada waktu itu) Saat itu Pelabuhan Venesia yang adalah pelabuhan
terbesar di Eropa berusaha melakukan upaya “Karantina” dengan cara mencegah atau
menolak masuknya kapal yang datang dari daerah terjangkit Pes dan juga terhadap
kapal yang dicurigai terjangkit atau membawa penyakit PES.
 Pada tahun 1377 di kota Rogusa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang dari daerah
terjangkit penyakit Pes harus tinggal di suatu tempat diluar pelabuhan selama kurang
lebih 1-2 bulan (40 hari) supaya bebas dari penyakit. Itulah sejarah suatu tindakan
karantina dalam bentuk isolasi yang pertama kali dilakukan terhadap manusia.
Kemudian terbentuklah kegiatan karantina dan stasiun karantina. Akan tetapi, peran dari
tikus dan pinjal belum diketahui dalam penularan penyakit Pes pada waktu itu.
Pada tahun 1830 – 1847, wabah Kolera melanda Eropa. Atas Inisiatif Ahli Kesehatan telah
terlaksana DIPLOMASI PENYAKIT INFEKSI SECARA INTENSIF DAN KERJASAMA
MULTILATERAL KESEHATAN MASYARAKAT pada tahun 1851 di Paris yang menghasilkan
ISR (International Sanitary Regulations) 1851 melalui INTERNATIONAL SANITARY
CONFERENCE, yang diadakan di PARIS pada tahun 1851.
 Pada tahun 1951 World Health Organization MENGADOPSI REGULASI YANG DIHASILKAN
OLEH INTERNATIONAL SANITARY CONFERENCE.
 Pada tahun 1969 WHO mengubah INTERNATIONAL SANITARY REGULATIONS (ISR)
menjadi INTERNATIONAL HEALTH REGULATIONS (IHR) dan dikenal sebagai IHR 1969.
TUJUAN dari IHR ADALAH UNTUK MENJAMIN KEAMANAN MAKSIMUM TERHADAP
PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI DENGAN MELAKUKAN TINDAKAN YANG SEKECIL
MUNGKIN MEMPENGARUHI LALU LINTAS DUNIA
Setelah beberapa kali direvisi, sampailah pada tahun 2005 dilakukan Revisi terhadap IHR
1969 melalui sidang WHO dan dihasilkan dokumen yg saat ini dikenal sebagai IHR 2005.
Kemudian pada tahun 2003 dilakukan revisi dan merupakan revisi yang keempat yang
diilhami oleh kejadian PANDEMI SARS & BIOTERRORISM pada tahun 2003.
 1 – 12 NOVEMBER 2004 : INTERGOVERNMENTAL WORKING GROUP-1 : KERTAS KERJA
PROPOSAL, World Health Organization merevisi International Health Regulation (IHR)
1969
24 JANUARI 2005 : INTERGOVERMENTAL WORKING GROUP – 2 ON THE REVISION OF IHR :
 a) Menghasilkan IHR 2005 DENGAN MENGUSUNG ISSUE : PUBLIC HEALTH EMERGENCY
OF INTERNATIONAL CONCERN (PHEIC) (Public Health Emergency of International
Concern/ Kedaruratan Kesehatan yg Meresahkan Dunia)
 PHEIC adalah KLB (Kejadian Luar Biasa) yang dapat merupakan ancaman kesehatan bagi
negara lain. kemungkinan membutuhkan koordinasi internasional dalam
penanggulangannya.
 b) Terhitung mulai 15 Juni 2007 bagi semua negara anggota WHO, harus sudah
menerapkan IHR 2005 kecuali mereka yang menolak atau mengajukan keberatan.
 c) Penolakan atau keberatan harus diajukan selambat-lambatnya 18 bulan dari saat
diterima oleh WHO ke 58 (Mei 2005)

 TUJUAN IHR 2005


IHR 2005 : mencegah, melindungi terhadap dan menanggulangi penyebaran penyakit
antar negara tanpa pembatasan perjalanan dan perdagangan yang tidak perlu.
Penyakit : yang sudah ada, baru dan yang muncul kembali serta penyakit tidak menular
(contoh: bahan radio-nuklear dan bahan kimia) dalam terminology lain disebut NUBIKA
(Nuklir, Biologi dan Kimia).

OTORITAS PELABUHAN
DASAR
 UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;
 PP No. 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan;
 PERMENHUB No. KM. 63 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas
Pelabuhan.

TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


 Menyediakan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
 Menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran,
dan jaringan jalan;
 Menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi Pelayaran;
 Menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;
 Menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;
 Menyusun Rencana Induk Pelabuhan (RIP), serta DLKr dan DLKp;
 Mengusulkan tarif untuk ditetapkan menteri;
 Menjamin kelancaran arus barang;
 Melaksanakan kegiatan penyedian dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang
diperlukan oleh penguna jasa yang belum di sediakan oleh BUP.
WEW ENANG
 Mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan;
 Mengawasi penggunaan DLKr dan DLKp;
 Mengatur lalu lintas kapal keluar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal;
 Menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.

PERAN
 Sebagai wakil pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada BUP
untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang di tuangkan dalam
perjanjian.

FUNGSI
 Penyusunan rencana kerja, program dan desain, analisa dan evaluasi penyediaan lahan
daratan dan perairan pelabuhan serta penyediaan dan pemeliharan fasilitas pelabuhan,
penahan gelombang, pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran, reklamasi serta
jaringan jalan dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, sarana dan prasarana jasa
kepelabuhanan;
 Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan (RIP), Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan
Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan;
 Penyusunan dan pengusulan tarif untuk ditetapkan oleh Menteri atas penggunaan
perairan dan / atau daratan, fasilitas pelabuhan serta jasa kepelabuhanan yang
disediakan oleh Kantor Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
 Pelaksanaan pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan lalu lintas dan
angkutan laut serta penjaminan kelancaran arus barang di pelabuhan;
 Pelaksanaan pengaturan dan pengawasan penggunaan lahan daratan dan perairan,
fasilitas dan pengoperasian pelabuhan, Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah
Lingkungan Kepentingan (DLKp) Pelabuhan serta keamanan dan ketertiban di
pelabuhan;
 Pelaksanaan penjaminan dan pemeliharaan kelestarian lingkungan pelabuhan;
 Pelaksanaan peran sebagai wakil Pemerintah dalam pembrian konsensi atau bentuk
lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di
pelabuhan;
 Pelaksanaan pembinaan usaha dan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan
yang disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; dan
 Pengelolaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, hukum dan hubungan
masyarakat.

Ancaman penyakit masuk melalui pintu menjadi tantangan yang besar untuk Indonesia. Karena
itu, upaya cegah tanggal penyakit potensial wabah di pintu gerbang negara harus terus
menerus diperkuat dan ditingkatkan. Sebagaimana kita ketahui pada abad ke-20 lalu terjadi
tiga kali pandemi Influenza dan tidak jarang episenternya muncul di lokasi yang tidak terduga,.

Penyakit menular telah menjadi permasalahan global. Dalam 2 dekade terakhir, komunitas
global menghadapi tantangan terkait penyebaran mikroorganisme yang menyebabkan berbagai
kejadian luar biasa (KLB) penyakit menular. Globalisasi penyakit menular akan sangat
berpengaruh terhadap human security. Hal ini tidak hanya menyebabkan penderitaan
masyarakat di berbagai negara, namun juga akan mengurangi kepercayaan publik terhadap
negara, yang kemudian akan berpengaruh terhadap legitimasi negara yang bersangkutan,
melemahkan dasar ekonomi, perubahan tatanan sosial dan ketidakstabilan regional.

Apabila terjadi pandemi, tentu akan mempengaruhi semua negara di dunia. Sejumlah besar
kematian akan terjadi, persediaan medis menjadi tidak memadai, dan situasi nasional
terganggu. Semua negara tentunya harus siap menghadapi tidak terkecuali Indonesia, terang
Dirjen P2P Kemenkes.

Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia yang terletak
Jakarta Utara. Pelabuhan ini merupakan pintu gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor
maupun barang antar pulau. Lebih kurang 70% kegiatan ekspor-impor di Indonesia keluar
masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok. Data yang dikemukakan oleh Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok menyatakan bahwa pada tahun 2015 jumlah kapal yang datang
dari pelabuhan luar negeri di Pelabuhan Tanjung Priok tercatat sebanyak 3.309 kapal. Hal ini
merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan penularan penyakit yang datang
melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Simulasi PHEIC di Pelabuhan Tanjung Priok

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) merupakan unit pelaksana teknis yang berada dibawah
Kementerian Kesehatan RI yang memiliki tugas melakukan pencegahan terhadap penyebaran
penyakit potensial wabah di pintu masuk negara. Sesuai dengan amanat International Health
Regulation (IHR) 2005 tentang Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) bahwa setiap bandara
dan pelabuhan harus memiliki kapasitas inti apabila terjadi kondisi PHEIC.

Simulasi Penanggulangan PHEIC ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan


kemampuan para stakeholder yang ada dalam mendeteksi dan merespon apabila terjadi PHEIC
di Wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Peserta simulasi ini melibatkan, antara lain: Unsur QICP
yaitu quarantine, immigration, custom, dan port; TNI, POLRI, perusahaan pelayaran, dan
perwakilan asosiasi yang berada di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok.

Kegiatan pra simulasi ditandai oleh kegiatan upacara pembukaan pada pukul 08.00 WIB.
Penyelenggaraan diawali dengan pendirian tenda isolasi dan pengisian peralatan medis oleh
Tim Gerak Cepat KKP dalam kurun waktu hanya 10 menit. Dilanjutkan dengan simulasi dialog
antara kapten kapal dengan kantor Kantor Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok, dialog Kepala
Kantor Otoritas Pelabuhan dengan KKP Kelas I Tanjung Priok, hingga pengaktifan Posko KLB
berdasarkan instruksi Kepala Kesyahbandaran Utama Tanjung Priok.

Dalam simulasi tersebut diperlihatkan proses pemeriksaan dan penjemputan suspek PHEIC di
Kapal Terjangkit oleh Tim Verifikasi dan Tim Evakuasi. Selanjutnya, diperlihatkan bagaimana Tim
RSPI Sulianto Saroso mempersiapkan dan mengaktifkan sistem ruang isolasi, proses rujukan
suspek PHEIC ke RSPI Sulianto Saroso dan tatalaksana kasus proses dekontaminasi terhadap
petugas & mobil ambulance rujukan, hingga proses tindakan dekontaminasi kapal setelah tim
evakuasi menurunkan awak kapal yang sehat. Setelah suspek berhasil dirujuk, maka dilakukan
pula tindakan dekontaminasi terhadap tenda isolasi, petugas medis dan pelepasan alat
pelindung diri (APD).

Peran Indonesia
Perubahan iklim dan peningkatan resistensi anti-mikroba telah mendorong peningkatan
munculnya new-emerging diseases dan re-emerging diseases yang berpotensi pandemik
dengan karakteristik risiko kematian yang tinggi dan penyebaran yang sangat cepat. Globalisasi
yang mengakibatkan peningkatan mobilitas manusia dan hewan lintas negara serta perubahan
gaya hidup manusia juga telah berkontribusi mempercepat proses penyebaran wabah menjadi
ancaman keamanan kesehatan global.

Sejak outbreak wabah Severe Acute Respiratory Sindrome (SARS) di kawasan Asia pada tahun
2003, ancaman keamanan kesehatan global terus menunjukkan kecenderungan peningkatan
antara lain terjadinya outbreak flu burung/avian influenza (H5N1) tahun 2004, flu babi/swine
influenza (H1N1) tahun 2009 (dideklarasikan WHO sebagai pandemi pertama kalinya di abad
ke-21), Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (MERS-CoV) tahun 2012-2013, Ebola
tahun 2014, dan Zika tahun 2015.

Peningkatan ancaman keamanan kesehatan global tersebut menjadi ancaman serius bagi
sistem kesehatan nasional dan mengakibatkan kerusakan besar bagi perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat. Data Bank Dunia menunjukkan bahwa outbreak wabah Ebola di
Guinea, Liberia dan Sierra Leone pada tahun 2014 mengakibatkan pertumbuhan negatif
perekonomian ketiga negara tersebut lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi sebelum
outbreak.

Sedangkan kerugian ekonomi akibat outbreak di kawasan Afrika secara keseluruhan mencapai
USD 30 milyar. Indonesia pun pernah mengalaminya saat menghadapi outbreak flu burung
yang menanggung beban ekonomi sampai Rp 5 Trilyun, serta penurunan perdagangan dan
pariwisata.

Menyikapi hal tersebut, organisasi-organisasi internasional, seperti WHO (Badan Kesehatan


Dunia), FAO (Badan Pangan Dunia), dan OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) telah
mengembangkan sejumlah aturan, pedoman dan kerangka sebagai acuan dalam upaya
peningkatan kapasitas yang dimaksud.

WHO memiliki International Health Regulations (IHR) yang disahkan pada tahun 2005
menggantikan IHR (1969) dengan memperluas cakupan keamanan kesehatan global terhadap
wabah dari semua penyakit. IHR (2005) yang mulai berlaku efektif pada 15 Juni 2007
merupakan instrumen internasional yang mengikat kewajiban negara-negara Pihak untuk
mencegah, melindungi, dan mengendalikan penyebaran wabah secara internasional sesuai
dengan dan terbatas pada faktor risiko yang dapat mengganggu kesehatan, dengan sesedikit
mungkin menimbulkan hambatan pada lalu lintas dan perdagangan internasional. Indonesia
menjadi negara Pihak IHR (2005) sejak tahun 2007.

Outbreak wabah Ebola pada tahun 2014 telah menyadarkan kembali dunia mengenai
kebutuhan untuk memperkuat sistem kesehatan nasional masing-masing negara melalui
implementasi penuh IHR (2005). Berbagai literatur menyimpulkan bahwa outbreak wabah Ebola
tidak akan terjadi atau dapat diminimalisir dampaknya apabila di negara-negara yang terpapar
yaitu Guinea, Liberia dan Sierra Leone memiliki sistem kesehatan nasional yang kuat dengan
membangun kapasitas sesuai IHR (2005).

Sebagai respons, Global Health Security Agenda (GHSA) muncul sebagai forum kerja sama
antar negara yang bersifat terbuka dan sukarela, dengan tujuan untuk memperkuat kapasitas
nasional dalam penanganan ancaman penyakit menular dan kesehatan global. Diluncurkan
pada Februari 2014 dengan 29 negara anggota sebagai inisiatif 5 tahun. Saat ini GHSA telah
beranggotakan 65 negara dan didukung oleh badan-badan PBB seperti WHO, FAO, OIE, Bank
Dunia, serta organisasi non pemerintah dan sektor swasta.

Area Kerja Sama GHSA

Strategi kerjasama dalam GHSA difokuskan pada upaya penguatan kapasitas nasional setiap
negara, khususnya dalam melakukan pencegahan, deteksi dan penanggulangan penyebaran
penyakit. Secara teknis, terdapat 11 paket aksi yang menjadi prioritas yaitu:
1) Penanggulangan Anti Microbial Resistance (AMR);
2) Pengendalian penyakit Zoonotik;
3) Biosafety dan Biosecurity;
4) Imunisasi;
5) Penguatan Sistem Laboratorium Nasional;
6) Surveilans;
7) Pelaporan;
8) Penguatan SDM;
9) Penguatan pusat penanganan kegawatdaruratan;
10) kerangka hukum dan respons cepat multisektoral; dan
11) mobilisasi bantuan dan tenaga medis.

Perkembangan dan Kontribusi GHSA


Beberapa perkembangan yang telah dicapai dan kontribusi yang diberikan GHSA antara lain
adalah, Pertama,
a. Keanggotaan
Negara anggota GHSA telah berkembang, dari 29 negara pada saat peluncuran di tahun 2014
menjadi 65 negara saat ini.

b. Kontribusi :
Joint External Evaluation (JEE)
Sebagaimana diketahui, penilaian IHR sampai tahun 2015 hanya menggunakan self-
assessment, yang memungkinkan adanya penilaian yang tidak obyektif. Dalam hal ini, GHSA
pada tahun 2015 menyusun Country Assessment Tool yang merupakan penilaian terhadap
kapasitas dalam 11 paket aksi, dimana selain menggunakan internal assessor, untuk pertama
kalinya, penilaian kapasitas dalam ketahanan kesehatan juga melibatkan external
assessor. Assessment tool dimaksud kemudian diadopsi oleh WHO menjadi JEE pada tahun
2016, yang merupakan gabungan dari 8 kapasitas inti IHR dan 11 Action Package GHSA.
Peningkatan komitmen politis dalam penanganan global health security.
Berbagi praktik terbaik dalam kenaggotaan Paket Aksi
Peningkatan kolaborasi dan kerja sama lintas sektor, yaitu keterlibatan sektor lain di luar
kesehatan, serta keterlibatan sektor non-pemerintah, swasta, filantropi, generasi muda, dan
donor dalam mencapai ketahanan kesehatan global. Hal ini menjadi penting mengingat
ketahanan kesehatan tidak dapat dicapai sendiri oleh sektor kesehatan dan oleh pemerintah
saja.

Arah ke Depan
Sebagai inisiatif 5 tahun, kerja sama GHSA harusnya berakhir pada akhir tahun 2018. Namun
demikian, Pertemuan Tingkat Menteri GHSA ke-4 di Uganda menghasilkan Kampala Declaration
yang pada intinya menyepakati untuk memperpanjang mandat GHSA hingga tahun 2024 (GHSA
2024). Dalam fase ke-2 dimaksud, GHSA akan memiliki visi, misi, dan tujuan yang lebih terukur
dengan beberapa fokus antara lain adalah penguatan kolaborasi dengan semua sektor dan
aktor terkait.

Peran Indonesia dalam GHSA


Dalam kerja sama GHSA, Indonesia termasuk salah satu negara yang aktif berkontribusi,
diantaranya menjadi anggota Tim Pengarah (Steering Group) bersama 9 negara lainnya,
anggota Troika pada tahun 2014-2018, serta menjadi Ketua Tim Pengarah pada tahun 2016
yang mendapat apresiasi positif dari berbagai negara anggota dan mitra.

Dalam fase ke-2 GHSA (GHSA 2024), Indonesia akan tetap mengambil peran aktif dengan
menjadi anggota tetap Tim Pengarah (Steering Group), menjadi leading country untuk zoonotic
disease action package dan contributing country untuk action package antimicrobial resistance,
biosafety and biosecurity, serta real-time surveillance. Indonesia juga menawarkan untuk
menjadi host country Sekretariat GHSA yang akan membantu administrasi dan komunikasi
dalam GHSA 2024 yang saat ini sedang dalam pembahasan untuk menentukan lokasi dan
komposisinya.

Pertemuan tingkat Menteri GHSA ke-5


Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI akan menjadi tuan rumah
Pertemuan Tingkat Menteri GHSA ke-5 pada tanggal 6-8 November 2018 di Bali Nusa Dua
Convention Center 2 (BNDCC 2), Bali.

Pertemuan ini merupakan pertemuan tahunan dan tertinggi dalam forum GHSA dengan tujuan
untuk meningkatkan komitmen negara dalam mencapai ketahanan kesehatan global, regional,
dan nasional, sekaligus sebagai upaya berbagi pengalaman dan praktik terbaik dalam upaya
mencegah, mendeteksi, dan merespons cepat berbagai penyakit menular berpotensi wabah.

Dari konteks nasional, pertemuan diharapkan dapat mendorong penguatan ketahanan


kesehatan nasional dan lebih meningkatkan kerja sama lintas sektor, serta menjadi ajang bagi
Indonesia untuk berbagi praktik terbaik dalam pencapaian ketahanan kesehatan global dan
nasional.

Selain itu, Pertemuan GHSA Bali akan menjadi momentum untuk menyelesaikan berbagai
pekerjaan rumah untuk mengimplementasikan secara penuh IHR (2005) antara lain
penyelesaian Rencana Aksi Nasional Keamanan Kesehatan Global, penguatan kelembagaan di
Pusat dan Daerah melalui penuntasan Instruksi Presiden Presiden tentang Peningkatan
Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global
dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia (saat ini telah sampai di Kantor Presiden),
pengarusutamaan Keamanan Kesehatan Global dalam pembangunan nasional, penyediaan
anggaran khusus bagi Keamanan Kesehatan Global, sosialisasi dan simulasi penanganan
pandemi, serta pengetahuan mengenai Keamanan Kesehatan Global pada pendidikan formal,
informal dan non-formal.

Petemuan diperkirakan akan dihadiri sekitar 500-750 peserta, terdiri dari Menteri dan pejabat
tingkat tinggi dari negara-negara anggota dan observer GHSA, organisasi internasional, sektor
swasta, dan komunitas masyarakat. Pertemuan akan meningkatkan komitmen negara dalam
mengatasi ancaman keamanan kesehatan global melalui peluncuran GHSA
2024 Framework dan pengesahan Deklarasi Bali.

Pertemuan selain dilakukan dalam bentuk Pleno yang terbagi ke dalam 5 Sesi yang membahas
''Advancing Global Partnership'' pada tingkat global, regional dan nasional serta
koordinasi Action Packages, juga menyelenggarakan 8 Side Events dan 4 back-to-back Meeting.

Indonesia menyelenggarakan Pertemuan Informal Menteri Kesehatan ASEAN dalam bentuk


Lunch membahas pentingnya upaya bersama ASEAN menghadapi ancaman keamanan
kesehatan global. Dari Pertemuan ini, Indonesia akan memprakarsai pembetukan platform kerja
sama Keamanan Kesehatan Regional ASEAN. Indonesia akan melaporkan mengenai hal tersebut
kepada Pertemuan Menteri Kesehatan ASEAN pada tahun 2019 di Kamboja.

Anda mungkin juga menyukai