Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja
yang ada di sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang
dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan (Sutrisno, 2009). Render dan
Heizer (2001) lingkungan kerja merupakan lingkungan fisik tempat
karyawan bekerja yang mempengaruhi kinerja, keamanan dan mutu
kehidupan kerja mereka. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan
rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal.
Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai, jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana ia bekerja, maka pegawai tersebut
akan betah di tempat bekerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga
waktu kerja dipergunakan secara efektif dan optimal prestasi kerja
pegawai juga tinggi. Lingkungan kerja tersebut mencakup hubungan kerja
yang terbentuk antara sesama pegawai dan hubungan kerja antar
bawahan dan atasan serta lingkungan fisik tempat pegawai bekerja.
Lingkungan kerja meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu
pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan
kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut. Lingkungan kerja
(job environment) adalah semua faktor fisik, psikologis, sosial dan
jaringan hubungan yang berlaku dalam organisasi dan berpengaruh
terhadap karyawan (Marbun, 2005). Hal ini berarti bahwa lingkungan
kerja merupakan lingkungan yang melibatkan semua faktor baik fisik
maupun sosial yang turut berpengaruh terhadap pekerjaan seseorang.
Noah dan Steve (2012) lingkungan kerja adalah keseluruhan
hubungan yang terjadi dengan karyawan di tempat kerja. Segala
sesuatu yang berada di tempat kerja merupakan lingkungan kerja.
Karyawan berada dalam sebuah lingkungan kerja ketika karyawan
melakukan aktivitas pekerjaan, dan segala bentuk hubungan yang
melibatkan karyawan tersebut termasuk dari lingkungan kerja.Indikator
pengukuran lingkungan kerja didasarkan pada sub komponen dari

15
16

lingkungan kerja tersebut, dan bisa dijelaskan sebagai berikut pengukuran


lingkungan kerja dari lingkungan teknologi, lingkungan manusia, dan
lingkungan organisasional. Taiwo (2010) lingkungan kerja adalah segala
sesuatu, kejadian, orang-orang dan lainnya yang mempengaruhi cara
orang-orang bekerja. Lingkungan kerja merupakan kumpulan dari faktor
yang bersifat fisik maupun non fisik, di mana keduanya mempengaruhi
terhadap cara karyawan bekerja. Situasi di tempat kerja adalah lingkungan
kerja non fisik, sedangkan orang-orang atau peralatan merupakan
lingkungan kerja fisik.
Lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan para
pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas
seperti temperatur, kelembapan, ventilasi, penerangan, kegaduhan,
kebersihan tempat kerja dan memadai tidaknya alat-alat perlengkapan
kerja. Lingkungan kerja dapat diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas
yang dihadapi lingkungan sekitarnya di mana seorang bekerja, metode
kerjanya, sebagai pengaruh kerjanya baik sebagai perorangan maupun
sebagai kelompok (Afandi, 2016). Lingkungan kerja adalah segala
sesuatu yang ada didalam ruang kerja di sekitar pekerja dan
berpengaruh terhadap pekerjaannya (Ningrum, et. al, 2014). Lingkungan
kerja mempunyai pengaruh yang besar terhadap kinerja karyawan,
maka setiap organisasi atau perusahaan harus memperhatikan
lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan
kerja, yaitu: kondisi fisik dan kondisi psikologis. Kondisi fisik meliputi:
penerangan (cahaya), suara, warna, musik, temperatur dan kelembaban.
Kondisi psikologis meliputi: perasaan bosan dan keletihan
(Mangkunegara, 2013).
Menciptakan lingkungan kerja yang baik perlu beberapa hal yang
harus diperhatikan, yaitu: bangunan tempat kerja, ruang kerja yang lapang,
ventilasi udara yang baik, tersedianya tempat ibadah, tersedianya sarana
angkutan karyawan (Afandi, 2016). Jenis lingkungan kerja terbagi menjadi
dua, yaitu: lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.
Lingkungan kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat

Universitas Esa Unggul


17

disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara


langsung ataupun tidak langsung. Lingkungan yang langsung berhubungan
dengan karyawan seperti: pusat kerja, kursi, meja. Lingkungan perantara
atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang
mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,
sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak
sedap, dan warna. Lingkungan kerja non fisik yaitu semua keadaan yang
terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan
atasan maupun hubungan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan
bawahan (Sedarmayanti, 2013).
Lingkungan kerja terdiri dari lingkungan kerja fisik dan lingkungan
kerja psikis. Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada di sekitar
pekerja itu sendiri. Kondisi di lingkungan kerja dapat mempengaruhi
kepuasan kerja karyawan seperti rencana ruang kerja yang meliputi
kesesuaian pengaturan dan tata letak peralatan kerja, hal ini berpengaruh
besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja karyawan. Rancangan
pekerjaan yang meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja atau metode
kerja dan peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya akan
mempengaruhi kesehatan hasil kerja karyawan. Kondisi lingkungan kerja
fisik meliputi penerangan dan kebisingan yang sangat berhubungan
dengan kenyamanan para pekerja dalam bekerja. Sirkulasi udara, suhu
ruangan dan penerangan yang sesuai dapat mempengaruhi kondisi
seseorang dalam menjalankan tugasnya. Tingkat visual privacy dan
acoustical privacy, dalam tingkat pekerjaan tertentu membutuhkan tempat
kerja yang dapat memberi privasi bagi karyawanya. Yang dimaksud
privasi di sini adalah sebagai keleluasaan pribadi terhadap hal-hal yang
menyangkut dirinya dan kelompoknya. Sedangkan acoustical privasi
berhubungan dengan pendengaran. Lingkungan psikis adalah hal-hal yang
menyangkut dengan hubungan sosial dan keorganisasian. Kondisi psikis
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah : pekerjaan yang
berlebihan dengan waktu penyelesaian yang terbatas atau mendesak dalam
suatu pekerjaan akan menimbulkan penekanan dan ketegangan terhadap

Universitas Esa Unggul


18

karyawan, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal. Sistem


pengawasan yang buruk dan tidak efisien dapat menimbulkan
ketidakpuasan lainnya, seperti ketidakstabilan suasana politik dan
kurangnya umpan balik prestasi kerja. Frustasi dalam melakukan
pekerjaan dapat berdampak pada terhambatnya usaha pencapaian tujuan.
Misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan karyawan,
apabila hal ini berlangsung terus menurus akan menimbulkan frustasi bagi
karyawan.
Perubahan-perubahan dalam segala bentuk yang terjadi dalam
pekerjaan akan mempengaruhi cara orang-orang dalam bekerja. Misalnya
perubahan lingkungan kerja seperti perubahan jenis pekerjaan, perubahan
organisasi, dan pergantian pemimpin perusahaan. Perselisihan antara
pribadi dan kelompok, hal ini terjadi apabila kedua belah pihak
mempunyai tujuan yang sama dan bergantung untuk mencapai tujuan
tersebut. Perselisihan ini dapat berdampak negatif yaitu terjadinya
perselisihan dalam berkomunikasi, kurangnya kekompakan dan kerja
sama. Sedangkan dampak positifnya adalah adanya usaha positif untuk
mengatasi perselisihan ditempat kerja, diantaranya persaingan, masalah
status dan perbedaan antara individu (Afandi, 2016). Lingkungan kerja
diukur melalui indikator sebagai berikut: Suasana kerja dimana setiap
karyawan menginginkan suasana kerja yang menyenangkan dan nyaman
meliputi penerangan atau cahaya yang jelas, suara yang tidak bising dan
tenang serta keamanan dalam bekerja. Besarnya kompensasi yang
diberikan perusahaan tidak akan berpengaruh secara optimal jika suasana
kerja kurang kondusif. Penerangan, tingkat kebisingan dan suhu ruangan
sebagai indikator dari lingkungan kerja berpengaruh secara positif
terhadap kinerja karyawan. Hubungan dengan rekan kerja yang harmonis
dan tanpa ada saling intrik diantara sesama rekan kerja. Salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi karyawan tetap tinggal dalam suatu organisasi
adalah adanya hubungan yang harmonis dintara rekan kerja. Hubungan
rekan kerja yang harmonis dan kekeluargaan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Tersedianya fasilitas kerja

Universitas Esa Unggul


19

yaitu apabila peralatan yang digunakan untuk mendukung kelancaran kerja


lengkap atau mutahir walaupun tidak baru merupakan salah satu
penunjang proses kelancaran dalam bekerja (Sedarmayanti, 2013).
Pengukuran dilakukan dengan mengisi kuesioner yang memuat beberapa
pertanyaan mengenai lingkungan kerja fisik dan non fisik. Adapun
pengukuran lingkungan kerja dalam penelitian ini mencakup penerangan,
kebisingan, suhu udara, sirkulasi udara, ukuran ruang kerja, privasi ruang
kerja, tata letak ruangan, keamanan kerja, peralatan kerja,hubungan
sesama rekan kerja, hubungan dengan atasan dan bawahan (Sedarmayanti,
2013).
2.2 Stres Kerja
Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap
emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang (Siagian, 2009). Stres
yang tidak diatasi dengan baik biasanya akan berakibat pada ketidak
mampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya,
baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun diluarnya. Artinya karyawan
yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada
gilirannya berpengaruh pada prestasi kerja.Stres adalah kondisi dinamik
yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints)
atau tuntutan (demands) yang terkait dengan apa yang sangat
diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi
penting. Secara lebih khusus, stres terkait dengan kendala dan tuntutan.
Kendala adalah kekuatan yang mencegah individu dari melakukan apa
yang sangat diinginkan sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang
sangat diinginkan (Robbins, 2007).
Stres kerja sebagai respon seperti yang dinyatakan oleh Chaplin
(1989) yaitu suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikis. Schult &
Schult (2006) mengatakan bahwa stres kerja merupakan gejala psikologis
yang dirasakan mengganggu dalam pelaksanaan tugas sehingga dapat
mengancam eksistensi diri dan kesejahteraannya. Pendekatan proses
menyatakan bahwa stres merupakan transaksi antara sumber stres dan
kapsitas diri yang menentukan, apakah respon bersifat positif ataukah

Universitas Esa Unggul


20

negatif. Baron & Greenberg (1990) mendefinisikan stress kerja sebagai


kombinasi antara sumber-sumber stress pada pekerjaan,karakteristik
individual, dan stressor di luar organisasi.
Stres didefinisikan sebagai situasi keadaan yang membutuhkan
energi fisik maupun mental lebih dari normalnya. Stres merupakan tekanan
yang dihasilkan ketika seseorang melihat sebuah situasi yang
membutuhkan kapabilitas atau sumber daya melebihi kemampuannya.
Stres diasosiakan dengan keterbatasan dan permintaan. Ketika seorang
karyawan mengharapkan promosi maupun tidak mendapatkan kesempatan
tersebut, maka dia akan menghadapi situasi dimana kemampuannya tidak
bisa memenuhi persya ratan perusahaan.
Stres kerja merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa
memberikan tanggapan melebihi kemampuan penyesuaian dirinya
terhadap suatu tuntutan eksternal (lingkungan). Stres kerja timbul karena
tuntutan lingkungan. Stres kerja yang terlalu besar dapat mengancam
kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Pada diri para
karyawan berkembang berbagai macam gejala stres kerja yang dapat
mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Stres kerja adalah suatu kondisi
ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis,
yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan
(Rivai, 2008). Orang-orang yang mengalami stres bisa mengalami gugup
dan merasakan kekhawatiran kronis, mudah marah dan agresif, tidak dapat
rileks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Stres kerja pegawai
dapat disebabkan oleh masalah financial, masalah yang bersangkutan
dengan anak, masalah fisik, masalah perkawinan; perubahan tempat
tinggal dan masalah pribadi lainnya.
Stres kerja adalah suatu kondisi dimana terdapat satu atau beberapa
faktor di tempat kerja yang berinteraksi dengan pekerja sehingga
menganggu kondisi fisiologis, dan perilaku. Stres kerja akan muncul bila
terdapat kesenjangan antara kemampuan individu dengan tuntutan-
tuntutan dari pekerjaannya (Soewondo dalam Suwatno dan Priansa, 2011).

Universitas Esa Unggul


21

Stres kerja merupakan kesenjangan antara kebutuhan individu dengan


pemenuhannya dari lingkungan. Stres akan timbul jika tuntutan pekerjaan
tidak seimbang dengan kemampuan untuk memenuhi tuntutannya tersebut
sehingga menimbulkan stres kerja dengan berbagai taraf: taraf sedang dan
taraf tinggi. Sedangkan menurut Igor (1997) menyatakan bahwa stress
kerja dapat disebabkan oleh: (a)intimidasi dan tekanan dari rekan sekerja,
pimpinan perusahaan dan klien; (b)perbedaan antara tuntutan dan sumber
daya yang ada untuk melaksanakan tugas dan kewajiban;
(c)ketidakcocokan dengan pekerjaan; (d)pekerjaan yang berbahaya,
membuat frustasi, membosankan atau berulang-ulang; (e)beban yang
berlebihan. Faktor- faktor yang diterapkan oleh diri sendiri seperti target
dan harapan yang tidak realistis, kritik dan dukungan terhadap diri sendiri.
Gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini : 1)fisik, yaitu sulit
atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya
gangguan pencernaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa
sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan,
berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung,
kehilangan energi; 2)emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung
dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah,
sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain
dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental;
3)intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun,
sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya
dipenuhi satu pikiran saja; 4)interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan
orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari
janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang
dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan
orang lain (Braham dalam Novitasari, 2005).
Gejala stres kerja dapat diketahui baik secara fisik emosional, dan
perilaku. Contohnya gejala fisik seperti sakit kepala, nyeri pada leher dan
punggung, gangguan pencernaan, tekanan darah tinggi, kecelakaan kerja,
kelelahan kronis, kesulitan pernafasan, gangguan tidur. Gejala emosi yang

Universitas Esa Unggul


22

bisa diketahui seperti depresi, mimpi buruk, kemarahan, perasaan tidak


tenang, pikiran untuk bunuh diri, frustasi, menangis terus menerus. Gejala
perilaku bisa dilihat dari gigi yang bergetar, menggigit kuku, makan
berlebihan, menggerakkan jari, kelalahan kronis, mengurung diri,
konsumsi rokok, alcohol, dan obat penenang yang berlebihan (Tama dan
Hardiningtyas, 2017).
Beberapa penyebab stres kerja, yaitu sebagai berikut: stressor
ekstraorganisasi yaitu faktor penyebab stres yang berasal dari luar
perusahaan dan stressor organisasi yaitu penyebab stres yang berasal dari
organisasi itu sendiri. Stressor ekstraorganisasi mencakup: perubahan
sosial meliputi kenyamanan dalam lingkungan, pola pikir yang lebih
inovatif, sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan
yang lebih bermanfaat. Kesulitan menguasai globalisasi meliputi
pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek
kebudayaan lainnya. Dukungan keluarga yaitu situasi keluarga baik krisis
singkat, seperti pertengkaran atau sakit anggota keluarga, atau relasi buruk
dengan orangtua, pasangan, atau anak-anak dapat bertindak sebagai
stressor yang signifikan pada karyawan. Stressor organisasi mencakup :
Perusahaan mengalami intervensi perubahan dalam strategi bisnis untuk
bersaing dengan perusahaan lain, maka ada beberapa akibat yang sering
pula timbul ketika perusahaan mengalami intervensi, yaitu: kebijakan atau
peraturan pimpinan yang terlalu otoriter terhadap karyawan yang
membuat karyawan tertekan, tidak nyaman selama bekerja, dan
ketidakjelasan tugas dalam bekerja. Perusahaan bisa saja memberikan
beban tugas yang tidak seharusnya dikerjakan karena tuntutan perusahaan
yang tinggi, dan adanya stressor kelompok yang dikategorikan menjadi
dua area, yaitu: rekan kerja yang tidak menyenangkan, karyawan sangat di
pengaruhi oleh dukungan anggota kelompok yang kohesif. Dengan
berbagi masalah dan kebahagiaan bersama-sama, mereka jauh lebih baik.
Jika hubungan antar rekan kerja ini berkurang pada individu, maka situasi
akan ini akan membuat stres, kurangnya kebersamaan dengan rekan kerja,
Studi Hawthorne jelas membahas kohesivitas atau “kebersamaan”

Universitas Esa Unggul


23

merupakan hal penting pada karyawan, terutama pada tingkat organisasi


yang lebih rendah. Jika karyawan tidak mengalami kesempatan
kebersamaan karena desain kerja, karena di batasi, atau karena ada
anggota kelompok yang menyingkirkan karyawan lain, kurangnya
kohesivitas akan menyebabkan stres, dan stressor individu yaitu faktor
stres yang mempengaruhi seorang individu seperti beban kerja,
terbatasnya waktu kerja dan peran ganda. Pola kepribadian karyawan saat
mengalami stres kerja berbeda-beda (Luthans, 2006).
Individual stressor memiliki beberapa item yaitu tipe kepribadian
seseorang, kontrol personal, dan tingkat kepasrahan seseorang, serta
tingkat ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan
peran. Ketika karyawan mengalami stres tanggapan karyawan bisa biasa
saja sampai dengan ektsrim (berlebihan). Karyawan di tuntut bekerja
dengan intensitas tinggi, tentu saja akan mengalami stres. Untuk itu para
individu harus bisa mengontrol emosinya. Selain itu daya tahan psikologis
sangat mempengaruhi tingkat stres yang di alami seseorang, karena pada
dasarnya kondisi psikologis setiap individu tidak bisa di sama ratakan.
Selain itu, tingkat konflik intra individu yang berakar dari frustasi, tujuan,
dan peranan (Cooper dan Davidson dalam Rivai, 2008).
Penyebab stres kerja dikelompokkan ke dalam kategori: 1)penyebab
organisasi : kurangnya otonomi dan kreativitas, harapan, tenggat waktu,
dan kuota yang tidak logis, relokasi pekerjaan, kurangnya pelatihan, karier
yang melelahkan, hubungan dengan penyelia yang buruk, selalu mengikuti
perkembangan teknologi, (downsizing) bertambahnya tanggung jawab
tanpa pertambahannya gaji, pekerjaan dikorbankan; 2)penyebab
Individual: pertentangan antara karier dan tanggung jawab keluarga,
ketidak pastian ekonomi, kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja,
kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan, perawatan anak yang tidak
adekuat, konflik dengan rekan kerja; 3)penyebab Lingkungan: buruknya
kondisi lingkungan kerja (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu,dan
lain-lain), diskriminasi ras, pelecehan seksual, kekerasan ditempat kerja,

Universitas Esa Unggul


24

kemacetan saat berangkat dan pulang kerja, kemacetan saat berangkat dan
pulang kerja (National Safety Council, 2004).
Penyebab stres kerja antara lain: 1)adanya tugas yang terlalu
banyak. Stres timbul mana kala tugas terlalu banyak tapi tidak sebanding
dengan kemampuan pegawai untuk melaksanakannya; 2)terbatasnya
waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Stres timbul akibat pegawai
diberikan tugas oleh atasannya dengan pemberian waktu yang limit,
sehingga pegawai menjadi stres akibat merasa dikejar-kejar waktu;
3)kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Hal ini berkaitan
dengan hak dan kewajiban pegawai. Pegawai mendapatkan tugas dan
pekerjaan tanpa diberikan wewenang yang sewajarnya, sehingga
merisaukan hati pegawai, karena satu sisi dia harus mengerjakannya tapi
di pihak lain tidak ada wewenang yang diberikan untuk pekerjaannya
untuk mengambil keputusan serta harus selalu berkonsultasi dengan
atasan. Dengan kata lain tidak ada pendelegasian wewenang; 4)ambiguitas
peran adalah peran yang kabur, yaitu tidak terdapatnya standar kerja, tidak
adanya diskripsi kerja, prosedur kerja dan lainnya. Pegawai dibiarkan
bekerja hanya sesuai perintah atasan saja, tanpa mengetahui tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pegawai; 5)frustasi, frustasi timbul karena
tidak ada harapan karir, terhambatnya kenaikan pangkat atau golongan
karena kebijakan instansi yang tidak memungkinkan, juga ketidak
cukupan gaji dibanding kebutuhan hidupnya, 6)perbedaan nilai, pegawai
bekerja dalam kondisi yang bertentangan dari sudut nilai-nilai yang
diyakininya dengan nilainailai yang diterapkan instansinya dimana dia
bekerja. Perbedaan nilai ini menjadikan konflik batin hingga dapat
menimbulkan stress kerja; 7)perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal
tersebut tidak umum. Stress kerja bisa timbul dalam mutasi pegawai,
manakala pegawai dimutasikan kedalam bidang tugas yang sama sekali
baru dan berbeda dari kemampuan, keahlian, dan kebiasaan selama ini;
8)konflik peran yang timbul dalam instansi yang memiliki standar ganda,
dengan perbedaan persepsi antara atasan dan bawahan yang menyolok.
Apabila hal ini terjadi pada instansi yang diburu dengan “dead line”,

Universitas Esa Unggul


25

harus menyampaikan laporan dan analisa maupun masukan bagi kebijakan


secepatnya, maka hal ini dapat menimbulkan streas kerja, karena pegawai
tidak tahu harus berperan seperti apa, apakah harus berinisiatif ataukah
hanya menunggu perintah. Hanya menunggu perintah saja kadang salah,
karena ternyata atasan mengharapkan inisiatif pegawai, tapi pegawai takut
berinisiatif karena kemungkinan hal tersebut bukan yang diharapkan oleh
atasannya (Davis dan Newstorm dalam Iman, 2007). Sumber stres
merupakan suatu keadaan yang dianggap mengancam dan menimbulkan
ketegangan (Sarafinno, 2006). Sumber stres yang dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu physical stressor misalnya suhu yang panas,
luka yang menyakitkan dalam tubuh dan psychological atau psychosocial
stressor misalnya frustasi, tekanan, ketakutan atau kecemasan yang
dialami. Banyak hal dalam hidup ini dapat menjadi sumber stres bagi
individu, misalnya: penyakit, umur, dan konflik.
Bentuk stres pada dasarnya disebabkan karena kekurangmengertian
manusia akan keterbatasan-keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan
untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi,
konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe-tipe dasar stress
(Anoraga, 2009). Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan
ketegangan antara lain: 1)masalah administrasi; 2)tekanan yang tidak
wajar untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan situasi kerja;
3)struktur birokrasi yang tidak tepat; 4)sistem manajemen yang tidak
sesuai; 5)perebutan kedudukan; 6)persaingan yang semakin ketat untuk
memperoleh kemajuan; 7)anggaran yang terbatas; 8)perencanaan yang
kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti; 9)beban kerja yang
semakin bertambah; 10)segala sesuatu yang ada kaitannya dengan
pekerjaan. Faktor-faktor penyebab stres kerja karyawan antara lain: beban
kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang
adil dan wajar, waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai, konflik
antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang
terlalu rendah, masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua dan
lain-lain Hasibuan (2013).

Universitas Esa Unggul


26

Kategori umum akibat stres kerja antara lain: 1)gejala badan : sakit
kepala (cekot-cekot, pusing sebelah, vertigo), nafsu makan menurun, mual
muntah, keringat dingin dan gangguan pola tidur; 2)gejala emosional :
pelupa, mudah marah, cemas, was-was, kawatir, mimpi buruk, mudah
menangis dan pandangan putus asa; 3)gejala sosial : makin banyak
merokok, menarik diri dari pergaulan sosial, dan mudah bertengkar
(Anoraga, 2009). Stres yang terlalu berlebihan dapat mengganggu
pelaksanaan pekerjaan. Stres dapat sangat membantu atau fungsional,
tetapi dapat juga salah (dysfunctional) atau merusak prestasi kerja. Secara
sederhana hal ini berarti bahwa stres mempunyai potensi untuk mendorong
atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat
stres. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan
prestasi kerja cenderung rendah. Meningkatnya stres, prestasi kerja
cenderung naik, karena stres membantu karyawan untuk mengerahkan
segala sumber daya dalam memenuhi barbagai persyaratan atau kebutuhan
pekerjaan (Handoko, 2010). Prestasi kerja karyawan yang mengalami stres
pada umumnya akan menurun karena mengalami ketegangan pikiran dan
berperilaku yang aneh, pemarah, dan suka menyendiri. Sehingga stres
harus diatasi sedini mungkin (Hasibuan, 2013).
Stres yang tidak teratasi pasti berpengaruh terhadap prestasi kerja.
Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, bahwa kemampuan mengatasi
sendiri stres yang dihadapi tidak sama pada semua orang. Orang yang
memiliki daya tahan yang tinggi menghadapi stres, oleh karenanya mampu
mngatasi sendiri stres tersebut. Sebaliknya tidak sedikit orang yang daya
tahan dan kemampuannya menghadapi stres rendah. Stres yang tidak
teratasi dapat berakibat pada apa yang dikenal dengan burnout, suatu
kondisi mental dan emosional serta kelelahan fisik karena stres yang
berlanjut dan tidak teratasi (Siagian, 2009). Cara-cara mencegah stres
akibat kerja secara lebih spesifik yaitu : 1)redesain tugas-tugas pekerjaan;
2)redesain lingkungan kerja; 3)menerapkan waktu kerja yang fleksibel;
4)menerapkan manajemen partisipatoris; 5)melibatkan karyawan dalam
pengembangan karier; 6)menganalisis peraturan kerja dan menetapkan

Universitas Esa Unggul


27

tujuan; (7)mendukung aktivitas sosial; 8)membangun tim kerja yang


kompak (Tarwaka, 2010).
2.3 Kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual
Performance (pretasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang dicapai
oleh seseorang) (Mangkunegara, 2013). Robbins dan Judge (2012)
menjelaskan bahwa kinerja karyawan pada dasarnya adalah kemampuan
karyawan dalam menyeluruh pekerjaan yang ditangani dan sikap positif
yang ditunjukkan karyawan di tempat kerja. Kemampuan menyelesaikan
pekerjaan artinya karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik
(sesuai dengan standar yang telah ditetapkan), dan karyawan berperilaku
positif yang ditunjukkan dari sikapnya untuk mentaati peraturan
perusahaan, dan lainnya. Komponen kinerja karyawan meliputi tiga
komponen, yaitu: task performance, citizenship, dan counterproductivity.
Stoner, et. al. (1996) kinerja (performance) adalah ukuran seberapa
efisien dan efektif sebuah organisasi atau seorang manajer untuk mencapai
tujuan yang memadai. Pengertian efisien sendiri adalah kemampuan untuk
meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan
organisasi, berarti melakukan dengan tepat, sedangkan efektivitas adalah
kemampuan untuk menentukan tujuan yang memadai, berarti melakukan
yang tepat.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu (Hasibuan, 2013).
Kinerja adalah suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk
menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sebaiknya memiliki derajat
kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu (Rivai dan Sagala, 2009).
Kesediaan dan keterampilan seseorang tidak cukup efektif untuk
mengerjakan suatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang
dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja juga dapat dikatakan
sebagai perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja
yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam organisasi.

Universitas Esa Unggul


28

Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran


paradigma dari konsep produktivitas. Pada awalnya, orang sering kali
menggunakan istilah produktivitas untuk menyatakan kemampuan
seseorang atau organisasi dalam mencapai tujuan atas sasaran tertentu.
Paradgima kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran secara aktual
keseluruhan kinerja organisasi tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik,
tetapi juga dimensi non fisik (Sudarmanto, 2009). Kinerja (performance)
di The Scribber Bantam English Dictionary diartikan sebagai berikut:
“1)to do or carry out execute; 2)to discharge of fulfil as a vow; 3)to
portray, as character in a play; 4)to render by the voice or musical
instrument; 5)to execute or complete an undertaking; 6)to act a part in a
play; 7)to perform music; 8)to do what is expected of a person or
machine” (Sedarmayanti, 2013).
Kinerja merupakan suatu hasil kerja seseorang dalam melaksanakan
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan,
pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja merupakan gabungan
dari tiga faktor penting, yaitu kemamuan dan minat seorang pegawai,
kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran
dan tingkat motivasi seorang pegawai. Semakin tinggi ketiga faktor
tersebut, maka semakin besarlah kinerja pegawai yang bersangkutan
(Hasibuan, 2013).
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh individu sesuai dengan
peran atau tugasnya dalam periode tertentu, yang dihubungkan dengan
ukuran nilai atau standar tertentu dari organisasi tempat individu tersebut
bekerja. Kinerja adalah nilai dari sekelompok perilaku karyawan yang
berkontribusi, baik positif atau negatif, terhadap pencapaian tujuan
organisasi (Umam, 2010). Kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai
persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat diselesaikan pada
waktu yang tepat sesuai dengan moral dan etika yang ada di perusahaan.
Kinerja berarti melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab.
Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara
keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas

Universitas Esa Unggul


29

dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar hasil kerja,


target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu atau
disepakati bersama (Rivai, 2008).
Penilaian kinerja yang dilakukan dengan benar akan bermanfaat bagi
pegawai, departemen SDM, dan pada akhirnya bagi institusi sendiri.
Dalam praktiknya penilaian kinerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
ada di dalam institusi, di samping faktor lain di luar institusi (Rivai dan
Sagala, 2009). Pada dasarnya dari sisi praktinya yang lazim dilakukan di
setiap institusi tujuan penilaian kinerja karyawan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: (1)tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu:
Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai
instrumen untuk memberikan ganjaran, hukuman dan ancaman.
Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan promosi. Menempatkan
karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu; 2)tujuan penilaian
yang berorientasi pada masa depan: Membantu setiap karyawan untuk
semakin banyak mengerti tentang perannya dan mengetahui secara jelas
fungsi-fungsinya. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan
mengerti kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan sendiri yang
dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam institusi. Menambahkan adanya
kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan penyelia sehingga
tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa senang bekerja dan
sekaligus mau memberikan kontribusi sebanyak-banyaknya pada institusi.
Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk
mawas diri dan evaluasi diri serta menetapkan sasaran pribadi sehingga
terjadi pengembangan yang direncanakan dan dimonitor sendiri.
Membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada
jenjang yang lebih tinggi dengan terus menerus meningkatkan perilaku dan
kualitas bagi posisi-posisi yang tingkatnya lebih tinggi. Membantu dalam
berbagai keputusan SDM dengan memberikan data setiap karyawan secara
berkala (Rivai dan Sagala, 2009). Kinerja ditentukan oleh faktor-faktor
kemampuan, motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja adalah tingkat-
tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya

Universitas Esa Unggul


30

rintangan-rintangan yang mengendalakan karyawan tersebut. Meskipun


seorang individu mungkin bersedia dan mampu, bisa saja ada rintangan
yang menjadi penghambat (Rivai, 2008).
Kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti: harapan mengenai imbalan; dorongan; kemampuan; kebutuhan dan
sifat; persepsi terhadap tugas; imbalan internal dan eksternal; persepsi
terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu
kemampuan, keinginan, dan lingkungan. Oleh karena itu, agar mempunyai
kinerja yang baik, seorang harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk
mengerjakan serta mengetahui pekerjaannya. Tanpa mengetahui ketiga
faktor tersebut kinerja baik tidak akan tercapai. Kinerja individu dapat
ditingkatkan apabila kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan berjalan
dengan baik (Donnellu, Gibson, dan Ivancevich dalam Rivai, 2008).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor
kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation) dengan
penjelasannya berikut ini: 1)faktor kemampuan. Secara psikologis,
kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita,
artinya karyawan yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120) dengan
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya
sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan
oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya; 2)faktor motivasi, Motivasi terbentuk dari sikap
(Attitude) seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi
merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan
kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai
prestasi kerja secara maksimal. (Sikap mental yang siap secara psikofik)
artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu secara fisik,
memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu
memanfaatkan dalam mencapai situasi kerja (Mangkunegara, 2013).

Universitas Esa Unggul


31

Tujuh dimensi penilaian kerja menurut Gomes (1997) yaitu:


1)quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-
syarat kesesuaian dan kesiapannya; 2)job knowledge yaitu luasnya
pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya; 3)creativeness
yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan
untuk menyelesaikan persoalan yang timbul; 4)cooperation yaitu
kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain(sesama anggota
organisasi); 5)dependability yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian pekerjaan; 6)initiative yaitu semangat untuk
melaksakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya;
7)personal quality yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi (Gomes, 1997).

 Suhu udara
 Sirkulasi udara
Lingkungan  Ukuran ruang
Kerja  Kebisingan
 Penerangan
 Tata letak ruangan
 Peralatan Kerja
 Hubungan sesama rekan kerja
 Hubungan dengan atasan dan
bawahan
 Keamanan Kerja

 Kualitas kerja
Kinerja
 Pengetahuan kerja
 Kreatifitas kerja

 Intimidasi dan tekanan


Stres Kerja  Beban Kerja
 Ketidakcocokan dengan pekerjaan
 Target yang tidak realistis
 Pekerjaan yang berbahaya

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Universitas Esa Unggul


32

Sumber : (Sedarmayanti, 2013), (Igor,1997), dan (Gomes, 1997).

Universitas Esa Unggul

Anda mungkin juga menyukai