Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberkulosis. Biasanya bakteri Mycobacterium tuberculosis mengenai
paru (TB Paru), tetapi juga dapat mengenai tempat lain (TB ekstraparu). Penyakit ini
menyebar saat orang yang sakit dengan TB paru mengeluarkan bakteri ke udara
misalnya dengan batuk. Sebagian kecil (5-10%) yang terpapar TB, diperkirakan
menjadi penyakit TB sebanyak 1,7 juta orang sepanjang hidupnya. Kemungkinan
menjadi penyakit TB1,2

TB merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia. Wolrd


Health Organization (WHO) telah mencanangkan TB sebagai Global Emergency di
tahun 1993. Di dunia, TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian. Jutaan orang
terus menerus menderita penyakit TB setiap tahunnya. Di tahun 2017, diperkirakan
TB menyebabkan 1,3 juta kematian (1,2-1,4 juta) pada populasi HIV-negatif dan
300.000 kematian TB pada populasi HIV-positif. Diperkirakan bahwa 10 juta orang
menderita penyakit TB; 5,8 juta laki-laki, 3,2 juta perempuan, dan 1 juta anak-anak.
Secara keseluruhan penderita TB 90% nya adalah dewasa (≥15 tahun). Sebanyak dua
pertiga berada di delapan negara, salah satunya Indonesia dengan persentase 8% dari
seluruh kasus TB di dunia.1,2

Keparahan epidemik tiap negara sangat beragam pada setiap negara. Di


tahun 2017, kurang dari 10 kasus baru per 100.000 populasi di kebanyakan negara
penghasilan tinggi, 150-400 di kebanyak 30 negara tinggi kasus TB, dan diatas 500 di
beberapa negara Mozambique, Filipina, dan Afrika Selatan.2

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama),


biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, terdapat 3 bentuk dasar TB
paru pada anak yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru
kronik. Sebanyak 0,3-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau
meningitis TB, biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis
endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat
terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). TB kronik bervariasi, bergantung
pada usia terjadi infeksi primer. TB paru kronik biasanya akibat reaktivasi kuman di
daman lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi
pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.3

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.


Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada
saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti-TB (multidrug
resistance / MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. TB resisten obat anti-TB terus-menerus menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Di tahun 2017, sebanyak 558.000 orang mengalami TB resisten
rifampisin (RR-TB) yang merupakan obat lini pertama yang paling efektif, dan 82%
nya adalah TB multi-drug resistan (MDR-TB). Keadaan tersebut akhirnya akan
menyebabkan terjadinya pandemi TB yang sulit ditangani. Tiga negara yang memiliki
setengah dari kasus MDR/RR-TB di dunia adalah India (24%), China (13%) dan
Rusia (10%). Sebanyak 3,5% kasus TB baru dan 18% dari TB lama merupakan TB
MDR/RR. Diantara kasus MDR-TB tersebut, sebanyak 8,5% merupakan TB
exstensively drug-resistant (XDR-TB).2,3

Masalah lain yang ditemukan pada TB kasus baru adalah masalah kurangnya
gizi, infeksi HIV, merokok, diabetes, dan mengkonsumsi alkohol.2

World Health Organization (WHO) menetapkan pada tahun 2030 SDG


epidemik Tuberkulosis di dunia, yang akan ditargetkan batu loncatannya eliminasi
pada tahun 2020 menjadikan penurunan insiden 4-5% setiap tahun dan 10% per tahun
pada tahun 2025. Kematian penderita TB juga harus menurun hingga 10% pada tahun
2020 dan 6,5% pada tahun 2025. Tiga pilar dan komponen untuk menggapai target
tersebut adalah pencegahan dan pengobatan yang terpusat pada pasien yang
terintegrasi, kebijakan politik dan dukungan yang tersistematik, inovasi dan penilitian
yang intensif. Pengobatan semua pasien dengan TB termasuk TB resisten obat dan
dukungan pasien merupakan salah satu bagian pilar dan komponen tersebut.2

Berdasarkan data di atas, menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis


mempunyai risiko kematian yang tinggi di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan
kebijakan dalam penanggulangan tuberkulosis melalui pengadaan obat anti
tuberkulosis (OAT). Kebijakan ini sejalan dengan rekomendasi WHO dimana
penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) dalam strategi DOTS bertujuan untuk
mengurangi penyebaran penyakit TB paru.4

Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2010 didapatkan sebanyak 19,3%


penderita TB paru yang tidak patuh dalam minum obat. Faktor yang mempengaruhi
perilaku kepatuhan pasien dalam minum obat meliputi pengetahuan, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai, dan sikap. Faktor enabling meliputi ketersediaan sarana atau
fasilitas kesehatan dan faktor reinfactoring yaitu dukungan keluarga dan sikap petugas
kesehatan. 4

Insidensi TB paru di Sumatera Barat berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan


di Provinsi Sumatera Barat untuk semua tipe kasus TB dan kasus baru TB paru BTA
positif, dapat dlihat bahwa semua tipe TB sebanyak 131.65 per 100.000 penduduk
atau sekitar 6.852 kasus untuk semua tipe TB. Insidensi kasus baru TB BTA positif
sebesar 4.597 per 100.000 penduduk atau sekitar 5.258 kasus baru TB paru BTA
positif.

085221240608

Oleh karena itu, penulis ingin meneliti faktor yang mempengaruhi kepatuhan
obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Koto Besar.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat anti tuberkulosis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam
minum obat anti tuberkulosis pada pasien tuberkulosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pendidikan, pekerjaa,
pengetahuan, penghasilan, sikap petugas kesehatan, motivasi, sikap
pasien, dukungan keluarga dan jarak rumah dengan puskemas dengan
kepatuhan minum obat anti tuberkulosis pada pasien TB paru
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam minum obat anti
tuberkulosis pada pasien tuberkulosis
1.4.2 Manfaat khusus
Mengertahui faktor yang paling mempengatuhi dan memberiksan saran
berupa inovasi sehingga meningkatkan kepatuhan kepatuhan penderita TB
paru.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

2.1.2 Etiologi

2.1.3 Klasifikasi

2.1.2 Etiologi

2.1.3 Klasifikasi

2.1.4 Epidemiologi

2.1.5 Patogenesis

2.1.6 Tanda dan Gejala Klinis

2.1.7 Diagnosis

2.1
BAB 3
ANALISIS SITUASI

3.1. Data Geografis


Puskesmas Koto Besar merupakan satu-satunya puskesmas yang berada di Kecamatan
Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya. Puskesmas Koto Besar terletak di jalan Poros Abai
Siat, berdiri pada tanggal 1 Mei 2010. Puskesmas Koto Besar merupakan pecahan dari
Puskesmas Sungai Rumbai karena adanya pemekaran dari Kecamatan Sungai Rumbai
menjadi Kecamatan Koto Besar dengan lokasi seluas 2.500 m2 yang merupakan hibah dari
masyarakat. Jarak puskesmas dengan ibukota kabupaten Dharmasraya sekitar 55 km, dengan
wilayah kerja seluas 490,2km2. Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Koto Besar
adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Koto Baru
b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Asam Jujuhan
c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Rumbai
d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Solok Selatan

Gambar 3.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Koto Besar

Puskesmas Koto Besar merupakan salah satu puskesmas terakreditasi Madya tahun
2017 dari 13 puskesmas yang telah terakreditasi di Kabupaten Dharmasraya. Puskesmas Koto
Besar berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan melakukan berbagai
upaya perbaikan, antara lain dengan memenuhi sarana prasarana puskesmas dan jaringannya,
meningkatkan sumber daya manusia serta pemanfaatan sistem informasi kesehatan. Dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Puskesmas Koto Besar
mempunyai ruang lingkup 7 nagari yang sudah mempunyai 5 pustu, dari 32 jorong baru
mempunyai 12 Poskesri, sementara bidan desa berjumlah 15 orang, sehingga jorong yang
tidak memiliki poskesri, bidan desa tinggal di rumah masyarakat.

3.2. Data Demografis


Puskesmas Koto Besar terletak di Jalan Poros Abai Siat yang termasuk dalam wilayah
Kenagarian Koto Besar, Kecamatan Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya. Luas wilayah
kerja Puskesmas Koto Besar adalah 490,2 km2 yang tersebar di 7 nagari dengan jumlah
penduduk sebesar 24.606 jiwa. Luas wilayah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Koto Besar
No Nagari Luas Wilayah Jumlah Penduduk Jumlah KK
1 Koto Besar 31,5 km2 920 210
2 Abai Siat 127,8 km2 5.298 1.395
3 Bonjol 268,8 km2 3.719 1.120
4 Koto Ranah 9,3 km2 4.508 1.302
5 Koto Gadang 17,2 km2 4.270 1.183
6 Koto Laweh 27,3 km2 2.923 903
7 Koto Tinggi 8,4 km2 2.967 767
Jumlah 490,2 km2 24.605 6.880

Pada tahun 2016 jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas Koto Besar adalah
24.606 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 6.880 KK.
Adapun jejaring Puskesmas Koto Besar, Kecamatan Koto Besar ini adalah:
a. Puskesmas induk : 1 buah
b. Puskesmas Pembantu : 5 buah
c. Poskesri : 12 buah
d. Posyandu : 21 buah
e. Posyandu Lansia : 11 buah

3.3. Organisasi dan Manajemen


Organisasi dan manajemen tingkat puskesmas termasuk Puskesmas Koto Besar telah
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan/ Permenkes No 75 tahun 2014 tentang puskesmas
dan Permenkes No 44 tahun 2016 tentang pedoman manajemen puskesmas. Manajemen
puskesmas juga didukung dalam SK Walikota No. 58 Tahun 2008 tentang struktur organisasi
dan tata kerja puskesmas sebagai UPT Dinas Kesehatan. Dengan demikian posisi organisasi
puskesmas dalam legal aspek sangat kuat karena merupakan bagian dari pemerintah daerah.
Puskesmas Koto Besar dibangun di atas tanah dengan luas tanah 770 m2, dengan luas
bangunan 308 m2 terdiri dari:
- Ruangan pendaftaran - KB IVA
- Ruang rekam medis - Laboratorium
- Poli Umum - Apotik
- Poli Gigi - UGD
- Konseling - Pimpinan
- Poli KIA Anak - Ka TU
- Poli KIA Ibu
Puskesmas Koto Besar telah menyediakan denah ruangan pintu masuk puskesmas,
sehingga mempermudah pasien melihat ruangan yang akan dituju.
1. Sarana kesehatan Puskesmas Koto Besar
Dalam memberikan pelayanan kesehatan, Puskesmas Koto Besar berusaha untuk
menjangkau semua masyarakat yang ada di wilayan kerjanya dengan adanya jejaring, hal
ini terlihat dengan adanya 5 puskesmas pembantu dan 12 poskesri yang berada di 7 nagari.
2. Sarana Medis Puskesmas Koto Besar
Sarana Medis Puskesmas Koto Besar selain dari sarana yang standar yang ada di
Puskesmas, juga mempunyai sarana medis yang canggih, seperti :
a. USG
b. EKG
c. Suction
3. Sarana Penunjang Puskesmas Koto Besar sebagai berikut :
a. Layanan Ramah disabilitas
b. Layanan Ramah Anak
c. Sistem Aplikasi ASPAK
d. Sistem Aplikasi e-Puskesmas
e. Monitor Antrian Pasien
4. Sumber Daya Manusia
Puskesmas Koto Besar memiliki 5 puskesmas pembantu dan 12 poskesri sebagai upaya
untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan membantu pelaksanaan
program menuju tercapainya visi dan misi puskesmas.
Tabel 3.2 SDM Puskesmas Koto Besar 2019
Status Kepegawaian
No Tenaga PNS Honor Daerah PTT Sukarela
1 S1 Kedokteran Umum 3
2 S1 Kedokteran Gigi 1
3 S1 Kesehatan Masyarakat 1 2
4 Ners Keperawatan 3
5 DIII Keperawatan 5 2
6 SPK 1
7 DIII Kebidanan 6 12
8 DIV Kebidanan 4
9 DIII Nutrisionis 1 1
10 DIII Sanitarian 1
11 DIII Farmasi 1 1
12 DIII Analis Kesehatan
13 DIII Rekam Medik 1 2
14 SLTA 4
Jumlah 21 0 4 27
DAFTAR PUSTAKA

1. Persatuan Dokter Paru Indonesiia. Pedoman Diagnsois dan Penatalaksanaan


Tuberkulosis di Indonesia.1-55
2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report 2018. Geneva. P1-277.
3. Werdha RA, Patofiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. FK-UI. 1-18
4. Gendhis ID, Yunie A, Mamat S. Hubungan antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat pada Pasien TB Paru di BKPM
Pati. 2011.

Anda mungkin juga menyukai