Anda di halaman 1dari 21

Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I

Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

SIROSIS HEPATIS

A. Landasan Teoritis Penyakit :


1. Defenisi
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan
stadium akhir dari fibrosis hepatik yang berlangsung secara progesif,
dittandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan
nodulus regenaratif (Sudoyo,2007).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi
arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan
makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan
nodul tersebut (Suzane C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2000).
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan
inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi stuktur hepar
dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang
terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-
sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang
mengantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar
kehilangan fungsi dan distorsi stukturnya (Baradero, Daryit &
Siswandi, 2008).
2. Etiologi
 Sirosis laennec
Sirosis yang terjadi akibat mengkonsumsi minuman beralkohol
secara kronis dan berlebihan. Sirosis portal laenec (alkoholik,
nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi
daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh
alkoholisme kronis, sering ditemukan di Negara Barat.
 Sirosis pascanekrotik

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Sirosis yang terjadi akibat nekrosis massif pada sel hati oleh
toksin. Pada beberapa kasus sirosis ini diakibatkan oleh
intoksikasi bahan kimia industry, racun, arsenic, karbon
tetraklorida atau obat-obatan seperti INH dan metildopa.
Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya.
 Sirosis biliaris
Sirosis ini terjadi akibat sumbatan saluran empedu (obstruksi
biliaris) pascahepatik yang menyebabkan statisnya empedu
pada sel hati. Statisnya aliran empedu menyebabkan penumpukan
empedu di dalam masa hati dan pada akhirnya menyebabkan kerusakan
sel-sel hati. Pada sirosis bilier, pembentukan jaringan parut
biasanya terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini
biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis).
 Sirosis cardiac
Sirosis ini merupakan sirosis sekunder yang muncul akibat
gagal jantungdengan kongesti vena hepar yang kronis.

Etiologi dari sirosis hati di negara asing akibat alkholik sedangkan di


indonesia terutama akibat infeksi virus hepatits B maupun C. Hasil
penilitian diindonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabakan
sirosis sebesar 40-50% dan virus hepatitis C 30-40% sedangkan 10-20%
penyebabnya tidak di ketahui dan termasuk bukan virus hepatitis B
maupun (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di indonesia
mungkin persentasinya kecil sekali karna belum ada datanya. (Lewis, Dkk,
2000) dan ( Siddik, Fathir S, dkk, 2012)

3. Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala


 Pembesaran Hati, pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung
membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui


melalui palpasi.
 Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran
hati yang cepat dan bisa saja terjadi sehingga terjadi regangan
pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah
jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila
dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol
(noduler).
 Obstruksi portal dan asites, manifestasi lanjut sebagian
disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari
organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena porta dan di
bawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan
kembali ke limpa dan traktus gastrointerstinal dengan
konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan
dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja
dengan baik. Pasien dengan keadaan ini semakin cenderung
menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare.Berat
badan pasien berangsur-angsur mengalami penurunan.Cairan
yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan
menyebabkan asites. Hal ini ditunjukan melalui perfusi akan
adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegaly
juga terjadi.Jaringan-jaringan telangiektasis, atau dilatasi arteri
superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan,
yangs sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan
keseluruhan tubuh.
 Varises gastrointerstinal, obstruksi aliran darah lewat hati yang
terjadi akibat penurunan fibrotic juga mengakibatkan pembuluh

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

darah kolateral dalam sistem gastrointerstinal dan pemintasan


(shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembuluh
darah dengan tekanan yang lebih rendah.Sebagai akibatnya,
penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi
abdomen (kaput meduase), dan distensi pembuluh darah di
rectum bagian bawah merupakan darah yang sering mengalami
pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh
darah ini akan membentuk varises atau hemoroid tergantung
pada lokasinya.
 Pendarahan Karena fungsinya bukan untuk menanggung
volume darah dan tekanan tinggi akibat sirosis, maka pembuluh
darah ini akan mengalami rupture dan menimbulkan
perdarahan. Penderita akan mengalami hemoragi massif dan
rupture varises pada lambung dan esovagus.
 Edema, gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan
oleh gagal hati yang kronis.Konsentrasi albumin plasma
menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosterone yang berlebihan akan
menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
 Defisiensi vitamin dan anemia, karena pembentukan,
penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagi
fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin
K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestisial
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan
fungsi hati untuk menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

mengganggu kemampuan untuk melakukan aktifitas rutin


sehari-hari.
 Kemunduran mental, kemunduran fungsi mental dengan
enefalopati dan koma hepatic yang membakat.Karena itu,
pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif,
orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
(Smeltzer, 2001)
4. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
 Urine, dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi
Na dalam urine berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l)
menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.
 Tinja, terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita
dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen
yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi
sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna
cokelat atau kehitaman.
 Darah, biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang
ringan, kadang –kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan
kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali.
Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal
maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai likopeni
bersamaan dengan adanya trombositopeni.
 Tes Faal Hati, penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes
faal hati, lebih lagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda
hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin
menurun. Pada orang normal tiap hari akan diproduksi 10-16 gr
albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara
3,5-5,9 gr per hari.9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0
g/dL38. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.


39
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih.
Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal
hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

b. Sarana Penunjang Diagnostik


 Radiologi, pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan
ialah,: pemeriksaan fototoraks, splenoportografi, Percutaneus
Transhepatic Porthography (PTP)
 Ultrasonografi, ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan
untuk mendeteksi kelaianan di hati, termasuk sirosis hati.
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya
penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase
lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak
membesar dan sebagian lagi dalam batas nomal.
 Peritoneoskopi (laparoskopi), secara laparoskopi akan tampak
jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas kelihatan
permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar
atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.

5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


I. Medis
Penatalaksanaan menurut Tarigan adalah :
a. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup
dilakukan kontrol yang teratur, istirahat yang cukup, susunan
diet tinggi kalori tinggi protein, lemak secukupnya.
b. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
 Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan
penggunaanya. Alkohol akan mengurangi pemasukan protein

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300 kalori)


kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk
menghambat perkembangan kolagenik.
 Hemokromatis Dihentikan pemakaian preparat yang
mengandung besi/ terapi kelasi (desferioxamine).
 Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid
c. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
 Asites dengan Tirah baring dan diawali diet rendah garam,
konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/ hari. Diet rendah garam
dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan
pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan
adanya edema kaki. Bila pemberian spironolakton tidak adekuat
bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/
hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak
ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis
dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
 Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis
dengan melena atau melena saja) yang dilakukan yaitu: 1) Lakukan
aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui
apakah perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung, 2) Bila
perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian
IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah
secukupnya, 3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc
D5% ataunormal salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3
kali.
 Encephalophaty
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat
digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil


amonia.
II. Keperawatan
- Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan
riwayat faktor-faktor pencetus
- Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain
dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
harus diperhatikan
- Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status
jasmani dan rohani

6. Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis
diantaranya adalah:
a. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi
portal, dan timbul varises esophagus.Varises esophagus yang terjadi
pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang
massif.Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan
tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung.
Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono
Hadi).Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak
hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan
HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis
Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya
varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi
lambung.
b. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat
melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum
primer.Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan,
parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut
komahepatikumsekunder. Pada penyakit hati yang kronis timbulah
gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam
glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang.
Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal
masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea.
Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak
yang bebas beredar dalam darah.Oleh karena sel hati tidak dapat
mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke
otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
c. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis
Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal.
Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya
hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun
pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi
makanan.
d. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati
menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama
pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang
akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
e. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk
juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF,
SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis,

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc


paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi. (Hadi.Dr.Prof, 2002.)

7. WOC
Terlampir

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan :


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk
rumah sakit, nomor MR, dan diagnosa medis.
2) Alasan masuk
Berisi tentang alasan masuk pasien ke rumah sakit.
Biasanya pasien dengan Sirosis hepatis akan mengeluhkan nyeri
sesak napas yang berat, acites, kelelahan, badan kurus, tidak
nafsu makan, mual dan muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kondisi kesehatan pasien saat dilakukan
pengkajian. Data subjektif yang sering muncul adalah sesak
napas, dan kelelahan. Selain itu, dapat diperkuat dengan data
objektif tentang bagaimana kondisi umum pasien, frekuensi
napas, dan tingkat aktivitas yang dapat dilakukan.
4) Riwayat kesehatan dahulu
 Berisi tentang kondisi kesehatan pasien di masa lalu yang
menunjang ke penyakit yang dialami oleh pasien saat ini.
Misalnya pasien mempunyai riwayat penyakit hepatitis,
Riwayat hepatitis kronis, Penyakit gangguan metabolismes
seperti DM, Obstruksi kronis ductus coleducus, Gagal
jantung kongestif berat dan kronis, Penyakit autoimun,
Riwayat malnutrisi kronis terutama KEP. Ataupun gaya
hidup pasien dengan banyak merokok, minum alkohol.
5) Riwayat kesehatan keluarga

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Berisi tentang riwayat keluarga yang mempunyai


riwayat penyakit hepatitis.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
berisi tentang status kesadaran pasien, dinilai dari GCS
pasien
2) TTV
mencakup tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan
3) Kepala
Biasanya kulit kepala bersih, tidak ada kelainan.
4) Rambut
perhatikan distribusi, warna dan kekuatan rambut (biasanya
rambut rontok karena kurangnya asupan makanan yang masuk).
5) Mata
perhatikan keadaan konjungtiva, dan perhatikan keadaan sclera
(biasanya kuning karena ikterik).
6) Telinga
perhatikan keadaan telinga, apakah ada gangguan pendengaran
atau tidak.
7) Hidung
perhatikan keadaan hidung, dan catat jika ada penggunan alat
bantu nafas.
8) Mulut
perhatikan keadaan mukosa bibir. Apakah pucat atau tidak,
kering atau tidak (biasanya gusi akan berdarah)
9) Gigi
perhatikan keadaan gigi, kebersihan, dan apakah ada caries atau
tidak, perhatikan kelengkapan gigi
10) Lidah
perhatikan keadaan lidah. Kebersihan lidah, dan apakah ada lesi
pada lidah atau tidak
11) Leher
perhatikan apakah ada pembesaran kelenjar tiroid, dan
pembesaran kelenjar limfe atau kelenjar getah bening
12) Integumen
perhatikan turgor kulit. Perhatikan adanya jejas. Biasanya kulit
akan kering dan turgor kulit buruk.
13) Thoraks

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan


auskultasi. perhatikan apakah dada simetris atau tidak, apakah
ada retraksi dinding dada atau tidak, atau apakah ada
penggunaan otot bantu nafas atau tidak, nilai bagaimana suara
nafas pasien (apakah ada suara nafas tambahan atau tidak).
14) Jantung
mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Perhatikan iktus, dan dengarkan bunyi jantung
15) Abdomen
mencakup pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Lihat keadaan abdomen, kesimetrisan, adanya nyeri
tekan atau nyeri lepas, dan dengarkan bising usus (biasany
bising usus hampir tidak terdengar.
16) Genitalia
apakah terpasang kateter atau tidak, apakah ada keluhan pasien
terkait genitalia
17) Anus
periksa anus apakah ada perdarahan atau tidak
18) Ekstremitas
periksa bagaimana keadaan ekstremitas pasien, mencakup
kekuatan otot pasien,
19) CRT
periksa berapa CRT pasien, untuk menilai sirkulasi darah ke
perifer

c. Pola Fungsional Gordon


1) Pola persepsi sehat
Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan
mempengaruhi persepsi pasien tentang kebiasaan merawat diri,
yang dikarenakan tidak semua pasien mengerti benar perjalanan
penyakitnya. Sehingga menimbulkan salah persepsi dalam
pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan terdapatnya
riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi
pasien yang mempengaruhi keadaan kesehatan pasien.
2) Pola nutrisi dan metabolisme

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Aliran darah dari vena porta yang tidak dapat melewati hepar
karena perubahan sel-sel hepatosit. Darah akhirnya kembali ke
saluran gastrointestinal. Proses ini akan membuat klien dengan
sirosis hepatis mengalami dispepsia dan diare. Berat badan klien
akan terus menurun secara signifikan. Ditambah lagi dengan
asites yang mendesak lambung dan menimbulkan rasa tidak
enak dan mual sehingga menurunkan nafsu makan. Ini juga akan
memperburuk status nutrisi dan menimbulkan anemia serta
kelelahan dan letargi. Terkait fungsi hati dalam metabolisme
lemak, karbohidrat, dan protein. Diet yang diberikan akan
rendah lemak, dan glukosa sederhana
3) Pola eliminasi
Akibat adanya bilirubin terkonjugasi, urin klien menjadi gelap
dan pekat. Kegagalan inaktivasi aldosteron dan ADH oleh hepar
juga menyebabkan retensi Na dan air. Terjadi konstipasi, flatus,
distensi abdomen (hematomegali, splenomegali, asites).
Penurunan atau tak adanya bising usus, feses, warna tanah liat/
melena, pekat
4) Pola aktivitas
Diafragma yang terdesak oleh asites mengakibatkan pola nafas
menjadi tidak efektif. Klien mudah lelah, selain karena edema di
ekstremitas dan asitesnya. Klien dengan Sirosis Hepatis juga
mendapatkan bed rest total untuk meringankan fungsi hati.
Terdapat kelemahan karena anemia dan nutrisi yang buruk.
Sehingga semua aktivitas dilakukan di tempat tidur. Untuk
latihan, mungkin dapat digunakan latihan rentang gerak tanpa
harus menyuruh klien duduk atau berdiri.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dan perubahan lingkungan atau dampak
hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan
kebutuhan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Sejak sakit dan masuk rumah sakit pasien mengalami perubahan


peran atau tidak mampu menjalani peran sebagai mana
mestinya, baik itu peran dalam keluarga ataupun masyarakat.
Hal tersebut berdampak terganggunya hubungan interpersonal.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Perut yang
terus membesar, perdarahan, kemunduran sensori dan kognitif,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
8) Pola sensori dan kognitif
Pada kasus yang lanjut, klien dapat mengalami ensefalopati
hepatik. Dimana otak terintoksikasi oleh toksin-toksin yang
tidak tersaring oleh hepar. Klien dapat mengalami gangguan
sensori dan kognitif seperti perubahan tingkah laku, tremor,
tidak dapat menulis atau menggambar, tidur lebih lama dari
biasanya, fokus pada diri sendiri, dan pada stadium akhir akan
mencapai koma yang tidak dapat dibangunkan.
9) Pola reproduksi seksual
Atrofi testis, ginekomastia yang terjadi karena kegagalan
metabolisme steroid dapat menurunkan kualitas dan fungsi
seksual sekaligus reproduksi.
10) Pola koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan
reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan,
mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Pada pasien yang dalam kehidupan sehari-hari selalu taat
menjalankan ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan
ibadah pula sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah
bagi mereka di jalankan pula sebagai penaggulangan stres
dengan percaya pada tuhannya.

2. Perumusan Diagnosa

NO NANDA NOC NIC


1 Pola Nafas Tidak Efektif a. Status Respirasi : a. Manajemen
Ventilasi Ventilasi Mekanik :
Defenisi : inspirasi atau  Jumlah Non Invasif
ekspirasi tidak memadai dalam pernafasan - Memonitor
ventilasi  Ritme kondisi-kondisi
pernafasan klien yang
Batasan Karakteristik :  Kedalaman mengindikasikan
 Napas dalam inspirasi bantuan ventilasi
 Perubahan gerakan  Retraksi dada non invasif.
dada  Sesak nafas - Memposisikan
 Mengambil posisi tiga saat klien dalam posisi
titik beristirahat. semi-fowler.
 Bradipneu  Ortopnea. - Memonitor
 Penurunan tekanan pengaturan-
ekspirasi b. Tingkat pengaturan
 Penurunan tekanan Ketidaknyamanan ventilator (suhu
inspirasi  Rasa nyeri dan kelembaban).
 Penurunan ventilasi  Rasa cemas - Memonitor
semenit  Rasa stress gejala-gejala yang
 Penurunan kapasitas  Rasa takut meningkatkan
vital status pernafasan.
 Depresi
 Dispneu - Memonitor
 Rasa gelisah
 Peningkatan diameter keefektifan
anterior-posterior ventilasi pada
 Napas cuping hidung status fisiologis
dan psikologis
 Ortopneu
klien.
 Fase ekspirasi yang
- Mengajarkan
lama
teknik-teknik
 Pernapasan pursed-lip
relaksasi.
 Takipneu

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

 Penggunaan otot-otot
bantu untuk bernapas o Terapi
Relaksasi
 Faktor yang :
berhubungan - Memberikan
 Ansietas gambaran kepada
 Posisi tubuh klien mengenai
 Deformitas tulang keuntungan-
 Deformitas dinding keuntungan,
dada batas-batas, dan
 Kerusakan kognitif jenis-jenis
 Kelelahan relaksasi.
 Hiperventilasi - Menetukan
intervensi yang
 Sindrom hipoventilasi
sesuai untuk
 Kerusakan
relaksasi klien.
muskuloskeletal
- Menciptakan
 Imaturitas neurologis
kenyamanan pada
 Disfungsi klien.
neuromuskular
- Mengajarkan
 Obesitas klien teknik-
 Nyeri teknik relaksasi.
 Kerusakan persepsi - Mengevaluasi
 Kelelahan otot-otot dan
respirasi mendokumentasik
 Cedera tulang belakang an respon klien
terhadap teknik
relaksas
2 Ketidakseimbangan nutrisi Status nutrisi a. Monitor Nutrisi
kurang dari kebutuhan Aktifitas : Aktivitas :
tubuh - Intake nutrisi - Timbang BB pasien
- Intake makanan dan pada interval yang
Batasan karakteristik:
cairan spesifik
 Kram perut - Energi - Monitor turgor kulit
 Nyeri perut - Berat tubuh sesuai kebutuhan
 Keengganan untuk Pengukuran biokemia - Monitor pertumbuhan
makan dan lingkungan
 Berat badan 20% - Monitor energi,
ataulebih di bawah penurunan fungsi organ
kisaran berat badan yang
- Monitor kalori dan
ideal
 Kapiler kerapuhan pemasukan nutrisi
 Diare - Kolaborasi dengan ahli
 Rambut rontok gizi
- Buat jadwal waktu

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

berlebihan makan.
 Suara hiperaktifusus
 Kurang nyamakanan b. Terapi Nutrisi
 Kurangnya informasi Aktivitas :
 Kurangnya minat dalam - Monitor makanan/
makanan minuman harian dan
 Kehilangan berat badan pemasukan kalori
dengan asupan makanan
- Kolaborasi dengan ahli
yang cukup
 Kesalahpahaman
gizi sesuai kebutuhan
 Informasi yang salah - Lakukan pemasangan
 Membran mukosa pucat NGT jika perlu
 Persepsi - Bantu pasien duduk
ketidakmampuan untuk sebelum makan
menelan makanan Mengajarkan tentang diet
 Tonus otot miskin dan rencananya sesuai
 Laporan diubah sensasi kebutuhan
rasa
 Laporan asupan makanan
kurang dari saku harian
yang direkomendasikan
(RDA
 Kenyang segera setelah
menelan makanan
 Rongga bukal Sore
 Steatorrhea
 Kelemahan otot
diperlukan untuk
pengunyahan
 Kelemahan otot yang
dibutuhkan untuk
menelan
3 Kelebihan volume cairan Status Hidrasi a. Manajemen cairan
Aktivitas :
Batasan karakteristik: Indikator :
- Monitor status hidrasi
 Bunyi napas tambahan - Hidrasi kulit (kelembaban membran
 Anasarka : - Edema perifer tidak mukosa)
pembengkakan umum/ tampak - Monitor vital sign jika
edema berat - Asites tidak tampak diperlukan
 Ansietas. - Demam tidak tampak - Monitor indikasi
 Azotemia - Urine output batas kelebihan cairan
 Perubahan tekanan normal (krakles, peningkatan
darah - Tekanan darah normal cup, edema, tekanan
 Perubahan status vena jugularis ,asites )
mental jika diperlukan
- Monitor Hasil

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

 Perubahan pola laboratorium yang


respirasi berhubungan dengan
 Penurunan hematokrit. retensi cairan
 Penurunan hemoglobin (peningkatan
 Dypsnea osmolalitas urin)
 Edema - Periksa lokasi dan luas
 Ketidakseimbangan edema.
elektrolit - Usahakan resep
 Peningkatan tekanan diuretic, sesuai
vena sentral kebutuhan
 Asupan melebihi b. Monitoring cairan :
haluaran Aktifitas :
 Distensi vena jugularis. - Pertahankan catatan
intake dan output yg
 Oliguria
akurat
 Ortopnea
- Pasang urin kateter jika
 Efusi pleura
diperlukan
 Reflex hepatojugular - Monitor hasil lab yg
positif
sesuai dg retensi cairan
 Perubahan tekanan (BUN, Hmt, osmolitas
arteri pulmonal urin)
 Kongesti paru - Monitor indikasi
 Perubahan berat jenis retensi/kelebihan
 Bunyi jantung S3 cairan(cracles, CVP,
 Pertambahan berat edema, distensi vena
badan dalam periode leher, asites)
singkat - Kaji lokasi dan luas
edema
- Monitor masukan
makanan/cairan
- Monitor status nutrisi
- Berikan diuretic sesuai
intruksi
- Monitor berat badan
- Monitor elektrolit
- Monitor tanda dan
gejala dari edema
4 Intoleransi aktivitas - Self care : ADLs a. Manajemen Energi
- Toleransi aktivitas Aktifitas :
 Respon abnormal - Konservasi energy - Observasi adanya
tekanan darah Indikator : pembalasan klien dlm
terhadap aktifitas - Berpartisipasi dalam melakukan aktivitas
 Respon abnormal aktivitas fisik tanpa - Kaji adanya factor yg

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

denyut jantung disertai penigkatan menyebabkan


terhadap aktifitas tekanan darah, nadi kelelahan
 Perubahan EKG dan RR - Monitor nutrisi dan
yang menunjukan - Mampu melakukan sumber energy yang
aritmia aktivitas sehari hari adekuat
 Perubahan EKG (ADLs) secara mandiri - Monitor pasien akan
yang menunjukan - Keseimbangan adanya kelelahan fisik
iskemia aktivitas dan istirahat dan emosi secara
 Adanya berlebihan
ketidaknyamanan - Monitor respon
saat beraktivitas kardiovaskuler thd
 Adanya dispnea saat aktivitas (takikardi,
beraktivitas disritmia, sesaknapas,
 Melaporkan secara diaporesis, pucat,
verbal adanya perubahan
kelelahan hemodinamik)
 Melaporkan secara - Monitor pola tidur dan
verbal adanya lamnya tidur/istirahat
kelemahan pasien
- Bantu klien untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
- Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas yang
diinginkan
- Bantu klien
untukmengidentifikasi
aktivitas yang disukai
- Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
- Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

Darmayanti Yusra
1541312068
Praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Padang

DAFTAR PUSTAKA

Arie Mansyur. (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : EGC

Bulechek, Gloria.M. (2008). NIC (Nursing Intervention Classification. Fifth


edition.Elseiver :USA.

Herdman, T.H. (2012). NANDA Nursing Diagnosis Defenition and Clasification),


2012-2017. Oxford : Willey Black Well.

Moorhead, sue, dkk. (2008). NOC Nursing Outcomes Classification, Fourth


edition. Elseiver : USA.

Price, Sylvia. A, Lorraine. M. (2002). Pathophysiologi : Clinical Concepts of


Disease Process. 6th ed. Mosby.

Smeltzer, S.C., Bare,B.G. (2000) Brunner and Suddarth`s texbook os Medical


Surgical Nursing. 9th ed.Philadelphia : Lippncott.

Tinjauan Penyakit Hati di Rumah Sakit Pringadi Medan. Semarang: FK UNDIP

Darmayanti Yusra
1541312068

Anda mungkin juga menyukai