Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
2.2.1 Kolinergik
Farmakodinamik
Asetikolin eksogen secara umum memperhatikan efek yang sama
dengan ACh endogen, yang eksogen kerjanya tentu lebih menyebar
(difusi) dan memerlukan kadar yang lebih besar untuk menimbulkan efek
yang sama. Efek farmakodinamik esterkolin maupun obat kolinergik
lainnya dapat dimengerti bila diketahui efek ACh pada berbagai organ.
Secara umum farmakodinamik dari ACh dibagi dalam dua golongan, yaitu
terhadap : (1) kelenjar eksorin dan otot polos, yang disebut efek
muskarinik; (2) ganglion (simpatis dan parasimpatis) dan otot rangka,
yang disebut efek nikotinik. Pembagian feel ACh ini didasarkan obat yang
dapat menghambatnya, yaitu atropin menghambat khusus efek
muskarinik, dan nikotin dalam dosis besar menghambat efek nikotinik
asetikolin terhadap ganglion. Kurare khusus menghambat efek nikotin
terhadap otot rangka. Bila digunakan dosis yang berlebihan maka atropin,
nikotin dan kurare masing-masing juga menghambat semua efek
muskarinik dan nikotinik ACh. Efek obat pada dosis toksik ini dianggap
sebagai efek farmakologik lagi, karena efek selektifnya hilang.
Efek samping
Dosis berlebihan dari ester kolin sangat berbahaya karena itu
jangan diberikan secara IV, karena asetikolin yang lama terjadi sangat
singkat. Pemberian oral atau SK merupakan cara yang lazim digunakan.
Kombinasi dengan progistigmen atau oral kolinergik lain juga tidak boleh
digunakan, karena terjadi potosintesis yang dapat membawa akibat buruk.
Asma bronkial atau alkus peptikum merupakan kontraindikasi untuk
pegobatan secara ini. Ester kolin dapat mendatangkan serangan iskemia
jantung pada penderita angina pektoris, karena tekan jantung yang
menurun mengurangi sirkulasi koroner. Penderita hipertiroidisme dalam
mengalami fibrilasi atrium, terutama pada pemberian metakolin; tindakan
pengalaman perlu diambil, yaitu dengan menyediakan antropil dan
epinefrin sebagai antidotum. Gejala keracuman pada umumnya berupa
efek muskarinin dan nikotinin yang berlebihan. Keracunan ini harus dapat
diatasi dengan atropil dan epinfrin.
2.2.1.2 Antikolinesterase
Antikolinestrerase menghambat kerja kolinesterase (dengan
mengikuti kolinestrerase) dan mengakibatkan perangsangan saraf
kolinergik terus menerus karena ACh tidak dihidrolisis. Dalam golongan ini
kita kenal dua kelompok obat yaitu yang menghambat reversibel, misalnya
fisostigmin, prostigmin, pirisdogtigmin dan edrotonium; dan menghambat
secara reveksibel misaknya gas perang; tabun, sarin, soman dan sebaginya;
dan insiktisida organofosfal (TEPP), heksaaetiltertrafosfat (HETP), dan
oktametilpiro-fosfortetramid (OMPA).
Farmakodinamik
Efek utama antikolinestrase yang menyangkut terapi terlihat pada
pupil, usus dan sambungan saraf otonom, efek-efek lainnya hanya
mempunyai arti toksikologik.
Farmakokinetik
Fisostigmin mudah diserap melalui saluran cerna, tempat suntikan
maupun melalui selaput lendir lain. Seperti atropin, fisostogmin dalam obat
tetes mata dapat menyebabkan efek sistemik. Hal ini dapat dicegah dengan
menekan sudut medial mata dimana terdapat kanalis lakrimalis. Prostigmin
dapat diserap secara baik pada pemberian perenteral, sedangkan pada
pemberan oral dibutuhkan dosis 30 kali lebih besar, lagi pula penyerapan
tidak teratur. Efek hipersalivasi baru tampak 1-1/2 jam setelah pemberian
oral 15-20 mg. insektisida organofosfat memperlihatkan koefisien partisi
yang tinggi karena itu dapat diserap dari semua tempat di tubuh, termasuk
kulit. Absorpsi demikian baik sehingga keracunan dapat terjadi hanya akibat
tersiram insektisida organosfosfat di kulit tubuh. Bila inseksitida
disemprotkan ke udara, racun ini diserap paru-paru.
Otot polos lain. Salaran kemih dipengaruhi oleh atropin dalam dosisi agak
besar (kira-kita 1 mg). pada pielogram akan terlihat dilatasi kaliks, pelvis,
ureter dan kandung kemih. Hal ini dapat mengakibatkan retensi urine.
Retensi urin disebabkan relaksasi M. detrusor dan konstriksi sfingter uretra.
Bila ringan akan berupa kesulitan mikis yaitu penderita harus mengejar
sewaktu miksi.
Farmakokinetik
Alkoloid belladona mudah diserap dari semua tempat, kecuali dari kulit.
Pemebrian antropil sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat
menyebabkan absorpsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal,
sehingga menimbulkan efek sistemik dan bhkan keracunan. Untuk
mencegah hal ini perlu keronga hidung, terserap dan menyebabkan efek
sistemik. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan
kebanyakan mengalami hirolisis enzimatik oleh haper. Sebagian
diekresikan melalui gijal dalam bentuk asal.
Antikolinergik sintetik, misalnya skopolamin metilbromida, lebih sulit
diabssorpsi sehingga perlu diberikan dalam dosis yang lebih besar (2,5 mg),
tetapi efek sentralnya tidak sekuat atropil karena tidak melewati sawar darah
otak. Absorpsi pirenzepin tidak lengkap (20-30%) dan dipengaruhi danya
makanan dalam lambung. Masa penuh eliminasinya sekitar 11 jam.
Sebagian besar pirenzepin diekresi melalui urine dan feses dalam bentuk
senyawa asal. Dalam pasien gagal ginjal, kadar otak meningkat 30-40%,
namun belum menyebabkan efek toksik.
2.2.3 Adrenergik
Obat golongan ini disebut obat adrenergik kerena efek yang
ditimbulkan mirip perangsangan saraf adrenergik, atau mirip efek
neurotransmitor neropinefrin dan epinefrin (yang disebut juga nor adrenalin
dan adrenalin) sari sususan araf simpatis. Golongan obat ini disebut juga obat
simpatik atau simpatomimetik, tetapi nama ini kurang tepat karena aktivitas
susunan saraf simpatis ada yang diperantaikan oleh transmitor asetikolin.
Kerja obat adrenergik dapat dibagi dalam 7 jenis : (1) perangsangan parifer
terhadap otot polos pembukuh darah kulit dan mukosa, dan terdapat kelenjar
liur dan keringat; (2) penghambatan parifer terhadap otot polos usus, bronkus,
dan pembuluh darah otot rangka; (3) perangsangan jantung, dengan akibat
meningkatkan denyut jantung dan kekuatan kontraksi; (4) perangsangan SPP,
misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan, aktivitas
psikomotor, dan penggunaan nafsu makan; (5) efek metabolok, missalnya
meningkatkan glikogenesis di hati dan otot, lipolisis dan penglepasan asam
lemak bebas dari jaringan lemak; (6) efek endokrin, misalnya mempengaruhi
sekresi insuline, renin dan hormon hipofisis dan (7) efek prasinaptik, dengan
akibat hambatan atau peningkatan pelepasan neurotransmitir NE dan ACh
(secara fisikologis, efek hambatan lebih penting).
2.2.3.1 Epinefrin
Farmakodinamik
Pada umumnya, pemberian epi menimbulkan efek miring stimulus saraf
adrenergik. Ada bberapa perbedaan karena neurotransmitor pada saraf adrenergik
adalah NE. efek yang paing mneojol adalah efek terhadap jatung, otot polos
pembuluh darah dan otot polos lain.
Kardiovaskular. Pembuluh darah. Efek vaskular epi terutama pada atreiol kecil dan
atreri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami
konstriksi akibat aktivitas reseptor 𝛼 oleh epi. Pembuluh darah otot rangka
mengalami dilatasi oleh epidosis rendah, akibat aktivitas reseptor 𝛽2 yang
mempunyai efinitas lebih besar pada epi dibandingkan dengan reseptor 𝛼. Epi dosis
tinggi bereaksi dengan dua jenis reseptor. Dominasi reseptor 𝛼 menyebabkan
peningkatan resestensi perifer yang berakibat peningkatan tekanan darah. Pada
waktu kadar epi menurun, efek terhadap respons 𝛼 yang kurang sensitif lebih dulu
menghilang, efek epi terhadap reseptor 𝛽2 masih ada pada kadar yang rendah ini,
dam menyebabkan hopotensi sekunder pada pemberian epi secara sistemik. Jika
sebelum epi telah diberikan suatu penghangat reseptor 𝛼, maka pemberian epi
hanya menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Suatu kenaikan
tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin timbul sebelum penurunan tekanan
drah hal ini; kenaikan ynag terlintas ini akibat stimulasi jantung oleh epi.
Arteri koroner. Epi menimbulkan aliran darah koroner. Epi di satu pihak epi
cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner 𝛼. Di
lain pihak epi memperpanjang waktu diastolik, meningkatkan tekanan drah aorta,
dan menyebabkan dilepaskannya adenosis, suatu metabolik yang bersifat
vasodilator, akibat peninkatan kontrasi jantung dan komsumsi oksigen miokard;
semua ini akan meningkatkan aliran darah koroner.
Saluran cerna. Melalui reseptor 𝛼 dan 𝛽2, epi menimbulkan relaksasi otot polos
saluran cerna pada umumnya: tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang.
Kandung kemih. Epi menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor 𝛽2 dan
kontraksi otot trigon dan sfingter melalui reseptor 𝛼1, sehingga dapat menimbulkan
kesulitan urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Farmakokinekit
Absorpsi. Dalam pemberian oral. Epi tidak mencapai dosis terapi karena
sebagian besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada
dinding usus dan hati. Pada penyuntikan SK, absopsi yang lambat terjadi karena
vaskontraksi lokasi, dapat dipercepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi
yang lebih cepat terjadi dengan menyuntikan IM. Pada pemebrian lokal pada
saluran napas, tetapi efek sitemik dapat terjadi,terutama bila digunakan dosis besar.
Penghambat saraf adrenergik ialah obat yang mengurangi respons sel efektor
terhadap perangsangan terhadap saraf adenergik, tetapi tidak terhadap obat
adrenergik eksogen. Obat golongan ini bekerja pada ujung saraf adrenergik,
menggangu pelepasan dan atau penyimpanan neripinefrin (NE).
FARMAKODINAMIK
Beta-bloker menghambat secara kompetitif efek obat adrenergik,
baik NE dan Epi endogen maupun obat adrenergik eksogen, pada
adrenoseptortor β. Potensi penghambatan dilihat dari kemampuan obat
ini dalam menghambat takikardi yang ditimbulkan oleh isoproterenol
atau oleh exercise. Karena penghambatan ini bersifat kompetitif, maka
dapat diatasi dengan meningkatkan kadar obat adrenergik.
FARMAKOKINETIK
Sifat-sifat farmakokinetik berbagai β-bloker dapat dilihat dalam
tabel 6-2. Berdasarkan sifat-sifat ini, β-bloker dapat dibagi atas 3
golongan :
(1) Β-bloker yang mudah larut dalam lemak, yakni propranolol, alprenolol,
oksprenolol, labetalol, dan metopranolol.
(2) Β-bloker yang mudah larut dalam air, yakni satalol, nadolol dan atenolol.
Satatol diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, dan tidak mengakami
metabolisme lintas pertamma
(3) Β-bloker yang kelarutannya terletak di antara golongan (1) dan (2), yakni
timolol, bisoprolol , asebutolol dan pidodol. Ke 4 obat ini diabsorpsi
dengan baik dari saluran cerna, tetapi mengalami metabolisme lintass
pertama yang berbeda derajat.
FARMAKOKINETIK
Nikotin dapat diserap dari semua tempat termasuk kulit. Keracunan
berat dilaporkan terjadi akibat absorpsi di kulit. Absorpsi di lambunng
seddikit karena sifat nikotin sebagai basa kuat. Absorpsi intensiall cukup
untuk menyebabkan keracunan peroral. Nikotin terutama mengalami
metabolisme di hati, juga di paru dan ginjal. Nikotin yang diinhalasi
dimetabolisme dalam jumlah yang berarti di paru-paru.
FARMAKODINAMIK
SISTEM KARDIOVASKULER. Arteri dan vena di domminasi oleh
tonus simpatis, sehingga heksametonium menghambat lebih nyata
ganglion simpatis dan menyebabkan vasodilatasi serta pengurangan air
balik vena. Tekanan darah dalam sikap berdiri dapat menurun dan
menimbulkan hipotensi ortostatik. Dalam sikap berbaring, tekanan darah
tidak begitu banyak dipengaruhi.
Sakuran cerna dan sakuran kemih. Sekresi lambung jelas berkurang sesuai
pengobatan dengan c6; begitu juga sekresi pankreas serta air liur. Tonus dan
peristalsis lambung, usus kecil serta kolon ditambah sehingga keinginan
untuk defekasi tidak ada.
Farmakokinetik
Absorpsi oral dari obat golongan ini sangat tidak teratur karena senyawa-
senyawa tersebut tergolong dalam amunium kuaterner yang suka melewati
membran sel. Selain itu hambatan pengosonangan lambung dalap
memperlambat absopsi diselangi dengan episode penyerahan dalam jumlah
besar akibat beberapa dosis obat sekaligus masuk usus hakus dari lambung.
Oleh karena itu dosis sukar sekali ditetapkan.prngrcualian untuk ini ialah
kamilamin yang diserap secara lengkap oleh usus, terutama karena sebagai
obat ini dieksresi dalam lumen usus melalui empedu dan diserap kembali.
Selain itu mekanisme bukan suatu amonium kuartener sehingga dapat
melewati sawar darah otak dan ssawar uri. Walaupun absopsi mekamilamin
tetap baik, tetapi ada bahaya penurunan aktivitas usus dengan akibat paralisis
di hati dan ginjal dan masa kerjanya relatif lama. Sebagian besar obat
gangliolitik dieksresi oleh ginjal dalam bentuk asal sehingga akumulasi dapat
timbul pada gagal ginjal.
Efek samping
Karena efek farmakodinamiknya yang luas,maka obat ganglionik
menimbulkan efek samping yang sangat menggangu. Reaksi yang paling
mengganggu dan mungkin berbahaya ialah hipotensi ortostatik, sembelit
dengan kemungkinan ieus paralitik dan retensi urine. Hipotensi ortostatik
pada pengobatan hipertensi berat dapat mencetuskan gagal jantung kiri yang
fatal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan