Anda di halaman 1dari 3

Pengelolaan hutan berbasis masyarakat berbasis masyarakat merupakaan salah satu alternatif

atau pilihan dalam pengelolaan sumber daya hutan yang saat ini sedang mengelami keterburukan,
sebagai akibat dari kesalahan pengurusan di masa lalu. Hal ini terjadi karena tidak adanya
kepatuhan terhadap prinsip pengelolaan hutan secara berkelanjutan yang menekankan pada aspek
ekonomi, ekologi dan equitu (keadilan) serta Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33. Bangkitnya
pilihan pada sistem pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat dalam pembangunan
kehutanan, disebapkan oleh pengelolaan yang dilakukan Pemerintah tidak memenuhi persyaratan
utama. Hal ini terbukti dengan adanya deforestasi dan degradasi lingkungan serta makin
banyaknya jumlah masyarakat miskin yang tinggal di sekitar hutan.
Berbasis masyarakat mengandung arti bahwa masyarakat dengan segala kemampuan yang
ada untuk mengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup mereka. Hal ini menunjukan bahwa
bukan saja masyarakat di ikutsertakan dalam pengelolaan hutan, melainkan masyarakat
ditempatkan sebagai faktor utama dalam pengelolaan hutan, baik hutan yang diusahakan pada
lahan milik maupun lahan Negara. Praktek kehutanan masyarakat (berbasis masyarakat) adalah
sistem pengelolaan hutan yang dilakukan indifidu, komonitas atau kelompok pada lahan Negara,
lahan komunal, lahan adat, atau lahan milik untuk memenuhi kebutuhan infidual rumatangga
dalam masyarakat serta diusahakan secara komersial atau sekedar subsistem. (Anonim,2005).
Memulai cerita dengan mitos dan legenda. Artinya mereka memang tak pernah melupakan
sejarah leluhur mereka. Terlebih pada suku pedalaman yang masih menganut animisme dan
dinamisme. Gaya bahasanya yang khas cukup sulit unutk dimengerti. Bicara tentang mitos dan
legenda, tak ada habisnya ketika sudah berhadapan dengan penduduk pulau berpantai indah ini.
Berjuta rahasia yang belum sempat terungkit di hadapan massa nusantara tersimpan rapi di bumi
hijau ini. Mitos-mitos yang terdengar dari mulut ke mulut tiap warga yang bercerita benar-benar
menarik dan memicu sanubari untuk tahu lebih jauh tentang itu. “piring dolo”, sebuah contoh yang
melegenda di kalangan mereka. Ada yang dikatakan sebagai piring yang jahat, ada pula yang baik.
Masing-masing memiliki kekuatan tersendiri. Yang baik dapat menyembuhkan dengan
menetralisir racun dalam makanan yang disaji diatasnya, sementara yang jahat akan membawa
malapetaka bagi penggunannya. Piring ini disebutkan digunakan oleh para pendahulu mereka dari
golongan tinggi atau para raja. Dikatakan pula bahwa piring-piring ini banyak tersimpan dan
terkubur di hutan rimba karena disembunyikan keberadaanya untuk menjaga kelesterian dan
kesaktiannya. Secara ilmiah, dapat disebutkan bahwa piring-piring ini termasuk benda yang
tergolong artefak. Tentu saja, hanya oang-orang yang beruntung bias menemukan benda ajaib ini.
Memang agak sulit dipercaya bagi masyarakat modern saat ini karena memang hanya
menganggapnya mitos belaka, tapi tidak bagi mereka yang menganggapnya sebagai hal yang
dikeramatkan. Terlepas dari itu, ada pula disebut “kupu-kupu raja”. Nah, hewan ini diceritakan
oleh penduduk asli Kanikeh, kaki Gunung Binaiya. Kupu-kpu raja berukuran lebih besar dari
biasanya dan muncul pada waktu tertentu dengan tujuan mengganggu langkah para pendaki yang
menuju Binaiya. Konon katanya ia akan muncul jika yang bersangkutan tidak mengikuti upacara
adat sirih pinang sebelum naik ke puncak Binaiya. Sang kupu-kupu raja akan terbang menhalangi
pandangan mereka agar tersesat di jalan. Makanya, setiap pendaki diharuskan mengikuti upacara
adat sebelum menjejakkan kaki di pelataran Gunung Binaiya. Masih seputar mitos di Binaiya, air
yang dikenal dengan istilah wai Puku. Sebuah telaga yang tepat tergenang di puncak Gunung ini.
Menurut sumber, Oce Masahuna (25) di desa Roho, air it adalah sisa air laut ketika Binaiya masih
belum muncul di permukaan laut, tentunya sebelum zaman es dahulu kala. Air ini akan terasa asin
persis seperti air laut jika seseoarang meminumnya di puncak tepat pada hari jumat. Sementara di
hari yang lain, air dari telaga kecil ini sama seperti biasanya. Di luar dari wilayah pegunungan,
legenda yang bersumber dari daerah pesisir pantai Pulau seram tak kalah menariknya. Tepatnya di
Tanjung Hewal yang berada pada pesisir pantai Utara Pulau ini. Di tempat inilah terdapat sebuah
legenda yang menceritakan tentang sebuah mesjid yang berdiri di tengah laut. Anehnya, mesjid
ini semu dan hanya halusinasi dari setiap orang yang sempat melihatnya. Tentunya, hanya orang-
orang tertentu pada waktunya yang kebetulan melihatnya dengan kasat mata, walaupun benda ini
bersifat semu. Rahman(28), pria lokal asal Hatilen, sebuah kampung yang dekat dengan tempat ini
mengatakan bahwa mesjid juga ada yang menghuninya. Mereka adalah orang-orang yang
berbusana muslim lengkap dengan kopiah dan talkum layaknya orang yang akan menunaikan
shalat. Mereka akan memanggil siapa saja yang melewati wilayah dekat mesjid yang berdiri di
atas permukaan laut ini. Disamping legenda ini pula, cerita rekyat tentang hubungan tali
persaudaraan diantara penduduk pantai dan gunung sangat mencengangkan dan membuat kuping
siap menyimak dengan tajam. Orang-orang di gunung pada dasarnya memiliki talii persaudaraan
yang dekat dengan penduduk di pantai sejak dahulu. Dahulu kala, pendahulu mereka merupakan
saudara dimana salah satu diantaranya turun ke pantai. Sampai pada saat ini, anak cucu hanya
tinggal mencocokkan marga untuk tahu silsilah keluarga yang sempat terpisah ini. Diketahui
bersama bahwa Maluku ketika zaman kolonilisme belanda adalah salah satu wilayah favorit
sasaran mereka berburu rempah. Nah, barang tentu banyak hal yang menjadi behan bersejarah
yang kian menjadi peninggalan sang penjajah di tempat ini. Contohnya, “seterika VOC” yang
sampai pada saat ini banyak diburu masyrakat karena dipercaya memiliki kekuatan ghaib. Seterika
yang dilengkapi dengan kepala ayam jago dan tujuh lubang khas seterika arang diyakini oleh
mereka punya nilai tersendiri yang sangat berharga. Warnanya agak kekuning-kuningan dan entah
apa tujuannya sehingga sangat diincar oleh masyarakat lokal. Jadi, merupakan sebuah
keberuntungan yang amat sangat ketika ada yang memiliki benda itu. Begitu pula halnya dengan
uang logam peningggalan Belanda yang bergambar Ratu Welhemina. Turut menjadi buruan warga
karena kekuatannya yang ajaib menurut mereka. Mitos-mitios makin berkembang dan menjadi
hal-hal yang dikeramatkan di Pulau seram sampai pada saat ini. dengan warga Pulau Seram selalu
saja berujung pada hal yang berkaitan

Anonim,2005. Kebudayaan dan Masyarakat (Materi Kuliah Sosiologi Keutanan Massyarakat).


Jurusan Kehutanan UNPATTI, Ambon
Rosman Rumakefig, 2000, Pengamat dan Pengelolaan Hutan Kepulauan Watubela Skipsi
Fakultas Pertanian Uncen Manukwari Irian. (tidak dipublikasikan).

Anda mungkin juga menyukai