Diagnosis Asma Pada Anak
Diagnosis Asma Pada Anak
Diagnosis Asma Pada Anak
Anamnesis
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah :
1. Gejala timbul secara episodik atau berulang
2. Timbul bila ada faktor pencetus :
a. Iritan
b. Alergen
c. Infeksi respiratori akut Aktivitas fisis
d. Adanya riwayat alergi (pada pasien atau keluarganya).
3. Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24
jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari (nokturnal).
4. Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian
obat pereda asma ((UKK Respirologi PP IDAI, 2016))
Pemeriksaan fisik
1. Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis pasien biasanya tidak
ditemukan kelainan.
2. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing,
baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan
stetoskop.
3. Terdapat gejala alergi lain pada pasien seperti dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan
dapat pula dijumpai tanda alergi seperti allergic shiners atau geographic tongue.
(UKK Respirologi PP IDAI, 2016).
Pemeriksaan penunjang
Untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran napas akibat obstruksi,
hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran respiratori, atau adanya atopi pada pasien.
1. Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas dan untuk menilai
variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan pemeriksaan dengan
peakflowmeter.
2. Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
3. Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional exhaled nitric oxide), eosinofil
sputum.
4. Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin, atau larutan salin hipertonik.
Diagnosis pemberian imunoerapi pada asma:
Menurut panduan Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) yang dirumuskan
oleh 34 ahli yang bertemu pada bulan Desember 1999 di Jenewa, indikasi imunoterapi adalah
untuk penyandang rhinitis atau asma alergi yang disebabkan oleh alergen spesifik. Alergen
yang diberikan tersebut telah dijamin efektivitas dan keamanannya melalui penelitian klinis.
Imunoterapi juga diindikasikan sebagai profilaksis untuk pasien yang sensitif terhadap alergen
selama musim pollen atau perrenial (Norman, 2015).
2. Keganasan
5. Pasien mengalami efek samping yang berat yang berulang selama terapi
7. Keadaan hamil sebaiknya tidak dimulai imunoterapi, akan tetapi bila imunoterapi
telah dilakukan sebelum kehamilan, maka dapat diteruskan. (Pitts, 2015)
Alergen yang diberikan kepada penyandang asma alergi biasanya sudah dibuktikan
terlebih dahulu dengan uji tusuk kulit (skin prick test), sehingga besar kemungkinan terjadi
efek samping. Efek samping yang paling sering adalah manifestasi sistemik hipersensitivitas
seperti serangan asma, urtikaria, spasme laring, hipotensi dan angioedema (Pitts, 2015).
Reaksi fatal yaitu kematian menurut The American Academy of Asthma, Allergy and
Immunology tahun 1900-1991 sebanyak 10 kasus sedangkan di Inggris tahun 1986 sebanyak
26 kasus. Biasanya reaksi sistemik terjadi dalam 20-30 menit sedangkan reaksi lambat dapat
terjadi 6 jam setelah penyuntikan imunoterapi (Frans, 2014).
Selain efek sistemik yang telah diuraikan di atas dapat terjadi efek samping lokal dan
reaksi vasovagal. Reaksi lokal yaitu kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan yang
menimbulkan sedikit keluhan. Pengobatannya dengan melakukan kompres dingin, pemberian
antihistamin oral dan pengurangan dosis. Reaksi vasovagal meliputi penurunan tekanan darah
dengan perlambatan frekuensi nadi, kulit menjadi dingin atau hangat disertai pengeluaran
keringat tanpa timbul urtikaria atau angioedema (Frans, 2014).
1. imunoterapi sebagai terapi tambahan selain menghindari pajanan alergen dan sebagai
pengobatan pasien rhinitis yang diinduksi alergen.
2. imunoterapi harus dimulai sejak dini untuk mengurangi risiko efek samping dan untuk
mencegah perkembangan penyakit menjadi lebih berat. Argumen untuk melakukan
imunoterapi adalah sebagai berikut :
4. imunoterapi spesifik secara lokal (intranasal dan sublingual-oral) dapat digunakan pada
pasien tertentu dengan riwayat terjadi efek samping dan menolak suntikan (Pills, 2014).
Creticos PS (2016) . The consideration of immunotherapy in the treatment of allergic asthma. Ann
Allergy Asthma Immunol; 87(Suppl): 13-27.
Frans AB, Wiwien HW, Faisal Y (2014). Imunoterapi pada asma alergi. Cermin Dunia Kedokteran, 141:
39-45
Field PI, Gillis D (2014). Specific allergen immunotherapy for asthma. MJA; 167: 540-4
Moeliawan H. (2012). Imunoterapi praktis efek samping dan penanganannya. Dalam: Margono B,
Widjaja A, Amin M, Sargowo Dj, Saleh WBMT, Kabat H dkk, editor. Proceeding Book Pertemuan
Ilmiah Paru Milenium. Surabaya.
Norman PS (2015). Immunotherapy: past and present. J Allergy Clin Immunol 102: 1-10. 10.
Platts-Mills TAE, Mueller GA, Wheatley LM (2015). Future direction for allergen immunotherapy. J
Allergy Clin Immunol;102:335-43.