Anda di halaman 1dari 2

.

Epidemiologi
Kelemahan tungkai adalah keluhan yang biasa ditemui pada kasus gangguan neuromuskular1. Guillain-Barre
syndrome (GBS) merupakan penyebab utama nontraumatic, non-stroke paralisis flaksid akut di negara-
negara Barat , dengan angka kejadian 0,75-2,0 kasus per 100.000 orang1. Myasthenia gravis (MG) adalah
penyebab paling umum transmisi penyakit neuromuskuler, dengan prevalensi sebesar 14,2 kasus per
100.000 orang1. Botulisme terjadi lebih jarang, di AS yang dilaporkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) dari tahun 1973 sampai 1996. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus West Nile juga
dapat menyebabkan paralisis flaksid1, , .
Penyebab paralisis flaksid akut lainnya termasuk poliomyelitis paralitik dan myelitis transversal; etiologi
yang jarang terjadi berupa neuritis traumatis, ensefalitis, meningitis dan tumor .
Tabel 2 Perbedaan gejala klinis pada Lesi UMN dan LMN
LMN UMN
Atrofi Ada (atrofi neurogenik) Hanya atrofi karena tidak digunakan (disuse)
Fasikulasi Mungkin ada Tidak ada
Tonus Normal atau menurun (flaksiditas) Meningkat (spastisitas)
Kekuatan Kelemahan fokal, misalnya pada distribusi nervus/radiks saraf Berdasar gerakan

Postur – Penyimpangan gerakan tangan yang diluruskan (mata tertutup)


Refleks tendon Menurun atau tidak ada Meningkat
Klonus Tidak ada Mungkin ada
Respons plantar Ke bawah (plantarfleksi) atau tidak ada Ke atas (Babinski positif)
Respons abdomen superfisial Ada Mungkin tidak ada
Pola berjalan Mungkin melangkah tinggi-tinggi Spastik, langkah menggunting, sirkumduksi

C. Sindrom Klinis Lesi Sistem Motorik


1. Lesi-Lesi pada Jaras Motorik Sentral
Patogenesis paresis spastik sentral. Pada fase akut suatu lesi di traktus kortikospinalis, refleks tendon
profunda akan bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flaksid pada otot . Refleks muncul kembali
beberapa hari atau beberapa minggu kemudian dan menjadi hiperaktif, karena spindel otot berespons lebih
sensitif terhadap regangan dibandingkan dengan keadaan normal, terutama fleksor ekstremitas atas dan
ekstensor ekstremitas bawah. Hipersensitivitas ini terjadi akibat hilangnya kontrol inhibisi sentral desendens
pada sel-sel fusimotor (neuron motor γ) yang mempersarafi spindel otot. Dengan demikian, serabut-serabut
otot intrafusal teraktivasi secara permanen (prestretched) dan lebih mudah berespons terhadap peregangan
otot lebih lanjut dibandingkan normal.
Paresis spastik selalu terjadi akibat lesi susunan saraf pusat (otak dan/atau medula spinalis) dan akan
terlihat lebih jelas bila terjadi kerusakan pada traktus desendens lateral dan medial sekaligus (misalnya pada
lesi medula spinalis). Patofisiologi spastisitas masih belum dipahami, tetapiy’aros motorik tambahan jelas
memiliki peran penting, karena lesi kortikal murni dan terisolasi tidak menyebabkan spastisitas.
Sindrom paresis spastik sentral. Sindrom ini terdiri dari:
• Penurunan kekuatan otot dan gangguan kontrol motorik halus
• Peningkatan tonus spastik
• Refleks regang yang berlebihan secara abnormal, dapat disertai oleh klonus
• Hipoaktivitas atau tidak adanya refleks eksteroseptif (refleks abdominal, refleks plantar, dan refleks
kremaster)
• Refleks patologis (refleks Babinski, Oppenheim, Gordon, dan Mendel-Bekhterev, serta diinhibisi respons
hindar (flight), dan
• (awalnya) Massa otot tetap baik

1.1. Lesi di korteks serebri


Suatu lesi yang melibatkan korteks serebri, seperti pada tumor, infark, atau cedera traumatik, menyebabkan
kelemahan sebagian tubuh sisi kontra-lateral. Temuan klinis khas yang berkaitan dengan lesi di lokasi
tersebut adalah paresis ekstremitas atas bagian distal yang dominan, konsekuensi fungsional yang terberat
adalah gangguan kontrol motorik halus. Kelemahan tersebut tidak total (paresis, bukan plegia), dan lebih
berupa gangguan flaksid, bukan bentuk spastik, karena jaras motorik tambahan (nonpiramidal) sebagian
besar tidak terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut (a) dapat menimbulkan kejang fokal.
1.2. Lesi di kapsula interna
Jika kapsula interna terlibat (misalnya, oleh perdarahan atau iskemia), akan terjadi hemiplegia spastik
kontralateral—lesi pada level ini mengenai serabut piramidal dan serabut non piramidal, karena serabut
kedua jaras tersebut terletak berdekatan. Paresis pada sisi kontralateral awalnya berbentuk flaksid (pada
“fase syok”) tetapi menjadi spastik dalam beberapa jam atau hari akibat kerusakan pada serabut-serabut
nonpiramidal yang terjadi bersamaan.
1.3. Lesi setingkat pedunkulus serebri
npira¬midal terletak lebih ke dorsal pada tingkat ini. Akibatnya, dapat terjadi monosinaptik terputus. Atrofi
otot terjadi dalam beberapa minggu, ketika otot tersebut secara perlahan-lahan digantikan oleh jaringan
ikat; setelah beberapa bulan atau tahun terjadin

Anda mungkin juga menyukai