Bab 1 Pendahuluan
Bab 1 Pendahuluan
Pendahulua
n
1.1 . Latar Belakang
Perubahan Undang-Undang tentang Penataan Ruang dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
menjadi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 telah mengubah kebijakan penataan ruang untuk
pemerintah pusat maupun daerah. Selain itu ada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah telah menggeser paradigma pembangunan wilayah di Indonesia. Paradigma
pembangunan wilayah telah bergeser dari sentralisasi kearah desentralisasi pembangunan.
Menurut Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, setiap daerah kabupaten dan kota
perlu menyusun rencana tata ruangnya sebagai arahan pelaksanaan pembangunan. Sejalan dengan
penerapan desentralisasi dan otonomi daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kewenangan pelaksanaan pembangunan
termasuk pelaksanaan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten dan kota berada pada pemerintah
kabupaten dan kota.
Dalam perkembangannya, proses penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang telah menggunakan prinsip untuk mendorong perwujudan
otonomi daerah sangat diperlukan upaya-upaya yang dapat mengajak partisipasi aktif seluruh lapisan
masyarakat. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Tata Cara Peran Masyarakat dalam penataan ruang yang pada
intinya dalam proses penataan ruang diwajibkan untuk melibatkan seluruh lapisan Masyarakat. Maka
diberbagai kesempatan penyelenggaraan penataan ruang perlu adanya satu dorongan yang kuat untuk
melibatkan peran serta aktif masyarakat dan dunia usaha dalam seluruh proses kegiatan penataan
ruang.
Dengan adanya Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, intinya menekankan kembali
mengenai visi, misi dan tujuan penataan ruang Negara Indonesia, yaitu “terwujudnya ruang nusantara
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat“
dengan penekanan hal-hal sebagai berikut :
a. Kejelasan produk rencana tata ruang (tidak hanya pada batas wilayah administratif semata, tetapi
perlu mempertimbangkan aspek fungsional);
b. Penekanan pada hal-hal yang bersifat strategis sesuai perkembangan lingkungan strategis dan
kecenderungan yang ada pada daerah tersebut;
c. Penataan ruang mencakup daratan, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
sebagai satu kesatuan ruang wilayah;
d. Perlunya pengaturan ruang secara khusus pada kawasan-kawasan yang dinilai rawan bencana
(rawan bencana letusan gunung api, gempa bumi, longsor, gelombang pasang dan banjir, dll);
e. Mengatur penataan ruang kawasan pedesaan dan agropolitan;
f. Penegasan hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penataan ruang;
g. Penguatan aspek pelestarian lingkungan hidup dan ekosistem (bukan hanya poleksosbudhankam);
h. Diperkenalkan perangkat insentif dan disinsentif;
i. Pengaturan sanksi, dan pengaturan penyelesaian sengketa Penataan Ruang.
Selain itu, orientasi waktu pelaksanaan berdasarkan UUPR No. 26/2007 tersebut tidak lagi 10 tahun ke
depan tetapi 20 tahun. Karena itu, semua daerah Provinsi,Kabupaten, dan Kota, RTRW-nya perlu
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan Halaman I- 1
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
penyesuaian kembali dan merujuk pada undang-undang tersebut. RTRW Kabupaten Minahasa Selatan
sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, selain harus menyesuaikan dengan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, juga harus menyelaraskan diri dengan
perubahan dan perkembangan yang terjadi secara internal dengan daerahnya, antara lain :
a. Terjadinya perkembangan wilayah yang pesat melebihi perkiraan dalam RTRW terdahulu.
b. Masih adanya potensi sumber daya yang belum dikembangkan secara optimal sehingga belum
dapat mendukung upaya pengembangan wilayah secara maksimal.
c. Adanya prioritas pengembangan wilayah, yaitu melalui pengembangan wilayah strategis di
kabupaten/kota.
d. Perlunya pengembangan sentra-sentra produksi untuk menampung produksi yang di hasilkan dan
menghasilkan serta meningkatkan kualitas produknya.
e. Adanya pemekaran wilayah kecamatan dan desa.
f. Adanya masalah-masalah lingkungan yang terjadi di wilayah yang memerlukan penanganan
prioritas agar tidak menjadi kendala dalam upaya pengembangan wilayah, yaitu masalah banjir,
tanah longsor, abrasi pantai, kebakaran hutan dan lahan.
Penyusunan RTRW Provinsi/Kabupaten ini harus sesuai dengan UU No.26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terdiri atas 3
tingkatan yaitu : RTRW Nasional, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota. Dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang ini rencana yang ada pada setiap tingkatan harus bersifat komprehensif dan
komplementer, sehingga ada suatu sinergitas antara RTRW Kabupaten, Provinsi, dan Nasional.
Sebagai upaya dalam memadukan program pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam
sehingga tercipta suatu pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah daerah (dalam hai ini adalah
provinsi atau kabupaten) mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu Rencana Tata Ruang yang
dapat menjadi acuan/pegangan dalam pembangunan wilayah. Produk rencana tata ruang tersebut
harus dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan memperhatikan hasil
kesepakatan semua stakeholder di daerah. Untuk itu, maka dalam penyusunan RTRW Kabupaten perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya perubahan kebijakan penataan ruang nasional sangat berdasar (Undang-Undang RI
Nomor 26/2007 mengenai Penataan Ruang).
b. Proses penyusunan harus melalui suatu prosedur dan komitmen yang lengkap dan
komplemeter.
c. Data informasi yang dipergunakan harus akurat dan lengkap.
d. Perumusan muatan rencana harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
e. Produk rencana tata ruang harus sah dan legal sehingga dapat mejadi acuan ketentuan dan
peraturan yang mengikat bagi seluruh pelaku pembangunandi daerah yang bersangkutan.
Dengan demikian produk RTRW dapat dijadikan pedoman dalam mempercepat pembangunan ekonomi
daerah serta mendayagunakan sumber daya alam secara seimbang. Penataan Ruang kabupaten
diarahkan untuk :
a. Meningkatkan penyelenggaraan kegiatan perencanaan tata ruang yang efektif, transparan dan
partisipatif.
b. Mengembangkan penyelenggaraan kegiatan pemanfaatan ruang yang tertib berdasarkan
rencana tata ruang, dan
c. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang untuk menjamin efektifitas dan efisiensi
kegiatan pembangunan secara berkelanjutan.
Berdasarkan pada uraian di atas, maka dalam pelaksanaan bantuan teknis penyusunan RTRW
Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2012 perlu dilakukan dengan mengacu pada UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang dan acuan lain yang digunakan, yaitu :
a. Permen PU No. 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten;
b. Permen PU No.11 Tahun 2009 tentang Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan
Peraturan Daerah Tentang RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya;
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan Halaman I- 2
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
15. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
16. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4433);
17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4844);
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
19. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4444);
20. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4722);
21. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
22. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
(Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4724);
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
24. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4849);
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849);
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
27. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4956);
28. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 959);
29. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
30. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
31. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5038);
32. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5049);
33. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
34. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5066);
35. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
36. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 161,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5080);
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4593);
15. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran
Negara Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4624);
16. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua
PP 10-1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Tahun
2006 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4628);
17. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
18. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Tahun
2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4663);
19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyuluhan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4696);
20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
21. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
23. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4858);
24. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4859);
25. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4987);
26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Jalan Tol
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 88,Tambahan Lembaran Negara Nomor 5019);
27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5048);
28. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Perkembangan Kependudukan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 134 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5053);
29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhan
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5070);
30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi
(Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5083);
31. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Cara Perubahan
Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
32. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang;
Tabel I.1
Struktur Pusat Pelayanan di Kabupaten Minahasa Selatan
dalam Lingkup RTRW Provinsi Sulawesi Utara
Hirarki
Orde
Pelayana Kota Rencana Fungsi Utama
Kota
n
Pusat pemerintahan kabupaten
Sekunder B Amurang II Pelayanan distribusi dan koleksi barang
dan jasa antar
wilayah/nasional/internasional
Pengembangan Industri
Pelabuhan pendaratan ikan
Pengembangan pelabuhan Bongkar
muat skala nasional/internasional
Pengembangan energi kelistrikan
Pelayanan budidaya perikanan darat
Tersier C Modoinding III Pelayanan pertan lahan kering dan
Hortikultura
Pengendalian kawasan lindung
Pelayanan pengelolaan perikanan
Tumpaan III tangkap
Pengelolaan budidaya tambak
Industri pengolahan pertanian
Pelayanan keg. pertanian tanaman
pangan
Pelayanan pengelolaan perkebunan
Tenga III rakyat
Pelayanan pengelolaan pertanian
tanaman pangan
Tabel I.2
Arahan Penetapan Hirarki Kota dan Fungsi Administratif
Gambar 1.1
Peta Rencana Sistem Perkotaan Wilayah Provinsi Sulawesi Utara 2011-2031
B. Pola Ruang
1. Kawasan Lindung
Dalam rencana pola ruang Provinsi Sulawesi Utara luas kawasan lindung di Provinsi
Sulawesi Utara dalam RTRW Provinsi Sulawesi Utara mencapai 883.426 Ha (53,07%),
sedangkan untuk Kabupaten Minahasa Selatan luas kawasan lindung yang terdapat di
Kabupaten Minahasa Selatan mencapai 16.612,82 Ha yang mana jenis kawasan lindung
terkait dengan wilayah Kabupaten Minahasa Selatan adalah sebagai berikut:
Kawasan hutan lindung
kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya
Kawasan perlindungan setempat
Sempadan pantai
Sempadan sungai
Kawasan sekitar danau/embung
Kawasan sekitar mata air
Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya
Kawasan suaka alam laut
Kawasan suaka margasatwa
Kawasan Cagar Alam
Kawasan pantai berhutan Bakau
Kawasan Taman Nasional Laut
Kawasan Cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
Kawasan Rawan Bencana Alam
Kawasan rawan tanah longsor
Kawasan rawan gelombang pasang
Kawasan rawan banjir
Kawasan Lindung Geologi
Kawasan Cagar Alam Geologi
Kawasan rawan Bencana Alam Geologi
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
Kawasan Lindung Lainnya
Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah
Kawasan Terumbu Karang
Kawasan Koridor bagi jenis satwa atau biota laut
Kawasan hutan kota.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Gambar 1.2
Peta Recana Kawasan Lindung Wilayah Provinsi Sulawesi Utara 2011-2031
Gambar 1.3
Peta Rencana Kawasan Rawan Bencana Wilayah Provinsi Sulawesi Utara 2011-2031
2. Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya yang diarahkan di Kabupaten Minahasa Selatan antara lain:
a. Kawasan Hutan Produksi
Hutan Produksi Terbatas
- HPT G. Surat Kecamatan Ranoyapo dan Tompaso baru
- HPT G. Sinonsayang Kecamatan Sinonsayang, Motoling dan Ranoyapo
- HPT G. Lolombulan Kecamatan Tenga
- HPT Mintu Kecamatan Modoinding
b. Kawasan Hutan Rakyat
Diperuntukan pada lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan dan ditanam tanaman yang
berfungsi ganda seperti penghasil buah dan kayu yang berfungsi ekologis.
c. Kawasan Pertanian
Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
Kawasan Pertanian Hortikultura
Kawasan Pertanian Perkebunan
Kawasan Pertanian Peternakan
d. Kawasan Peruntukan Perikanan
Peruntukan Perikanan tangkap (Amurang, Tumpaan dan Tatapaan)
Peruntukan budidaya perikanan (Tompaso baru, Modoinding, Maesaan, Tenga,
Sinonsayang)
e. Kawasan Pertambangan
Emas,di Kecamatan Motoling, Tompaso Baru, Tatapaan, Ranoyapo, Kumelembuai,
Amurang Barat, tenga dan Maesaan
Pasir Besi, di Kecamatan Sinonsayang dan Tenga
Energi panas bumi, di Kecamatan Modoinding, Tompaso Baru dan Kumelembuai
f. Kawasan Industri
Kawasan Peruntukan Industri Besar
Kawasan Peruntukan Industri Sedang
Kawasan Peruntukan Industri Rumah Tangga
g. Pariwisata
Kawasan Peruntukan Pariwisata Budaya
Kawasan Peruntukan Pariwisata Alam
Kawasan Peruntukan Pariwisata Buatan
h. Kawasan Permukiman
Kawasan Peruntukan Permukiman Perkotaan
Kawasan Peruntukan Permukiman Perdesaan
Kawasan Peruntukan untuk Permukiman baru skala Kasiba/Lisiba
i. Kawasan Peruntukan lainnya
Kawasan peruntukan pendidikan
Kawasan peruntukan ibadah
Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa
Kawasan peruntukan kesehatan
Kawasan peruntukan pemerintahan
Kawasan peruntukan TPU
Kawasan peruntukan olahraga dan rekreasi
Kawasan peruntukan pertahanan dan keamanan
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Gambar 1.4
Peta Rencana Kawasan Budidaya Wilayah Provinsi Sulawesi Utara 2011-2031
C. Kawasan Strategis
1. Kawasan Strategis Nasional
Kawasan Strategis Nasional di Kabupaten Minahasa Selatan hanya masuk Kawasan
Andalan Nasional yaitu Kawasan Andalan Laut Bunaken (Perikanan dan Pariwisata). Ini
dilihat dari posisi Taman Laut Bunaken yang masuk di wilayah kecamatan Tumpaan dan
Tatapaan
2. Kawasan Strategis Provinsi
Kawasan strategis provinsi yang ada di Kabupaten Minahasa Selatan adalah sebagai
berikut:
(1) Aspek Ekonomi
a. Kawasan Koridor Trans Sulawesi Manado – Boroko
b. Kawasan Agropolitan Modoinding
(2) Aspek Sosial Budaya
Kawasan Benteng Amurang
(3) Aspek Lingkungan
Daerah Aliran Sungai Poigar, Ranoyapo, Dumoga
Misi ini di tambah dan dilengkapi lagi dengan Misi khusus arahan RTRW berdasarkan analisis kebutuhan
pengembangan wilayah Kabupaten Minahasa Selatan berupa 3 (tiga) buah misi yaitu :
1) Mengembangkan Sentra-sentra Produksi, Kolektif dan Distribusi Produk Agribisnis
2) Mengembangkan Sarana dan Prasarana Penunjang Agribisnis
3) Mengembangkan Pusat-pusat Pertumbuhan Wilayah Secara Merata dan Berkeadilan
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Gambar 1.5
Peta Kawasan Strategis Nasional Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Utara
Gambar 1.6
Peta Kawasan Andalan Nasional Dalam Wilayah Provinsi Sulawesi Utara
Untuk memudahkan mengingat Visi ini, maka dapat diakronimkan dengan kalimat utamanya
yaitu Minahasa Selatan yang Berdaya Saing, Beriman, dan Mandiri melalui Percepatan dan
Ketepatan Pembangunan sebagai “MINSEL BERDIKARI CEPAT”.
Secara terperinci penjelasan Visi berdasarkan kata-kata kunci tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Berdaya Saing
Kabupaten Minahasa Selatan dikenal memiliki potensi sumber daya alam yang besar khususnya di
sektor agroindustri, pertanian, perikanan dan pertambangan. Potensi sumber daya manusia di
Kabupaten Minahasa Selatan dapat dikatakan mampu bersaing dengan daerah luar. Sehingga iklim
usaha yang kondusif untuk meningkatkan daya saing perlu dibangun dan ditingkatkan secara
sungguh-sungguh sebagai upaya pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam menghadapi era
persaingan global yang semakin berat dan rumit terlebih lagi di tahun 2011 yang dicanangkan
sebagai tahun investasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
2. Beriman
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Iman adalah dasar dan segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak
kita lihat. Beriman mengandung arti percaya kepada Yang Maha Besar Tuhan yang tidak kita lihat
itu ada dan kehidupan di dunia dan segala isinya ini diciptakan oleh-Nya. Sehingga kehidupan
masyarakat yang beriman adalah suatu cita-cita besar dan mendasar dalam pembangunan, karena
pembangunan yang berhasil adalah pembangunan yang dijalankan dengan iman dan
mengandalkan Tuhan. Keberimanan seyogianya tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan atau
masyarakat yang berbudaya. Penempatan berbudaya setelah beriman mengandung pengertian
bahwa orang yang beriman pasti berbudaya belum tentu beriman.
3. Mandiri
Mandiri berarti mempunyai kapasitas untuk menggerakkan dan mengelola secara swadaya segala
potensi dan sumberdaya untuk mendukung pembangunan daerah. Kemandirian daerah
merupakan kemampuan nyata seluruh stakeholders dalam mengatur dan mengurus kepentingan
daerah berdasarkan aspirasi rakyat. Melalui pemerintah daerah kepentingan ini diprakarsai dan
diimplementasikan secara sungguh-sungguh dan bertahap sesuai kemampuan dan kebutuhan
daerah, agar ketergantungan terhadap pihak-pihak lain/luar semakin dapat dikurangi. Tujuan
utama kemandirian daerah adalah masyarakat Kabupaten Minahasa Selatan yang sejahtera.
Masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa masyarakat ditandai dengan semakin
meningkatnya martabat dan kualitas hidup layak masyarakat. Tercapainya kemandirian adalah
tercapainya juga kesejahteraan masyarakat, atau minimal tercukupinya kebutuhan dasar pokok
manusia yang meliputi pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja, yang
didukung oleh infrastruktur sosial, budaya, dan ekonomi yang memadai. Kemandirian dalam hal
pengelolaan pemerintah juga perlu dilakukan mengingat peran pemerintah yang strategis sebagai
fasilitator, akselerator dan motivator pembangunan. Pemerintah daerah diharapkan pula mampu
lebih mandiri dan tidak bergantung kepada pemerintah pusat khususnya dalam hal pendanaan
pembangunan. Pemerintah daerah diharapkan mampu untuk lebih kreatif dalam mengoptimalkan
sumber-sumber penerimaan bagi pembiayaan pembangunan daerah.
Untuk mencapai Kabupaten Minahasa Selatan yang betul-betul BERDIKARI, maka itikad baik dan
upaya kerja keras semua pihak sangat dibutuhkan. Namun demikian masyarakat juga memerlukan
kepastian kapan visi ini dapat terwujud, hal ini tentu akan memerlukan waktu yang cukup
panjang. Namun semua akan dapat dicapai apabila semua komponen masyarakat dapat
berpartisipasi membantu pemerintah dalam mewujudkan semua program-program pembangunan
yang ditetapkan dengan cepat dan tepat menuju Kabupaten yang BERDIKARI. Pembangunan
yang dilaksanakan secara lambat akan menyebabkan kesenjangan terjadi dimana-mana dan
membuat masyarakat menjadi pesimis dan pasrah pada keadaan sehingga kreatifitas dan
keinginan untuk hidup lebih baik akan melemah, karena hasil pembangunan semata-mata
diperuntukkan bagi setiap pemangku kepentingan tidak terkecuali tanpa memandang bulu, maka
proses pelaksanaan menyangkut birokrasi, pelayanan dan pembangunan di segala bidang dan aras
harus dilaksanakan secara cepat. Meskipun demikian kecepatan pelaksanaan pembangunan akan
tidak berarti bilamana hasilnya kurang berkualitas, ini artinya pembangunan tidak tepat sasaran
dan tidak tepat investasinya. Sehingga ketepatan sasaran, efektifitas dan efisiensi penerapan
program disegala bidang yang didahului dengan berbagai kajian yang komprehensif oleh para ahli,
birokrat dan praktisi berpengalaman, harus menjadi landasan dan sasaran pembangunan itu
sendiri.
mewujudkan rencana visi tersebut, maka di tetapkan 5 (lima) Misi Utama Minsel Berdikari
Cepat yang harus dilaksanakan yaitu :
1. Masyarakat Minahasa Selatan Yang Beriman dan Berbudaya.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Keberimanan adalah suatu keharusan dan kebudayaan harus dipupuk dan ditingkatkan mengikuti
peningkatan tingkat keberimanan masyarakat. Mengapa kebudayaan perlu dipupuk dan
ditingkatkan. Menurut The American Herritage Distionary kebudayaan adalah suatu keseluruhan
pola perilaku yang tereksprensi dari kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil
kerja dan pemikiran manusia dari suatu kolompok manusia. Berdasarkan definisi kebudayaan di
atas, maka Kabupaten Minahasa Selatan yang terdiri dari berbagai etnis dan latar belakang budaya
harus memelihara kebudayaan yang baik dan membangun. Sebagaimana dalam definisi
kebudayaan terkandung makna kehidupan agama di dalamnya, maka masyarakat yang berbudaya
haruslah mampu hidup berdampingan secara damai dengan kolompok masyarakat lain untuk
membangun kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Sehingga pembinaan iman dan
pembangunan budaya dapat berjalan beriringan dengan kehidupan masyarakat yang dapat saling
bertoleransi dan berdampingan secara damai. Oleh karena itu cakupan pembangunan
kebudayaan tidak hanya diarahkan pada aspk-aspek pelestarian budaya dan seni peninggalan
semata, tetapi harus pula diarahkan pada pembangunan untuk peningkatan budaya kerja, budaya
ramah tamah, budaya keimanan yang kuat kepada Tuhan, toleransi kehidupan beragama dan lain-
lain.
2. Sumberdaya Manusia Minahasa Selatan yang Berkualitas
Sumberdaya manusia adalah kekuatan yang bersumber dari manusia yang dapat disebut sebagai
tenaga atau kekuatan (energi atau power). Daya yang bersumber dari manusia ini sering
dipadankan dengan istilah man power. Membangun manusia berkualitas berarti membentuk
manusia yang utuh dan bernilai positif dengan indikator-indikator kualitas antara lain adalah sehat
dan berstamina tinggi sehingga mampu bekerja keras, tangguh dan ulet dalam menghadapi
persoalan, cerdas berpikir dan bertindak, trampil dan memiliki kompetensi, mandiri, memiliki
tanggung jawab, produktif, kreatif, inovatif, beorientasi ke masa depan, disiplin dan berbudi.
Sumber daya manusia (SDM) juga merupakan subjek dan sekaligus obyek pembangunan,
mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak kandungan hingga akhir hidup. Pembangunan SDM
dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk. Kualitas SDM
suatu daerah dikatakan membaik antara lain ditandai dengan meningkatnya status kesehatan dan
taraf pendidikan masyarakat dengan ukuran penilaian dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), apakah sudah tinggi atau masih rendah. Berdasarkan hal-hal tersebut, pemenuhan
kebutuhan akan kualitas SDM yang baik telah sangat mendesak dalam rangka melaksanakan
pembangunan dipercepat dan tepat sasaran.
3. Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Bersih dan Berwibawa
Dinamika kehidupan berbangsa dan bermasyarakat sekarang ini, menuntut setiap aparatur
pemerintahan, untuk mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Salah satu
upaya adalah dengan melakukan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi menjadi bagian penting
dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik yaitu upaya peningkatan kualitas pelayanan publik
dan pemberantasan korupsi secara terarah, sistematis, dan terpadu. Reformasi birokrasi mustahil
akan terwujud jika tata pemerintahan masih memberikan peluang terhadap praktek-praktek Kolusi,
Korupsi, dan Nepotisme (KKN). Selain pemberantasan praktik KKN, reformasi birokrasi harus kita
jalankan dengan meningkatkan budaya kerja. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para
penyelenggara negara terhadap prinsip-prinsip good governance. Para pegawai negeri harus
didorong untuk meningkatkan budaya kerja yang efektif, efisien, dan profesional dalam melayani
kepentingan masyarakat. Reformasi birokrasi merupakan perubahan signifikan elemen-elemen
birokrasi, antara lain kelembagaan sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas
aparatur, pengawasan, dan pelayanan publik. Oleh karena itu perubahan mind-set, culture-set,
dan pengembangan budaya kerja harus dilakukan secara lebih cepat dan terarah. Demikian juga
upaya-upaya mencegah dan mempercepat pemberantas korupsi secara berkelanjutan, dalam
menciptakan tata pemerintahan yang baik dan berwibawa (good governance), pemerintah yang
bersih (clean government), dan bebas KKN harus diinisiatif dan dilaksanakan secara sungguh-
sungguh.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
4. Perekonomian Minahasa Selatan Yang Tangguh, Berkualitas (Tinggi dan Merata) dan
Kondusif Berbasis Perdesaan
Perkembangan perekonomian suatu daerah banyak dipengaruhi oleh bergeraknya sektor riil karena
sektor ini banyak menyerap tenaga kerja. Sektor riil dapat bergerak hanya apabila investasi dapat
masuk ke wilayah Minahasa Selatan yang tentunya didukung oleh iklim investasi yang kondusif
mengingat potensi sumberdaya alam yang besar berupa pertanian dan perkebunan, kelautan dan
perikanan, pertambangan serta pariwisata.
Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat perlu ditunjang oelh infrastruktur yang
memadai guna mendorong tumbuhnya ekonomi lokal berbasis perdesaan, dengan
mengoptimalisasi potensi unggulan yang berdaya saing yang didukung oleh sarana prasarana
perekonomian yang memadai.
5. Pembangunan Minahasa Selatan yang Berkelanjutan dalam Mendukung
Pengembangan Pariwisata
Pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Minahasa Selatan diperlukan keperpaduan antar
sektor pembangunan yang saling mendukung serta membangun kerjasama antara pemerintah
daerah dan pihak swasta serta masyarakat. Potensi sumber daya alam yang tersedia perlu
dilakukan penataan secara profesional agar tercipta objek wisata yang memiliki daya tarik baik
domestik maupun internasional.
Pelestarian seni budaya daerah perlu digali serta dikembangkan guna menunjang pembangunan
kepariwisataan di Kabupaten Minahasa Selatan.
Pembangunan lingkungan hidup dan kepariwisataan harus dilaksanakan secara berkeberlanjutan
dan terpadu.
Pembangunan pariwisata harus didukung secara ekologis jangka panjang sekaligus layak secara
ekonomi, adil secara etika dan sosial terhadap masyarakat. Hal tersebut tentunya akan
dilaksanakan dengan sistem penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance)
dengan melibatkan pertisipasi aktif dan seimbang antara pemerintah daerah, swasta, dan
masyarakat.
Luas
No Kecamatan Prosentase (%)
Km2 Ha
1 Modoinding 71,69 7.169 4,79%
2 Tompaso Baru 111,60 11.160 7,46%
3 Maesaan 151,85 15.185 10,15%
4 Ranoyapo 31,01 3.101 2,07%
5 Motoling 139,91 13.991 9,35%
6 Kumelembuai 48,77 4.877 3,26%
7 Motoling Barat 25,90 2.590 1,73%
8 Motoling Timur 120,99 12.099 8,08%
9 Sinonsayang 52,33 5.233 3,50%
10 Tenga 102,64 10.264 6,86%
11 Amurang 104,66 10.466 6,99%
12 Amurang Barat 29,67 2.967 1,98%
13 Amurang Timur 57,62 5.762 3,85%
14 Tareran 110,03 11.003 7,35%
15 Sulta 125,64 12.564 8,40%
16 Tumpaan 134,23 13.423 8,97%
17 Tatapaan 78,12 7.812 5,22%
1.49
Jumlah / Total 7 149.664 100%
Sumber : Hasil Analisis peta GIS Konsultan, 2010
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
B. Klimatologi
Jumlah hari hujan tertinggi di Minahasa Selatan adalah pada bulan januari (sebanyak 29 hari
hujan) dengan curah hujan terbesar 866 mm. Suhu udara rata-rata minimum bervariasi antara
17 s/d 23 derajat celcius, sedangkan suhu rata-rata maksimum berkisar antara 29 s/d 35 derajat
celcius. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Amurang (Kab. Minahasa Selatan) suhu udara
cenderung lebih panas dari kawasan perkotaan lainnya. Tekanan udara rata- rata berkisar antara
1000 s/d 1012 mb. Kecepatan angin rata-rata bulanan berkisar antara 1.0 s/d 9.0 m/s, dengan
angka maksimum terjadi pada bulan Agustus (30.00 m/s). Angka kecepatan angin tersebut
dipadukan dengan keadaan suhu rata – rata, dari segi kenyamanan, belum dapat memberi
angka kenyamanan fisiologis manusia pada posisi “netral” atau “nyaman”, tetapi masih
cenderung terasa panas.
Hal ini disebabkan karena wilayah Kabupaten Minahasa Selatan berada pada daerah pesisir
pantai. Tingkat penyinaran matahari berkisar antara 20 s/d 89 %, dimana keadaan penyinaran
minimum terjadi pada bulan Maret, sedangkan keadaan maksimum terjadi pada bulan Juli.
C. Topografi, Jenis dan Struktur Tanah
Topografi wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sebagian besar wilayah Minahasa Selatan
memiliki topografi bergunung-gunung yang membentang dari utara ke selatan. Menurut Buku
Minahasa Selatan Dalam Angka tahun 2008/2009, dari 200 desa yang ada di Kabupaten
Minahasa Selatan, 113 desa memiliki topografi yang berbukit-bukit, sedangkan sisanya 87 desa
memiliki topografi yang datar, yaitu di daerah lembah dan sebagian di daerah pantai.
D. Hidrologi
Sebagian besar kondisi hidrologi dipengaruhi juga oleh :
a. Air permukaan
b. Air tanah
c. Sumber daya mineral/bahan galian
d. Bencana alam
Keadaan hidrologi di wilayah perencanaan dapat ditinjau dari beberapa hal antara lain curah
hujan, kandungan air tanah, dan keadaan sungai. Curah hujan yang terjadi sepanjang tahun
2007 merata selama 155 hari hujan dan beragam menurut bulan. Curah hujan tertinggi tercatat
pada bulan april dengan 320,0 mm, sedangkan terendah terjadi pada bulan juli setinggi 1.6 mm.
Selain curah hujan, karakteristik hidrologi di pengaruhi oleh keberadaan beberapa sungai yang
melintasi wilayahnya. Untuk kawasan perkotaan amurang dilintasi oleh sungai Ranoyapo, sungai
Ranowangko, sungai Ranomea dan Sungai Alar. Khusus untuk kecamatan Tumpaan dilintasi oleh
sungai Ranotana dan waleimbang. Sungai-sungai yang melintasi ini digunakan sebagai drainage
dan sewerage, akan tetapi apabila tiba musim penghujan kadang-kadang mengakibatkan ada
beberapa daerah yang tergenang karena luapan air dari sungai.
E. Topografi dan Morfologi wilayah
Topografi wilayah Kabupaten Minahasa Selatan sebagian besar wilayah Minahasa Selatan
memiliki topografi bergunung-gunung yang membentang dari utara ke selatan. Menurut Buku
Minahasa Selatan Dalam Angka tahun 2008/2009, dari 200 desa yang ada di Kabupaten
Minahasa Selatan, 113 desa memiliki topografi yang berbukit-bukit, sedangkan sisanya 87 desa
memiliki topografi yang datar, yaitu di daerah lembah dan sebagian di daerah pantai. Gambaran
tentang morfologi wilayah Kabupaten Minahasa Selatan dapat dilihat pada peta berikut ini.
Berdasarkan peta morfologi dapat diterangkan bahwa wilayah datar terdiri dari Beting Pantai dan
cekungan antara beting panatai (B82), Dasar lembah kecil diantara bukit bukit , Dataran lakustrin
(A44), Dataran lava basa berbulit kecil (V51), Dataran lumpur antar pasang surut dibawah halofit
(B63), Dataran tufa vulkanik sedang sampai basa yang berbukit kecil (V88), Dataran tufa
vulkanik sedang sampai basa yang bergelombang (V83), Dataran vulkanik basa yang berombak
sampai bergelombang (V83), Kipas aluvial vulkanik yang melereng sangat landai (A27), dan
Kipas aluvial vulkanik yang melereng sedang (A27) dengan total luas wilayah datar ini sebesar
31.840 Ha. Sedangkan wilyah bergelombang hingga bergunung terdapat pada morfologi yang
berupa Krucut kecil vulkanik muda basa/ sedang (V97); Punggung bukit linier yang terjal diatas
tufa sedang/basa (M72); Punggung bukit sejajar diatas tufa vulkanik sedang/basa (H42);
Punggung bukit yang sangat curam di atas vulkanik basa (V52); Punggung gunung yang tak
teratur diatas batuan vulkanik; Teras teras laut teroreh dengan singkapan singkapan batuan;
Gunung berapi setrato muda berasal dari vulkanik basa (V32); dan Bukit yang agak curam diatas
kerucut vulkanik basa (V97). Untuk daerah yang bukan dataran ini mempunya total luas sebesar
116.877 Ha.
F. Geologi
Berdasarkan Peta Geologi skala 1 : 250.000 tahun 1996. Geologi batuan penyusun wilayah
Kabupaten Minahasa Selatan sangat bervariasi, antara lain berisi formasi :
Qal yaitu batuan aluvium yang terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir dan lempung
Qs Endapan danau dan sungai. Formasi ini terdiri dari pasir, lanau, konglomerat dan lempung
napalan. Perselingan lapisan pasir lepas dan lanau, lapisan berangsur, setempat silang siur,
konglomerat tersusun dari batuan kasar menyudut tanggung, lempung napalan hitam
mengandung muluska. Satuan ini membentuk undak dengan permukaan menggelombang.
Ql = batugamping terumbu koral, kebanyakan terdapat di daerah pasang surut di barat kampung
Amurang. Batuan ini adalah hasil pengangkatan.
Qv = batuan gunung api muda, satuan batuan ini terdiri dari Lava, bom, lapili dan abu volkanik
membentuk gunung api strato muda antara lain Gunung Soputan, Lokon dan Mahawu. Khusus
Gunung Soputan terdiri dari materil pasir.
Qtv dan Qtvl = Adalah Tufa Tondano terdiri dari klastika kasar gunung api dengan komposisi
andesit, dengan komponen menyudut hingga menyudut tanggung, banyak mengandung batu
apung, batu apung lapili, breksi ignimbrit sangat padat. Formasi hasil dari hasil letusan hebat
pada waktu pembentukan Kaldera Tondano.
Tmv dan Tmvl = Batuan Gunung api. Tersususn dari breksi, lava dan tuf. Aliran lava pada
umumnya berkomposisi andesit sampai basal. Tmvl adalah lava dasit. Pada sebagian formasi ini
ada telah mengalami mineralisasi termasuk emas dan perak terdapat dalam urat kuarsa sungai
dekat Kampung Paslaten.
Tmts : Formasi Tapadaka terdiri dari Batupasir, grewake, batupasir terkersikkan dan serpih.
Batupasir berwarna kelabu muda hingga tua dan hijau, berbutir halus sampai kasar, mengandung
batuan gunungapi hijau dan serpih merah, setempat-setempat gampingan. Batupasir yang
tcrsingkap di S. Tapadaka mengandung urat kalsit 0,5 – 1 m. Grewake babutir lulus sampai lasar,
bersudut sampai membulat tanggung, pejal, tersusun oleh plagioklas, augit. kuarsa, dan sedikit
hematit dan magnetit.Batupasir yang tersingkap di sebelah selatan Macia terkersikkan, hijau,
kompak, mengandung feldpar scna sedikit pirit dan kalkopirit. Di daerah sebelah selatan Dumisili
ditemukan batupasir yang ke arah samping berganti menjadi batugamping (Tmtsl). Serpih
berwarna kelabu sampai hitam. mengandung fosil Spaerodinella subdehiscens. S. seminulina am
Globorotalia acostensis sehingga umumya adalah berumur Miosen Awal Miosen Akhir.
TQpv : Batuan Gunungapi Pinogu; satuan ini terdiri atas Tuf, tuf lapili, vreksi dan lava. Breksi
gunungapi di Pegunungan Bone, G. Mongadalia dan Pusian bersusunan andesit piroksin dan
dasit. Tuf yang tersingkap di G. Lemimbut dan G. Lolombulan umumnya berbabtu apung, kuning
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
muda berbutur sedang sampai kasar, diselilingi oleh lava bersusunan menengah sampai basa. Tuf
dan Tuf Lapili di sekitar S. Bone bersusunan dasitan, Lava berwarna kelabu muda hingga kelabu
tua, umumnya bersusun andesit piroksin. Satuan ini secara umum termampatkan lemah sampai
sedang, umumnya diduga berumur Pliosen hingga Plistosen.
Tmbv: Batuan Gunung Api Bilulangala: Breksi, tuf dan lava bersusunan andesit, dasit dan riolit.
Ziolit dan kalsit sering dijumpai pada kepingan batuan pennyusun breksi. Tuf umumnya bersifat
dasitan, agak kompak dan berlapis buruk di beberapa tempat. Di daerah pantai selatan dekat
Bilungala. satuan ini dikuasai oleh lava dan breksi yang umumnya bersusunan dasit. dan dicirikan
oleh warna alterasi kuning sampai coklat, mineralisasi pirit. perekahan yang intensif, serta banyak
dijumpai batuan terobosan diorit. Propilitisasi, kloritisasi, dan epidotisasi banyak dijumpai pada
lava. Tebal satuan dipakirakan lebih dari 1000 meter, sedang umurnya berdasarkan kandungan
fosil dalam sisipan batugamping adalah Miosen Bawah - Miosen Akhir. Nama satuan penama kali
diajukan olch PT. Tropic Endeavour, (1972).
Tms = Batuan Sedimen, terdiri dari Batupasir kasar, greawk, batugamping napalan dan
batugamping, batu pasirnya tersusun dari andesit dan setempat bersifatgampingan.
Disamping itu wilayah studi dilalui beberapa sesar normal yang melintas epanjang Sungai
Amurang dan Sungai Nimanga dan Kali Ulo, sepanjang sungai Nean dan Royongan Wasian.
Untuk lebih jelasnya formasi batuan dan struktur Geologi di wilayah ini dapat dilihat pada Peta
Geologi.
Pada formasi batuan Tmv yang beradada pada koordinat 679691 T dan 143056 U terdapat
potensi endapan emas yang kemungkinan bisa di eksploitasi.
Potongan Melintang dari Pakuwetu dan tenga hingga Gunung Ambang atau potongan ED dapat
dilihat pada gambar berikut ini, sedangkan potongan melintang C-C’ menggambarkan profil dari
Poopo hingga Teluk Totok.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Wilayah ini memiliki lima ordo tanah, yaitu Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols dan Ultisols.
Sifat-sifat dari masing ordo tanah di daerah penelitian secara umum dapat diuraikan sebagai
berikut:
Entisols
Tanah belum mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A -C atau A-C-R.
Terbentuk dari bahan induk bahan volkan tua bersifat intermedier sampai basis.
Tanah dan bahan umumnya mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan
atas, dan warna coklat tua di lapisan bawah, kedalaman tanah dalam, drainase cepat,
tekstur kasar, struktur lepas, konsistensi tidak lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini
diklasifikasikan ke dalam Typic Udorthents.
Inceptisols
Tanah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bw-C atau A-Bg-C.
Terbentuk dari bahan induk aluvio-koluvium dan bahan volkan tua bersifat intermedier
sampai basis. Tanah dari bahan aluvio-koluvium di dataran antar perbukitan dan teras
sungai umumnya mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan atas, dan
warna glei/kelabu di lapisan bawah, kedalaman tanah dalam, drainase terhambat, tekstur
halus sampai sedang, struktur masif, konsistensi lekat, pH tanah 6,0 sampai 7,0. Tanah ini
diklasifikasikan ke dalam Typic Epiaquepts. Tanah dari bahan volkan umumnya mempunyai
kedalaman tanah dalam, warna coklat tua/gelap di lapisan atas, tekstur umumnya halus
sampai agak halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh dan pH umumnya
netral. Tanah diklasifikasikan ke dalam Typic Eutrudepts.
Andisols
Tanah terbentuk dari bahan volkan muda (abu dan tuf batu apung) dari hasil erupsi gunung
api yang berulang-ulang, sehingga menunjukkan stratifikasi bahan yang diendapkan.
Penyebaran paling luas di daerah Tombatu dan Touluaan yang membentuk dataran volkan,
dan perbukitan volkan. Tanah umumnya dalam, warna lapisan atas gelap, tekstur kasar dan
berlapis-lapis, konsistensi gembur dan terasa licin jika dipirid dengan jari-jari tangan, sebagai
salah satu ciri khas bahan amorf atau sifat andik. Reaksi tanah agak masam sampai netral
(pH 6,5-7,0). Tuf batu apung membentuk lapisan di bagian bawah dengan ketebalan
bervariasi, dan sebagian berada di permukaan pada wilayah yang telah diusahakan atau
diolah untuk pertanian. Tanah ini banyak digunakan untuk pertanian sayuran dataran tinggi.
Tanah diklasifikasikan ke dalam sub grup Typic Udivitrands.
Mollisols
Tanah telah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bw-C atau A-Bt-C,
dicirikan oleh epipedon molik dan horison kambik atau argilik. Terbentuk dari bahan volkan
muda dan kadang-kadang berasosiasi dengan Andisols. Tanah berwarna coklat sangat tua
sampai coklat tua, dalam, tekstur sedang sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi
gembur sampai teguh, pH tanah netral. Lapisan berwarna gelap kadang-kadang tebal
mencapai lebih dari 50 cm. Penyebaran tanah ini di dataran dan perbukitan volkan. Tanah
diklasifikasikan ke dalam subgrup Typic Hapludolls.
Alfisols
Tanah telah mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bt-C, dicirikan oleh
epipedon okrik dan horison argilik. Terbentuk dari bahan volkan dan kadang-kadang
berasosiasi dengan Andisols. Tanah berwarna coklat sangat tua sampai coklat tua, dalam,
tekstur sedang sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh, pH
tanah netral. Penyebaran tanah ini di dataran dan perbukitan volkan. Tanah diklasifikasikan
ke dalam sub grup Typic Hapludalfs.
Sedangkan menurut peta REPPROT tahun 1987 jenis tanah yang ada di wilayah Kabupaten
Minahasa Selatan terdiri dari :
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Secara garis besar, analisa kesesuaian lahan dari faktor kemiringan lereng bagi tanaman lahan
basah, tanaman pangan lahan kering dan tanaman pangan keras (tahunan) adalah sebagai
berikut:
Tabel I.4. Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kemiringan Lereng
Sekitar 13 % dari luas total daerah perencanaan dan tersebar di pesisir kecamatan Tatapaan,
Tumpaan, Amurang Barat, Tenga dan Sinonsayang. Selain itu juga tersebar di Kecamatan
Ranoyapo, Tompaso Baru, Maesaan dan Modoinding.
Tingkat Erosi
Di daerah perencanaan kawasan rawan longsor dapat dijumpai di kiri kanan jalan sepanjang
jalan raya Tumpaan – Tanawangko dan di tebing-tebing sungai. Kawasan tersebut kurang sesuai
untuk kegiatan pertanian lahan basah, namun cukup sesuai untuk tanaman pangan lahan kering
dan lebih sesuai lagi untuk tanaman keras.
Tesktur Tanah
Di wilayah Kabupaten Minahasa Selatan terdapat 3 (jenis) tekstur tanah, yaitu liat, sedang dan
kasar. Tekstur tanah ini ikut menunjang kesesuaian bagi pertumbuhan tanaman, dimana tanah
yang teksturnya sedang relatif lebih mudah untuk diolah dan kandungan hara penyuburnya
relatif terjaga. Lahan yang memiliki tekstur sedang ini paling sesuai untuk lahan pertanian lahan
basah (lahan basah) dan tanaman pangan lahan kering, sedang yang lahan tekstur tanahnya
kasar dan liat lebih sesuai untuk tanaman keras/tahunan.
Ketersediaan air
Faktor ketersediaan air ini terutama untuk menganalisa kesesuaian lahan bagi tanaman pertanian
lahan basah (lahan basah). Lahan yang memilki ketersediaan air cukup, lebih sesuai untuk
kegiatan pertanian lahan basah, sedang untuk lahan yang tidak tersedia air (hanya
menggantungkan pada air hujan) lebih sesuai untuk kegiatan pertanian pangan lahan kering dan
tanaman keras/tahunan. Ketersediaan air yang berlebihan akan menyebabkan drainase
jelek/buruk sehingga menggangu pertumbuhan tanaman.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Kesesuaian lahan terhadap pertanian lahan basah dan lahan kering di Kabupaten Minahasa
Selatan berdasarkan faktor-faktor diatas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Tanaman pangan
Kawasan Pertanian lahan basah
Lahan basah adalah suatu wilayah yang tergenang air, baik alami maupun buatan, tetap atau
sementara, mengalir atau tergenang, tawar asin atau payau, termasuk di dalamnya wilayah laut
yang kedalamannya kurang dari 6 m pada waktu air surut paling rendah. Contohnya rawa.
Syarat utama bagi lahan pertanian lahan basah adalah tersedianya air permukaan. Lahan basah
di Kabupaten Minahasa Selatan yang dimaksudkan adalah pengembangan padi lahan basah atau
kegiatan lainnya yang sistem pengelolaanya membutuhkan ketersediaan air.
Kriteria penentuan Kawasan pertanian Lahan Basah adalah :
(1) Kawasan yang secara teknis dapat digunakan untuk pertanian lahan basah
(2) Kawasan yang apabila digunakan untuk kegiatan pertanian lahan basah secara ruang dapat
memberikan manfaat:
(a) peningkatan produksi pangan dan mendayagunakan investasi yang telah ada;
(b) meningkatkan perkembangan sektor dan kegiatan ekonomi sekitarnya;
(c) upaya pelestarian sumber daya alam untuk lahan basah;
(3) Memiliki kemampuan swasembada pangan berkelanjutan
(4) Memiliki kemampuan mendayagunakan investasi yang telah ditanam
(5) Memiliki kemampuan meningkatkan pendapatan petani dan daerah
(6) Mempunyai peluang sebagai sektor strategis di daerah bersangkutan
Analisis kesesuaian lahan untuk pertanian Lahan Basah digunakan juga terhadap jenis tanahnya,
singkapan batuan, dan bahan induk tanah. Pada tanah-tanah organosol walaupun mempunyai
kedalaman tanah tebalnya > 90 cm, namun menjadi faktor pembatas yang lebih dominan
dikarenakan mempunyai pH rendah. Jenis tanah Entisols, Inceptisols, Alfisols, Mollisols dan
Ultisols berkembang di Kabupaten Minahasa Selatan karena di dukung oleh iklim yang panas,
karakteristik pantai yang relatif dangkal serta arus dan gelombangnya besar.
2. Tanaman perkebunan
Kawasan Pertanian Lahan Kering/Perkebunan
Kriteria penetapan pertanian Lahan Kering adalah :
1) Kawasan yang secara teknis dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pertanian semusim.
2) Kawasan yang apabila dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian semusim secara ruang dapat
memberikan manfaat :
(a) meningkatkan produksi pertanian dan pendayagunaan investasi yang ada;
(b) meningkatkan perkembangan sektor lain;
2) Memiliki kemampuan mendayagunakan/meningkatkan produktivitas lahan pertanian semusim
3) Memberikan kontribusi terhadap PDRB daerah dan pendapatan perkapita
dikembangkan untuk lahan usaha sebagai lahan kering, baik perkebunan maupun tanaman
palawija. Luas lahan yang tersebar di 17 kecamatan yang dapat dikembangkan untuk lahan
kering hampir mencapai luas sebesar 28.000,00 Ha sedangkan untuk lahan basah yang ada
adalah mencapai 10.364 Ha yang tersebar di 11 wilayah kecamatan.
Tabel I.7. Posisi laju pertumbuhan penduduk Kab. Minsel pada skala nasional
Angka kepadatan penduduk, secara bruto (pembandingan terhadap seluruh luas kawasan)
menunjukkan bahwa Kabupaten Minahasa Selatan memiliki kepadatan penduduk (bruto) hanya
1,1 jiwa/ ha. Sementara rata-rata nasional, angka kepadatan penduduk kota sebesar 33 jiwa/ha.
Pada tipe kota kecil kepatan rata-rata adalah 10 jiwa/ha, sedangkan pada tipe kota menengah,
rata-rata kepadatannya 24 jiwa/ha. Jadi posisi Kabupaten Minahasa Selatan, masih tergolong
bukan tipe Kabupaten yang berkepadatan tinggi, sehingga terbuka kesempatan untuk
meningkatkan pertumbuhan penduduk atau menjaga angka pertumbuhan penduduk pada
kisaran 2% pada masa mendatang. Ditinjau dari sebaran kepadatan pada tiap kecamatan,
didapat angka bahwa kepadatan tertinggi terletak di Kecamatan Sulta (2,1 jiwa/ha) dan terendah
di Kecamatan Kumelembuai (0,3 jiwa/ha). Sedangkan Kecamatan Tumpaan hanya (1,8 jiwa/ha),
Kecamatan Amurang (1,6 jiwa/ha) Hal ini berbeda persis dengan kesesuaian dengan karakter
fungsi jasa dan perdagangan di kedua kecamatan ini (Tumpaan dan Amurang) yang berkembang
ke arah kota (jasa dan perdagangan) yang seharusnya padat.
Tabel I.8. Posisi kepadatan penduduk (bruto) Kab. Minsel pada skala nasional
penduduk (bruto) hanya 1,1 jiwa/ ha. Namun jika dianalisis berdasarkan jumlah kepadatan yang
lebih rinci dan tajam kedalam jumlah kepadatan perkelurahan/desa, maka akan didapat angka
yang cukup berbeda.
Sehingga menurut tabel diatas, angka kepadatan bruto Kabupaten Minahasa Selatan menjadi 7,1
jiwa / ha. Pada tipe kota kecil kepatan rata-rata adalah 10 jiwa/ha, ini menandakan bahwa
memang Kabupaten Minahasa Selatan tergolong dalam tipe kota kecil yang kepadatan rata-
ratanya tidak lebih dari 10 jiwa / ha.
Sebaran penduduk di Kecamatan pada situasi tahun 2008, menurut kelompok usia menunjukkan
karakteristik umum sebagai berikut:
Penduduk usia bayi dan balita (0-4) tahun menunjukkan kisaran proporsi 5,24 % terhadap
populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penduduk usia jenjang Sekolah Dasar (5-14) tahun, menunjukkan kisaran 19,96 % terhadap
populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penduduk usia jenjang SLTP dan SLTA (15-19) tahun, menunjukkan kisaran 7,5 % terhadap
populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penduduk usia sangat produktif, subur dan pekerja usia muda (20-34) tahun, menunjukkan
menunjukkan kisaran 21,51 % terhadap populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penduduk kelompok usia mapan secara ekonomi (35-59) tahun, menunjukkan kisaran 35,66
% terhadap populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Penduduk kelompok usia tua dan lansia (60 keatas), menunjukkan menunjukkan kisaran
10,14 % terhadap populasi di Kabupaten Minahasa Selatan.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Tabel 2.3. Proporsi kelompok usia penduduk Kabupaten Minahasa Selatan (2008)
Ditinjau terhadap karakter mata pencaharian, nampak bahwa di Kabupaten Minahasa Selatan
berkarakter sebagai kawasan pertanian, sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian
di sektor pertanian, Kehutanan, perburuan dan perikanan berbagai bidang yang terkait dengan
kegiatan jasa, perdagangan, keuangan dan lainnya tersebar cukup merata.
Berdasarkan tabel diatas, terlihat potensi penduduk yang berusaha sendiri sebesar 38,57%. Ini
menandakan di Kabupaten Minahasa Selatan ada kecenderungan untuk berkembang disektor
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
swasta (usaha sendiri) apalagi pada status pekerjaan utama profesi pegawai dan karyawan yang
cukup dominan yang berkisar pada 22,83%. Sehingga prospek ke arah jasa dan perdagangan
swasta cukup memiliki peluang yang baik.
Dimasa mendatang, sebagai Kabupaten yang dominan pertanian, maka dibutuhkan penduduk
yang memiliki mata pencaharian terkait dengan sektor tersebut. Karena itu, dibutuhkan
pengembangan sumberdaya manusia yang mengarah kepada sektor Pertanian. Arahan alokasi
ruang pengembangan untuk fungsi jasa, perdagangan serta industri, perlu diimbangi dengan
arahan kualifikasi penduduk yang mampu mengelola ruang dengan fungsi-fungsi tersebut.
Berdasarkan data proporsi penduduk berdasarkan mata pencaharian, kecenderungan akan terjadi
perubahan ketrampilan dari petani menjadi tenaga swasta ataupun ahli di bidang konstruksi,
industri, jasa, perdagangan dan keuangan, hal ini dikarenakan kisaran angkatan kerja yang
berusaha sendiri sebesar 38,57 % dan merupakan potensi kecenderungan berkemabng di jasa
lainnya. Kisaran jasa yang berkembang jika di totalkan akan berkisar pada 38 % yang akan
mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan Kabupaten Minahasa Selatan ke arah
perkembangan modernisasi.
Tabel 2.6. Proyeksi penduduk menurut kelompok usia, sex ratio dan daerah asal
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Grafik 1.6. Proyeksi komposisi penduduk menurut usia s/d tahun 2030
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Grafik 1.7. Proyeksi piramida penduduk menurut usia s/d Tahun 2030
Tabel 2.7 Pertumbuhan dan Partisipasi Sekolah tiga tahun terakhir (2006-2008)
Pada Tabel 1.63 pertumbuhan penduduk pada tingkat SD mengalami penurunan sebesar -2% ini
dimungkinkan karena sebagian besar melanjutkan ke ibu kota provinsi ataupun Kabupaten/kota
sekitar yang memiliki kualitas SD lebih baik atau karena adanya perpindahan domisili. Sedangkan
untuk SLTP mengalami kenaikan 9% dan SLTA 29%. Hal tersebut ada kontradiksi dengan jumlah
penduduk yang bersekolah dari tahun 2007 ke tahun 2008 pada Tabel 1.64 mengalami
penurunan pada tingkat SLTP dan SLTA. Partisipasi Pendidikan lebih banyak pada usia pendidikan
SD 9 tahun (usia 7-15 tahun).
Berdasarkan angka prosentase status pendidikan penduduk, diketahui terdapat sekitar 42%
penduduk usia sekolah SD s/d SLTA, yang sudah tidak bersekolah lagi. Sedangkan penduduk usia
sekolah yang duduk dibangku sekolah berjumlah sekitar 58%. Untuk tingkat SD terjadi
peningkatan jumlah sekolah sebesar 15% dari jumlah usia yang ada, ini dapat diasumsikan
dengan adanya migrasi dari kota/kabupaten sekitar. Yang perlu mendapat perhatian adalah
jumlah SLTP dan SLTA yang tidak sekolah lagi berkisar pada 48% dan 60%, hal ini dapat
disumsikan juga sebagian besar dari jumlah yang lulus melanjutkan ke Kota/Kabupaten yang
lebih dominan kualitas pendidikan ataupun karena adanya perpindahan domisili. Karena itu
kualitas penduduk dari tingkat pendidikan masih perlu ditingkatkan untuk menciptakan tenaga
kerja yang siap bekerja di wilayah masing-masing.
diduga bahwa sebagian besar penduduk pernah menjalani pendidikan tingkat dasar. Dengan
angka presentasi 11% penduduk bersekolah pada tingkatan pendidikan tinggi terhadap jumlah
penduduk usia sekolah perguruan tinggi, maka dapat digambarkan bahwa kemampuan ahli
(expertise) rata-rata dari penduduk masih tergolong kecil. Dengan adanya gambaran pendidikan
tersebut, dimana mayoritas penduduk berpendidikan menengah kebawah, maka kemampuan
atau tingkat Sumber Daya Manusia, masih pada posisi non expert, bahkan baru sampai tahap
semi-skill. Karena itu, kecenderungan lapangan kerja pada posisi rendah, misalnya buruh, tukang,
pesuruh, masih bersifat dominan. Dukungan SDM ahli untuk membangun Kabupaten masih perlu
diperkuat dengan upaya menambah jumlah penduduk yang memiliki keahlian.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Minahasa Selatan, dibandingkan kabupaten lain
di sekitarnya di Sulawesi Utara (Minahasa Tengggara dan Bolaang Mongondow), tergolong baik
karena berada pada peringkat diatasnya. Namun dibandingkan dengan kota/kabupaten lain di
Sulawesi Utara (Khususnya Minahasa Induk) tergolong, pada posisi menengah, karena masih
berada di peringkat dibawah kota/kabupaten lain di tanah Minahasa. Pada posisi nasional, IPM
Kabupaten Minahasa Selatan dengan nilai 0.7528 berada pada peringkat 77 dari sebanyak 97
daerah administrative kota se Indonesia, yang tidak termasuk dalam kelompok 30% terendah.
Angka IPM Nasional adalah 0.7154 pada tahun 2007, dimana posisi IPM Kabupaten Minahasa
Selatan berada diatasnya (0.7528). Dengan demikian, maka SDM Kabupaten Minahasa Selatan
cukup memiliki daya saing komparatif dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
Data proporsi penduduk menurut kelompok usia, menunjukkan bahwa pada saat ini, terdapat
67.63 % penduduk usia produktif (15 s/d 65) tahun, dimana diantaranya termasuk dalam
kelompok sangat produktif (usia 20 s/d 50 tahun sebanyak 89.278 jiwa) dengan proporsi sebesar
45% terhadap total jumlah penduduk. Keadaan ini menggambarkan bahwa dimasa mendatang,
pemanfaatan dan pengelolaan ruang kota oleh penduduk produktif ini akan menunjukkan
optimisme produktifitas ruang dan pertumbuhan perekonomian kota yang signifikan.
Ditinjau dari keadaan kesejahteraan penduduknya (Tabel 1.66), berdasarkan angka tingkatan
Keluarga Sejahtera, Kabupaten Minahasa Selatan mayoritas adalah Keluarga Sejahtera II dan III
(sebanyak 10 % dari jumlah keluarga). Secara komparatif terhadap Kabupaten dan daerah lain di
Sulawesi Utara, pada posisi empat setelah Kabupaten Minahasa untuk Keluarga Sejahtera II dan
pada posisi empat setelah Kabupaten Bolaang Mongondow untuk Keluarga Sejahtera III. Bahkan
keadaan kesejahteraan keluarga di Kabupaten Minahasa Selatan lebih baik dari pada di Kota
Tomohon, Kotamobagu dan bahkan Kota Bitung. Keadaan daerah sekitar Kabupaten Minahasa
Selatan yakni Kab.Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa, memiliki kondisi kesejahteraan
keluarga mayoritas pada tingkatan Keluarga Sejahtera III dan III plus. Sedangkan Kabupaten
Minahasa Tenggara memiliki kondisi kesejahteraan keluarga mayoritas pada tingkatan Keluarga
Sejahtera I dan III.
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Tabel 3.1. Tingkat kesejahteraan keluarga Kabupaten Minahasa Selatan tahun 2008
Tabel 3.2. Prosentase Tingkat kesejahteraan keluarga Kabupaten Minahasa Selatan dengan Prov. Sulut tahun 2008
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Dalam Tabel 3.2. secara jelas menggambarkan kondisi keluarga sejahtera per kecamatan
di Kabupaten Minahasa Selatan. Untuk keluarga Sejahtera III plus terbanyak di Kecamatan
Motoling Timur sebesar 19,68 % dan terendah di Kecamatan Sinonsayang sebesar 0,09 %. Untuk
keluarga Sejahtera III terbanyak di Kecamatan Tareran sebesar 12,15 % dan terendah di
Kecamatan Tatapaan sebesar 1,13 %. Keluarga Sejahtera II terbanyak di Kecamatan Tenga
sebesar 14,45 % dan terendah di Kecamatan Motoling Timur sebesar 0,64 %. Keluarga Sejahtera
I terbanyak di Kecamatan Tenga juga sebesar 12,88 % dan terendah di Kecamatan Tatapaan
sebesar 1,51 % dan untuk keluarga PraSejahtera terbanyak di Kecamatan Sinonsayang sebesar
11,57 % dan terendah di Kecamatan Sulta sebesar 2,10 %.
Data-data tersebut menggambarkan secara umum bahwa Kabupaten Minahasa Selatan akan
menjadi daerah daya tarik tujuan berusaha atau daerah tujuan peningkatan kesejahteraan
khususnya bagi penduduk disekitarnya, dikarenakan cukup tinggi dan meratanya kesejahteraan
keluarga di Kabpaten Minahasa Selatan dibandingkan daerah sekitarnya (Minahasa Tenggara).
Kabupaten Minahasa Selatan tidak akan mengalami demigrasi penduduk ke Minahasa Tenggara.
Malah ada kecenderungan perpindahan dari Minahasa Tenggara menuju Minahasa Selatan,
disebabkan cukup tingginya prosentase angka keluarga sejahtera II dan III. Apabila terjadi
kepindahan penduduk dari Kabupaten Minahasa Selatan ke Manado (ibu Kota Provinsi), hanya
disebabkan oleh kebutuhan tujuan pelayanan pendidikan tinggi dan tujuan lain yang cenderung
bersifat sementara.
Secara umum kondisi angkatan kerja di suatu wilayah seperti halnya Kabupaten Minahasa Selatan
tidak dapat dipisahkan dengan dinamika pertumbuhan penduduk. Dalam hal ini makin tinggi
tingkat pertumbuhan penduduk berdampak pada semakin cepat tumbuhnya pencari kerja,
semakin luasnya lapangan pekerjaan yang harus tersedia serta terbukanya akses usaha di
berbagai sektor lapangan kerja. Konsekuensi spasial yang langsung dirasakan adalah ekspansi
keruangan terhadap kegiatan usaha tersebut.
Sesuai spesifikasi dan daya dukung wilayah, usia produktif akan terserap ke lapangan kerja
pertanian dan sektor transportasi serta komunikasi sebagai basis perekonomian namun
diharapkan juga usia produktif ini akan terserap pada lapangan pekerjaan sektor perdagangan
dan jasa, karena memiliki prospek yang baik terhadap perkembangan kabupaten. Apabila
dihubungkan dengan prosentase jenis pekerjaan, maka 3 (tiga) posisi teratas yang mendominasi
jenis pekerjaan di Kabupaten Minahasa Selatan yaitu :
Jenis pekerjaan bidang Perdagangan Besar, eceran, Rumah Makan dan Hotel, sesuai karakteristik
pekerjaan dan kenyataan empiris yang ada menunjukkan bahwa pekerjaan ini dilakukan tidak
pada jenis pekerjaan formil seperti perusahaan, toko, industri, dan sejenisnya, tetapi
dikembangkan sampai pada usaha rumah tangga baik secara kolektif maupun perorangan.
Ekspresi spasial yang dapat tercermin dari kegiatan ini yaitu ada kecenderungan bercampurnya
fungsi ruang yaitu sebagai tempat tinggal dan tempat usaha (rumah makan dan warung),
karena karakteristik sebagai Kabupaten Transit (jalur Trans Sulawesi).
Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Minahasa Selatan ini terus berkembang seiring dengan
pertumbuhan penduduk, di mana sampai dengan tahun 2008 jumlah angkatan kerja 90%,
sedangkan jumlah angkatan yang menganggur adalah 9,34%. Hal ini menunjukan bahwa dalam
kategori angkatan kerja, penduduk Kabupaten Minahasa Selatan terserap dalam berbagai
pekerjaan. Adapun prosentasi jumlah angkatan kerja yang terserap, didominasi pada sektor
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
pertanian (54,18%), perdagangan (13,89%) dan jasa-jasa lainnya (13,80%). Dengan angka
yang sangat tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya, maka ruang yang dibutuhkan untuk
mendukung pekerja dalam sektor pertanian dan perdagangan serta jasa pun menjadi besar.
1. Longsor
Kerawanan bencana longsor dapat dibagi dalam tiga tingkat yaitu tidak rawan, rawan dan sangat
rawan. Kriteria untuk masing-masing tingkat kerawanan dapat di lihat pada Tabel 1.70.
Tabel 3.4
Kriteria Tingkat Kerawanan Bencana Longsor
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Tingkat
No. Kriteria
kerawanan
11.Tidak Rawan a. Jarang atau tidak pernah terjadi longsor lama ataupun
baru, kecuali di tebing-tebing sungai.
b. Topografi datar – landai/ bergelombang
c. Lereng < 15 %
d. Material penyusun bukan lempung ataupun rombakan
longsor (talus).
2. Rawan a. Jarang terjadi longsor, kecuali bila lerengnya terganggu.
b. Topografi landai - sangat terjal.
c. Klas lereng berkisar (5-15%) - (> 70%).
d. Material penyusun lereng umumnya lapuk tebal.
e. Vegetasi penutup kurang - amat kurang.
3. Sangat Rawan a. Dapat dan sering terjadi longsor.
b. Topografi landai - sangat curam.
c. Lereng antara (5-15%) dan (>70%).
d. Material penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh.
e. Curah hujan tinggi.
f. Vegetasi penutup kurang - amat kurang.
g. Longsor lama dan baru aktif terjadi.
Sumber: Review RTRW Kab. Minahasa Selatan 2007
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
2. Banjir
Pengertian banjir ada dua, yaitu:
Meluapnya aliran sungai dari alur sungai yang disebabkan oleh debit banjir dan
kapasitas alur sungai mengecil karena sedimentasi
inudasi, yaitu daerah tergenang air akibat dari faktor topografi datar dan drainase jelek.
Daerah rawan banjir di wilayah perencanaan mencakup daerah muara sungai, dataran
banjir dan dataran aluvial terutama di sepanjang S. Ranoyapo. Faktor-faktor penyebab
banjir antara lain adalah curah hujan yang tinggi, penutupan lahan di daerah hulu
berkurang dan kapasitas alur sungai terutama di daerah hilir berkurang karena
sedimentasi dan topografis daerah.
3. Tsunami
Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut lainnya yang bersifat kontinu,
gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang bersifat insidentil, tidak kontinu.
Periode gelombang tsunami antara 10 – 60 menit, panjang gelombangnya mencapai 100
km. Ditengah lautan tinggi gelombang tsunami paling besar sekitar 5 meter, maka saat
mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena terjadi
penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh
dari garis pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh 500 meter dari garis pantai.
Dalam catatan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di indonesia sejak 1608 belum
pernah tercatat terjadinya bencana tsunami di daerah Kabupaten Minahasa Selatan.
4. Bencana alam geologi
Kawasan Rawan Letusan Gunung Berapi
Kawasan rawan bencana letusan gunung berapi terletak di sekitar gunung api aktif Soputan
dan Gunung Ambang. Bentuk G. Soputan merupakan kerucut terpancung dengan lereng
licin tertutup oleh bahan lepas hasil letusan. Di puncaknya terdapat kawah berukuran 600 x
450 m. Pada awal abad 19 beberapa letusan berasal dari kawah ini. Pasir dan lapili banyak
diendapkan di daerah pegunugan sebelah selatan jalan Tombatu – Amurang, kira-kira 12-
15 km dari puncak Soputan. Kira-kira 1 km timur laut puncak Soputan terdapat kerucut
parasit G. Aeseput yang mempunyai kawah berukuran 250 x 240 m. Lubang kawah
terbuka ke arah barat laut dan pernah mengalirkan leleran lava.
Satu kerucut parasit lain terletak di antara G. Soputan dan G. Aeseput sebelah timur yang
disebut Aeseput Weru. Kerucut ini terbentuk pada tahun 1915 yang menghasilkan leleran
lava dan mengalir ke arah tenggara. Antara 1906-1923, kira-kira 6o juta meter kubik lava
telah di hasilkan oleh kedua kerucut ini. Bukit lainnya yang mengelilingi G. Soputan adalah
Riendengan (1553 m) di sebelah utara, laut bukit Ketengan dan bukit Kalelondei (1580 m)
di sebelah timur, G. Manimporok (1661 m) di bagian tenggara dan G. Kelewung (906 m) di
selatan. Beberapa bukit ini merupakan penghalang yang dapat membendung aliran lava
dan aliran piroklastik yang langsung dimuntahkan oleh kegiatan G. Soputan maupun
kerucut parasitnya sehingga beberapa tempat yang berada di belakang beberapa bukit
tersebut aman dari bahaya letusan G. Soputan. Dibandingkan dengan gunung api lainnya di
Minahasa, G. Soputan dapat digolongkan sebagai gunung api yang paling giat dan sering
meletus, baik secara eksplosif maupun efusif. Gunung ini seringkali menunjukkan
kegiatannya dengan jangka waktu terpendek 1-2 tahun sedangkan waktu terpanjang
antara 45 tahun.
Kawasan Rawan Bencana II untuk G. Soputan adalah kawasan yang berpotensi terlanda
awan panas, aliran lava, lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, dan lahar. Kawasan rawan
bencana ini meliputi daerah di sekeliling gunung api dengan kerucut parasitnya dengan jari-
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Halaman I - 63
Selatan
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
jari 5 km dari puncak G. Soputan. Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan sekeliling G.
Soputan dengan jari-jari lingkaran sejauh 8 km dari puncak Soputan. Bila terjadi letusan
yang sangat kuat dan eksplosif, bahan-bahan letusan yang terlempar akan melampaui
Kawasan rawan Bencana II. Bahaya lahar kemungkinan dapat terjadi sepanjang aliran
sungai yang berhulu di puncak G. Soputan seperti S. Ranomea, S. Tapa, S. Kalewahak, S.
Pinomangkulan, dan S. Ralig.
Kawasan Rawan Gempa
Daerah Kabupaten Minahasa Selatan tegolong daerah yang berpotensi tinggi/rawan akan
gempa bumi. Kegiatan penunjaman Lempeng Maluku ke arah barat di bawah busur
Minahasa-Sangihe yang masih aktif sampai sekarang dapat mengakibatkan terjadinya
gempa bumi tektonik. Di samping itu, di Minahasa Selatan terdapat Sesar Teluk Amurang
yang berpotensi sebagai lajur sumber gempa bumi.
Data gempa bumi yang dirasakan di daerah Sulawesi Utara antara tahun 1990 dan
September 2005 tercatat sebanyak 297 kali dengan kisaran magnitude 4,0-7,1 skala Richter
(SR). Dari data yang ada, gempa dengan magnitude 4,0-5,0 SR terjadi sebanyak 107 kali
(36,03%), dengan magnitude 5,1-6,0 SR sebanyak 163 kali (54,88%), 6,1-7.0 SR sebanyak
26 kali (8,75%), dan maginitude 7,1 sebanyak 1 kali (0,34%). Umumnya pusat gempa
terletak di Laut Maluku. Daerah ini termasuk ke dalam daerah yang berintensitas cukup
tinggi untuk terjadi gempa dan dapat disetarakan dengan skala IX-X MMI, tapi pada
umumnya intensitas gempa bumi yang terjadi di daerah ini mencapai antara III-IX MMI.
Sebagiamana dalam peta bahaya gempa bumi bahwa Kabupaten Minahasa Selatan
termasuk dalam kategori bahaya 4 apabila terjadi gempa bumi Lihat Peta persebaran
Gempa.
Struktur perekonomian Kabupaten Minahasa Selatan Atas Dasar Harga Konstan (2000) Tahun 2007
terbentuk atas peran/kontribusi dari sembilan sektor ekonomi atau lapangan usaha. Lapangan usaha
yang memberi kontribusi terbesar adalah sektor Pertanian yakni 34,9 persen, dan bangunan pada
peringkat kedua yakni 19,6 persen, disusul sektor Pertambangan & Penggalian, sebesar 10.1 persen.
Memperhatikan perkembangan kontribusi PDRB pada sektor lapangan usaha dari tahun 2000 sampai
2007, terjadi peningkatan yang cukup signifikan pada sector bangunan dan sector pengangkutan dan
komunikasi yaitu 11,14% dan 9,25% serta terjadi sedikit peningkatan pada sector Pertanian dan sector
perdagangan hotel & restoran yaitu 1,3% dan 3,1% sedangkan untuk sector-sektor lainnya mengalami
penurunan dimana sector yang mengalami penurunan terbesar yaitu sector industry pengolahan
dengan besaran 18,94% serta sector lainnya juga mengalami penurunan yang tidak begitu signifikan
yaitu berkisar antara (-1,11)%-(-9,69)%. Dengan menggunakan analisis shift-share, diketahui
pergeseran ekonomi yang merupakan hasil dari perhitungan Komponen Pertumbuhan Proporsional dan
Komponen Pertumbuhan Daya Saing Ekonomi Kabupaten. Angka pergeseran netto positif yang cukup
menjanjikan terjadi pada sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan serta sektor
Pengangkutan dan Komunikasi. Berdasarkan grafik analisis shift-share juga diketahui bahwa sektor
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Halaman I - 65
Selatan
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
unggulan adalah sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perkebunan dan sektor Pengangkutan
dan Komunikasi, sedangkan sektor yang bersifat mundur, adalah sektor Industri Pengolahan.
Sedangkan untuk sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, Perdagangan, Hotel, dan Restoran serta bangunan,
sekalipun berada pada posisi agak mundur, namun relatif cukup mendekati posisi unggul. Sehingga
ketiga sektor ini dapat ditingkatkan menjadi sektor unggul dengan upaya meningkatkan daya saingnya.
Sektor Jasa-Jasa sekalipun mengalami peningkatan nilai, namun secara komparatif, masih tergolong
pada posisi relatif mundur. Karena itu, sektor ini perlu mendapat perhatian yang serius, untuk digeser
posisinya pada kuadran yang cenderung unggul. Upaya peningkatan daya saing pada sektor ini perlu
mendapatkan perhatian. Sehingga sebagai wilayah kabupaten yang masih mengandalkan sektor
pertanian dapat menggesernya menjadi kabupaten yang mempunyai multi sektor andalan yaitu pada
sektor jasa dan pertanian sehingga jika terjadi gangguan pada sektor pertanian tidak akan berpengaruh
pada roda perekonomian wilayah dikarenakan masih ada sektor jasa yang akan menopangnya.
Kemudian juga hal ini dapat mengubah image wilayah ini dari yang masih desa mengarah ke kehidupan
Kota dimana sektor yang menjadi unggulan nantinya adalah sektor jasa.
Berdasarkan hasil analisis sektor basis dengan perhitungan LQ, didapat kesimpulan bahwa sektor
Pertanian, Pertambangan & Penggalian, Industri Pengolahan,serta Bangunan merupakan sektor basis.
Sementara Listrik, Gas, dan Air Bersih berada pada posisi sama dengan provinsi. Hal ini menunjukkan
bahwa Kabupaten minahasa selatan mempunyai karateristik ekonomi pedesaan dikarenakan sektor-
sektor yang menjadi andalan masih berkisar dalam sektor-sektor primer dan sekunder. Mengenai
perkembangan sektor informal, terlebih dahulu didefinisikan, bahwa pekerjaan informal dapat
diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua: usaha sendiri informal dan pekerjaan upahan informal yang
mencakup karyawan tanpa kontrak resmi, jaminan pekerja atau perlindungan sosial yang dipekerjakan
di usaha formal atau informal. Yang termasuk usaha sendiri informal adalah pengusaha pada sektor
informal, berusaha sendiri pada usaha informal, pekerja keluarga tidak dibayar dan anggota koperasi
produksi informal. Pembedaan ini mengarah dimana pekerja informal dibagi dalam seluruh kategori
status pekerja: pengusaha, buruh, berusaha sendiri, pekerja keluarga tidak dibayar dan anggota
koperasi produksi. Dengan demikian, maka sektor informal di Minahasa Selatan, pada umumnya
ditandai antara lain dengan kehadiran kelompok buruh, penambang,dll. Di Minahasa Selatan sektor
informal tersebut akan terus berkembang seiring dengan berfungsinya peran Minahasa Selatan sebagai
wilayah Kabupaten, yang dicirikan dengan perkembangan sektor pertanian. Tabel dan grafik berikut ini
menggambarkan karakteristik ekonomi wilayah yang dicirikan berdasarkan gambaran PDRB yang
dibandingkan dengan PDB nasional, analisis shift share dan analisa sektor basis di wilayah Kabupaten
dengan komparasi wilayah propinsi Sulawesi Utara.
Hotel/
Kecamatan Kamar Tempat Tidur
Penginapan
Modoinding - - -
Tompaso Baru - - -
Maesaan - - -
Ranoyapo - - -
Motoling - - -
Kumelembuai - - -
Motoling Barat - - -
Motoling Timur - - -
Sinonsayang - - -
Tenga 1 6 6
Amurang 3 38 38
Amurang Barat 1 10 10
Amurang Timur - - -
Tareran - - -
Sulta - - -
Tumpaan - - -
Tatapaan - - -
5
Jumlah / Total
5 4 54
Sumber: Minahasa selatan dalam Angka 2009 (BPS)
Juml
Nam
Keca ah
a
matan Peda
Pasar
gang
Tump
Tumpa
aan 66
an
Satu
Motolin Motoli
239
g ng
Tarera Tarer
144
n an
Amura Amur
307
ng ang
Tomp
Tompa
aso 75
so Baru
Baru
Modoin Modoi
49
ding nding
Poigar Poigar 36
Ranoya
Poopo 41
po
Tenga 111
Tenga Pakuu
80
re
Sumber: Minahasa selatan dalam Angka 2009 (BPS)
Timur
9 Sinonsayang 46 29 12 87
10 Tenga 168 77 8 253
11 Amurang 262 268 38 568
12Amurang
93 76 11 180
Barat
13Amurang
62 76 6 144
Timur
14 Tareran 50 37 4 91
15 Sulta 3 2 1 6
16 Tumpaan 226 144 11 381
17 Tatapaan 76 8 1 85
Jumlah/Total 1319 839 115 2273
Sumber: Minahasa selatan dalam Angka 2009 (BPS)
Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010, menunjukkan total anggaran
Belanja Daerah sebesar Rp. 369.019.686.300,- meliputi Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.
242.428.094.800,- dan Belanja Langsung sebesar Rp. 126.591.591.500,-. Belanja Tidak Langsung
digunakan untuk pembayaran Tunjangan Jabatan dan Tambahan Penghasilan berdasarkan Beban Kerja
bagi Pegawai, Tunjangan dan Penunjang Operasinal Kepala Daerah, serta Representasi dan Tunjangan
DPRD. Sedangkan Belanja Langsung digunakan dalam rangka pelaksanaan Program dan Kegiatan.
Salah satu komponen sumber penerimaan Daerah adalah Dana Perimbangan berupa Dana Bagi Hasil
(DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana Bagi hasil Pajak yang terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak Bumi Bangunan, Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Bagi Hasil Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Pengahasilan Pasal 21, Dan Bagi hasil sumber daya alam
yang terdiri dari; Bagi Hasil Sumber Daya Alam Perikanan, Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan,
Bagi Hasil Sumber Daya Alam Pertambangan Umum, Bagi Hasil Sumber Daya Alam MIGAS. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) tahun anggaran 2010 diproyeksikan sebesar
Rp. 392.604.198.353,- yang terdiri dari Rencana Penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah Sebesar Rp.
7.596.512.500,- atau sama dengan rencana penerimaan dalam APBD Tahun 2010, rencana
penerimaan Dana Perimbangan sebesar Rp. 377.223.440.853 atau mengalami selisih lebih sebesar Rp.
246.512.053 dari rencana APBD Tahun Anggaran 2010 sebesar Rp. 353.638.928.800.
aktifitas perdagangan akan berdampak secara langsung terhadap peningkatan kemampuan keuangan
pembangunan daerah. Sebagaimana lazimnya Kabupaten-Kabupaten yang mengedepankan sector-
sektor primer, aspek keuangannya tergantung pada pendapatan dari hasil pajak.
Peningkatan pendapatan dari hasil pajak daerah, retribusi dan bagi hasil pajak dengan pemerintah
pusat maupun provinsi bersifat linier dengan pertumbuhan penduduk dan bangunan.
Prediksi andalan utama peningkatan sumber pendapatan berasal dari :
Pembagian Hasil Pajak dari Pemerintah Pusat (khususnya berasal Pajak bumi dan bangunan yang
dipicu oleh peningkatan nilai harga tanah khususnya pada kawasan industri dan perdagangan, serta
peningkatan sektor konstruksi bangunan serta dari peningkatan pajak, bagi wajib pajak yang
semakin meningkat di Kabupaten Minahasa selatan, baik perusahaan maupun badan. Peningkatan
jumlah penduduk yang bergerak di sektor swasta, mendorong peningkatan penerimaan dari hasil
pajak)
Pembagian Hasil Pajak dengan Pemerintah Provinsi (khususnya berasal dari Pajak atas kendaran
bermotor seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama, pemakaian BBM. Peningkatan ini
akan terjadi sejalan dengan peningkatan sektor perhubungan/transportasi ditandai dengan
peningkatan kepemilikan kendaran bermotor serta peningkatan pemakaian bahan bakar selain itu
juga posisi minahasa selatan yang berda pada jalur perantara transportasi antara manado dan
provinsi-provinsi lainnya disulawesi utara dapat menjadi pemicu meningkatnya pendapatan daerah.)
Pendapatan oleh Perusahaan Daerah (dimasa depan, Kabupaten Minahasa selatan sebagaimana
Kabupaten lainnya di Indoensia, memiliki kesempatan mencari pendapatan melalui pengelolaan
suatu perusahaan daerah, misalnya PDAM, ataupun jenis dan bentuk perusahaan daerah lainnya,
seperti PD Pasar, PD Perparkiran, PD Hotel dan Restoran, dll)
Pendapatan oleh devisa ( dimasa depan kabupaten minahasa selatan jika dapat menigkatkan sektor
pertaniannya sehingga dapat mencukupi kebutuhan daerah maka komoditinya dapat diekspor ke
luar daerah yang tentunya akan mendatangkan pemasukan daerah).
Pengeluaran untuk pembangunan fasilitas Kabupaten akan meningkat sejalan dengan peningkatan
jumlah penduduk, dan kebutuhan layanan bagi pelaku usaha dan kegiatan sosial. Peningkatan
pembiayaan diperlukan khususnya dibidang air bersih, prasarana jalan, pusat-pusat pelayanan
perdagangan bagi masyarakat, ruang-ruang hijau, fasilitas kegiatan umum seperti sekolah, dan fasilitas
kesehatan.
Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan perkotaan dapat diperoleh dari 3 sumber dasar:
pemerintah/publik
swasta/private
gabungan antara pemerintah dengan swasta
Untuk setiap modal tersebut, terdapat beberapa jenis instrumen keuangan yang secara umum
dikategorikan sebagai berikut:
pembiayaan melalui pendapatan (revenue financing)
pembiayaan melalui hutang (debt financing)
pembiayaan dengan kekayaan (equity financing)
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Halaman I - 71
Selatan
Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Minahasa Selatan
Berdasarkan kategori ini ada 3 jenis instumen keuangan yang biasa digunakan, yaitu:
1. pajak
2. retribusi
3. betterment levies
Dilihat dari sifatnya maka pajak dan retribusi termasuk dalam kategori sumber keuangan yang bersifat
konvensional. Sementara itu, betterment levies merupakan instrumen yang bersifat non konvensional.
Pajak merupakan instrumen keuangan konvensional yang sering digunakan di banyak negara.
Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan pelayanan perkotaan yang memberikan
manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak
dapat digunakan untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan di bawah ini, yaitu:
untuk membiayai biaya investasi total ("pay as you go");
untuk membiayai pembayaran hutang ("pay as you use")
menambah dana cadangan yang dapat digunakan untuk investasi di masa depan.
Bagi pemerintah Kabupaten, penerimaan pajak yang terpenting dan dominan adalah yang bersumber
dari Pajak Pembangunan, pajak hiburan/tontonan, dan pajak reklame. Selain itu, PBB, yang pada
dasarnya merupakan penerimaan bagi hasil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dapat
dianggap juga sebagai sumber penerimaan pajak yang utama bagi Kota. Oleh karena itu, PBB sering
bersama-sama dengan PAD dikategorikan sebagai Penerimaan Daerah Sendiri (PDS).
Bentuk lainnya dari public revenue financing adalah retribusi. Secara teoritis retribusi mempunyai 2
fungsi, yaitu:
1. sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan jasa yang tersedia; dan
2. merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa. Untuk wilayah perkotaan jenis
retribusi yang umum digunakan misalnya air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya.
Pengenaan retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya (cost recovery), dengan
demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya operasi, pemeliharaan, depresiasi dan
pembayaran hutang. Adapun tarif retribusi umumnya bersifat proporsional, dimana tarif yang sama
diberlakukan untuk seluruh konsumen, terlepas dari besarnya konsumsi masing-masing konsumen.
Jenis retribusi yang memberikan sumbangan penerimaan relatif tinggi bagi pemerintah Kabupaten
dapat berasal dari retribusi perizinan, parkir, dan pasar.
Instrumen keuangan lain yang biasa digunakan dalam kelompok non konvensioanl adalah:
joint ventures
concessions
Dilihat dari sifatnya, maka kedua jenis instrumen ini tergolong sebagai instrumen keuangan non-
konvensional. Joint ventures merupakan kerjasama antara swasta dengan pemerintah (private-public
partnership) dimana masing-masing pihak mempunyai posisi yang seimbang dalam perusahaan yang
bersangkutan. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah untuk memadukan keunggulan yang dimiliki
sektor swasta, misalnya modal, teknologi dan kemempuan manajemen, dengan keunggulan yang
dimiliki oleh sektor pemerintah, misalnya sumber-sumber, kewenangan dan kepercayaan masyarakat.
Adapun concessions antara private dengan public dapat terjadi dalam berbagai bentuk, diantaranya
adalah: kontrak jasa, kontrak manajemen, kontrak sewa, BOT (Build, Operate, and Transfer), BOO
(Build, Operate, and Own).
Dari segi finansial secara umum, realisasi penerimaan daerah Kabupaten Minahasa Selatan dari pos
Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami Penurunan dari jumlah nominal, namun jika diukur dari
prosentase malah naik sebesar sebesar 2,06% dari 2,01% pada tahun 2007. Kontribusi pada tahun
2007 adalah dari sektor pendapatan lain-lain yang sah. Sumber penerimaan daerah dari pos Dana
Perimbangan yang memberi kontribusi terbesar sebesar 82,65 % dari total penerimaan daerah dan
kontribusi tersebut naik pada tahun 2008 sebesar 95,8% sehingga total kenaikan kontribusi di
Kabupaten Minahasa Selatan sebesar 13,2%. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap dana dari pusat masih membutuhkan, sehingga dapat disimpulkan
bahwa tingkat kemandirian pembiayaan daerah semakin perlu peningkatan kearah lebih baik. Secara
lengkap, rincian penerimaan daerah dapat dilihat pada tabel berikut.
Berdasarkan perbandingan bagi hasil pajak yang dikeluarkan menteri keuangan, dapat dilihat bahwa
bagi hasil pajak bumi dan bagunan serta Perkiraan Alokasi Dana Bagi Hasil Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan Bagian Daerah terlihat dua bagian ini ditetapka pada posisi yang tinggi, sehingga
ini dapat digambarkan bahwa keadaan pembiayaan pembangunan memiliki peluang yang baik dimasa
datang.
Tabel 4.2. Perbandingan bagi hasil pajak/bukan pajak berdasarkan Peraturan Menteri
keuangan Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2010
Hal ini didukung oleh realisasi pajak per SKPD pada akhir juni sudah mencapai 32,48% pada bulan Mei
dan pada bulan Juni sudah mencapai 35,8 %, dapat dilihat dalam Tabel 1.79 dan 3.80.
Untuk rentang waktu 10 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan pada Pusat kegiatan Wilayah
dan Lingkungan. Untuk rentang waktu 20 tahun, pembiayaan pembangunan diprioritaskan pada
kegiatan pada sektor perkebunan (pertanian pada umumnya) tingkat kota. Sehingga diperkirakan
sumber-sumber pembiayaan pembangunan untuk tingkat Kabupaten terdiri dari : 1) APBN; 2) APBD
Propinsi; 3) APBD Kabupaten baik dari DAU, DAK, Dana Perimbangan dan sebagainya; 4) Sektor
Swasta (misalnya dari pariwisata).