CSS Leptospirosis
CSS Leptospirosis
“LEPTOSPIROSIS”
Disusun Oleh :
Ali amali fauzi 121100116280
Preseptor :
Agung F Sumantri ,dr., SpPD
PENDAHULUAN
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan
gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala
seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weil’s
syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis
hemoragika. 2
Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade
belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika
Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the
emerging infectious diseases. 2
BAB II
LEPTOSPIROSIS
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadi
selama musim hujan.
III. ETIOLOGI
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar L.interrogans yang dapat menginfeksi manusia di antaranya adalah L.
Icterohaemorrhagiae, L.manhao L. Javanica, L. bufonis, L. copenhageni, dan lain-lain. Serovar
yang paling sering menginfeksi manusia ialah L. icterohaemorrhagiae dengan reservoir tikus, L.
canicola dengan reservoir anjing, L. pomona dengan reservoir sapi dan babi. 2,3
Menurut West Indian med. j. vol.54 no.1 Mona Jan. 2005. Serogrup leptospira yang sering
menyebabkan leptospirosis adalah:
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air
laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan
berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan
pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit. 2
Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan;
dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin
binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit
atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan ,
maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerja-
pekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih
selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak
dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja
laboratorium.
V. PATOGENESIS2,3,4
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.
Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, memasuki
akiran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh. Kemudian terjadi
respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga infeksi ini dapat ditekan dan
terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa organism ini masih bertahan pada
daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di dalam ginjal dimana bagian mikro organism
akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira
dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan
fagositosis dan mekanisme humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah
terbentuknya agglutinin. Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat
ditemukan dalam jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.
Tiga mekanisme yang terlibat pada pathogenese leptospirosis : invasi bakteri langsung,
faktor inflamasi non spesifik, dan reaksi immunologi.
VI. PATOLOGI1,7,9
Ginjal: interstitial nefritis dengan infiltrasi sel mononuclear merupakan bentuk lesi pada
leptospirosis yang dapat terjadi tanpa gangguan fungsi ginjal. Gagal ginjal terjadi akibat nekrosis
tubular akut. Adanya peranan nefrotoksisn, reaksi immunologis, iskemia, gagal ginjal, hemolisis
dan invasi langsung mikro organism juga berperan menimbulkan kerusakan ginjal.
Hati: hati menunjukan nekrosis sentrilobuler fokal dengan infiltrasi sel limfosit fokal dan
proliferasi sel kupfer dengan kolestasis. Pada kasus-kasus yang diotopsi, sebagian ditemukan
leptospira dalam hepar. Biasanya organisme ini terdapat diantara sel-sel parenkim.
Jantung: epikardium, endokardium dan miokardium dapat terlibat. Kelainan miokardium dapat
fokal atau difus berupa interstitial edema dengan infiltrasi sel mononuclear dan plasma. Nekrosis
berhubungan dengan infiltrasi neutrofil. Dapat terjadi perdarahan fokal pada miokardium dan
endikarditis.
Otot rangka: Pada otot rangka, terjadi perubahan-perubahan berupa fokal nekrotis, vakuolisasi
dan kehilangan striata. Nyari otot yang terjadi pada leptospira disebabkan invasi langsung
leptospira. Dapat juga ditemukan antigen leptospira pada otot.
Pembuluh darah: Terjadi perubahan dalam pembuluh darah akibat terjadinya vaskulitis yang
akan menimbulkan perdarahan. Sering ditemukan perdarahan atau petechie pada mukosa,
permukaan serosa dan alat-alat viscera dan perdarahan bawah kulit.
Susunan saraf pusat: Leptospira muda masuk ke dalam cairan cerebrospinal (CSS) dan
dikaitkan dengan terjdinya meningitis. Meningitis terjadi sewaktu terbentuknya respon antibody,
tidak p-ada saat masuk CSS. Diduga terjadinya meningitis diperantarai oleh mekanisme
immunologis. Terjadi penebalan meningen dengan sedikit peningkatan sel mononuclear
arakhnoid. Meningitis yang terjadi adalah meningitis aseptic, biasanya paling sering disebabkan
oleh L. canicola.
Weil Desease. Weil disease adalah leptospirosis berat yang ditandai dengan ikterus, biasanya
disertai perdarahan, anemia, azotemia, gangguan kesadaran dan demam tipe kontinua. Penyakit
Weil ini biasanya terdapat pada 1-6% kasus dengan leptospirosis. Penyebab Weil disease adalah
serotype icterohaemorragica pernah juga dilaporkan oleh serotype copenhageni dan bataviae.
Gambaran klinis bervariasi berupa gangguan renal, hepatic atau disfungsi vascular.
VII. MANIFESTASI KLINIS3,4
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah
selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah
nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),
hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %
kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,
iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama
beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa
bulan setelah awal penyakit.
- Organisme bakteri dapat diisolasi dari kultur darah, cairan serebrospinal dan
- Selama fase ini terjadi sekitar 4-7 hari, penderita mengalami gejala nonspesifik
seperti flu dengan beberapa variasinya.
- Gejala lain : sakit tenggorokan, batuk, nyeri dada, muntah darah, ruam, sakit
kepala regio frontal, fotofobia, gangguan mental, dan gejala lain dari meningitis.
- Fase ini terjadi karena akibat respon pertahanan tubuh terhadap infeksi dan
terjadi pada 0-30 hari atau lebih.
- Gangguan dapat timbul tergantung manifestasi pada organ tubuh yang timbul
seperti gangguan pada selaput otak, hati, mata atau ginjal.3
Leptospirosis anikterik *
Leptospirosis ikterik
* antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode asimtomatik (1-3 hari)
Tabel 3. Patofisiologi leptospirosis25
BAB III
DIAGNOSIS
I. ANAMNESIS1,8,9
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis
penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Identitas pasien
ditanyakan : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis pekerjaan, dan jangan lupa
menanyakan hewan peliharaan maupun hewan liar di lingkungannya, karena berhubungan
dengan leptospirosis.
Biasa yang mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif
di lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk
wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang air
maupun lingkungan kumuh.
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih dengan
adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam mendadak,
keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun dan merasa mata
makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah betis dan paha.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay,
Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
Komplikasi di hati ditandai dengan peninggian transaminase dan bilirubin. Pada 50%
kasus didapat peninggian Creatinin Fosfokinase (CPK) pada fase awal sampai mencapai 5x
normal. Hal ini tidak terjadi pada hepatitis viral. Jadi jika terdapat peninggian transaminase dan
CPK, maka diagnosis leptospirosis lebih mungkin daripada hepatitis viral.
Pemeriksaan langsung darah atau urine dengan mikroskop lapangan gelap sering gagal
dan menyebabkan misdiagnosis, sehingga lebih baik tidak digunakan. Pada Leptospirosis yang
sudah mengenai otak, maka pemeriksaan CSS didapatkan peningkatan sel-sel PMN ( pada awal )
tapi kemudian digantikan oleh sel-sel monosit, protein pada CSS normal atau meningkat,
sedangkan glukosanya normal.
VI. DIAGNOSIS2,3
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring yaitu
dipstick, lateral flow, atau dri dot positif.
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis
sesuai dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya
serokonversi atau peningkatan titer 4 kali atau lebih
Table 4 : Approach to diagnosis of leptospirosis13
BAB IV
DIAGNOSIS BANDING2
KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan
sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma
pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul
dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada
leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan
tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal
oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam.
Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27
2. Reaksi immunologi
Reaksi immunologi berlangsung cepat, adanya kompleks immune dalam sirkulasi dan
endapan komplemen dan adanya electron dance bodies pada glomerulus membuktikan adanya
proses immune cmplexs glomerulonephritis, dan terjadi tubule interstitial nefritis (TIN).
Iskemia ginjal
Terdapat 50% dari leptospirosis, produksi urine >600ml/24jam, mortalitas lebih rendah
dibandingkan GGA oliguri. GGA oliguri mempunyai prognosis yang kurang baik, dengan
mortalitas 50-90%.
1. pada GGA oliguri, Nampak adanya gambaran obstruksi tubulus, nekrosis tubulus dan
endapan komplemen pada membrane basalis glomerulus, dan infiltrasi sel radang pada
jaringan interstitialis.
2. Pada GGA non-oliguri, Nampak edema pada tubulus dan jaringan interstitium tanpa
adanya nekrosis. Duktus kolektiferus pars medularis resisten terhadap vasopressin,
sehingga tidak mampu memekatkan urin dan terjadi poliuria.
1. Hipokalemia, terjadi oleh karena peningkatan ”fractional urinary excretion” (Fe) kalium
yang diikuti FeNa. Hal ini oleh karena sekresi K+ meningkat dan adanya gangguan
reabsorbsi Natrium oleh tubulus proximal. Fe K+ dan FeNa berkorelasi dengan beratnya
GGA.
2. Hormon kortisol dan aldosteron meningkat dan akan meningkatkan eksresi kalium lewat
urine. Sehingga makin menambah hipokalemia, sehingga perlu penambahan kalium.
3. CD3, CD4 menurun, Limfosit B meningkat, bersifat reversible.
II. Perdarahan Paru20
Kelainan paru berupa hemorrhagic pneumonitis, patogenesisnya tidak jelas diduga akibat
dari endotoksin langsung yang kemudian menyebabkan kersakan kapiler. Hemoptisis terjadi
pada awal septicemia. Perdarahan terjadi pada leura, alveoli, trakheobronkhial, kelainan berupa:
kongesti septum paru, perdarahan alveoli yang multifocal, infiltrasi sel mononuclear. Manifestasi
klinis: batuk, blood tinged sputum sampai terjadi hemoptisis masif sehingga menyebabkan
asfiksia. 13,20
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
Kerusakan parenkim hati disebabkan antara lain: penurunan hepatic flow dan toksinyang
dilepas leptospira. Gambaran histopatologi tidak spesifik pada leptospirosis, karena disosiasi sel
hati, proliferasi histiositik dan perubahan peri porta terlihat juga pada penyakit infeksi yang
parah. 13,20
V. Shock20
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran
pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi.
Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh
efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi
intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada
mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari
peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini
menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ. 1,13
VI. Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi,
miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat
bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif yang fatal.
Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-beda pada
setiap penderita. 13,20
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian
akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab
aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20
VII. Enchepalophaty
PENATALAKSANAAN
A . PENCEGAHAN 2,6,7
Pencegahan penularan kuman leptospira dapat dilakukan melalui tiga jalur intervensi
yang meliputi intervensi sumber infeksi, intervensi pada jalur penularan dan intervensi pada
penjamu manusia.
Kuman leptospira mampu bertahan hidup bulanan di air dan tanah, dan mati oleh
desinfektans seperti lisol. Maka upaya ”Lisolisasi” upaya "lisolisasi" seluruh permukaan lantai ,
dinding, dan bagian rumah yang diperkirakan tercemar air kotor banjir yang mungkin sudah
berkuman leptospira, dianggap cara mudah dan murah mencegah "mewabah"-nya leptospirosis.
Selain sanitasi sekitar rumah dan lingkungan, higiene perorangannya dilakukan dengan
menjaga tangan selalu bersih. Selain terkena air kotor, tangan tercemar kuman dari hewan
piaraan yang sudah terjangkit penyakit dari tikus atau hewan liar. Hindari berkontak dengan
kencing hewan piaraan.
Biasakan memakai pelindung, seperti sarung tangan karet sewaktu berkontak dengan air
kotor, pakaian pelindung kulit, beralas kaki, memakiai sepatu bot, terutama jika kulit ada luka,
borok, atau eksim. Biasakan membasuh tangan sehabis menangani hewan, ternak, atau
membersihkan gudang, dapur, dan tempat-tempat kotor.
Hewan piaraan yang terserang leptospirosis langsung diobati , dan yang masih sehat
diberi vaksinasi. Vaksinasi leptospirosis disarankan untuk manusia yang memiliki risiko tinggi
terjangkit, dan pemberiannya harus diulang setiap tahun. Tikus rumah perlu dibasmi sampai ke
sarang-sarangnya. Begitu juga jika ada hewan pengerat lain. Jangan lupa bagi yang aktivitas
hariannya di peternakan, atau yang bergiat di ranch. Kuda, babi, sapi, bisa terjangkit
leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan
pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai.
Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai
setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herd’s
disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari
sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan.
B. TERAPI KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
1. Treatment
Pada bentuk yang sangat ringan bahkan oleh penderita seperti sakit flu biasa. Pada
golongan ini tidak perlu dirawat. Demam merupakan gejala dan tanda yang menyebabkan
penderita mencari pengobatan. Ikterus kalaupun ada masih belum tampak nyata. Sehingga
penatalaksanaan cukup secara konservatif.15
Penatalaksanaan konservatif
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.
Antipiretik
Nutrisi dan cairan.
Pemberian nutrisi perlu diperhatikan karena nafsu makan penderita biasanya menurun
maka intake menjadi kurang. Harus diberikan nutrisi yang seimbang dengan kebutuhan
kalori dan keadaan fungsi hati dan ginjal yang berkurang. Diberikan protein essensial
dalam jumlah cukup. Karena kemungkinan sudah terjadi hiperkalemia maka masukan
kalium dibatasi sampai hanya 40mEq/hari. Kadar Na tidak boleh terlalu tinggi. Pada
fase oligurik maksimal 0,5gram/hari. Pada fase ologurik pemberian cairan harus
dibatasi. Hindari pemberian cairan yang terlalu banyak atau cairan yang justru
membebani kerja hati maupun ginjal. Infus ringer laktat misalnya, justru akan
membebani kerja hati yang sudah terganggu. Pemberian cairan yang berlebihan akan
menambah beban ginjal. Untuk dapat memberikan cairan dalam jumlah yang cukup
atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan
secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.
Pemberian antibiotik
◦ Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada
yang memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone
dan beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik
konvensional tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya
secara in vivo.
Penanganan kegagalan ginjal.
Gagak ginjal mendadak adalah salah sati komplikasi berat dari leptospirosis. Kelainan
ada ginjal berupa akut tubular nekrosis (ATN). Terjadinya ATN dapat diketahui dengan
melihat ratio osmolaritas urine dan plasma (normal bila ratio <1). Juga dengan melihat
perbandingankreatinin urine dan plasma, ”renal failire index” dll.
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20
U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
7. Gagal ginjal akut hidrasi cairan dan elektrolit, dopamin, diuretik, dialisis.17
BAB VII
PROGNOSIS
Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian 5
% pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30-40 %
Leptospirosis yang terjadi pada masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.17
BAB VIII
KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Leptospi Gejala
klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.
Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat
mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah
perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi
terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). “Leptospirosis”, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.
FKUI : Jakarta. Hal.1845 - 1848.
2. Speelman, Peter. (2005). “Leptospirosis”, Harrison’s Principles of Internal Medicine,
16th ed, vol I. McGraw Hill : USA. Pg.988-991.
3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus
dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI
: Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor :
Jakarta. 2002.
5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis — Kumpulan Makalah Sim-
posium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis
guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya Dan
Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No. 15
Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di RSUPNCM,
2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with severe
leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII PETRI,
Malang, Juli 2002.
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as
dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern
Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public Health
2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in an
urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis and
acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32
16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners &
Rector’s) ed WB Saunders. 2001: 465-83
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of
Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of Semarang.
Konas PETRI, 2002.
18. Grenn-Mckenzie J, Shoff WH. Leptospirosis in humans. Sept, 13, 2006.
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
19. Anonymous. Leptospirosis. Sept. 2006. www.hpa.org.uk/infections/topics az
/zoonoses/leptospirosis/gen info.htm
20. http://www.infokedokteran.com/wp-
content/uploads/2010/04/3943463557_219650aaf5.jpg
21. http://4.bp.blogspot.com/_JNo1RsgGHH4/SGip9wROLqI/AAAAAAAAAq0/1PSVnW4
OGIc/s320/engalgo.gif
22. http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira
23. http://www.vetmed.hokudai.ac.jp/organization/microbiol/_src/sc395/elepm.jpg
24. http://caribbean.scielo.org/img/revistas/wimj/v54n1/a09tab3.gif
25. http://www.physicianbyte.com/images/LEPTOSPIROSIS_Image1.jpg
26. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg
27. http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f1.jpg