Anda di halaman 1dari 7

2.3.

Solusio Plasenta

Definisi

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan


maternal plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua
endometrium sebelum waktunya yakni sebelum bayi lahir.1

Diagnosis
Anamnesis2–4
 Perdarahan per vaginam
 Adanya kontraksi
 Nyeri perut
 Penurunan gerakan janin
 Riwayat trauma
 Riwayat kekerasan
 Riwayat plasenta previa
 Riwayat solusio plasenta sebelumnya
 Riwayat hipertensi
 Kebiasaan pengunaan kokain
 Kebiasaan pengunaan rokok
Pemeriksaan Fisik1–4
 Memastikan lokasi plasenta sebelum melakukan pemeriksaan dalam
 Perdarahan per vaginam biasanya mengikuti irama kontraksi uterus
 Kontraksi berlanjut saat solusinya meluas, dan uterus hipertonus
dapat terjadi
 Bertambahnya tinggi fundus uterus akibat bertambahnya hematoma
intrauterin
 Tidak adanya detak jantung janin
 Tanda-tanda gawat janin:
o Bradikardia janin yang berkepanjangan
o Deselerasi lambat yang repetitif
o Penurunan variabilitas jangka pendek
 Tanda-tanda syok hipovolemik dengan ada atau pun tanpa
perdarahan per vaginam akibat concealed hemorrhage

Pemeriksaan Penunjang2

 Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan darah lengkap
 Pada perdarahan akut, penurunan nilai hematokrit
lebih lambat beberapa jam setelah terjadinya
perdarahan
o Kadar fibrinogen
 Kehamilan dikaitkan dengan hiperfibrinogenemia
sehingga penurunan tingkat fibrinogen yang sedikit
dapat menunjukan koagulopati yang signifikan
 Kadar fibrinogen kurang dari 200 mg / dL
menunjukkan bahwa pasien mengalami solusio berat
o Prothrombin time (PT)/activated partial thromboplastin
time (aPTT)
 Beberapa bentuk koagulasi intravaskular diseminata
(DIC) ada pada 20% pasien dengan solusio parah
 Karena banyak dari pasien ini memerlukan sectio
caesaria, mengetahui status koagulasi pasien sangat
penting
o Golongan darah dan rhesus
 Golongan darah harus diperiksa dan setidaknya 2
unit sel darah merah yang disiapkan jika transfusi
diperlukan
 Golongan darah Rh penting untuk ditentukan, karena
pasien yang Rh-negatif memerlukan globulin imun
Rh untuk mencegah isoimunisasi, yang dapat
memengaruhi kehamilan di masa depan
 Ultrasonografi
o Bukan modalitas yang sensitif
o Memastikan adanya plasenta previa
o Tidak semua kasus dapat terdeteksi secara ultrasonografi
o Pada fase akut, perdarahan pada umumnya hiperechoic,
atau bahkan isoechoic, dibandingkan dengan plasenta;
pendarahan tidak menjadi hypoechoic selama hampir satu
minggu
o Temuan yang mungkin konsisten dengan solusio termasuk:
 Gumpalan retroplasental (yaitu, hyperechoic
menjadi isoechoic pada fase akut, berubah menjadi
hypoechoic dalam minggu)
 Pendarahan tersembunyi/concealed hemorrhage
 Perdarahan yang meluas
 Biophysical Profile
o Mengevaluasi pasien dengan gangguan kronis yang dikelola
secara konservatif
o Skor BPP kurang dari 6 (maksimum 10) mungkin
merupakan tanda awal kompromi janin
o BPP yang dimodifikasi (non-stress test dengan indeks cairan
ketuban) kadang-kadang digunakan untuk monitoring
 Non-Stress Test
o Monitor janin eksternal sering menunjukkan gawat janin:
 Deselerasi lambat
 Bradikardia janin
 Penurunan beat-to-beat variability
o Peningkatan uterine resting tone juga dapat diperhatikan,
bersamaan dengan kontraksi yang sering berkembang
menjadi uterine hyperstimulation
Tatalaksana2,5

Rumah Sakit Perifer


Ketika masuk segera:  Merujuk pasien ke rumah sakit
 Pemeriksaan darah lengkap  Mulai pemantauan janin eksternal
o Kadar Hb dan golongan darah terus menerus untuk denyut jantung
serta dan kontraksi janin
 Gambaran pembekuan darah  Dapatkan akses intravena
o Bleeding time (BT), menggunakan 2 jalur intravena besar
o Clotting time (CT),  Berikan resusitasi cairan kristaloid
o Partial thromboplastin time untuk pasien
(PTT),  Memeriksa golongan darah pasien
o Activated partial  Mulailah transfusi jika pasien secara
thromboplastin time (APTT) hemodinamik tidak stabil setelah
o Kadar fibrinogen resusitasi cairan
 Mulailah pemberian kortikosteroid
Jika perdarahan yang cukup banyak  untuk kematangan paru janin (jika usia
resusitasi dengan pemberian transfusi darah gestasi kurang dari 37 minggu dan
dan kristaloid belum pernah diberikan selama
kehamilan)
Jika usia kehamilan matur:
 Janin hidup:
o Tidak ada fetal distress 
persalinan spontan pervaginam
o Jika ada kontraindikasi
persalinan per vaginam, fetal
distress, keadaan umum ibu
tidak stabil  Sectio
Caesarean
 Janin meninggal:
o Persalinan spontan pervaginam
 bila tidak ada kemajuan
atau keadaan umum ibu
memburuk  Sectio
Caesarean
Jika usia kehamilan premature:
 < 24 minggu:
o Bila keadaan umum ibu tidak
stabil  terminasi kehamilan
o Bila keadaan umum ibu stabil
 penanganan konservatif
 > 24 minggu:
o Bila terjadi fetal distress dan
keadaan umum ibu tidak stabil
 terminasi kehamilan
o Bila tidak ada fetal distress dan
keadaan umum ibu stabil 
penanganan konservatif
 Pemberian
kortikosteroid
 Pemberian tokolitik
 Monitor kesejahteraan
janin dan keadaan ibu
 Lakukan pemeriksaan
USG berkala
 Terminasi pada usia
gestasi 37 – 38 minggu
 Jika janin meninggal  terminasi
kehamilan
1. Cunningham FG, editor. Williams obstetrics. 25th edition. New York: McGraw-Hill; 2018.

2. Abruptio Placentae: Practice Essentials, Etiology, Epidemiology [Internet]. [cited 2019 Apr
4]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/252810-overview

3. Oyelese Y, Ananth C. Placental Abruption. Vol. 108. 2006. 1005 p.

4. Schmidt P, Raines DA. Placental Abruption (Abruptio Placentae). In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2019 [cited 2019 Apr 3]. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482335/

Anda mungkin juga menyukai