Anda di halaman 1dari 10

NUTRISI TERNAK POTONG

PROSES PERUBAHAN PAKAN MENJADI DAGING PADA TERNAK

DOSEN PENGAMPU:

Ir. Sri Novianti, M.P.

OLEH :

Rizky Wulandari

E10017035

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
PROSES PERUBAHAN PAKAN MENJADI DAGING

Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah
lambung dan mengalami proses memamah biak atau proses pengembalian
makanan dari lambung kemulut untuk di mamah. Contoh hewan ruminansia ini
adalah ternak sapi, kerbau, kambing serta ternak domba.

Sumber Bahan Makanan Ternak


Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat dibagi
kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan. Konsentrat
dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia (misalnya
jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau atau
kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir. Hijauan
dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering serta silase yang
dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami padi, jerami kedelai,
pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun gamal dan daun
lamtoro).
Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat
dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang berasal
dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber protein
hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber protein dan
sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai sumber
mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat
hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya
guna ransum. Bahan-bahan tersebut digolongkan dalam pakan imbuhan (feed
aditif).

Metabolisme Pakan Pada Ternak Ruminansia


Pencernaan adalah serangkaian proses yang terjadi di dalam alat
pencernaan (tractus digestivus) ternak sampai memungkinkan terjadinya
penyerapan. Proses pencernaan tersebut merupakan suatu perubahan fisik dan
kimia yang dialami oleh bahan makanan dalam alat pencernaan. Pencernaan pada
ternak ruminansia merupakan proses yang sangat komplek yang melibatkan
interaksi dinamis antar pakan, populasi mikroba dan ternak itu sendiri.
Berdasarkan perubahan yang terjadi pada bahan makanan dalam alat
pencernaan, proses pencernaan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : pencernaan
mekanis, pencernaan fermentatif dan pencernaan hidrolitik. Makanan yang masuk
dalam mulut ternak ruminansia akan mengalami proses pengunyahan/pemotongan
secara mekanis sehingga membentuk bolus. Dalam proses ini makanan akan
bercampur dengan saliva, lalu masuk ke dalam rumen melalui oesofagus untuk
selanjutnya mengalami proses pencernaan fermentatif. Di dalam rumen bolus-
bolus tadi akan dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Selama
dalam rumen makanan yang kasar akan dipecah lagi dimulut (ruminasi),
kemudian masuk lagi melalui reticulum, omasum dan abomasum. Hasil
fermentasi di rumen tadi diserap oleh usus halus (proses pencernaan hidrolitik)
yang selanjutnya masuk dalam sistem peredaran darah.

Pencernaan dan Metabolisme Karbohidrat


Karbohidrat merupakan komponen utama dalam ransum ternak
ruminansia. Jumlahnya mencapai 60 -75 persen dari total bahan kering ransum.
Dalam makanan kasar, sebagian besar karbohidrat terdapat dalam bentuk selulosa
dan hemiselulosa, sedangkan dalam konsentrat umumnya karbohidrat terdapat
dalam bentuk pati. Karbohidrat merupakan sumber energi utama untuk
pertumbuhan mikroba rumen dan ternak induk.
Jalur Fermentsi Karbohidrat dalam Rumen
Proses pencernaan karbohidrat dalam rumen merupakan proses yang
komplek. Karbohidrat yang komplek (selulosa, hemiselulosa, pati dan pectin)
akan mengalami dua tahap pencernaan yaitu pencernaan oleh enzim ekstraseluler
dan enzim intraseluler mikroba. Tahap pertama karbohidrat yang masuk rumen
akan difermentasi oleh enzim ektraseluler menghasilkan monomernya berupa
oligosakarida, disakarida dan gula sederhana. Tahap kedua monomer itu
difermentasi/metabolisme lebih lanjut oleh enzim intraseluler membentuk piruvat
melalui lintasan Embden-Meyerhoft dan pentosa fosfat. Piruvat adalah produk
intermedier yang segera dimetabolisasi menjadi produk akhir berupa asam lemak
berantai pendek yang sering disebut dengan Volatil Fatty Acid ( VFA ) yang
terdiri dari : asam asetat, asam propionat dan asam butirat dan sejumlah kecil
asam valerat.

Pemanfaatan produk fermentasi Karbohidrat


Fermentasi karbohidrat dalam rumen untuk membentuk Volatil Fatty Acid
(VFA) atau asam lemak terbang menghasilkan kerangka karbon (C) untuk sintesis
sel mikroba dan membebaskan sejumlah energi dalam bentuk Adenosin Tri
Phospat (ATP), CO2 ( Carbon diokside) dan CH4 (gas methan). Energi dalam
bentuk ATP digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan mikroba rumen. Pertumbuhan mikroba rumen proporsional terhadap
jumlah ATP yang yang dihasilkan dari katabolisme energi. Maksimum sintesis sel
mikroba yang dihasilkan dalam rumen mendekati 25 gram per mol ATP.
Jumlah komponen utama VFA (asetat, propionat, dan butirat) yang
terbentuk dalam rumen serta proporsi relatifnya sangat bervariasi dan dipengaruhi
oleh faktor makanan seperti komposisi ransum, terutama rasio antara hijauan dan
konsentrat, bentuk fisik makanan, tingkat konsumsi, frekuensi pemberian pakan
dan tipe fermentasi sebagai akibat perbedaan populasi mikroba yang berkembang
sebagai pengaruh langsung dari zat makanan yang diberikan. Menurut Forbes dan
France (1993) konsentrasi VFA total dalam cairan rumen umumnya berkisar
antara 70 – 130 mM. Nisbah asam asetat, asam propionat dan asam butirat pada
pakan dengan kandungan hijauan /serat yang tinggi adalah 70 : 20 :10. Tingginya
konsentrasi asetat dalam cairan rumen sangat erat kaitannya dengan tingginya
proporsi hijauan atau pakan serat yang dikonsumsi. Sebaliknya jika proporsi
konsentrat dalam ransum meningkat maka konsentrasi asam asetat akan turun dan
konsentrasi asam propionat akan meningkat namun proporsi asam asetat hampir
selalu lebih banyak. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa ransum dengan
hijauan/pakan serat tinggi akan menghasilkan nisbah asetat : propionat lebih
tinggi dibanding ransum yang proporsi konsentratnya tinggi.
VFA ( asetat, propionat, dan butirat) merupakan sumber energi utama bagi
ternak dan punya fungsi penting dalam metabolisme zat makanan. Sumbangan
energi yang berasal dari VFA ini dapat mencapai 60 – 80 persen dari kebutuhan
energi ternak rumiansia. Sebahagian besar VFA diserap langsung dari
reticulorumen dan masuk kedalam aliran darah, hanya 20 persen saja yang masuk
ke omasum dan abomasum dan diserap disini. Asam butirat dalam rumen sebelum
diserap terlebih dulu dirubah menjadi beta hidroksi butirat dan bersama dengan
asam asetat masuk kedalam peredaran darah dalam bentuk badan-badan keton
yang nantinya dalam jaringan tubuh digunakan sebagai sumber energi dan untuk
sintesis lemak tubuh. Asam propionat setelah masuk dalam peredaran darah
dibawa ke hati. Di hati asam ini diubah menjadi glukosa. Sebagian glukosa
disimpan di hati sebagai glikogen hati dan sebagian lagi menjadi alfa
gliserolfosfat untuk digunakan sebagai koenzim pereduksi dalam sintesa lemak
tubuh, sebagai sumber energi, dan dalam tubuh disimpan sebagai glikogen otot..
Oleh sebab itu asam propionat disebut juga asam yang bersifat glukogenik karena
dapat dikatabolisme menjadi glukosa atau sebagai sumber glukosa tubuh.
Sapi perah menghasilkan air susu (dilihat dari kadar lemaknya). Jika
banyak diberikan asetat maka kadar lemaknya akan meningkat 73% karena asetat
merupakan prekusor untuk pembentukan lemak susu. Jika ingin kandungan lemak
air susu tinggi, maka konsumsi hijauan harus tinggi pula.
Propionat merupakan prekusor untuk pembentukan protein jaringan.
Untuk konsentrat yang diberikan adalah : pollard (sisa penggilingan gandum) dan
bekatul. Untuk sapi juga diberikan bungkil kelapa sawit (limbah pabrik minyak),
bungkil biji kapuk, premix sebagai sumber mineral. Selain itu dapat ditambahkan
ampas tahu, ampas tempe, ampas bir.
Pada sapi potong kereman, jika mengharapkan lemak karkas yang tinggi,
maka perlu diberikan hijauan.
Proporsi pakan yang baik untuk ternak RMT menghasilkan produksi yang optimal
adalah hijauan : konsentrat = 60 : 40 (dalam BK).

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi VFA didalam Rumen antara lain


adalah :

1. Makanan serat (sumber hijauan) yang tinggi dalam ransum akan


memproduksi lebih banyak asam asetat dari pada asam propionat sehingga
lebih sesuai untuk ternak sapi perah guna menghasilkan produksi susu dengan
kadar lemak tinggi.
2. Makanan pati (biji-bijian/ konsentrat) yang tinggi dalam ransum akan
memproduksi lebih banyak propionat dan ini sesuai dengan ternak untuk
tujuan penghasil daging (sapi potong).
3. Rasio antara konsentrat dan hijauan pakan.
4. Bentuk fisik atau ukuran partikel pakan.
5. Jumlah intake atau konsumsi.
6. Frekuensi pemberian pakan.
7. Faktor lain yang mempengaruhi VFA adalah : volume cairan rumen yang
berhubungan dengan saliva dan laju aliran air di dalam darah.
8. Konsentrasi VFA rumen diatur oleh keseimbangan antara produksi dan
penyerapan. Konsentrasi meningkat setelah makan, sehingga akibatnya pH
menurun.
9. Puncak fermentasi : 4 jam setelah makan (jika hijauan ditingkatkan), namun
lebih cepat ( lebih dari 4 jam) jika konsentrat ditingkatkan
10. pH rumen normal ( untuk pertumbuhan mikroba optimal ) : 6.0 – 7.0 ; yang
dipertahankan oleh kapasitas saliva dan penyerapan VFA.
11. Faktor-faktor yang juga mempengaruhi produksi VFA ini antara lain adalah
Konsentrasi VFA itu sendiri didalam rumen

Metabolisme VFA di dalam Jaringan Tubuh Ternak


Volatil Fatty Acid ( VFA ) yang diserap dari retikulorumen melalui jaring-
an, akan mengalami oksidasi dan perombakan menjadi energi ternak melalui
biosintesa lemak atau glukosa. Jumlah setiap VFA yang digunakan tersebut
berbeda-beda menurut jenisnya. 50 persen asam asetat dioksidasi di jaringan
tubuh sapi perah sedangkan 2/3 asam butirat dan asam propionat akan mengalami
oksidasi. Metabolisme asam propionat dan butirat terjadi di hati, 6 persen asam
asetat dimetabolisasikan di jaringan perifer (otot dan adiposa) dan hanya 20 %
yang di metabolis di hati. Pada ternak laktasi asam asetat, digunakan untuk
sintesis lemak air susu diambing.

Pencernaan Lemak Pada Ruminansia

Sintesis Lemak oleh Bakteri Rumen


Mikroba rumen juga mampu mensintesis beberapa asam lemak rantai
panjang dari propionat dan asam lemak rantai cabang dari kerangka karbon asam-
asam amino valin, leusin dan isoleusin. Asam-asam lemak tersebut akan
diinkorporasikan ke dalam lemak susu dan lemak tubuh ruminansia.
Ruminansia muda mempunyai kemampuan untuk mengkonversi glukosa
menjadi asam lemak, namun ketika rumen berfungsi, kemampuan itu hilang dan
asetat menjadi sumber karbon utama yang digunakan untuk mensintesis asam-
asam lemak. Asetat akan didifusi masuk ke dalam darah dari rumen dan
dikonversi di jaringan menjadi asetil-CoA, dengan energi berasal dari hidrolisis
ATP menjadi AMP. Jalur ini terjadi di tempat penyimpanan lemak tubuh yaitu
jaringan adiposa (di bawah kulit, jantung dan ginjal). Konversi asetil-CoA
menjadi asam-asam lemak rantai panjang sama terjadinya antara ruminan dan
monogastrik

Daging
Daging merupakan salah satu hasil ternak yang sangat penting dalam
pemenuhan kebutuhan pangan manusia, khususnya sebagai sumber protein
hewani. Daging merupakan bahan pangan yang bernutrisi tinggi, kandungan gizi
yang tinggi tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroorganisme. Penanganan pascapanen daging segar mutlak
diperlukan untuk meminimalkan penurunan mutu dan kerusakannya. Hal tersebut
meliputi Penanganan Daging Postmortem saat pelayuan, penyimpanan,
pendistribusian hingga pemasaran. Selain itu faktor sanitasi (hygiene) juga sangat
penting untuk dilakukan dalam setiap praktek penanganan pasca panen daging
segar.
Daging segar adalah daging yang baru disembelih tanpa perlakuan apapun
(SNI, 1999). Ciri-ciri daging segar yang baik (LIPTAN, 2001) antara lain : (1)
warna merah cerah dan mengkilat, daging yang mulai rusak berwarna coklat
kehijauan, kuning dan akhirnya tidak berwarna. (2) bau khas daging segar tidak
masam/busuk. (3) tekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan
tangan maka bekas pijatan cepat kembali ke posisi semula. (4) penampakaannya
tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya.
Daging sapi (beef) adalah sekumpulan jaringan otot yang diperoleh dari
sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan dan
melekat pada kerangka. Untuk keperluan industri hotel ataupun restauran, daging
dipasarkan dalam bentuk ternak hidup, daging beku, daging olahan, corned beef.
Istilah daging dibedakan dengan karkas. Daging adalah bagian yang sudah tidak
mengandung tulang, sedang kan karkas berupa daging yang belum di pisahkan
dari tulang/kerangkanya. Kualitas daging ditentukan oleh pertumbuhan komponen
jaringan ikat berupa tulang, lemak dan jaringan otot. Besarnya serabut otot dan
tebalnya otot akan menentukan kualitas daging . Daging sapi dewasa berbeda
dengan daging anak sapi, pada daging anak sapi umumnya agak pucat, kelabu
putih sampai merah pucat dan menjadi tua, serabutnya lebih halus daripada daging
sapi dewasa, konsistensinya agak lembek, bau dan rasanya berbeda dengan daging
sapi dewasa. Daging sapi dewasa dilihat secara makroskopis berwarna merah
pucat, berserabut halus dengan sedikit lemak, konsistensi liat, bau dan rasa
aromatis.
Perbedaan bangsa ternak akan berpengaruh terhadap produksi daging sapi.
Bangsa dengan tipe besar akan lebih berdaging (lean) dan mempunyai banyak
protein, proporsi tulang lebih tinggi dan lemak lebih rendah dari pada ternak tipe
kecil. Proporsi komponen karkas dapat dipengaruhi oleh umur ternak.
Pertumbuhan ternak paling cepat adalah pada waktu pedet sampai umur dua
tahun, kemudian pada umur empat tahun mulai berkurang dan setelahnya
pertumbuhan mulai konstan. Hasil penelitian Zajulie (2015) pada sapi (BX)
menunjukkan bahwa kelompok umur ternak yang lebih tua mempunyai bobot
lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan ternak muda. Komponen lain yang
dapat mempengaruhi proporsi karkas adalah jenis kelamin. Klasifikasi jenis
kelamin (sex-class) berpengaruh nyata terhadap terhadap bobot karkas, luas urat
daging mata rusuk, tebal lemak punggung rusuk ke-12 dan persentase lemak
ginjal, pelvis dan jantung. Sapi jantan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih
cepat dari pada sapi betina karena adanya hormon androgen.
Efisiensi pemanfaatan pakan untuk produksi daging dan susu dipengaruhi
oleh jenis, usia, bobot badan, tingkat produksi, komposisi makanan dan bidang
nutrisi. Beberapa studi yang dilakukan pada kerbau pada pemanfaatan pakan
untuk produksi daging dan susu, menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam efisiensi konversu pakan menjafi produksi daging dan susu
antara sapi dan kerbau.
Hasil penelitian setiyono, dkk (2017) menyebutkan bahwa Bangsa dan
umur sapi berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas
tetapi tidak berpengaruh terhadap komposisi kimia daging. Jenis kelamin
berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas dan komposisi kimia daging.
Interaksi hanya terjadi antara jenis kelamin dan umur pada bobot potong, bobot
karkas. Berdasarkan komposisi kimia daging, bangsa Peranakan Ongole (PO)
lebih baik dibanding bangsa silangannya (SimPO dan LimPO) karena memiliki
kadar kolesterol yang lebih rendah.
Daging mempunyai sifat spesifik yang dapat mempengaruhi kualitas
daging. Kualitas spesifik yang dimiliki daging adalah: pH, daya ikat air, susut
masak, keempukan, warna dan cita rasa. Kualitas daging dipengaruhi oleh kualitas
pakan dan metode pemberian pakan. Pemeliharaan sapi system indoor dengan
pakan konsentrat umumnya dihasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH)
dan lemak marbling lebih tinggi, daging lebih cerah dan lebih empuk dari pada
system pasture. Nilai pH, cita rasa dan keempukan umumnya tidak dipengaruhi
oleh metode pemeliharaan ternak. Pemeliharan ternak babi metode pasture+biji--‐
bijian menghasilkan daging dengan kualitas sensori (penampilan,tekstur dan cita
rasa) lebih baik daripada metode indoor (dikandangkan).
DAFTAR PUSTAKA

IPB, T. l. (n.d.). PENGETAHUAN BAHAN MAKANAN TERNAK.


Nurwantoro, B. L. (2012). PENGARUH METODE PEMBERIAN PAKAN
TERHADAP KUALITAS SPESIFIK DAGING. JURNAL APLIKASI
TEKNOLOGI PANGAN, I(3), 54-58.
S.K. Ranjhan, N. P. (1993). TEXTBOOK ON BUFFALO PRODUCTION (3rd
ed.). NEW DELHI: VIKAS PUBLISHING HOUSE PVT LTD.
Setiyono, A. H. (2017). PENGARUH BANGSA, UMUR, JENIS KELAMIN
TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI POTONG DI DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA. Buletin Peternakan, 41(2), 176-186.
Susanto, E. (2014). STANDAR PENANGANAN PASCA PANEN DAGING
SEGAR. JURNAL TERNAK, V(1), 15-20.
Suwiti, N. K. (2008). IDENTIFIKASI DAGING SAPI BALI DENGAN
METODE HISTOLOGIS. MAJALAH ILMIAH PETERNAKAN, XI(1), 31-
35.

Anda mungkin juga menyukai