Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam


hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih
bermakna karena merupakan metode utama dalam mengimplementasikan proses
keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial


yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) dalam
berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki keterampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak


saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah
terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan
keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,
tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan
pertolongan terhadap sesama manusia.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk


“therapeutic use of self” dan “helping relationship” untuk praktek keperawatan,
sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi terapeutik.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan komunikasi trapeutik ?
2. Apa tujuan komunikasi trapeutik ?
3. Apa manfaat Komunikasi Terapeutik ?
4. Apa saja teknik-teknik Komunikasi Terapeutik?
5. Bagaimana Dimensi Hubungan Terapeutik perawat-klien (Dimensi
Responsip dan Tindakan) ?
6. Apa saja Kendala dalam Komunikasi Terapeutik-Noer ?
7. Apa saja Tahapan Komunikasi Terapeutik ?

C. Tujuan Penulisan
1. Membekali perawat pada saat akan melekukan tindakan kepada pasien
2. Agar perawat dan pasien terjalin komunikasi yang baik
3. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
4. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

D. Manfaat Penulisan

1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien


melalui perawat dengan pasien
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah
danmengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan membantu
proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998) mendefinisikan
komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat dalam
berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan
orang lain. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal, artinya
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan
nonverbal (Mulyana, 2000).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanankan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,
2003). Komunikasi terapeutik bukan merupakan pekerjaan yang dapat
dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan
professional seorang perawat. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asik dan
sibuk bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manuasia dengan bergbagai
macam latar belakang dan masalahnya (Arwani, 2003).

Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa


komunikasi terapeutik adalah komunikasi terencanakan yang terjadi antara
perawat dan klien secara langsung atau tatap muka dengan tujuan untuk
menyelesaikan masalah dan membantu proses penyembuhan klien (Depkes RI,
1997; Northouse, 1998; Mulyana, 2000; Indrawati, 2003; Arwani, 2003).

3
B. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan


pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
klien percaya pada hal yang diperlukan. Mengurangi keraguan, membantu dalam
hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal
peningkatan derajat kesehatan. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien
dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam
rangka membantu penyelesaian masalah klien.

C. Manfaat Komunikasi Terapeutik

Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan


kerjasama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi
tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003).

D. Teknik-teknik Komunikasi Terapeutik


1. Bertanya
Bertanya (questioning) merupakan teknik yang dapat mendorong klien
untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya, teknik ini sering digunakan pada
tahap orientasi.
2. Mendengarkan
Mendengarkan (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat, Budi, Anna, 1992). Mendengarkan adalah proses aktif (Gerald,
D dalam Suryani, 2005) dan penerimaan informasi serta penelaahan reaksi
seseorang terhadap pesan yang diterima (Hubson, S dalam Suryani, 2005).

4
E. Dimensi Hubungan Terapeutik Perawat-Klien (Dimensi Responsip dan
Tindakan)
1. Pengertian
Varcarolis dalam Intan (2005), menyebutkan pengertian dari hubungan yaitu
Relationship adalah proses interpersonal antara dua atau lebih orang. Pada
keseluruhan kehidupan kita menemui orang dalam setting yang bervariasi dan
membagi bermacam pengalaman.
Bentuk Hubungan Terapeutik Secara Umum
a) Hubungan sosial
Hubungan sosial bertujuan untuk bersahabat, sosial, kesenangan atau
menyelesaikan tugas. Kebutuhan bersama terpenuhi selama hubungan sosial
seperti berbagi ide, perasaan dan pengalaman. Keterampilan komunikasi meliputi
memberikan nasihat dan kadang-kadang memenuhi kebutuhan dasar, seperti
meminjam uang, dan membantu pekerjaan.
b) Hubungan Intim
Terjadi antara individu yang mempunyai komitmen emosional antara satu
terhadap yang lain. Dalam hubungan ini seringkali mereka peduli tentang
kebutuhan untuk pertumbuhan dan kepuasan.
c) Hubungan Terapeutik
Hubungan Terapeutik berbeda dari hubungan di atas perawat
memaksimalkan keterampilan komunikasi, pemahaman tingkah laku manusia dan
kekuatan pribadi untuk meningkatkan pertumbuhan klien. Fokus hubungan adalah
pada ide klien, pengalaman, dan perasaan klien.
Perawat dan klien mengidentifikasi area yang memerlukan eksplorasi dan
evaluasi secara periodik terhadap tingkat perubahan klien. Peran tidak akan
berubah dan hubungan tetap konsisten berfokus pada masalah klien.
Keterampilan komunikasi dan pengetahuan dari tahap dan fenomena yang
terjadi dalam hubungan terapeutik merupakan alat yang penting sekali dalam
pembentukan dan pemeliharaan hubungan, kebutuhan dari klien diidentifikasi dan

5
pendekatan alternatif penyelesaian masalah dibuat serta keterampilan koping baru
mungkin dikembangkan. (King cit. Varcarolis (1990))
2. Empat tindakan yang harus diambil antara perawat dan klien :
a) Tindakan diawali oleh perawat
b) Respon reaksi dari klien
c) Interaksi di mana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan.
d) Transaksi di mana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk
mencapai tujuan hubungan.

F. Kendala dalam Komunikasi Terapeutik-Noer


Hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun
pasien yang bisa berkisar dari ansietas dan kekhawatiran sampai frustasi, cinta
atau sangat marah.
Hambatan kemajuan hubungan perawat - pasien terdiri atas tiga jenis utama
yaitu:
1. Resisten
Resisten adalah upaya pasien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran yang dipelajari untuk mengungkapkan atau bahkan mengalami
aspek yang bermasalah pada diri seseorang. Sikap ambivalen terhadap eksplorasi
diri, yang didalamnya pasien menghargai juga menghindari pengalaman yang
menimbulkan ansietas, merupakan bagian normal proses terapeutik. Resistens
utama seringkali merupakan akibat dari ketidaksediaan pasien untuk berubah
ketika kebutuhan untuk berubah dirasakan. Perilaku resistens biasanya
diperlihatkan oleh pasien selama fase kerja karena fase ini memuat sebagian besar
proses penyelesaian masalah.
Bentuk resistens yang diperlihatkan pasien :
a) Supresi dan represi informasi terkait.
b) Intensifikasi gejala.
c) Devaluasi diri dan pandangan keputusasaan tentang masa depan.

6
d) Dorongan untuk sehat yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya
kesembuhan yang bersifat sementara.
e) Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika pasien mengatakan
bahwa ia tidak mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan
masalahnya tidak menepati janji pertemuan atau datang terlambat untuk
suatu sesi, lupa, diam atau mengantuk.
f) Prilaku amuk atau tidak rasional.
g) Pembicaraan yang superfisial.
h) Pemahaman intelektual yang didalamnya pasien mengungkapkan
pemahaman dirinya dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap
berperilaku maladaptif, atau menggunakan mekanisme pertahanan
intelektualisasi tanpa diikuti pemahaman.
i) Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika pasien telah memiliki
pemahaman tetapi menolak memikul tanggung jawab untuk berubah
dengan alasannya bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting.
j) Reaksi transferens.

2. Transferens
Transferens adalah respon tidak sadar yang didalamnya pasien mengalami
perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
penting dalam kehidupan masa lalu pasien. Istilah ini merujuk pada sekelompok
reaksi yang berupaya mengurangi atau menghilangkan ansietas. Sifat yang paling
menonjol dari transferens adalah ketidaktepatan respon pasien dalam hal intensitas
dan penggunaan mekanisme pertahanan displacement yang maladaptif. Reaksi
transferens membahayakan proses terapeutik hanya bila hal ini tetap diabaikan
dan tidak di tela’ah oleh perawat. Ada dua jenis utama yaitu reaksi bermusuhan
dan tergantung.

7
3. Kontertransferens
Kontertransferens yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat,
bukan oleh pasien. Kontertransferens merupakan respons emosinal spesifik oleh
perawat terhadap pasien yang tidak sesuai dengan intensitas emosi.
Kontertransferens adalah transferen yang diterapkan pada perawat. Respon
perawat tidak dapat dibenarkan oleh kenyataan,tetapi lebih mencerminkan konflik
terdahulu yang dialami terkait dengan isu-isu seperti otoritas, keasertifan, gender,
dan kemandirian. Reaksi kontertransferens biasanya berbentuk salah satu dari 3
jenis, yaitu reaksi, mencintai atau perhatian berlebihan. Reaksi sangat bermusuhan
atau membenci, dan reaksi sangat cemas. Seringkali menjadi respon terhadap
resisten pasien.

Beberapa bentuk countertransfer yang diperlihatkan oleh perawat :


a) Kesulitan ber-empati terhadap pasien dalam area masalah tertentu.
b) Perasaan tertekan setelah sesi.
c) Kecerobohan dalam mengimplementasikan kontra seperti datang terlambat
atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
d) Mengantuk selama sesi.
e) Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan pasien untuk
berubah.
f) Dorongan terhadap ketergantungan, pujian, atau afeksi pasien.
g) Berdebat dengan pasien atau kecenderungan untuk memaksa pasien
sebelum ia siap.
h) Mencoba untuk membantu pasien dalam segala hal yang tidak
berhubungan dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi.
i) Keterlibatan dengan pasien dalam tingkat personal atau sosial.
j) Melamunkan atau preokupasi dengan pasien.
k) Fantasi seksual atau agressive dengan pasien.
l) Perasaan ansietas, gelisah, atau perasaan bersalah terhadap pasien terjadi
berulang kali.

8
m) Kecenderungan untuk berfokus hanya pada satu aspek informasi dari
pasien atau menganggap hal tersebut sebagai satu-satunya cara.
n) Kebutuhan untuk mempertahankan intervensi keperawatan kepada pasien.

Untuk mengatasi hambatan terapeutik, perawat harus siap mengungkapkan


perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat - pasien.
Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan terapeutik
dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian
perawat dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih
berfokus secara objektif pada apa.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan
transferensa) atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran
batasan) bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negatifnya
pada proses terapeutik. Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien
ditinjau kembali. Hal ini dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja
sama terapeutik yang sesuai dengan proses hubungan perawat-pasien.

G. Tahapan Komunikasi Terapeutik


Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) dengan pasien, perawat
mempunyai empat tahapan yang pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang
berbeda-beda dan harus diselesaikan oleh perawat (Stuart dan Sundeen, dalam
Christina, dkk, 2003) :

1. Tahap persiapan (Prainteraksi)


Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali
perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya, juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan
pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh perawat untuk memahami
dirinya dan menyiapkan diri (Suryani, 2005).

9
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi
dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam
Suryani, 2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang
akan dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani,
2005).
Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada
saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain,
keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam
membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling
tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat
memulai interaksi (Suryani, 2005).
Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Perawat perlu
merencanakan pertemuan pertama dengan klien. Hal yang direncanakan
mencakup kapan, dimana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan
pertama tersebut (Suryani, 2005).

2. Tahap perkenalan (Orientasi)


Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu
atau kontak dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada saat berkenalan, perawat
harus memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien (Brammer dalam
Suryani, 2005). Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka
dirinya (Suryani, 2005). Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan
data dan rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta
mengevaluasi hasil tindakan yang lalu (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005).

10
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi
terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005), karena tanpa adanya rasa saling
percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan antara kedua belah pihak.
Merumuskan kontrak pada klien (Christina, dkk, 2002). Kontrak ini sangat
penting untuk menjamin kelangsungan sebuah interaksi (Barammer dalam
Suryani, 2005). Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan
atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah
pahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk
menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan
serba tahu (Gerald, D dalam Suryani, 2005). Perawat perlu menekankan bahwa
perawat hanya membantu, sedangkan kekuatan dan keinginan untuk berubah ada
pada diri klien sendiri (Suryani, 2005).
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada
tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan
memberikan pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien
untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi
masalah klien. merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan
tujuan interaksi bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan
sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi.
Fase orientasi, fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan
seterusnya, tujuan fase ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang
telah dibuat dengan keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang
lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal yang telah dilakukan bersama klien
(Cristina, dkk, 2002).

11
3. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi
terapeutik (Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Pada tahap ini perawat dan klien
bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap
kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong klien mengungkap
perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai kepekaan dan
tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons verbal
maupun nonverbal klien.
Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas
perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien.
Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah
yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara
atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.
Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan
menegaskan hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien
memiliki pikiran dan ide yang sama (Murray, B & Judth dalam Suryani, 2005).
Tujuan teknik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal dan tema
emosional yang penting (Fontaine & Fletcner dalam Suryani, 2005)

4. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien (Christina,
dkk, 2002). Tahap ini dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir
(Stuart, G.W dalam Suryani, 2005). Terminasi sementara adalah akhir dari tiap
pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu
kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. Terminasi akhir terjadi
jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan.

12
Tugas perawat pada tahap ini antara lain:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan.
Evaluasi ini juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak
boleh terkesan menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar
mengulang atau menyimpulkan.
Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan
menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu
mengetahui bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat.
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya?
Apakah klien merasa bahwa interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu
justru menimbulkan masalah baru bagi klien.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan.
Tindakan ini juga disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut
yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya.
Misalnya pada akhir interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative
mengatasi marah. Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien
untuk mencoba salah satu dari alternative tersebut.
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat
agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses
terminasi perawat-klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan,
sehingga jika hal tersebut tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi
dan kecemasan dapat terjadi lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat
dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati dan responsif
terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan tahap sebelumnya.

13
Sikap Komunikasi Terapeutik :
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1. Berhadapan
Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”.
2. Mempertahankan kontak mata Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar
sesuatu.
4. Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk
berkomunikasi.
5. Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberi respon kepada klien.
6. Strategi Menanggapi Respon Klien
Dalam menanggapi respon klien perawat dapat menggunakan berbagai
teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :
a) Bertanya
b) Mendengarkan
c) Mengulang
d) Klarifikasi
e) Refleksi
f) Memfokuskan
g) Diam
h) Memberi informasi
i) Menyimpulkan
j) Mengubah cara pandang
k) Eksplorasi
l) Membagi persepsi

14
m) Mengidentifikasikan tema
n) Humor
o) Memberikan pujian

15
BAB III
SKENARIO

Suatu hari Di jln. Ahmad Yani terjadi kecelakaan, seorang remaja laki-laki

yang mengendarai sepeda motor menabrak tiang pembatas jalan. Remaja itu

mengalami luka pada daerah tangan dan kaki nya dan ia langsung di larikan ke

Rumah sakit OMNI sambil meraung-raung kesakitan .Sesampainya dirumah sakit

pasien pun langsung ditangani oleh perawat

Koyimah : Aduh.....aduh sakit sekali.

Perawat :Sabar ya mbak. Sakit nya hanya sebentar kok nanti

setelah diobati pasti sakit nya hilang

Koyimah : Iya sus tapi saya sudah gak kuat soalnya sakit banget sus

Perawat :Iya makanya mbak nya yang sabar dulu ya kami akan

berusaha semaksimal mungin buat mengobatinya, tapi mbak

nya jangan banyak gerak dulu

Koyimah : Baiklah sus, terimakasih..

Selang beberapa menit kemudian, keluarga koyimah pun datang dengan

wajah yang cemas dan tegang...

16
Komang : Aisyah, dimana Koyimah ?

Aisyah :Mmm.......aku juga nggak tahu, coba kita cari diruang

UGD

Sesampainya di ruang UGD, Aisyah dan komang melihat koyimah yang

masih meraung-raung kesakitan, lalu mereka menghampiri lukman

Komang :Koyimah.....Gimana keadaanmu? Apanya yang

sakit dan luka ?

Koyimah :Aduh....semua badan ku terasa sakit dari tangan,

siku,lutut,kaki.... aduh sakit sekali

Perawat :Tolong ya mas – mba ‘ ini , tunggu diluar biar

kami bisa mengobati pasien dengan cepat

Aisyah&komang : Baik lah suss .....

Setelah Koyimah selesai diobati, ia dipindahkan keruangan perawatan.

Setelah tiga hari kemudian perawat datang keruangan koyimah dirawat untuk

mengganti balutan lukanya

Perawat : Selamat siang mbak, saya perawat jefiska akan

mengganti balutan lukanya. Oh ya mas gimana rasanya

setelah beberapa hari dirawat disini

Koyimah : Rasanya nyaman ko....udah agak mendingan rasa sakitnya,

tapi saya ingin cepet pulang soalnya udah kangen rumah

17
Komang : iya nih sus...kapan adik saya bisa pulang

soalnya biaya nya tidak mendukung nih...

udah kere gitu deh....

Perawat : kalau soal itu tergantung dari kesembuhan adiknya

mba.....baik lah mba saya akan mulai mengganti balutan

luka nyambak.

Koyimah : nggak sakit kan sus...ih aku takut...

Aisyah : Udah.....udah nggak apa-apa kok

Komang : kok pakai diganti segala balutanya ?

Biarin aja sus kan nggak usah repot-repot jadinya.

Perawat : Tujuan dari penggantian balutan luka untuk mencegah

terjadinya infeksi serta memberikan rasa nyaman pada adik

mba

Aisyah : oh...begituloh.....hahahahha aku baru

tahu nih

Perawat kemudian melakukan prosedur pelaksanaan penggantian balutan

luka sambil menjelaskan langkah demi langkah kepada pasien

Perawat : mbak balutan luka mbak akan dibuka terus dibersihkan

setelah itu diberi betadin dan ditutup kembali dengan

kasa kemudian diplester

Koyimah : udah selesai yah sus... aduh udah bosen nih

Perawat : udah... udah selesai ko mbak perawatannya. Jadi

mbak bisa istirahat

18
Komang : kok cepet banget sih... kaya kilat

Aisyah : iya nih kaya kilat... cepet banget...

Perawat : Baiklah mas dan mbak perawatan luka nya telah selesai.

Jadi mbaknya bisa istirahat agar lekas sembuh.

Setelah perawatan selesai, perawat meninggalkan ruangan itu dan drama

kami pun berakhir. Terimakasih atas perhatiannya.

“ Di sini gunung di sana gunung di tengah-tengah nya pulau

jawa, wayang nya bingung dalangnya pun bingung yang

penting bisa ketawa”.

19
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong dan membantu


proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Northouse (1998) mendefinisikan
komunikasi terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat dalam
berinteraksi untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi
gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan
orang lain. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal, artinya
komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal dan
nonverbal (Mulyana, 2000).

B. Saran

1. Dalam melayani klien hendaknya perawat selalu berkomunikasi dengan

klien untuk mendapatkan persetujuan tindakan yang akan dilakukan, dan

2. Dalam berkomunikasi dengan klien hendaknya perawat menggunakan

bahasa yang mudah dimengerti oleh klien sehingga tidak ada

kesalahpahaman berkomunikasi

20

Anda mungkin juga menyukai