Anda di halaman 1dari 5

Perambatan Kesalahan

Dalam survei, baik itu yang bersifat rekayasa dan keilmuan, nilai yang diukur secara langsung di

lapangan sering dipakai untuk menghitung nilai lainnya berdasarkan hubunganfungsional (


model

matematika). Jika hasil ukuran di lapangan mengandung kesalahan makahasil hitungan juga

mempunyai nilai kesalahan. Penentuan kesalahan hitungan sebagaifungsi kesalahan pengukuran

disebut sebagai perambatan kesalahan.

Misal :

o π‘₯ = π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘’π‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›
o 𝑦 = π‘›π‘–π‘™π‘Žπ‘– π‘π‘Žπ‘Ÿπ‘’ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–β„Žπ‘–π‘‘π‘’π‘›π‘” π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘₯ π‘π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Žπ‘ π‘Žπ‘Ÿπ‘˜π‘Žπ‘›

π‘Žπ‘₯ + 𝑏 (2-1)

persamaan tersebut direpresentasikan oleh garis lurus dalam gambar. Koefisien a


dan b diasumsikan tidak memiliki kesalahan

Untuk tujuan analisis, akan lebih mudah, jika digunakan konsep nilai sebenarnya
dan mendefinisikan nilai kesalahan sebagai nilai ukuran dikurangi nilai
sebenarnya.

π‘₯ = π‘₯1 + 𝑑π‘₯
π‘₯1 = nilai sebenarnya dari x
𝑑π‘₯ = nilai kesalahan dari x
Kemudian jika 𝑦1 menyatakan nilai sebenarnya dari y dapat dihitung dari π‘₯1 dengan
menggunakan persamaan.
𝑦1 = π‘Žπ‘₯1 + 𝑏

Kemudian substitusikan persamanaan (2-2) ke dalam persamaan (2-1) maka akan


diperoleh persaamaan sbagai berikut :

𝑦 = π‘Žπ‘₯ + 𝑏

𝑦 = π‘Ž(π‘₯1 + 𝑑π‘₯) + 𝑏

𝑦 = π‘Žπ‘₯1 + 𝑏 + π‘Žπ‘‘π‘₯
𝑦 = 𝑦1 + π‘Žπ‘‘π‘₯ (2-5)

Jika dy menyatakan kesalahan dalam y,maka berdasarkan persamaan diatas


𝑑𝑦 = π‘Žπ‘‘π‘₯ (2-6)
berdasarkan ilmu kalkulus,turunan y terhadap x dari persamaan (2-1) adalah 𝑑𝑦/𝑑π‘₯ = π‘Ž
sehingga persamaan diatas menjadi
𝑑𝑦
𝑑𝑦 = 𝑑π‘₯ 𝑑π‘₯ (2-7)

Persamaan tersebut menyatakan diferensial dari fungsi persamaan (2-1). Hal ini menjelaskan
bahwa dy yang dihasilkan dari fungsi tersebut identik dengan kesalahansebagai diferensial total
dari kalkulus karena fungsi 𝑦 = π‘Žπ‘₯ + 𝑏 linier untuk pengukuran nilai x.

Dapat dilihat dari persamaan diatas akan berbeda untuk fungsi non linier.

Jika fungsi hitungan y yang diukur berdasarkan nilai ukuran x adalah non linier.Persamaannya
𝑦 = π‘₯2 (2-8)
dan
𝑦 = (𝑦1 + 𝑑𝑦) = π‘₯ 2 = (π‘₯1 + 𝑑π‘₯)2 = 𝑦1 2 + 2π‘₯1 𝑑π‘₯ + (𝑑π‘₯)2 (2-9)

dari persamaan (2-9) diperoleh


𝑑𝑦 = 2π‘₯1 𝑑π‘₯ + (𝑑π‘₯)2 (2-10)

Berdasarkan persamaan (2-7) 2π‘₯1 adalah turunan y terhadap x pada nilai x1 maka pers (2-
10)dapat dinyatakan sebagai pers berikut
𝑑𝑦
𝑑𝑦 = 𝑑π‘₯ 𝑑π‘₯ + (𝑑π‘₯)2 (2-11)

Kemudian akan dibahas kasus dimana fungsi y dihitung berdasarkan beberapa variabel
x.Misalnya bidang persegi dengan panjang x1 dan x2. Maka luas dari bidang tersebut adalah
𝑦 = π‘₯1 π‘₯2
Jika terdapat lebih dari satu variabel dalam sebuah fungsi, maka aturan diferensial parsial
harus diterapkan. Secara spesifik jika kesalahan dalam π‘₯1 , π‘₯2 , π‘₯3 , ... xn disajikan dengan 𝑑π‘₯1,
𝑑π‘₯2 , 𝑑π‘₯3 , ... 𝑑π‘₯𝑛 maka kesalahan y ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
πœ•π‘¦ πœ•π‘¦ πœ•π‘¦
𝑑𝑦 = πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯1 + πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯2 + β‹― + πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯𝑛 (2-12)
1 2 𝑛
πœ•π‘¦ πœ•π‘¦ πœ•π‘¦
Dimana nilai deferensial parsial πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯1 , πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯2 , … , πœ•π‘₯ 𝑑π‘₯𝑛 dihitung pada nilai π‘₯1 , π‘₯2 , π‘₯3 , ... π‘₯𝑛 .
1 2 𝑛

Linearisasi

Untuk mempelajari perilaku sistem dinamik non linear dilakukan melalui linearisasi di
sekitar titik ekuilibrium. Diberikan sistem
𝑑π‘₯
= 𝑓(π‘₯, 𝑦)
𝑑𝑑
𝑑π‘₯
= 𝑔(π‘₯, 𝑦) (1)
𝑑𝑑

dengan titik ekuilibrium (π‘Ž, 𝑏); 𝑓(π‘Ž, 𝑏) + 𝑔(π‘Ž, 𝑏) = 0. Pendekatan linear fungsi 𝑓(π‘₯, 𝑦) di
sekitar (π‘Ž, 𝑏) diperoleh dengan menderetkan fungsi 𝑓(π‘₯, 𝑦) sebagai berikut
πœ•π‘“ πœ•π‘“
𝑓(π‘₯, 𝑦) β‰… 𝑓(π‘Ž, 𝑏) + πœ•π‘₯ (π‘Ž, 𝑏)(π‘₯ βˆ’ π‘Ž) + πœ•π‘¦ (π‘Ž, 𝑏)(𝑦 βˆ’ 𝑏) + 𝛩𝑓 (2)
Sedangkan Deret Taylor fungsi g(x,y) di sekitar (a,b) adalah
πœ•π‘” πœ•π‘”
𝑔(π‘₯, 𝑦) β‰… 𝑔(π‘Ž, 𝑏) + πœ•π‘₯ (π‘Ž, 𝑏)(π‘₯ βˆ’ π‘Ž) + πœ•π‘¦ (π‘Ž, 𝑏)(𝑦 βˆ’ 𝑏) + 𝛩𝑔 (3)

dengan 𝛩𝑓 dan 𝛩𝑔 suku-suku non linear yang selanjutnya dapat dihilangkan. Dari (1) dan (2
diperoleh

Pendekatan linear untuk Sistem (1), yakni


𝑑π‘₯ πœ•π‘“ πœ•π‘“
= πœ•π‘₯ (π‘Ž, 𝑏)(π‘₯ βˆ’ π‘Ž) + πœ•π‘¦ (π‘Ž, 𝑏)(𝑦 βˆ’ 𝑏)
𝑑𝑑
𝑑π‘₯ πœ•π‘” πœ•π‘”
= πœ•π‘₯ (π‘Ž, 𝑏)(π‘₯ βˆ’ π‘Ž) + πœ•π‘¦ (π‘Ž, 𝑏)(𝑦 βˆ’ 𝑏) (4)
𝑑𝑑
πœ•π‘“ πœ•π‘“
(π‘Ž, 𝑏) (π‘Ž, 𝑏)
πœ•π‘₯ πœ•π‘¦
Dengan 𝐽 = [πœ•π‘” πœ•π‘”
] dikenal sebagai matriks Jacobian Sistem (1) pada titik (π‘Ž, 𝑏).
(π‘Ž, 𝑏) (π‘Ž, 𝑏)
πœ•π‘₯ πœ•π‘¦
Diberikan π‘₯ = π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 variabel bebas 𝑒 merupakan fungsi yang bergantung pada
variabel π‘₯1 , π‘₯2 , … , π‘₯𝑛 , yakni fungsi 𝑒: β„œπ‘› β†’ β„œ dengan π‘₯ ∈ β„œπ‘› . Secara umum sistem persamaan
diferensial parsial berbentuk
𝐹1 (π‘₯, 𝑒, 𝑒π‘₯1 , … , 𝑒π‘₯𝑛 , 𝑒π‘₯1 π‘₯2 , … , 𝑒π‘₯1 …π‘₯2 ) = 0,
𝐹2 (π‘₯, 𝑒, 𝑒π‘₯1 , … , 𝑒π‘₯𝑛 , 𝑒π‘₯1 π‘₯2 , … , 𝑒π‘₯1 …π‘₯2 ) = 0,
.
.
.
𝐹𝑛 (π‘₯, 𝑒, 𝑒π‘₯1 , … , 𝑒π‘₯𝑛 , 𝑒π‘₯1 π‘₯2 , … , 𝑒π‘₯1 …π‘₯2 ) = 0
πœ•π‘’1 πœ•π‘’1
+ = 𝑓1 (𝒖)
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘
πœ•π‘’2 πœ•π‘’2
+ = 𝑓2 (𝒖)
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘
.
. (8)
.
πœ•π‘’π‘› πœ•π‘’π‘›
+ = 𝑓𝑛 (𝒖)
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘

Dengan 𝒖 = (𝑒1 , 𝑒2 , … , 𝑒𝑛 ) dan nilai awal π’–πŸŽ = (𝑒01 , 𝑒02 , … , 𝑒0𝑛 ). Solusi sistem (8) dengan
nilai awal π’–πŸŽ = 𝒖(π‘₯, 𝑑0 ) dinyatakan sebagai 𝒖 = 𝒖(π‘₯, 𝑑) = 𝒖(π’–πŸŽ , π‘₯, 𝑑).
Vektor 𝒖 βˆ— (π‘₯) disebut distribusi umur steady state Sistem (8), jika 𝒖 βˆ— (π‘₯) memenuhi Sistem
berikut. (Brauer,2008)
𝑑𝑒1 βˆ— (π‘₯)
= 𝑓1 [π’–βˆ— (π‘₯)]
𝑑π‘₯
𝑑𝑒2 βˆ— (π‘₯)
= 𝑓2 [π’–βˆ— (π‘₯)] (9)
𝑑π‘₯
𝑑𝑒𝑛 βˆ— (π‘₯)
= 𝑓𝑛 [π’–βˆ— (π‘₯)]
𝑑π‘₯
Andaikan Sistem (9) dengan nilai awal yang diberikan misal π’–βˆ— (0) = π’–βˆ— 0 , memiliki solusi
π’–βˆ— (π‘₯), kestabilan distribusi umur steady state tersebut dapat diselidiki dengan melakukan
linearisasi Sistem (8).
Selanjutnya, linearisasi sistem persamaan diferensial parsial di sekitar konsisi steady state
βˆ— (π‘₯)
𝒖 = [𝑒1 βˆ— (π‘₯), 𝑒2 βˆ— (π‘₯)] sebagai berikut. Diperhatikan dua persamaan awal pada Sistem (8),
yakni
πœ•π‘’1 πœ•π‘’1
+ = 𝑓1 (𝑒1 , 𝑒2 )
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘

πœ•π‘’2 πœ•π‘’2
+ = 𝑓2 (𝑒1 , 𝑒2 ) (10)
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘
Diberikan transformasi
𝒗(π‘₯, 𝑑) = [𝑣1 (π‘₯, 𝑑), 𝑣2 (π‘₯, 𝑑)] = [𝑒1 (π‘₯, 𝑑) βˆ’ 𝑒1 βˆ— (π‘₯), 𝑒2 (π‘₯, 𝑑) βˆ’ 𝑒2 βˆ— (π‘₯)]. Dengan mengambil
deret Taylor 𝑓1 Sistem (10), diperoleh

πœ•π‘£1 πœ•π‘£1 πœ•π‘“1 πœ•π‘“1


+ β‰… 𝑓1 (π’–βˆ— ) + (π’–βˆ— )[𝑒1 βˆ’ 𝑒1 βˆ— ] + (π’–βˆ— )[𝑒2 βˆ’ 𝑒2 βˆ— ] + 𝛩1 ,
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ πœ•π‘’1 πœ•π‘’2

πœ•π‘£2 πœ•π‘£2 πœ•π‘“ πœ•π‘“
+ β‰… 𝑓2 (π’–βˆ— ) + πœ•π‘’2 (π’–βˆ— )[𝑒1 βˆ’ 𝑒1 βˆ— ] + πœ•π‘’2 (π’–βˆ— )[𝑒2 βˆ’ 𝑒2 βˆ— ] + 𝛩2,
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ 1 2

πœ•π‘“2 βˆ— πœ•π‘“2 βˆ—
(𝒖 )𝑣1 + β‰… (𝒖 )𝑣2
πœ•π‘’1 πœ•π‘’2
Dengan 𝛩1 , 𝛩2 suku suku non linear sehingga dapat diabaikan. Hasil linearisasi Sistem (10),
yakni
πœ•π‘£1 πœ•π‘£1 πœ•π‘“ πœ•π‘“
+ = πœ•π‘’1 (π’–βˆ— )𝑣1 + πœ•π‘’1 (π’–βˆ— )𝑣2
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ 1 2
πœ•π‘£2 πœ•π‘£2 πœ•π‘“2 πœ•π‘“2
+ = (π’–βˆ— )𝑣1 + πœ•π‘’ (π’–βˆ— )𝑣2 (11)
πœ•π‘₯ πœ•π‘‘ πœ•π‘’1 2
Daftar Pustaka

Brauer F., dkk, 2008, Mathematical Epidemiology, Springer-Verlag, Berlin-Heidelberg-


New York. Chavez, dkk, 1989, Epidemiological Models with Age Structure, Proportionate
Mixing, and

Crossimmunity, Journal of Mathematical Biology 27: 233-258.

D Lestari. 2010. Model Epidemi SIR Berdasarkan Kelompok Umur. Thesis. UGM,
Yogyakarta. Olsder, G.J., 1994, Mathematical Systems Theory, Delftse Uitgevers
Maatschappij, b.v.

Wiggins, 1990. Introduction to Applied Nonlinear Dynamical Systems and Chaos.


Springer- Verlag, Berlin-Heidelberg- New York.

Zauderer, E. 1989. Partial Differential Equations of Applied Mathematics, JohnWiley and


Sons, Inc, New York.

Anda mungkin juga menyukai