Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja
yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (Sutrisno, 2009). Render dan
Heizer (2001) lingkungan kerja merupakan lingkungan fisik tempat
karyawan bekerja yang mempengaruhi kinerja, keamanan dan mutu
kehidupan kerja mereka. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan
rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal.
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai, jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana ia bekerja, maka pegawai tersebut
akan betah di tempat bekerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga
waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimal prestasi kerja
pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja
yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar
bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.
Lingkungan kerja meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu
pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan
kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut. Lingkungan kerja
(job environment) adalah semua faktor fisik, psikologis, sosial dan
jaringan hubungan yang berlaku dalam organisasi dan berpengaruh
terhadap karyawan (Marbun, 2005). Hal ini berarti bahwa lingkungan
kerja merupakan lingkungan yang melibatkan semua faktor baik fisik
maupun sosial yang turut berpengaruh terhadap pekerjaan seseorang.
Noah dan Steve (2012) lingkungan kerja adalah keseluruhan
hubungan yang terjadi dengan karyawan di tempat kerja. Segala
sesuatu yang berada di tempat kerja merupakan lingkungan kerja.
Karyawan berada dalam sebuah lingkungan kerja ketika karyawan
melakukan aktivitas pekerjaan, dan segala bentuk hubungan yang
melibatkan karyawan tersebut termasuk dari lingkungan kerja.Indikator
pengukuran lingkungan kerja didasarkan pada sub komponen dari
15
16
kemacetan saat berangkat dan pulang kerja, kemacetan saat berangkat dan
pulang kerja (National Safety Council, 2004).
Penyebab stres kerja antara lain: 1)adanya tugas yang terlalu
banyak. Stres timbul mana kala tugas terlalu banyak tapi tidak sebanding
dengan kemampuan pegawai untuk melaksanakannya; 2)terbatasnya
waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Stres timbul akibat pegawai
diberikan tugas oleh atasannya dengan pemberian waktu yang limit,
sehingga pegawai menjadi stres akibat merasa dikejar-kejar waktu;
3)kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Hal ini berkaitan
dengan hak dan kewajiban pegawai. Pegawai mendapatkan tugas dan
pekerjaan tanpa diberikan wewenang yang sewajarnya, sehingga
merisaukan hati pegawai, karena satu sisi dia harus mengerjakannya tapi
di pihak lain tidak ada wewenang yang diberikan untuk pekerjaannya
untuk mengambil keputusan serta harus selalu berkonsultasi dengan
atasan. Dengan kata lain tidak ada pendelegasian wewenang; 4)ambiguitas
peran adalah peran yang kabur, yaitu tidak terdapatnya standar kerja, tidak
adanya diskripsi kerja, prosedur kerja dan lainnya. Pegawai dibiarkan
bekerja hanya sesuai perintah atasan saja, tanpa mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pegawai; 5)frustasi, frustasi timbul karena
tidak ada harapan karir, terhambatnya kenaikan pangkat atau golongan
karena kebijakan instansi yang tidak memungkinkan, juga ketidak
cukupan gaji dibanding kebutuhan hidupnya, 6)perbedaan nilai, pegawai
bekerja dalam kondisi yang bertentangan dari sudut nilai-nilai yang
diyakininya dengan nilainailai yang diterapkan instansinya dimana dia
bekerja. Perbedaan nilai ini menjadikan konflik batin hingga dapat
menimbulkan stress kerja; 7)perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal
tersebut tidak umum. Stress kerja bisa timbul dalam mutasi pegawai,
manakala pegawai dimutasikan kedalam bidang tugas yang sama sekali
baru dan berbeda dari kemampuan, keahlian, dan kebiasaan selama ini;
8)konflik peran yang timbul dalam instansi yang memiliki standar ganda,
dengan perbedaan persepsi antara atasan dan bawahan yang menyolok.
Apabila hal ini terjadi pada instansi yang diburu dengan “dead line”,
Kategori umum akibat stres kerja antara lain: 1)gejala badan : sakit
kepala (cekot-cekot, pusing sebelah, vertigo), nafsu makan menurun, mual
muntah, keringat dingin dan gangguan pola tidur; 2)gejala emosional :
pelupa, mudah marah, cemas, was-was, kawatir, mimpi buruk, mudah
menangis dan pandangan putus asa; 3)gejala sosial : makin banyak
merokok, menarik diri dari pergaulan sosial, dan mudah bertengkar
(Anoraga, 2009). Stres yang terlalu berlebihan dapat mengganggu
pelaksanaan pekerjaan. Stres dapat sangat membantu atau fungsional,
tetapi dapat juga salah (dysfunctional) atau merusak prestasi kerja. Secara
sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong
atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat
stres. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan
prestasi kerja cenderung rendah. Meningkatnya stres, prestasi kerja
cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan
segala sumber daya dalam memenuhi barbagai persyaratan atau kebutuhan
pekerjaan (Handoko, 2010). Prestasi kerja karyawan yang mengalami stres
pada umumnya akan menurun karena mengalami ketegangan pikiran dan
berperilaku yang aneh, pemarah, dan suka menyendiri. Sehingga stres
harus diatasi sedini mungkin (Hasibuan, 2013).
Stres yang tidak teratasi pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, bahwa kemampuan mengatasi
sendiri stres yang dihadapi tidak sama pada semua orang. Orang yang
memiliki daya tahan yang tinggi menghadapi stres, oleh karenanya mampu
mngatasi sendiri stres tersebut. Sebaliknya tidak sedikit orang yang daya
tahan dan kemampuannya menghadapi stres rendah. Stres yang tidak
teratasi dapat berakibat pada apa yang dikenal dengan burnout, suatu
kondisi mental dan emosional serta kelelahan fisik karena stres yang
berlanjut dan tidak teratasi (Siagian, 2009). Cara-cara mencegah stres
akibat kerja secara lebih spesifik yaitu : 1)redesain tugas-tugas pekerjaan;
2)redesain lingkungan kerja; 3)menerapkan waktu kerja yang fleksibel;
4)menerapkan manajemen partisipatoris; 5)melibatkan karyawan dalam
pengembangan karier; 6)menganalisis peraturan kerja dan menetapkan
Suhu udara
Sirkulasi udara
Lingkungan Ukuran ruang
Kerja Kebisingan
Penerangan
Tata letak ruangan
Peralatan Kerja
Hubungan sesama rekan kerja
Hubungan dengan atasan dan
bawahan
Keamanan Kerja
Kualitas kerja
Kinerja
Pengetahuan kerja
Kreatifitas kerja