Anda di halaman 1dari 38

1

A. PENDAHULUAN
Hipertensi atau peningkatan tekanan darah masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat global. Data WHO tahun 2015
menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi.
Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi,
hanya 36,8% di antaranya yang minum obat. Hipertensi memberikan
kontribusi pada kejadian penyakit jantung, stroke, gagal ginjal,
kematian dini, dan kecacatan. Pada tahun 2008, secara global,
penyakit kardiovaskular menyumbang sekitar 17 juta kematian per
tahun, hampir sepertiga dari total kematian. Dari jumlah tersebut,
komplikasi dari hipertensi mencapai 9,4 juta kematian di seluruh
dunia setiap tahun. Hipertensi menyebabkan setidaknya 45% dari
total kematian yang disebabkan penyakit jantung dan 51% dari total
kematian yang disebabkan stroke (WHO, 2013; WHO, 2017).
Tahun 2016 masih terdapat gambaran yang sama yaitu
penyakit kardiovaskular menyumbang sekitar 17,9 juta kematian per
tahun, hampir sepertiga dari total kematian (WHO, 2018).
Meningkatnya prevalensi hipertensi dikaitkan dengan pertumbuhan
penduduk, penuaan, dan faktor risiko perilaku, seperti diet tidak
sehat, konsumsi alkohol, kurangnya aktivitas fisik, berat badan
berlebih, faktor stress yang persisten. Jika tindakan yang tepat tidak
diambil, kematian akibat penyakit kardiovaskular diproyeksikan
akan meningkat terus (gambar 1.1) (WHO, 2008).
2

Gambar 1.1. Proyeksi Kematian yang Disebabkan Penyakit Tidak


Menular dari 2008-2030 (WHO, 2008)

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,


prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 25,8%, prevalensi tertinggi
terjadi di Bangka Belitung (30,%) dan yang terendah di Papua
(16,8%). Data WHO 2015 menunjukkan prevalensi hipertensi pada
penduduk usia 18 tahun ke atas di Indonesia sekitar 23,8%.
Sementara itu, data Survei Indikator Kesehatan Nasional (Sirkesnas)
tahun 2016 menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi pada
penduduk usia 18 tahun ke atas sebesar 32,4%. Data Jawa Tengah
2016 menunjukkan prevalensi hipertensi sebesar 11,5%, sedangkan
prevalensi di Kabupaten Karanganyar sebesar 13,5%. Selain itu,
menurut data BPJS Kesehatan, biaya pelayanan hipertensi
mengalami peningkatan setiap tahunnya, yakni Rp. 2,8 triliun pada
2014, Rp. 3,8 triliun pada 2015, dan Rp. 4,2 triliun pada 2016
(Dinkes Jateng, 2016; Kemenkes RI, 2018).
Pemerintah melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK) dan Gerakan Masyarakat Hidup
3

Sehat (Germas) untuk mengendalikan hipertensi. Germas dilakukan


dengan melakukan aktifitas fisik, menerapkan perilaku hidup sehat,
konsumsi pangan sehat dan bergizi, melakukan pencegahan dan
deteksi dini penyakit, meningkatkan kualitas lingkungan menjadi
lebih baik, dan meningkatkan edukasi hidup sehat. Sedangkan WHO
mencanangkan program “best buys” dengan 16 indikator dalam
penanganan penyakit tidak menular. Dengan penerapan program ini
oleh seluruh negara, diharapkan pada tahun 2018 dan 2025 terjadi
pencegahan kematian dini oleh penyakit tidak menular sebesar 9.6
juta (Kemenkes, 2018; WHO, 2018).
Salah satu pendekatan yang sering dipakai dalam mengontrol
hipertensi adalah pengobatan. Obat penurun tekanan darah adalah
obat yang paling umum diresepkan oleh dokter. Meskipun
ketersediaan lebih dari seratus obat berbeda yang efektivitasnya
terbukti dalam pengobatan hipertensi, tingkat kontrol tekanan darah
yang dilaporkan masih sangat rendah (Pickering, 2001; Kamran et al,
2014). Kepatuhan dalam pengobatan diartikan sebagai perilaku
pengambilan obat dari pasien sesuai dengan rekomendasi pelayanan
kesehatan. Hal ini sangat penting dalam pengendalian tekanan darah.
Ketidakpatuhan dalam pengobatan hipertensi merupakan penyebab
besar kegagalan pengendalian tekanan darah. Sebanyak setengah
kegagalan dalam pengendalian tekanan darah mungkin disebabkan
ketidakpatuhan tersebut (Hughes, 2001; Shameena et al, 2017).
Health belief model (HBM) diterapkan pada studi kasus ini
dengan tujuan untuk mengevaluasi kepatuhan pengobatan hipertensi
dan kaitannya dengan faktor-faktor yang berhubungan. Sejak awal
1950-an, HBM merupakan salah satu kerangka kerja konseptual
yang paling banyak digunakan dalam penelitian perilaku kesehatan,
baik untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku yang
4

berhubungan dengan kesehatan serta sebagai kerangka pedoman


untuk melakukan intervensi kesehatan. Teori ini juga mengusulkan
bahwa karakteristik individu dapat mempengaruhi persepsi mereka
tentang kerentanan, keparahan, manfaat, hambatan, isyarat untuk
tindakan, dan efikasi diri. Faktor-faktor lainnya termasuk usia, jenis
kelamin, ras, latar belakang etnis, kelas sosial, kepribadian, dan
pengetahuan atau kontak sebelumnya dengan masalah kesehatan.
(Champion&Skinner, 2008; Sarafino&Smith, 2011).

B. ANALISIS SITUASI
Keunggulan suatu organisasi ditentukan oleh cara bagaimana
manajemen mengelola dan memberdayakan sumber daya sebagai
masukan (input) organisasi. Masukan adalah semua jenis sumber
daya yang digunakan dalam proses transformasi (konversi) untuk
menghasilkan keluaran (output). Berikut merupakan sumber daya
dan keluaran program Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar:
1. Sumber Daya (masukan)
a. Man: 1 bidan
b. Money: Alokasi dana BPJS, untuk kegiatan insidental
disubsidi klinik dan kas klub prolanis
c. Material: obat disediakan BPJS, alat kesehatan disediakan
klinik. Kendala obat terjadi karena perubahan sistem Prolanis
dari BPJS. Pasien harus masuk program rujuk balik dari
dokter spesialis dulu meskipun bisa terkendali di klinik.
d. Market: promosi masih dilaksanakan di dalam gedung
(pasien dan keluarga yang datang ke klinik diedukasi tentang
Prolanis). Pembuatan spanduk dan launching klub prolanis
pernah diadakan.
e. Methode: promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif.
5

f. Minute: ada kendala waktu antara petugas kesehatan dan


sasaran program.
g. Machine: Ruangan yang representatif belum ada. Media
edukasi: LCD, laptop, flipchart, video, dan poster.
Kendalanya yaitu belum ada tenaga desain untuk membuat
media yang menarik.
h. Information: Web Kemenkes, BPJS dan panduan klinis dari
ikatan profesi serta seminar-seminar mandiri (delegasi klinik)
dan seminar yang diadakan BPJS.
2. Program Prolanis (keluaran)
a. Penyuluhan kesehatan
b. Senam
c. Home visit
d. Kegiatan insidental :
e. Kunjungan ke tempat wisata
f. Menjenguk anggota klub yang sakit secara insidental.
g. Pengajian saat buka bersama di bulan Ramadhan.
3. Efisiensi dan Efektivitas Prolanis
Kinerja organisasi tidak hanya diukur melalui kinerja
perorangan (personal perfomance) atau suatu unit, tetapi juga
kinerja organisasi (social perfomance). Ada dua aspek penting
dalam pengukuran kinerja, yaitu aspek efisiensi dan efektivitas.
Efisiensi menunjukkan bagaimana mencapai keluaran, yakni
dibanding dengan usaha, biaya atau pengorbanan yang harus
dikeluarkan. Efisiensi berkaitan dengan pencapaian keluaran.
Sedangkan keluaran diakibatkan dari masukan. Dengan demikian
efisiensi adalah perbandingan terbaik antara hasil keluaran yang
diperoleh dan kegiatan yang dilakukan serta sumber-sumber atau
masukan yang dipergunakan dalam sumber-sumber tersebut
6

tercakup tenaga kerja, biaya, material, alat-alat kerja, waktu dan


sebagainya.
Efektivitas berkaitan seberapa jauh sasaran telah dapat
dicapai atau tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk
mencapai tujuan. Dengan perkataan lain efektivitas adalah hasil
guna yang dicapai oleh organisasi untuk mencapai sasaran atau
tujuannya. Jika efisiensi berfokus pada masukan dan keluaran,
maka efektivitas berfokus pada hasil akhir (outcome). Suatu
organisasi dikatakan efektif apabila keluaran yang dihasilkan
dapat memenuhi tujuan yang diharapkan (spending wisely).
Cara paling sering yang digunakan untuk mengukur
efektivitas adalah dengan menggunakan rasio tujuan/keluaran.
Cara yang paling sering yang digunakan untuk mengukur
efisiensi adalah dengan menggunakan rasio keluaran/masukan.
Jadi, makna efektivitas memiliki konsep yang lebih luas dari
pada konsep efisiensi.
a. Efisiensi Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
Efisiensi prolanis di klinik Griya Husada 4 dinilai
dengan menggunakan kepatuhan berobat penderita hipertensi
sebagai keluaran. Berikut cara pengukuran efisiensinya:
Kepatuhan berobat penderita hipertensi
Efisiensi =
7M + 1I
9.1%
Efisiensi =
7M + 1I
Prolanis di klinik Griya Husada belum dapat
dikatakan efisiensi. Sumber daya yang ada belum dapat
menghasilkan kepatuhan berobat penderita hipertensi yang
tinggi (>50%).
7

b. Efektivitas Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar


Penderita hipetensi dengan TD terkontrol
Efektivitas =
Kepatuhan berobat penderita hipertensi
73.08
Efektivitas =
9.1
Pengelolaan kasus hipertensi pada Program
pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) klinik Griya Husada 4
Karanganyar belum dapat dikatakan efektif. Penderita
hipertensi dengan tekanan darah terkontrol sebesar 73.08%.
Salah satu indikator keberhasilan program ini adalah 75%
peserta terdaftar yang berkunjung ke fasilitas kesehatan
tingkat pertama memiliki hasil baik (terkontrol) pada
pemeriksaan spesifik terhadap hipertensi sesuai Panduan
Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi
penyakit.

Sumber daya yang ada menunjukkan adanya beberapa


keterbatasan, terutama pada sumber daya manusia (man). Dalam
hal peningkatan kualitas pelayanan, sumber daya manusia ini
perlu ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Dengan sumber daya manusia yang memadai diharapkan dapat
terwujud pengelolaan yang optimal pada sumber daya yang lain,
sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan
di klinik tersebut.
8

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Menurunkan morbiditas hipertensi
b. Menurunkan mortalitas akibat hipertensi dan komplikasinya
c. Meningkatkan jumlah penderita hipertensi dengan tekanan
darah terkontrol, yaitu dengan target ≥75%
d. Meningkatkan kepatuhan berobat penderita hipertensi
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara persepsi kerentanan (perceived
suscepibility) dan kepatuhan berobat penderita hipertensi
klub Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
2. Mengetahui hubungan antara persepsi keseriusan (perceived
severity) dan kepatuhan berobat penderita hipertensi klub
Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
3. Mengetahui hubungan antara persepsi manfaat (perceived
benefit) dan kepatuhan berobat penderita hipertensi klub
Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
4. Mengetahui hubungan antara persepsi hambatan (perceived
barrier) dan kepatuhan berobat penderita hipertensi klub
Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
5. Mengetahui hubungan antara isyarat untuk tindakan (cues to
action) dan kepatuhan berobat penderita hipertensi klub
Prolanis Klinik Griya Husada 4 Karanganyar
6. Mengetahui hubungan antara efikasi diri (self efficacy) dan
kepatuhan berobat penderita hipertensi klub Prolanis Klinik
Griya Husada 4 Karanganyar
9

D. TINJAUAN PUSTAKA
Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model, HBM)
merupakan model perilaku kesehatan pertama dan tertua. Model ini
dikembangkan pertama kali pada tahun 1950an oleh sekelompok ahli
psikologi di Departemen Kesehatan Amerika untuk menjelaskan
kegagalan luas dalam program skrining penyakit. HBM merupakan
salah satu kerangka kerja konseptual yang paling banyak digunakan
dalam penelitian perilaku kesehatan, baik untuk membantu
memahami mengapa seseorang melakukan atau tidak melakukan
perilaku kesehatan maupun sebagai kerangka pedoman untuk
melakukan intervensi kesehatan (Champion&Skinner, 2008; Glanz et
al, 2010).
1. Pengertian HBM
Health Belief Model (HBM) adalah model teoritis yang
digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku
kesehatan. HBM berfokus pada pengambilan keputusan
kesehatan berdasarkan sikap dan keyakinan individu. HBM
merupakan teori intrapersonal (dalam diri individu) meliputi
pengetahuan dan keyakinan yang digunakan dalam promosi
kesehatan untuk merancang program pencegahan maupun
intervensi. Model ini mencoba menjelaskan kondisi di mana
seseorang akan terlibat dalam perilaku kesehatan individu seperti
perilaku pencegahan atau pengobatan suatu penyakit
(Rosenstock, 1966; Janz&Becker, 1984; Burke, 2013; Luger,
2013; Sulaeman, 2016).
2. Kerangka Konsep Model HBM
Dimensi-dimensi yang terdapat dalam HBM adalah: (1)
Kesiapan individu untuk merubah perilaku untuk memghindari
suatu penyakit atau memperkecil faktor risiko suatu masalah
10

kesehatan; (2) Dorongan dalam lingkungan individu yang


menyebabkan individu tersebut merubah perilaku; dan (3)
Perilaku itu sendiri. Kesiapan individu dipengaruhi oleh: (1)
Persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit dan potensi
ancaman; (2) Motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap
penyakit; (3) Potensi ancaman; dan (4) Adanya kepercayaan
bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan
(Sulaeman, 2016).
HBM mengandung konsep utama yaitu memprediksi
alasan seseorang melakukan perilaku atau tindakan tertentu untuk
menjaga, melindungi, dan mengendalikan kondisi sakit, dengan
melihat beberapa sudut pandang. HBM mencakup lima unsur
utama (Rosenstock, 1974), yakni: (1) Kerentanan yang dirasakan
(perceived susceptibility) yaitu persepsi individu tentang
kemungkinan terkena suatu penyakit-mengacu pada keyakinan
tentang risiko atau kerentanan terhadap kondisi atau penyakit; (2)
Keparahan/keseriusan yang dirasakan (perceived
severity/seriousility) yaitu pandangan individu tentang beratnya
penyakit-mengacu pada keyakinan mengenai kemungkinan
keparahan penyakit atau kondisi; (3) Persepsi individu tentang
makin besarnya ancaman (perceived threats); (4) Persepsi
individu tentang manfaat dan hambatan dari pelaksanaan suatu
alternatif tindakan yang ditawarkan oleh petugas kesehatan
(perceived benefits and barriers). Manfaat yang dirasakan
mengacu pada nilai atau manfaat yang dirasakan dari perilaku
kesehatan dalam mengurangi risiko kondisi atau penyakit.
Hambatan yang dirasakan mengacu pada setiap kendala atau
hambatan untuk perubahan perilaku yang dianggap menurunkan
risiko; (5) Adanya pencetus untuk memutuskan menerima atau
11

menolak alternatif tindakan (cues to action). Perkembangan


selanjutnya ditambah (6) Self-efficacy (efikasi diri). Keenam
unsur utama terebut disebut juga sebagai konsep kunci HBM.
Masing-masing persepsi, secara individu atau dalam kombinasi
dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan. Pada
tahun 1988, konstruksi lainnya telah ditambahkan ke HBM,
dengan menambahkan isyarat untuk bertindak (cues to action),
faktor motivasi, dan efisiensi diri.
Tabel 4.1. Konsep kunci HBM dan strategi intervensi
(Champion&Skinner, 2008; Hayden, 2009; Thalacker, 2011; Orji
et al, 2012)
No. Konsep Definisi Aplikasi
1. Persepsi Keyakinan akan Mendefinisikan
kerentanan kemungkinan sakit populasi berisiko
(perceived yang terjadi pada dan tingkat risiko;
susceptibili dirinya memetakan risiko
ty) individu berdasarkan
karakteristik atau
perilaku seseorang;
menjadikan
kerentanan yang
dirasakan lebih
konsisten dengan
risiko individu
2. Persepsi Keyakinan akan Menentukan
keparahan/ tingkat keparahan konsekuensi dari
keseriusan apabila seseorang suatu risiko dan
(perceived menderita penyakit kondisi
severity/se serta akibatnya
riousility)
3. Persepsi Keyakinan akan Menentukan
manfaat manfaat dari pengambilan suatu
(perceived rekomendasi yang tindakan:
benefits) diberikan dengan bagaimana, di mana,
tujuan menurunkan kapan; memperjelas
risiko atau efek positif yang
keparahan suatu diharapkan
dampak kondisi
yang dialami
12

4. Persepsi Keyakinan Mengidentifikasi


hambatan seseorang terhadap dan mengurangi
(perceived sesuatu yang dapat persepsi hambatan
barriers) menghambatnya melalui jaminan,
untuk mengambil koreksi terhadap
suatu kekeliuran informasi
tindakan/perilaku yang ada, insentif,
kesehatan dan dan bantuan
keyakinan terhadap
dampak negatif dari
perilaku kesehatan
tersebut
5. Isyarat Faktor-faktor yang Memberikan
untuk menjadikan informasi tentang
tindakan seseorang memulai perilaku kesehatan;
(cues to untuk mengambil meningkatkan
action) suatu cara dalam kesadaran;
perubahan perilaku. penggunaan sistem
Faktor ini terdiri pengingat yang
dari internal dan tepat; strategi umpan
eksternal. balik personal dapat
digunakan sebagai
pemicu internal
6. Efikasi diri Keyakinan Memberikan
(self- seseorang bahwa pelatihan dan
efficacy) dia mampu bimbingan tentang
melakukan perilaku tindakan yang
kesehatan direkomendasikan;
role play;
mengurangi
kecemasan;
demonstrasi perilaku
kesehatan

3. Aplikasi HBM
HBM diaplikasikan untuk memprediksi berbagai perilaku
yang berhubungan dengan kesehatan seperti deteksi dini penyakit
tanpa gejala dan imunisasi. HBM juga diaplikasikan untuk
memahami tanggapan pasien yang didiagnosis penyakit, sesuai
dengan rejimen pengobatan, perilaku gaya hidup, dan perilaku
13

yang berkaitan dengan penyakit kronis (Glanz et al, 2008; Janz et


al, 1984).
HBM telah digunakan untuk mengembangkan intervensi
yang efektif untuk mengubah perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan dengan menargetkan berbagai aspek konstruksi kunci
HBM (Carpenter et al, 2010; Rosenstock et al, 1988). Intervensi
berdasarkan HBM bertujuan untuk meningkatkan kerentanan dan
keseriusan yang dirasakan terhadap suatu kondisi kesehatan
dengan memberikan pendidikan tentang prevalensi dan insidensi
penyakit, perkiraan risiko individual, dan informasi tentang
konsekuensi dari penyakit (Rosenstock, 1988).
Intervensi juga dapat bertujuan untuk mengubah analisis
biaya-manfaat terkait promosi perilaku kesehatan, yaitu
meningkatkan manfaat yang dirasakan dan menurunkan
hambatan yang dirasakan. Hal ini dilakukan dengan cara
memberikan informasi tentang manfaat berbagai perilaku dalam
mengurangi risiko penyakit dan mengidentifikasi hambatan yang
dirasakan. Di samping itu, pemberian insentif juga dapat
dilakukan agar seseorang dapat terlibat dalam promosi kesehatan
maupun dukungan social. Sumber daya lainnya juga dapat
diberikan untuk mendorong perilaku kesehatan (Glanz et al,
2008).
Intervensi berbasis HBM dapat memberikan pengaruh
pada konsep isyarat untuk bertindak (cues to action) untuk
mengingatkan dan mendorong individu untuk terlibat dalam
promosi perilaku kesehatan. Intervensi juga dapat bertujuan
untuk meningkatkan efikasi diri dengan memberikan pelatihan
dan bimbingan tentang perilaku kesehatan tertentu
(Champion&Skinner, 2008).
14

Penelitian menghasilkan area luas yang bisa


diidentifikasikan dengan HBM, meliputi: (a) Perilaku kesehatan
preventif (preventive health behaviour), termasuk promosi
kesehatan, seperti olahraga dan perilaku mengurangi risiko
kesehatan seperti pemberian vaksinasi; (b) Perilaku peran sakit
(sick role behaviour), artinya mengikuti rekomendasi dari medis,
biasanya diikuti diagnosis dari professional tentang penyakit, dan
(c) Pengguna klinik (clinic use), termasuk kunjungan dengan
alasan yang bervariasi.
Tabel 4.2. Aplikasi HBM pada perilaku peran sakit yaitu aplikasi
HBM pada kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi
(Champion, 1984; Yang et al, 2016):
No. Konsep Pernyataan
1. Persepsi kerentanan Tekanan darah saya mudah naik
(perceived jika tidak minum obat
susceptibility) antihipertensi.
2. Persepsi Tekanan darah yang tidak
keparahan/keseriusan terkontrol dapat menyebabkan
(perceived komplikasi dan kematian.
severity/seriousility)
3. Persepsi manfaat Dengan minum obat
(perceived benefits) antihipertensi secara teratur,
komplikasi dapat dicegah.
4. Persepsi hambatan Saya khawatir dengan efek
(perceived barriers) samping obat antihipertensi.
5. Isyarat untuk Keluarga selalu mengingatkan
tindakan (cues to saya untuk minum obat
action) hipertensi.
6. Efikasi diri (self- Saya yakin akan kemampuan
efficacy) saya dalam kepatuhan minum
obat antihipertensi.

4. Kekuatan dan Kelemahan HBM


Kekuatan HBM menurut Lewis et al adalah: (a) fakta-
fakta mendukung kegunaan HBM dalam meramalkan perilaku
atau meningkatkan efektivitas intervensi; dan (b) banyak berguna
15

untuk perilaku pencegahan tradisional (seperti imunisasi,


pemeriksaan kesehatan). Kekuatan HBM lainnya adalah: (a)
mudah dan murah, (b) sebagai bentuk intervensi praktis untuk
penelitian dan pelayanan kesehatan khususnya berhubungan
dengan perilaku pencegahan penyakit (misal skringing,
imunisasi, vaksinasi), dan (c) sebagai instrument untuk
melakukan analisis perilaku yang berisiko terhadap kesehatan
(Sulaeman, 2016).
Kelemahan HBM menurut Lewis et al adalah: (a) kurang
berguna untuk masalah kompleks, perilaku waktu lama (seperti
ketergantungan alkohol) dan (b) tidak memperhitungkan
kekuatan lain di samping dari kepercayaan perorangan yang
memengaruhi perilaku (seperti keadaan sosio-ekonomi atau akses
layanan kesehatan). Keterbatasan HBM lainnya menurut
Rosenstock adalah HBM lebih berlaku untuk masyarakat kelas
menengah. HBM berupaya untuk memprediksi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan dengan memperhitungkan
perbedaan individu dalam keyakinan dan sikap. Namun, tidak
memperhitungkan faktor-faktor lain yang memengaruhi perilaku
kesehatan. Individu terlibat dalam beberapa perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan untuk alasan yang tidak terkait
dengan kesehatan, misalnya berolahraga untuk alasan estetika
(Sulaeman, 2016).
Keterbatasan HBM menurut Glanz et al adalah HBM
tidak mempertimbangkan dampak emosi pada perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan. Keterbatasan HBM lainnya
adalah konstruksi teoritis HBM didefinisikan secara luas, namun
HBM tidak menentukan bagaimana konstruksi dari model
berinteraksi satu sama lain (Sulaeman, 2016).
16

E. APLIKASI MODEL PROMOSI KESEHATAN


1. Kerangka Teori

LATAR PERSEPSI AKSI


BELAKANG
Ancaman Pencetus aksi
 Persepsi kerentanan  Media
(atau menerima  Pengaruh
diagnosis) personal
 Persepsi  Pengingat
keparahan/keseriusan
Faktor sosio- dari keadaan sakit-sehat
demografi Perilaku untuk
(umur, jenis mengurangi
kelamin, ancaman
pendidikan, berbasis pada
suku, etnis) Harapan harapan
 Persepsi manfaat
/keuntungan dari aksi
 Persepsi hambatan dari
aksi
 Efikasi diri untuk
melakukan aksi

2. Kerangka Konsep

LATAR PERSEPSI AKSI


BELAKANG
Pencetus aksi
Ancaman  Media
 Persepsi kerentanan  Pengaruh
 Persepsi personal
keparahan/keseriusan  Pengingat

Faktor sosio-
demografi Kepatuhan
responden berobat pada
(umur, jenis penderita
kelamin, hipertensi
pendidikan)
Harapan
 Persepsi manfaat
 Persepsi hambatan
 Efikasi diri
17

3. Hipotesis
a. Adanya hubungan antara persepsi kerentanan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi
b. Adanya hubungan antara persepsi keseriusan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi
c. Adanya hubungan antara persepsi manfaat dengan kepatuhan
berobat penderita hipertensi
d. Adanya hubungan antara persepsi hambatan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi
e. Adanya hubungan antara isyarat untuk tindakan dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi
f. Adanya hubungan antara efikasi diri dengan kepatuhan
berobat penderita hipertensi
4. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif
dengan desain penelitian cross sectional. Desain ini digunakan
karena variabel terikat dan variabel bebas pada saat yang
bersamaan diobservasi dengan cara menyebarkan dan mengisi
kuesioner kepada responden.
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
1) Populasi target
Populasi target yang digunakan pada penelitian ini adalah
penderita hipertensi.
2) Populasi terjangkau
Populasi terjangkau yang digunakan pada penelitan ini
adalah penderita hipertensi di Klinik Griya Husada 4
Karanganyar bulan September 2018.
18

b. Sampel
Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan
consecutive sampling, yaitu semua subjek yang memenuhi
kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai
jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi. Sampel yang
diteliti merupakan populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
1) Kriteria inklusi
a) Penderita hipertensi di Klinik Griya Husada 4
Karanganyar pada bulan September-Oktober 2018.
b) Bersedia menjadi subjek penelitian informed consent.
c) Telah mengonsumsi obat hipertensi minimal enam
bulan.
2) Kriteria eksklusi
Kondisi kesehatan yang spesifik: stroke, penurunan
kesadaran.
6. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
1) Perceived susceptibility (persepsi kerentanan)
2) Perceived severity/seriousility (persepsi
keparahan/keseriusan)
3) Perceived benefits (persepsi manfaat)
4) Perceived barriers (persepsi hambatan)
5) Cues to action (isyarat untuk tindakan)
6) Self-efficacy (efikasi diri)
b. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan berobat
penderita hipertensi.
19

7. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi operasional
Cara Skala
No Variabel Definisi Hasil Ukur
Ukur Ukur
1. Persepsi Pernyataan Kuesio 4-20 Numerik
kerentanan responden yang ner
menyatakan
dirinya merasa
rentan/mudah
terkena dan
terserang
hipertensi
2. Persepsi Pernyataan Kuesio 4-20 Numerik
keparahan responden yang ner
merasa bahwa
hipertensi
menimbulkan
masalah serius
bagi hidupnya
3. Persepsi Pernyataan Kuesio 4-20 Numerik
manfaat responden adanya ner
keuntungan yang
didapat dari
kepatuhan berobat
4. Persepsi Pernyataan adanya Kuesio 5-25 Numerik
hambatan hambatan yang ner
dirasakan
responden dalam
kepatuhan berobat
5. Isyarat Pernyataan tentang Kuesio 4-20 Numerik
untuk faktor-faktor yang ner
tindakan menjadikan
responden patuh
dalam meminum
obat hipertensi
6. Efikasi diri Responden merasa Kuesio 4-20 Numerik
yakin akan ner
kemampuan
dirinya meminum
obat hipertensi
secara rutin
7. Kepatuhan Kepatuhan Morisk 8= tinggi
20

berobat responden dalam ys 6-7= sedang


penderita meminum obat Medica <6=rendah
hipertensi hipertensi sesuai tion
petunjuk dokter. Adhere
nce
Scale 8
(MMA
S-8).

8. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer didapat
dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner konsep HBM mengacu
dari penelitian Yang et al (2016), Santhi (2012), dan Champion
(1984) yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan peneliti. Sedangkan
kuesioner kepatuhan berobat menggunakan Moriskys Medication
Adherence Scale (MMAS-8). Kegiatan pengumpulan data dilakukan
oleh peneliti
9. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk memperoleh gambaran
masing-masing variabel, tabel yang ditampilkan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi untuk mengetahui variasi serta besar
proporsi penyebarannya.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat untuk mendapatkan informasi tentang
hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat yang terdapat
dalam hipotesis penelitian. Ditinjau dari skala data pada beberapa
variabel yaitu variabel bebas berupa numerik dan variabel terikat
berupa ordinal maka uji statistik yang digunakan pada penelitian
ini adalah uji Spearman. Analisis dibantu dengan IBM SPSS
Statistics 22 Licens Authorization Wizard.
21

Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95% dengan


batas kemaknaan 0.05. Bila hasil uji statistic menunjukkan nilai p
value ≤ 0.05 artinya hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung bermakna, tetapi bila terjadi sebaliknya yaitu p value
>0.05 maka hubungan antara variabel bebas dan variabel
tergantung tidak bermakna.
10. Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah cakupan Klinik Griya
Husada 4 Karangnyar.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2018 sampai
dengan 17 Oktober 2018 (12 hari).
11. Hasil Penelitian
Penelitian pada tanggal 6 Oktober 2018 sampai dengan 17
Oktober 2018 (12 hari) di wilayah cakupan Klinik Griya Husada 4
Karangnyar dilakukan untuk melihat hubungan persepsi responden
berdasarkan teori perilaku kesehatan Health Belief Model dengan
kepatuhan berobat penderita hipertensi. Jumlah responden pada
penelitian ini adalah 11 orang.
a. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dilihat berdasarkan karakteristik sosio-
demografi dan pola hidup responden (Tabel 5.2).
22

Tabel 5.2. Karakteristik responden (n=11)


Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Umur
40-49 5 45.45
50-59 5 45.45
>59 1 9.09
Jenis kelamin
Laki-laki 2 18.18
Perempuan 9 81.81
Pendidikan
SD 4 36.36
SMP 0 0
SMA 6 54.55
Perguruan tinggi 1 9.09
Pekerjaan
Bekerja 4 36.36
Tidak bekerja 7 63.64
Merokok
Ya 1 9.09
Tidak 10 90.9
Olahraga
Ya 4 36.36
Tidak 7 63.64
Rentang umur responden yaitu 42 sampai dengan 72, dengan
dominasi pada kelompok umur 40-49 (45.45%) dan kelompok
umur 50-59 (45.45%). Jenis kelamin responden didominasi oleh
perempuan (81.81%). Tingkat pendidikan terbanyak adalah SMA
(54.55%), sedangkan sebagian besar responden tidak bekerja
(63.64%). Data pola hidup responden menunjukkan kebiasaan
tidak merokok sebesar 90.9% dan kebiasaan olahraga sebesar
36.36%.
23

b. Gambaran Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi


Tabel 5.3. Kepatuhan berobat responden
Karakteristik Jumlah Persentase (%)
Rendah 1 9.1
Sedang 3 27.3
Tinggi 7 63.6
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan bahwa kepatuhan berobat
responden masih sangat rendah (63.6%).
c. Gambaran Variabel HBM Responden
Tabel 5.4. Gambaran variabel HBM responden
Pemusatan dan Uji
No. Variabel Penyebaran Distribusi
Data Data
1. Persepsi kerentanan 16.0 (8.0-17.0) 0.001
2. Persepsi keparahan 15.64±1.75 0.065
3. Persepsi manfaat 15.18±3.06 0.130
4. Persepsi hambatan 14.18±2.04 0.142
5. Isyarat untuk tindakan 14.27±2.41 0.091
6. Efikasi diri 16.0 (8.0-20.0) 0.008

Tabel 5.4 menunjukkan pemusatan, penyebaran, dan distribusi


data variabel HBM responden. Dari enam variabel, 4 variabel
menunjukkan distribusi yang normal (p>0.05), yaitu persepsi
keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan, dan isyarat
untuk tindakan. Pemusatan dan penyebaran data dengan
distribusi normal menggunakan rerata dan simpang baku,
sedangkan data dengan distribusi tidak normal menggunakan
median dan nilai minimum-maksimum.
24

d. Hubungan Variabel HBM dengan Kepatuhan Berobat


Tabel 5.5. Hubungan variabel HBM dengan kepatuhan berobat
Kepatuhan Berobat
Total Nilai
Variabel Rendah Sedang Tinggi
(%) p
(n=7)(%) (n=3)(%) (n=1)(%)
Persepsi kerentanan
8 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
12 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100)
0.59
15 0 (0) 1 (100) 0 (0) 1 (100)
16 3 (50) 2 (33.3) 1 (16.7) 6 (100)
17 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
Persepsi keparahan
12 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
14 0 (0) 1 (50) 1 (50) 2 (100) 0.56
16 5 (83.3) 1 (16.7) 0 (0) 6 (100)
18 1 (50) 1 (50) 0 (0) 2 (100)
Persepsi manfaat
8 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
13 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
14 1 (50) 0 (0) 1 (50) 2 (100) 0.56
16 3 (60) 2 (40) 0 (0) 5 (100)
18 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
20 0 (0) 1 (100) 0 (0) 1 (100)
Persepsi hambatan
12 3 (75) 1 (25) 0 (0) 4 (100)
14 0 (0) 2 (100) 0 (0) 2 (100)
0.95
15 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100)
16 1 (50) 0 (0) 1 (50) 2 (100)
18 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
Isyarat untuk tindakan
9 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
12 1 (50) 1 (50) 0 (0) 2 (100)
14 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100) 0.42
15 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1(100)
16 1 (25) 2 (50) 1 (25) 4 (100)
17 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
Efikasi diri
8 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
11 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
0.10
14 1 (100) 0 (0) 0 (0) 1 (100)
16 4 (57.1) 2 (28.6) 1 (14.3) 7 (100)
20 0 (0) 1 (100) 0 (0) 1 (100)
25

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan Spearman


(Tabel 5.5) menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara keenam variabel HBM dengan kepatuhan berobat
responden. Nilai p persepsi kerentanan, persepsi keseriusan,
persepsi manfaat, persepsi hambatan, isyarat untuk tindakan, dan
efikasi diri dengan kepatuhan berobat responden secara berurutan
adalah 0.59, 0.56, 0.56, 0.93, 0.42, dan 0.10.

F. DISKUSI
Derajat kepatuhan berobat penderita hipertensi pada
penelitian masih sangat rendah, yaitu 9.1%. Hasil penelitian lain juga
menunjukkaan derajat kepatuhan berobat yang masih rendah,
meskipun bervariasi angkanya. Penelitian yang dilakukan oleh
Kamran et al (2014) sebesar 24% dan penelitian Shameena et al
(2017) sebesar 23%. Penelitian oleh Yang et al (2016) menunjukkan
derajat kepatuhan berobat yang lebih besar yaitu 43.5%.
Kepatuhan berobat didefinisikan sebagai sejauh mana
perilaku konsumsi obat dari pasien sesuai dengan rekomendasi
tenaga kesehatan. Kepatuhan berobat pada penderita hipertensi
sangat penting dalam pengendalian tekanan darah. Ketidakpatuhan
dalam berobat berkaitan dengan biaya pengobatan yang tinggi dan
reaksi obat yang merugikan. Beberapa penelitian menunjukkan
tingkat kepatuhan berobat pada penyakit kronis tidak lebih dari 50%.
Kepatuhan berobat ini juga sangat berkaitan dengan pengurangan
morbiditas dan mortalitas penyakit, namun aspek ini masing jarang
diperhatikan (Shameena et al, 2017).
Analisis variabel HBM pada penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara keenam
variabel (persepsi kerentanan p=0.59, persepi keseriusan p=0.56,
26

persepsi manfaat p=0.56, persepsi hambatan p=0.93, isyarat untuk


tindakan p=0.42, dan efikasi diri p=0.10) dengan kepatuhan berobat.
Hasil ini berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Shameena et al (2017) menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara keenam variabel (persepsi
kerentanan p=0.000, persepi keseriusan p=0.000, persepsi manfaat
p=0.000, persepsi hambatan p=0.000, isyarat untuk tindakan
p=0.025, dan efikasi diri p=0.00) dengan kepatuhan berobat
penderita hipertensi.
Penelitian oleh Kamran et al (2014) menunjukkan hubungan
yang signifikan antara variabel HBM (dengan nilai p<0.01 pada
variabel persepsi kerentanan, persepi keseriusan, persepsi manfaat,
persepsi hambatan, dan efikasi diri). Penelitian Yang et al (2016)
juga menunjukkan hal serupa, yaitu adanya hubungan antara persepsi
keseriusan, persepsi hambatan, dan efikasi diri dengan kepatuhan
berobat.
Penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan antara
variabel HBM dengan kepatuhan berobat penderita hipertensi. Hal
ini dapat disebabkan oleh jumlah sampel yang kecil karena semakin
sedikit jumlah sampel, semakin mudah untuk memperoleh nilai
p>0,05 (Madiyono, Moeslichan, Sastroasmoro, Budiman, dkk.,
2008). Sampel yang sedikit merupakan salah satu keterbatasan
penelitian ini. Besar sampel yang sedikit tidak menggambarkan
populasi sebenarnya. Besar sampel yang sedikit juga dapat
mempengaruhi hasil analisis. Oleh karena itu, keterbatasan jumlah
sampel hendaknya menjadi perhatian dalam penarikan kesimpulan
penelitian ini. Keterbatasan lain dalam penelitian ini adalah kriteria
inklusi dan ekslusi yang kurang ketat. Hal ini dapat menyebabkan
bias seleksi, sehingga mempengaruhi hasil penelitian.
27

G. KESIMPULAN DAN SARAN


1. Kesimpulan
a. Kepatuhan berobat responden masih sangat rendah, yaitu
9.1%.
b. Tidak terdapat hubungan antara variabel HBM (persepsi
kerentanan, persepsi keseriusan, persepsi manfaat, persepsi
hambatan, isyarat untuk tindakan, dan efikasi diri) dengan
kepatuhan berobat responden. Hal ini disebabkan
keterbatasan penelitian seperti besar sampel yang sedikit dan
criteria inklusi eksklusi yang kurang ketat.
2. Saran
Keberhasilan pengobatan hipertensi sangat tergantung pada
kepatuhan masyarakat dalam mengonsumsi obat hipertensi dan
gaya hidup sehat.
a. Bagi Pelayanan Kesehatan Setempat
Disarankan kepada pelayanan kesehatan setempat untuk lebih
meningkatkan promosi kesehatan terkait dengan program
penatalaksanaan hipertensi. Program promosi kesehatan
diharapkan sesuai dengan model dan teori perilaku kesehatan.
b. Bagi Peneliti
Dapat digunakan sebagai acuan untuk lebih menggali
persepsi dan keyakinan individu dalam meminum obat
hipertensi berkaitan dengan kerangka Health Belief Model.
28

DAFTAR PUSTAKA

Ajzen I. 1991. The Theory Of Planned Behavior. Organizational


Behavior and Human Decision Processes. 50: 179 - 211.

Burke Evan. 2013. The Health Belief Model. Retrieved from:


https://www.scribd.com/document/329461726/The-Health-Belief-
Model-pdfevan-Burke

Champion VL dan Skinner CS. 2008. The Health Belief Model. Dalam:
Glanz K, Rimer BK, Viswanath K. Health Behavior and Health
Education: Theory, Research, and Practice. 4th Edition. San
Fransisco: John Wiley&Sons Inc. Hlm: 45-66.

Champion VL. 1984. Instrument Development for Health Belief Model


Constructs. Advances in Nursing: 1-13.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (Dinkes Jateng). 2016. Profil


Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016. Semarang: Dinkes
Jateng. Retrieved from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KE
S_PROVINSI_2015/13_Jateng_2015.pdf

Glanz K, Donald B, Bishop B. 2010. The Role of Behavioral Science


Theory in Development and Implementation of Public Health
Intervention. Annu. Rev. Public Health. 31:399–418.

Hayden J. 2009. Health Belief Model. Introduction to Health Behavior


Theory. USA: Jones&Bartlett Learning Publish. Hlm: 31-44.

Hughes DA, Bagust A, Haycox A, Walley T. 2001. The Impact Of Non-


Compliance On The Cost-Effectiveness of Pharmaceuticals: A
Review Of The Literature. Health Econ. 10: 601–15.

Janz NK & Becker MH. 1984. The Health Belief Model: A Decade
Later. Health Education Quarterly, 11(1): 1-47.

Kamran A, Sadeghieh A, Biria M, Malepour A, Heydari H. 2014.


Determinants of Patient's Adherence to Hypertension
Medications: Application of Health Belief Model Among Rural
Patients. Annals of Medical and Health Sciences Research. 4(6):
922-27.
29

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2018.


Hipertensi Membunuh Diam-Diam, Ketahui Tekanan Darah
Anda. Kemenkes. Retrieved from:
http://www.depkes.go.id/article/view/18051600004/hipertensi-
membunuh-diam-diam-ketahui-tekanan-darah-anda.html

Luger TM. . 2013. Health Beliefs/Health Belief Model. Dalam: Gellman


MD&Turner JR (eds). Encyclopedia of Behavioral Medicine.
New York: Springer Science&Business Media New York. Hlm:
907-08.

Martin LR, Haskard-Zolnierek KB, Dimatteo MR. 2010. Health


Behavior Change and Treatment Adherence. Evidence-based
Guidelines for Improving Helathcare. New York: Oxford
University Press.

Orji R, Vassileva J, Mandryk R. 2012. Towards an Effective Health


Interventions Design: An Extension of the Health Belief Model.
Online Journal of Public Health Informatics, 4(3): 1-31.

Pickering TG. 2001. Why Are We Doing So Badly With The Control of
Hypertension? Poor Compliance Is Only Part of The Story. J clin
hypertens (Greenwich). 3(3):179‑82.

Rosenstock IM. 1966. Why People Use Health Services. Milbank


Memorial Fund Quarterly, 44, 94–127.

Santhi F. 2012. Kepatuhan Minum Obat Filariasis pada Pengobatan


Massal Berdasarkan Teori Health Belief Model di Kelurahan
Limo Depok Tahun 2011. Skripsi. Jakarta: FK UI.

Sarafino EP dan Smith TW. 2011. Lifestyles to Enhance Health and


Prevent Illness. Dalam: Health Psychology: Biopsychology
Interaction. 7th Edition. San Fransisco: John Wiley&Sons Inc.
Hlm: 140-42.

Shameena AU, Badiger S, S Kumar N. 2017. Medication Adherence


And Health Belief Model Among Hypertensive Patients
Attending Rural Health Centres Of A Tertiary Care Hospital in
South India. Int J Community Med Public Health.4(4):1159-65.

Sulaeman ES. 2016. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief


Model). Pembelajaran Model dan Teori Perilaku Kesehatan:
Konsep dan Aplikasi. Surakarta: UNS Press. hlm: 45-63.
30

Thalacker KM. 2011. Hypertension and the Hmong Community: Using


the Health Belief Model for Health Promotion. Health Promotion
Practice 12(4): 538-543.

World Health Organization (WHO). 2008. The Global Burden of


Disease: 2004 Update. Switzerland: World Health Organization.
Retrieved from:
http://www.who.int/healthinfo/global_burden_disease/GBD_repor
t_2004update_full.pdf.

World Health Organization (WHO). 2013. A Global Brief on


Hypertension: Silent Killer, Global Public Health Crises, World
Health Day 2013. Geneva: World Health Organization. Retrieved
from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/79059/WHO_DC
O_WHD_2013.2_eng.pdf;jsessionid=C3E4A97A445B804043F61
4BC7876C79D?sequence=1.

World Health Organization (WHO). 2017. Global Health Observatory


(GHO) data: Blood Pressure. World Health Organization.
Retrieved from:
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalen
ce/en/

World Health Organization (WHO). 2018. Noncommunicable Disease


Contry Profiles. Switzerland: World Health Organization.
Retrieved from: http://www.who.int/nmh/publications/ncd-
profiles-2018/en/

World Health Organization (WHO). 2018. World Health Statistic 2018:


Monitoring Health for The SDGs Sustainable Development Goals.
Luxembourg: World Health Organization. Retrieved from:
http://www.who.int/gho/publications/world_health_statistics/2018
/en/

Yang S, He C, Zhang X, Sun K, Wu S, Sun X, Li Y. 2016. Determinants


of Antihypertensive Adherence Among Patients in Beijing:
Application of the Health Belief Model. Patient Education and
Counselling 99. 1894-1900.
31

Lampiran 1. Permohonan izin mencari data


32

Lampiran 2. Lembar informasi dan persetujuan penelitian

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN (INFORMED


CONSENT)

Dengan menandatangani lembar ini, saya:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden pada penelitian yang
akan dilakukan oleh Manggala Sariputri, mahasiswa Program Studi Ilmu
Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret (UNS)
Surakarta yang berjudul Kepatuhan Minum Obat pada Penderita
Hipertensi: Mengaplikasikan Health Belief Model.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa
paksaan dari pihak manapun.

Karanganyar, 14 Oktober 2018

Responden
33

Lampiran 3. Kuesioner Moriskys Medication Adherence Scale 8


(MMAS-8)

PETUNJUK: Tandai () pada kolom yang sesuai dengan jawaban Anda.
No. Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda kadang-kadang lupa minum obat
untuk penyakit hipertensi (obat penurun tensi)
Anda?
2. Orang kadang-kadang tidak sempat minum obat
bukan karena lupa.
Selama 2 pekan terakhir ini, pernahkah Anda
dengan sengaja tidak meminum obat tersebut?
3. Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum
obat tanpa memberitahu dokter Anda karena
merasa kondisi Anda bertambah parah ketika
meminum obat tersebut?
4. Ketika Anda berpergian atau meninggalkan
rumah, apakah Anda kadang-kadang lupa
membawa obat tersebut?
5. Apakah kemarin Anda minum obat tersebut?
6. Ketika Anda merasa sehat, apakah Anda juga
kadang berhenti meminum obat tersebut?
7. Minum obat setiap hari merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian orang. Apakah Anda
pernah merasa terganggu dengan kewajiban Anda
terhadap pengobatan yang harus Anda jalani?
8. Seberapa sering Anda mengalami kesulitan minum
obat Anda?
a. Tidak pernah / jarang
b. Beberapa kali
c. Kadang kala
d. Sering
e. Selalu
Centang : Ya apabila memilih b / c / d / e
Centang : Tidak apabila memilih a
34

Lampiran 4. Kuesioner data demografi

KUESIONER DATA DEMOGRAFI

Petunjuk Pengisian:
Bacalah dengan teliti pertanyaan terlebih dahulu
Isilah secara singkat jawaban pertanyaan di bawah ini

1. Nama :
2. Umur :
3. Agama : islam / protestan / katolik / hindu / budha
4. Status perkawinan :
5. Alamat :
6. Jenis Kelamin : laki-laki / perempuan
7. Pendidikan : SD / SMP / SMA/ S1 / S2 / ………………..
8. Pekerjaan :
9. Lama waktu menderita hipertensi (tekanan darah tinggi):
……………..tahun
10. Jenis obat hipertensi yang dikonsumsi
Berapa jenis : ………….buah
Nama obat : captopril / amlodipin / HCT / ramipril / imidapril
/ lisinopril / diltiazem /
lainnya: ………………..
11. Apakah Anda merokok : Tidak / Ya
Jika ya: sudah berapa lama: ………tahun; berapa rata-rata per hari:
…….batang
12. Apakah Anda rutin berolahraga : Tidak / Ya
Jika Ya:
apa jenis olahraganya : senam / jalan kaki / renang / lainnya:
…………….
berapa kali per minggu : ……kali
durasi olahraga per kali : …….menit
13. Apakah sudah pernah mendapatkan penyuluhan minum obat : ya /
belum
14. Apakah keluarga selalu mengingatkan untuk minum obat : ya /
tidak
35

Lampiran 5. Kuesioner variabel Health Belief Model (HBM)

KUESIONER HEALTH BELIEF MODEL

PETUNJUK: Tandai () pada kolom yang sesuai dengan jawaban Anda.

1. Persepsi Kerentanan
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Hipertensi dapat menyerang
siapa saja
2. Saya khawatir dengan pola
hidup kurang sehat, sehingga
saya harus minum obat
hipertensi
3. Bila saya tidak minum obat
hipertensi, tekanan darah saya
mudah naik
4. Saya selalu minum obat
hipertensi untuk mengontrol
tekanan darah

2. Persepsi Keseriusan
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Hipertensi dapat menyebabkan
banyak komplikasi (serangan
jantung, stroke, gagal ginjal)
2. Hipertensi dapat
mengakibatkan kematian
3. Hipertensi menyebabkan
ketidaknyamanan (nyeri
tengkuk, pusing)
4. Hipertensi dapat meningkatkan
pengeluaran biaya untuk
pengobatan
36

3. Persepsi Manfaat
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Bila saya rutin minum obat
hipertensi, komplikasi dapat
dicegah
2. Bila saya rutin minum obat
hipertensi, gejala hipertensi
tidak sering muncul
3. Minum obat hipertensi
mendatangkan kemanfaatan
bagi saya
4. Dengan rutin minum obat
hipertensi, akan menekan
pengeluaran biaya berobat.

4. Persepsi Hambatan
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Saya khawatir dengan efek
samping obat hipertensi
2. Obat hipertensi yang harus
diminum terlalu banyak/sering
3. Saya mengalami kesulitan
dalam memperoleh obat
hipertensi
4. Saya minum obat hipertensi
bukan karena kesadaran saya
5. Saya bosan jika harus minum
obat terus
37

5. Pencetus Aksi
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Keluarga selalu mengingatkan
saya untuk minum obat
hipertensi
2. Dokter/petugas kesehatan
terkait selalu memberikan
motivasi untuk minum obat
rutin
3. Penyuluhan kesehatan
memberikan informasi
pentingnya minum obat
hipertensi
4. Adanya komunitas yang saling
mengingatkan dalam
pengobatan hipertensi

6. Efikasi Diri
Sangat
Tidak Sangat
No. Pernyataan tidak Netral Setuju
Setuju Setuju
setuju
1. Saya yakin akan kemampuan
saya dalam kepatuhan minum
obat hipertensi
2. Saya tahu manfaat meminum
obat hipertensi
3. Saya bersedia meminum obat
hipertensi secara rutin
4. Menurut saya tekanan darah
saya terkontrol dengan baik
38

Lampiran 6. Dokumentasi

Pengisian kuesioner

Klinik Griya Husada 4

Senam sehat klub Prolanis


Klinik Griya Husada 4

Anda mungkin juga menyukai