Pertama peserta kuliah disuguhi berbagai macam tipe hoax yang melanda masyarakat terutama
pemerintah. Pemerintah menekankan hoax yang medium diseminasinya berupa sosial media
memiliki dampak yang sangat kuat. Eko Raharjo menjelaskan faktor pertama maraknya hoax
adalah kita hidup di zaman dimana keyakinan dan perasaan pribadi lebih diutamakan disbanding
fakta dan realita. Mindset ini menyebabkan pembaca akan memfilter dan menyebarkan berita
yang selaras dengan keyakinan dan pemikirannya.
Faktor kedua menurut narasumber adalah perkembangan teknologi itu sendiri. Sosial media
sangat berpengaruh terhadap diseminasi hoax hanya karena mengingat betapa cepatnya informasi
dapat disebarkan. Pengguna sosial media saling terhubung dengan pengguna lain walau jaraknya
ribuan kilometer, mereka dapat bertukar informasi bahkan kurang dari hitungan detik. Kondisi
disinformasi ini mengundang keprihatinan pemerintah, menurut Eko Raharjo. Selain kedua
faktor besar itu, masyarakat Indonesia budaya literasinya masih rendah, sehingga banyak yang
kurang mampu memverifikasi kebenaran suatu berita.
Berita hoax yang menyebar di tengah masyarakat lewat media sosial atau portal-portal berita,
menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kemunculannya
menimbulkan segregasi kuat di tengah masyarakat yang berakibat menghabiskan energi cukup
besar untuk sekadar berdebat di dunia maya. Lalu apa yang bisa dilakukan pemerintah
menangani berita hoax?
Pemerintah memiliki cara untukmenangkal dampak buruk hoax dan isu-isu yang bertebaran.
Menurut narasumber, ide utama dari strategi melawan berita hoax adalah dengan mengedukasi
publik. Publik harus paham apa itu hoax beserta bahanya, kemudian ketika hoax itu sudah
terlanjur tersebar luas, pemerintah mengklarifikasi disinformasi dengan membuka dialog
langsung kepada masyarakat dalam bentuk,yang paling sederhana seperti, tweet di laman sosial
media pemerintah sampai jumpa pers.